KEHIDUPAN AKUATIK
Disusun oleh: AIDA ASTUTI CAHYANINGWIDI RAHAYU SUTOPO 26020210120044 YUSUF JATI WIJAYA 26020210110048
PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013
BAB I PENDAHULUAN
Ilmu kimia lingkungan merupakan studi terhadap sumber, reaksi, transpor, efek dan nasib zat kimia di lingkungan udara, tanah, dan air, serta efek aktivitas manusia terhadapnya. Dengan demikian, ilmu Kimia Lingkungan mencakup dan mempelajari kimia atmosfer, kimia tanah, dan kimia akuatik. Ilmu kimia lingkungan sangat bergantung pada kimia analitik, ilmu lingkungan, dan bidang-bidang ilmu lainnya. Kimia lingkungan pertama kali mempelajari bagaimana cara kerja lingkungan yang tak terkontaminasi, zat kimia apa dan berapa konsentrasi yang ada secara alami, dan apa efeknya. Tanpa hal ini, mustahil untuk mempelajari secara akurat efek manusia terhadap lingkungan dengan pelepasan zat kimia. Cabang ilmu kimia yang menjadi fokus dalam makalah ini ialah kimia akuatik. Kimia akuatik merupakan ilmu yang berhubungan dengan air sungai, danau, dan lautan, juga air tanah dan air permukaan, yang meliputi distribusi dan sirkulasi dari bahan-bahan kimia dalam perairan alami serta reaksi-reaksi kimia dalam air. Masalah yang menjadi topik makalah ini yaitu kehidupan akuatik. Kehidupan akuatik memegang peranan penting dalam sirkulasi kimia akuatik. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas semester sisipan mata kuliah Kimia Lingkungan.
1.2 Tujuan
1. Memenuhi tugas mata kuliah Kimia Lingkungan 2. Mengetahui organisme akuatik 3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kehidupan akuatik 4. Mengetahui definisi serta cara perhitungan BOD dan COD
BAB II PEMBAHASAN
Autotrof atau autotrophy (trofein Yunani, makan), dalam biologi, adalah nama yang diberikan untuk organisme yang hidup untuk menghasilkan makanan mereka sendiri dari fiksasi karbon dioksida melalui fotosintesis atau kemosintesis. Autotrof adalah kebalikan dari heterotrophy. Makhluk hidup dengan karakteristik ini disebut autotrof atau autotrofik. Contoh dari autotrof adalah bakteri (Cyanobacteria), protista (ganggang), dan tanaman. Hewan dan jamur adalah heterotrof. Autotrof berarti memberi (makan sendiri) atau produser makanan sendiri. Autotrof merupakan organisme yang menghasilkan senyawa organik kompleks (seperti karbohidrat, lemak, dan protein) dari zat-zat sederhana yang ada di sekitarnya, umumnya menggunakan energi dari cahaya (oleh fotosintesis) atau anorganik reaksi kimia (kemosintesis). Autotrof berperan sebagai produsen dalam rantai makanan, seperti tanaman di darat atau ganggang dalam air. organisme ini mampu membuat makanan mereka sendiri, dan tidak membutuhkan energi hidup atau sumber karbon. Autotrof dapat mengurangi karbon dioksida ( dan hidrogen) untuk membuat senyawa organik. Pengurangan karbon dioksida, senyawa rendah energi, menciptakan penyimpan energi kimia. Kebanyakan autotrophs mengguanakan penggunaan air sebagai agen pengurang, tetapi beberapa di antaranya menggunakan senyawa hidrogen lain seperti hidrogen sulfida. Fototrof, sejenis autotroph, mengkonversi energi fisik dari cahaya matahari (dalam hal tanaman hijau) menjadi energi kimia dalam bentuk karbon berkurang.
Autotrof terdiri dari fototrof, lithotrophs, atau chemotrophs. Fototrof menggunakan cahaya sebagai sumber energi, sementara lithotrophs menggunakan senyawa anorganik, seperti hidrogen sulfida, belerang unsur, amonium dan besi ferrous, seperti mengurangi agen untuk biosintesis dan penyimpanan energi kimia. Spesies Chemotrophic hanya memanfaatkan penyaluran elektron sebagai sumber energi, bersumber organik atau anorganik, namun dalam kasus autotrophs, penyaluran elektron ini berasal dari sumber kimia anorganik. Fototrof dan lithotrophs menggunakan sebagian dari ATP yang dihasilkan selama fotosintesis atau oksidasi senyawa anorganik untuk mengurangi NADP + untuk NADPH untuk membentuk senyawa organik.
Organisme heterotrof adalah organisme yang mendapatkan energi dari molekul organik yang dibuat oleh autotrof dikenal sebagai heterotrof. Organisme ini gagal untuk mensintesis makanan mereka sendiri dan tergantung pada produsen atau autotrof, untuk penyediaan senyawa organik yang diperlukan untuk pertumbuhan mereka. Sebagai heterotrof memperoleh energi dari produsen, mereka berfungsi sebagai konsumen dalam rantai makanan. Senyawa organik kompleks yang diproduksi oleh autotrof dipecah menjadi zat yang sederhana, yang memberikan energi ke heterotrof. Seperti autotrof, heterotrof juga diklasifikasikan sebagai photoheterotrophs dan chemoheterotrophs, tergantung pada sumber energi. Konsumen diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam kategori yang berbeda, berdasarkan modus konsumsi. Herbivora yaitu organisme heterotrof yang memperoleh energi langsung dari tanaman. Karnivora yaitu hewan yang memakan hewan lain. Omnivora yaitu hewan yang mendapatkan makanan mereka dari tumbuhan maupun dari hewan lain.
Saprobes yaitu organisme yang mendapatkan energi dengan memecah sisa-sisa tanaman dan hewan yang mati.
2.2.1 pH
Nilai pH air yang normal atau netral yaitu antara pH 6 sampai pH 8. Air yang pH-nya kurang dari 7 bersifat asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari 7 bersifat basa. Tanah yang bersifat asam akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan logam berat yang berlebihan dalam. Perubahan pH yang sangat asam maupun basa akan mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena menyebabkan
2.2.2 Suhu
Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama, karena organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal). Maka, walaupun terjadi populasi panas yang sedang oleh manusia, akibatnya dapat amat luas. Perubahan suhu menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi, yang amat mempengaruhi kehidupan akuatik. Daerah perairan yang cukup luas dapat mempengaruhi iklim daerah daratan di sekitarnya.
2.2.3 Kekeruhan
Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa, di mana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yangdapat mengendap, seringkali penting sebagai faktor
pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktivitas.
2.2.4 Turbulensi
Arus mempunyai pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan menurunnya jumlah jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpurlumpuran sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan hewan air. Kekeruhan yang diakibatkan juga bisa mengurangi penetrasi sinar matahari dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-
kotorannya. Untuk jenis algae yang kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi dengan adanya sirkulasi air. Sedangkan bagi hewan air, CO2 dan produk-produk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti teritip (Belanus sp.). Arus sangat penting sebagai faktor pembatas terutama pada aliran air. Di samping itu juga arus di dalam aliran air dapat menentukan distribusi gas vital, garam dan organisme plankton .
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam
air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas. Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Oksigen merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Kepekatan oksigen terlarut bergantung pada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah industri.
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd
(1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat
juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Selain waktu analisis yang lama, kelemahan dari penentuan BOD lainnya adalah (Metcalf & Eddy, 1991): diperlukannya benih bakteri (seed) yang teraklimatisasi dan aktif dalam konsentrasi yang tinggi; diperlukan perlakuan pendahuluan tertentu bila perairan diindikasi mengandung bahan toksik; dan efek atau pengaruh dari organisme nitrifikasi (nitrifying organism) harus dikurangi. Meskipun ada kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai sekarang. Hal ini menurut Metcalf & Eddy (1991) karena beberapa alasan, terutama dalam hubungannya dengan pengolahan air limbah, yaitu (1) BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi; (2) (3) untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah; untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah; dan (4) untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang
diperbolehkan bagi pembuangan air limbah. Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi DO5) merupakan nilai BOD yang Pengukuran
oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya
dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selamalimahari,
diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi
diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya. Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991).Limahari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan
waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebut- 4kanlama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20 oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik sepertiIndonesia, bisa jadi temperatur
inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 30 oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan
tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit over estimate untuk gambaran kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan
mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (5 hari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.
1. Organisme dalam air dapat dibagi menjadi dua yaitu organisme autotrof dan organisme heterotrof. 2. Faktor yang mempengaruhi kehidupan akuatik yaitu pH, suhu, kekeruhan, turbulensi, dan ketersediaan oksigen. 3. Kebutuhan oksigen dapat dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan oksigen biologi dan kebutuhan oksigen kimia.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2304636-pengertianautotrof/#ixzz2LORw1tL5