Anda di halaman 1dari 18

BAB I KASUS

Sesi 1 Seorang laki-laki 14 tahun datang ke dokter umum dengan keluhan buang air kecil tidak puas. Penderita merasa ada sisa kencing sesudah buang air kecil, sehingga sebentar kemudian ingin buang air kecil lagi. Penderita harus mengejan kuat agar dapat buang air kecil.

Sesi 2 Penderita memerlukan waktu antara keinginan buang air kecil dengan keluarnya air seni. Sewaktu buang air kecil kadang terasa nyeri. Pancaran air seninya kecil dan keras, kadang-kadang pancarannya terbelah. Pada akhir kencing masih keluar air seni menetes. Penderita merasa sering ingin buang air kecil. Penderita merasakan keluhan ini sejak 1 bulan yang lalu. Sebelumnya belum pernah mengalami keluhan-keluhan seperti ini. Penderita pernah jatuh terpeleset dari pohon sehingga selangkangannya terbentur benda keras kira-kira 2 bulan lalu. saat itu selangkangnya bengkak dan penderita sudah berobat ke dokter sehingga sembuh.

BAB II PEMBAHASAN KASUS Anamnesis I. Identitas - Nama :- Usia : 14 tahun - Jenis Kelamin: laki-laki - Alamat : Keluhan Utama - buang air kecil tidak puas : terdapat retensi urin - merasa ada sisa kencing sesudah buang air kecil - harus mengejan kuat agar dapat buang air kecil : kemungkinan ada obstruksi Riwayat Penyakit Sekarang - berapa lama keluhan ini? - apakah nyeri saat miksi? : infeksi(urethritis), batu - apakah ada nyeri di pinggang? : nefritis - apakah nyeri pada waktu tidur,dan tiba-tiba? : batu - apakah ada demam? : cystisis, prostatitis - apakah hematuri? : cystisis, prostatitis, batu - apakah terdapat benjolan di glans penis? : fimosis - apakah sudah di sirkumsisi? : fimosis - urin menetes tidak setelah miksi? : striktura uretra - riwayat trauma di pelvis? : striktura uretra - apakah pancaran kencing kecil dan bercabang? : striktura uretra Riwayat Penyakit Dahulu apakah pernah hipospadia,epispadia Riwayat Pengobatan - pemakaian kateter? : striktura uretra - riwayat operasi? : stiktura uretra

II.

III.

IV. V.

Pemeriksaan fisik I. II. III. Keadaan Umum Tanda Vital Inspeksi - pasien disuruh kencing aktif, dilihat pancaran kencingnya - dicari jika ada sikatrik Palpasi batu pada ureter dapat menyebabkan retensi urin - nyeri tekan di regio hipogastrika pada cystisis - vesica urinaria yang teraba juga menunjukkan adanya retensi urin

IV. V.

VI. VII.

Perkusi: Auskultasi: -

Lokasi Anatomi dan Kelainan I. II. III. IV. V. VI. Ureter: pada uretrolitiasis penderita perlu mengejan saat miksi Vesica Urinaria: vesicolitiasis menyebabkan obstruksi dan penderita harus mengejan, cystitis Kelemahan M. Detrusor Uretra: obstruksi pada striktura uretra menyebabkan terjadinya retensi urin sehingga penderita merasa tidak puas BAK, urethritis Prostat: pembengkakan prostat pada prostatitis dapat menekan uretra hingga terjadi retensi urin Penis: lubang preputsium yang kecil pada fimosis menyebabkan terjadi retensi urin

Pemeriksaan Penunjang yang dapat membantu diagnosa kasus ini.

1. Laboratorium Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria. Kultur urin: adanya stapilokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli BUN/kreatin : meningkat 2. Uroflowmetri Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi. 3. Radiologi Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari

uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi. 4. Instrumentasi Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra. 5. Uretroskopi Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse. Diagnosa kelainan penderita tersebut dan bagian yang mengalami kelainan. Cara miksi yang instraining (mengejan) menunjukkan kelainan oleh karena obstruksi. Obstuksi nya bersifat partial karena pasien ini mengalami gangguan flow saat miksi yaitu pancaran air seninya kecil dan keras, kadang-kadang pancarannya terbelah. Penderita memerlukan waktu antara keinginan buang air kecil dengan keluarnya air seni. Sewaktu buang air kecil kadang terasa nyeri. Pasien ini juga mempunyai riwayat trauma pada selangkangnya. Berdasarkan hasil anamnesis tersebut, kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah striktur uretra. Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera. Kebanyakan striktur ini terletak di uretra pars membranasea, walaupun juga bisa ditempat lain. Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera langsung, misalnya pada pasien ini pernah jatuh terpeleset dari pohon dan terbentur benda keras sehingga terjadi cedera pada selangkangannya. Yang juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat kateterisasi atau instrumentasi.

Tabel 1. Letak Striktur Uretra dan Penyebabnya

Letak Uretra Pars membranasea Pars bulbosa Meatus

Penyebab Trauma panggul, kateterisasi salah Jalan. Trauma/ cedera kangkang, uretritis. Balanitis, instrumentasi kasar.

Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah seperti bedah rekonstruksi uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan bedah urologi. Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih panjang daripada uretra wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra seperti tumor pada hipertrofi prostat benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh kelainan congenital, namun jarang terjadi.

Gambar 2. Lokasi striktur (1,2,3). 1. Pars membranasea, 2. Pars bulbosa, 3. Meatus uretra, 4. Kandung kemih, 5. Prostat, 6. Rectum, 7. Diafragma urogenital, 8. Simfisis.

. 2,3,5,7

Komplikasi kelainan tersebut.

1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. 2. Residu urine Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada. 3. Refluks vesiko ureteral Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal. 4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.

5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur. Penatalaksanaan. Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun. Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra. Terapi striktur : 1. Konservatif : 2. Operatif : Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah: 1. Bougie (Dilatasi) Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria. Bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung. Bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak. Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis.

Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis, biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut. Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus. Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya. Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.

Gambar 3. Dilatasi Urethra dengan Bougie

Gambar 3. Dilatasi uretra pada pasien pria. Melakukan dilatasi pada striktur tidak teratur dengan menggunakan bougie filiformis (A,B); begitu bougie filiformis berjalan melewati striktur (C,D), dilatasi progresif dapat dimulai (E)

Gambar 4. Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G); dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (H-J). 2. Uretrotomi interna Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.

3. Uretrotomi eksterna Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik. Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari. Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru. Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya. Pencegahan. o Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis. o Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral termasuk kateter. o Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan gagal ginjal.

Prognosis Dubia Ad Bonam. Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani

pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

STRIKTURA URETRA
Definisi Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra disertai menurunnya (hilangnya) elastisitas uretra, biasanya sekunder terhadap trauma atau peradangan. Sebagian besar striktura uretra terjadi karena trauma di daerah perineal, yang disebut straddle injury. Uretra masculina dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Uretra posterior, dibagi lagi menjadi: a) Pars prostatica : bagian uretra yang melewati prostat. b) Pars membranosa : bagain uretra setinggi musculus sphincter uretra (diafragma pelvis). 2. Uretra anterior, dibagi menjadi: a) Pars bulbaris : terletak di proksimal, merupakan bagian uretra yang melewati bulbus penis. b) Pars pendulan/cavernosa/spongiosa : bagian uretra yang melewati corpus spongiosum penis. c) Pars glandis : bagian uretra di glans penis. Uretra ini sangat pendek dan epitelnya sudah berupa epitel squamosa (squamous compleks noncornificatum). Kalau bagian uretra yang lain dilapisi oleh epitel kolumner berlapis. Kalau menurut Sobotta, uretra masculina dibagi menjadi 4 bagian, pars intramuralis = di dinding vesica urinaria, pars prostatica = menembus prostat, pars membranacea = di diafragma urogenitale, dan pars bulbaris/sponqiosa = di corpus spongiosum penis.

Etiologi Penyebab striktura uretra: 1) Kongenital Hal ini jarang terjadi. Misalnya: a) Meatus kecil pada meatus ektopik pada pasien hipospodia. b) Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra. 2) Trauma Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma uretra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi, katerisasi). a) Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya plantangan sepeda, sehingga menimbulkan trauma uretra pars bulbaris. b) Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os pubis dihubungkan oleh lig. puboprostaticum. Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, uretra posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian besar striktura uretra terjadi dibagianbagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. Di pars pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile. c) Kateterisasi juga bisa menyebabkan striktura uretra bila diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak proporsional.

3) Infeksi, seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO, TBC). Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Jadi obatnya harus dibeli semuanya, jangan hanya setengah apalagi sepertiganya. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan penggantinya sama dengan iarinqan asal. Jadi kalau asalnya epitel squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya adalah jarinqan fibrous. Akibatnya lumen uretra menjadi sempit, dan elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatan. Di dalam bedah urologi dikatakan bahwa sekali striktur maka selamanya striktur. 4) Tumor Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun tumornya itu sendiri yang menaakibatkan sumbatan uretra. Keluhan / gejala 1. Pancaran air kencing lemah 2. Pancaran air kencing bercabang Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran di westafel kalau ditutup sebagian. 3. Frekuensi Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih dari tuiuh kali. Apabila sering krencing di malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari, kencing lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu sampai membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya. 4. Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal) Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan urin yang terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan di uretra.

Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis musculus spshincter urtetra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing. Kalau pada overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing (karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal. 5. Disuria dan hematuria 6. Pengosongan vesica urinaria yang tidak puas Derajat penyempitan uretra: a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen. b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra. c. Berat: oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra. Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis. PEMERIKSAAN 1. Fisik : # Tidak jelas, karena memang letaknya di uretra, kecuali bila ada fistula uretrocutaneus. # Meatal kecil # Vesika urinaria dapat teraba karena ada retensio urine. Vesica terlihat menonjol di atas simfisis pubis. # Tambahan dr HSC 01 : Normalnya, pada orang dewasa, vesica yang kosong terletak di belakang simfisis pubis. Berbeda dengan letak vesica pada bayi dan anak. Pada bayi dan anak, vesica terletak lebih ke atas, sehingga pada bayi dan anak pungsi vesica boleh dilakukan pada saat vesica tidak penuh. Kalau pada orang dewasa, vesica yang tidak penuh merupakan kontraindikasi pungsi vesica. 2. Radiologi: # Uretrografi retrograde Memasukkan kateter ke dalam uretra, kemudian dimasukkan obat ke arah uretra prosimal. Dengan demikin bisa diketahui daerah mana yang menyempit.

# Uretrosistografi bipolar (untuk mengetahui panjang, serta total tidaknya striktura).Kontras bisa di atas (pool atas lewat vesika urinaria) ataupun di bawah (pool bawah lewat uretra), sehingga panjang dan juga ketebalan striktura dapat diketahui. Dikatakan striktura total bila sampai tidak ada kontras yang tersisa pada striktur. Keuntunqan Uretrosistografi bipolar: - Mengetahui persis panjanq striktura - Menqetahui total penevmuitan. - Mengetahaui persisi lokasinva. 3. IVP IVP dilakukan untuk: - Melihat anatomi saluran kencing bagian atas . - Melihat sisa urin (Post Voiding/ PV) pada striktur parsial yang biasanya disertai BPH (Benign Prostate Hyperplasy). - Melihat tulang pelvis (post trauma), dengan melihat ada tidaknya tulang pelvis yang retak.

Laboratorium - Pemeriksaan darah untuk menilai faal ginjal, dimana kadar ureum/kreatinin naik menunjukkan adanya kerusakan fungsi ginjal. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan darah rutin, termasuk Hb. - Pada pemeriksaan urin dapat dilihat jika adanya infeksi dengan menemukan bakteri penyebab. Terapi 1. Bouginasi (logam, plastik) Yaitu dengan memasukkan bahan dari logam atau plastik untuk memperlebar saluran yang mengalami penyempitan tadi. 2. Uretrotomi interna dapat berupa otis (tanpa lensa) dan dengan sachse (dengan lensa).

Indikasi Sache adalah: - Struktur lumen masih berlubang (incomplete) - Striktura pendek yaitu panjangnya < 0,5 cm. 3. Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka. - pada striktura pendek (0,5-1 cm) dilakukan uretroplasti anastomosis - pada striktura panjang, operasi dilakukan dalam dua tahap menurut Johansen, yaitu: Tahap I : hipospodia artifisial, dibuat hipospodia (muara uretra terletak di ventral proksimal dari penis) Tahap II : uretroplasti berupa menutup uretra yang terbuka dengan mengambil dari preputium, mukosa buccal, atau dari belakang daun telinga. 4. Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy) yaitu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price S.A, Wilson L.M, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit : Prostatitis,Penerbit Buku Kedokteran, 2006, ed:6, p:1321. 2. Urethral Stricture Disease. http://www.urologyhealth.org/ adultconditionsbledder/urethralstricturedisease.html. Accessed on 21 June 2009. 3. Rochani. Striktur Urethra, dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara, Jakarta, 1995. Hal; 152-156.. 4. Trauma Saluran Kemih. http:// medicastrore.com. . Accessed on 21 June 2009. 5. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996. Hal; 1018-1019. 6. Scott M. Gilbert, M.D., Department of Urology, Columbia-Presbyterian Medical Center, New York. Urethral Stricture. http://www.medlineplus.com/medicalencyclopedia.html. Accessed on 21 June 2009. 7. Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. Uretra Pria, dalam: Penatalaksanaan Bedah Umum di Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995. Hal;165-166. 8. Purwadianto A, Sampurna B. Retensi Urin, dalam: Kedaruratan Medik, Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Ed Revisi. Binarupa Aksara, Jakarta, 2000. Hal;145-148.

Anda mungkin juga menyukai