Anda di halaman 1dari 3

Pengenaan Sanksi Pidana Bagi Pelanggar Tata Ruang

Written by Administrator Thursday, 09 August 2012 08:37

Pengenaan Sanksi Pidana Bagi Pelanggar Tata Ruang

Salah satu hal terpenting yang dimiliki oleh Undang-undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007 dan tidak ditemukan dalam UUPR sebelumnya adalah pemberian sanksi terhadap pelanggar tata ruang. Sanksi akan diberikan kepada pengguna ruang yang melanggar peruntukan tata ruang Selama ini penerapan tata ruang di daerah banyak mengalami kendala Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengguna ruang yang melanggar Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku di wilayah tersebut. Oleh karena itu, dengan pemuatan pasal-pasal tentang sanksi dan denda tersebut, kini baik pejabat maupun anggota masyarakat yang melanggar amanat tata ruang harus bersiap-siap berhadapan dengan hukum, imbuhnya. Pemberian sanksi bagi pelanggar tata ruang dapat diberikan melalui tiga tingkatan. Yakni hukuman pidana tiga tahun dan denda 500 juta bagi pengguna yang sengaja merubah peruntukan ruang, pidana 8 tahun dan denda 1,5 Milyar bagi pengguna yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan pelanggaran yang menimbulkan korban jiwa akan dikenakan hukuman pidana sampai 15 tahun dan denda 5 Milyar. Sanksi-sanksi pidana dan administratif tersebut telah tertuang dalam UU Penataan Ruang, khususnya Pasal 69-70 , Berikut ini adalah bunyi Pasal yang dimaksud Pasal 69 Ayat (1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).ayat (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).ayat (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).Pasal 70 Ayat (1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).Ayat (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Ayat (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).Ayat (4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 75 Ayat (1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana. Ayat (2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

Aplikasi tata ruang di daerah umumnya sudah sesuai dengan peruntukan, namun mayoritas belum disertai dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Secara implementatif, siapapun masyarakat yang hendak melakukan pemanfaatan ruang atau mendirikan bangunan di atas sebuah lahan harus memiliki izin dari Pemerintah Daerah. Kondisi yang berkembang saat ini tidak sedikit IMB yang sesungguhnya cacat karena berisikan izin pendirian untuk satu atau lebih bangunan dengan peruntukan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.Perlu segera dilakukan pengembalian fungsi sesuai peruntukan ruang karena tidak ada istilah pemutihan dalam rencana tata ruang, Seiring upaya untuk menciptakan ruang yang nyaman dan menumbuhkan awareness dari masyarakat terhadap aturan-aturan yang terdapat UUPR, maka diharapkan penyelenggaraan penataan ruang harus sesuai dengan aturan teknis yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak yang besar dari pelanggaran penataan ruang, seperti halnya kasus Situ Gintung, Kasus Situ Gintung yang terjadi pada tanggal 27 Maret 2009 menyita perhatian masyarakat Indonesia yang cukup luar biasa. Situ Gintung dikenal sebagai kawasan yang asri dan menjadi salah satu alternatif tujuan wisata. Tepi Situ Gintung berkembang menjadi tempat wisata yang memanfaatkan keindahan situ tersebut, serta menjadi alternatif bagi yang ingin menikmati makan siang yang nyaman karena di tepi situ tersebut juga berkembang beberapa restoran. Namun tanpa diduga bencana itu terjadi, dan keindahan situpun menjadi hilang. Namun yang paling menyedihkan adalah akibat jebolnya tanggul situ tersebut kawasan perumahan di bagian hilir Situ Gintung disapu oleh air bah dan mengakibatkan 99 korban jiwa, ratusan rumah hancur, dan sekitar 1000 orang harus mengungsi. Bencana tersebut walaupun tidak sebesar bencana tsunami di Aceh, namun tetap membuat kita terharu, sedih dan tentunya juga bertanya-tanya, kenapa bencana tersebut bisa terjadi dan kenapa begitu besar kerugian yang ditimbulkannya, baik kerugian jiwa maupun materil.Tingginya curah hujan yang terjadi sejak sehari sebelum jebolnya tanggul yang mengakibatkan terjadinya limpasan air di atas tanggul (overtopping) dilaporkan sebagai salah satu penyebab jebolnya tanggul situ tersebut. Namun demikian, yang perlu menjadi perhatian kita adalah kenapa begitu banyak korban jiwa dan kerugian material lainnya. Kenapa di bagian hilir situ berkembang kawasan perumahan yang padat ?Bagaimana bisa kawasan yang seharusnya adalah daerah tangkapan air malah berkembang menjadi kawasan pemukiman yang padat penduduk. Konsekuensi pelanggaran tata ruang yang serius ini telah menyebabkan kehancuran infrastruktur akibat tidak mampu menyangga beban limpasan air.

Bencana Situ Gintung, Tangerang 27 Maret 2009 Oleh karena itu penegakan hukum bagi pelanggaran peruntukan ruang yang bisa mengakibatkan bencana bagi daerah sekitarnya harus terus dilakukan. Sehingga adanya kesan publik dimana peraturan hanya sebatas kebijakan yang dalam aplikasinya sering tidak sesuai, dapat diminimalisir.

Anda mungkin juga menyukai