Anda di halaman 1dari 24

PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PENGELOLAAN

B A B II SUMBER ALAM

DAN

LINGKUNGAN

HIDUP A. PENDAHULUAN Pembangunan yang berarti mengolah dan memanfaatkan sumber alam dan lingkungan hidup, sekaligus harus diusahakan untuk menjaga mutu lingkungan hidup dan kelestarian sumber alam. Masalah rusaknya kelestarian sumber alam dan kemerosotan lingkungan hidup yang telah timbul sebagai akibat suatu proses pembangunan, banyak terjadi dan di masa yang akan datang hal-hal tersebut masih akan tetap merupakan tantangan dalam proses pembangunan. Untuk mencegah kemerosotan dan sebanyak mungkin mening-katkan produktivitas sumber alam tanah, hutan, air dan lautan, berbagai usaha perlu ditingkatkan dan dikembangkan. Usaha-usaha itu antara lain meliputi pengawetan tanah dan air dalam areal produksi pertanian, pencegahan perusakan daerah pesisir, pencegahan perusakan hutan dan usaha reklamasi tanah kritis. Peningkatan dan pengembangan usaha-usaha tersebut perlu dilakukan melalui pola pembangunan masyarakat yang menyeluruh, antara lain dengan menerapkan pendekatan sosial dan budaya dalam pengendalian proses pembangunan. Usaha-usaha yang disebutkan di atas pertama-tama perlu diarahkan kepada pencegahan kemerosotan pendapatan petani dan nelayan miskin di daerah-daerah kritis. Bahkan sedapat mungkin diarahkan kepada peningkatan pendapatan mereka melalui perbaikan dan peningkatan produktivitas usaha para petani dan nelayan serta produktivitas tanah garapan dan perairan sumber mata pencaharian mereka. Di samping itu usaha-usaha tersebut juga perlu diarahkan kepada peningkatan sumber potensi pembangunan di masa depan, peningkatan keanekaragaman usaha dan penyediaan lapangan kerja yang cukup. Dengan usaha-usaha tersebut di atas akan berarti sekaligus mengamankan dan melindungi investasi pembangunan yang telah 91

dilaksanakan terhadap bencana banjir, terhadap kekeringan dan terhadap pelumpuran yang terjadi di daerah aliran sungai yang bersangkutan. Pelaksanaan usaha-usaha tersebut juga akan berarti meningkatkan daya dukung lingkungan perairan sehingga memungkinkan pembangunan di masa depan dapat berkembang lebih banyak. Sesuai dengan hal-hal yang dikemukakan di atas dalam rangka Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dalam Repelita III ditetapkan tiga program, yaitu : program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air, program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dan program Pengembangan Meteorologi dan Geofisika. B. PROGRAM PENYELAMATAN HUTAN, TANAH DAN AIR Usaha penyelamatan sumber alam hutan, tanah dan air sudah dilakukan sejak Repelita I. Selama ini usaha itu terus menerus ditingkatkan. Dalam Repelita I usaha penyelamatan hutan, tanah dan air masih terbatas dalam skala yang kecil. Dalam masa itu dilakukan beberapa penelitian dan survai yang hasil-hasilnya selanjutnya dipergunakan sebagai dasar perencanaan dalam skala yang lebih besar dan terintegrasi. Dalam Repelita III Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air ditempatkan di dalam sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup. Dengan demikian pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup secara terpadu dapat lebih ditingkatkan dan dikoordinasikan. Dalam program ini tercakup penghijauan dan reboisasi. Kegiatan penghijauan dan reboisasi sebagai salah satu usaha dalam rangka penyelamatan hutan, tanah dan air setiap tahun meningkat. Meskipun demikian, kegiatan penghijauan dan reboisasi sampai sekarang belum menunjukkan keberhasilan yang mantap. Salah satu kunci untuk mencapai tingkat keberhasilan yang lebih baik dalam usaha penghijauan dan reboisasi adalah kesungguhan dan kemampuan para pimpinan pelaksanaan proyek. Kunci keberhasilan yang lain adalah adanya benih dengan daya kecambah yang memadai dalam jumlah yang cukup dan dapat disediakan pada waktu yang tepat.

92

1. Penghijauan Dalam tahun 1978/79 usaha penghijauan dilaksanakan di 1.001 Kecamatan, di 145 Kabupaten, dan meliputi 33 daerah aliran sungai (DAS) di 19 Propinsi. Kegiatan penghijauan dalam tahun 1978/79 juga meliputi pembuatan check dam, yang merupakan salah satu prasarana yang diperlukan untuk pengawetan tanah, penampungan lumpur dan penampungan air di musim hujan. Pada tahun tersebut dilaksanakan pula kegiatan pembuatan tanaman dengan sistem jalur penyekat, yang dilakukan di areal alang-alang untuk menanggulangi bahaya kebakaran yang sering timbul dan merusakkan hasil penghijauan dan reboisasi. Realisasi penghijauan pada tahun 1978/79, kecuali di satu propinsi, berkisar antara 60% 100% daripada rencana. Seperti tampak pada Tabel II 1 sebagai keseluruhan realisasi penghijauan pada tahun tersebut mencapai 89,1 % dari rencana. Tingkat keberhasilan kegiatan tersebut tidak demikian tinggi. Penghijauan di daerah-daerah Jambi, Lampung, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Bengkulu tingkat keberhasilannya kurang dari 35 % dari rencana. Sedangkan di daerah-daerah Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah mencapai keberhasilan lebih dari 60 %. Sebagai keseluruhan tingkat keberhasilan penghijauan dalam tahun 1978/79 hanya mencapai 53,9 %. Kegiatan penghijauan dalam tahun 1979/80 dilaksanakan di 1.099 kecamatan, di 145 kabupaten, dalam 34 DAS di 20 propinsi. Pada tahun 1979/80 pembuatan check dam ditingkatkan menjadi 37 buah, sedang dalam tahun sebelumnya hanya 10 buah. Penilaian sementara menunjukkan bahwa realisasi penghijauan dalam tahun 1979/80 di daerah-daerah Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Bali kurang dari 35%, dan di daerah-daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan berkisar antara 40% dan 50%, sedangkan di daerah-daerah Sumatera Barat, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur berkisar antara 66% dan 91%. Sebagai keseluruhan realisasi penghijauan pada tahun tersebut 93

TABEL 11 - I RENCANA, REALISASI DAN KEBERHASILAN USAHA PENGHIJAUAN MENURUT PROPINSI, 1978/79 - 1979/80

Keterangan : 1) Realisasi

= luas tanaman yang telah dilaksanakan sampai dengan bulan Maret 1980 2) Keberhasilan = luas tanaman yang di realisasi yang mempunyai persentase tumbuh 35% ke atas di bagi rencana yang diperiksa oleh P3RPDAS sampai dengan Maret 1980

94

baru mencapai 32,5%. Mengenai keberhasilannya untuk tahun 1979/80 belum ada laporan. Selain kegiatan yang diuraikan di atas sejak tahun pertama dimulainya kegiatan penghijauan telah dilaksanakan latihan-latihan untuk memenuhi kebutuhan akan petugas-petugas lapangan untuk penanaman dan pembibitan. Sampai dengan tahun 1979/80 ini jumlah petugas lapangan yang dipekerjakan dalam usaha penghijauan ini telah berjumlah 4.835 orang, dengan perincian Petugas Lapangan Penghijauan (PLY) 3.865 orang, Petugas Lapangan Pengadaan Bibit Penghijauan (PLPBP) 438 orang, Petugas Lapangan Pengadaan Bibit Reboisasi (PLPBR) 377 orang dan Petugas Khusus Penghijauan (PKP) sebanyak 155 orang. 2. Reboisasi Perkembangan hasil kegiatan reboisasi dalam tahun-tahun 1978/ 79 dan 1979/80 dapat dilihat pada Tabel I I - 2 . Tabel tersebut menunjukkan hal-hal berikut. Kegiatan reboisasi tahun 1978/79 dilaksanakan di 18 Propinsi. Realisasinya dalam tahun 1978/79, kecuali di Riau, Aceh dan Sulawesi Selatan, berkisar antara 80% dan 100%. Sebagai keseluruhan realisasi reboisasi dalam tahun tersebut mencapai 84,3%. Keberhasilan yang tercapai dalam reboisasi tahun tersebut juga cukup tinggi. Sebagai keseluruhan mencapai 74,4%. Hanya di 4 propinsi, yaitu Aceh, Riau, Jambi dan Sulawesi Selatan mencapai kurang dari 60%. Reboisasi pada tahun 1979/80 dilaksanakan di 19 propinsi. Realisasi reboisasi di daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Bali kurang dari 35%, dan di daerah Sulawesi Tenggara mencapai 59%, sedangkan di daerah-daerah Jawa Barat, Yogyakarta dan Sulawesi Utara berkisar antara 80% dan 100%. Mengenai keberhasilannya untuk tahun 1979/80 belum ada laporan. Kegiatan rehabilitasi dan reboisasi dilaksanakan juga di areal pengusahaan hutan. Laju kegiatan rehabilitasi dan reboisasi di areal ini belum seimbang dengan laju penurunan sumberdaya hutan sebagai 95

TABEL II - 2 RENCANA REALISASI DAN KEBERHASILAN USAHA REBOISASI MENURUT PROPINSI. 1978/79 -- 197980
1978/79 Propinsi Rencana (ha) 1. DAERAH ISTIMEWA ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. SUMATERA BARAT 4. R I A U 5. JAMBI 6. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 8. LAMPUNG 9. JAWA BARAT 10. JAWA TENGAH 11. DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 12. JAWA TIMUR 13. KALIMANTAN KARAT 14. KALIMANTAN SELATAN 15. SULAWESI UTARA 16. SULAWESI TENGAH 17. SULAWESI SELATAN 18. SULAWESI TENGGARA 19. B A L I 20. NUSA TENGGARA BARAT 21. NUSA TENGGARA TIMUR JUMLAH : Keterangan : 1) Realisasi 2) Keberhasilan 27.000 20.000 19.800 17.635 39.600 17.472 5.000 3.400 5.340 288.058 95,5 100 100 52,3 88,5 98,5 100 100 84,3 95,5 67,0 77,0 33,7 86,5 68,1 78,7 74,0 74,4 1.102 99,9 93,0 .49.800 27.900 20.350 11.400 36.516 12.915 2.036 5.000 5.380 301.340 35,2 PM .80,2 28,9 34,9 59,7 4,6 1.151 100 8.400 24.432 2.900 2.940 2.000 38.500 7.000 45.537 94,3 99,9 92,2 95,6 Realisasi (%) 3,4 98,7 100 7,4 100 80,2 Keberhasilan (%) 3,4 98,7 92,5 7,4 40,0 80,2 1979/80 Rencana Realisasi (ha) (%) 7.239 17.453 2.500 2.500 2.000 50.000 11,6 17,3 34,0 31,1 32,2 Keberhasilan (%)

1.000
2.800 43.400 24,9 91,2

=luas tanaman yang telah dilaksanakan sampai dengan bulan Maret 1980. =luas tanaman yang direalisasi yang mempunyai prosentase tumbuh 35% ke atas dibagi rencana yang diperiksa oleh P3RPDAS sampai dengan Maret 1980.

96

akibat eksploitasi. Rehabilitasi areal bekas tebangan serta reboisasi areal tidak produktif di areal Hak Pengusahaan Hutan mengalami kelambatan terutama karena kesulitan dalam pengadaan benih dan bibit, dalam penguasaan tehnik reboisasi dan 1dalam pengadaan tenaga trampil yang memadai di kalangan pemegang Hak Pengusahaan Hutan. 3. Pengaturan dan Pengamanan Sungai Pengaturan dan pengamanan sungai meliputi kegiatan-kegiatan penggalian terhadap hambatan, pelurusan aliran, sudetan, perlindungan dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan saluran banjir, pintu-pintu banjir dan lain-lain. Khususnya dalam menghadapi banjir, setiap tahun dipersiapkan bahan-bahan, peralatan dan tenaga. Persiapan tenaga dilakukan dengan jalan mengadakan latihan-latihan baik bagi penduduk setempat maupun bagi tenaga-tenaga penanggulangan yang khusus. Dalam Repelita 1II program ini diperkirakan akan meliputi luas areal sebanyak lebih kurang 770.000 ha. Dalam tahun 1979/80 juga dilaksanakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menanggulangi banjir 5 tahunan. Dalam program ini termasuk kegiatan pembangunan bendungan untuk pencegahan banjir. Bendungan yang dibangun juga berfungsi sebagai bangunan irigasi, penyediaan air minum, pembangkit listrik tenaga air dan lain-lainnya. Di samping proyek pengamanan sungai yang lokasinya tersebar di propinsi-propinsi, dalam program ini juga terdapat proyek-proyek yang dikelola secara khusus, yaitu sungai-sungai Citanduy, Cimanuk, Bengawan Solo, Pemali Coma], Cisanggarung, Arakundo, Wampu, Ular, Bah Bolon, dan pengendalian banjir Jakarta dan proyek Serbaguna kali Brantas. Selanjutnya dalam program ini termasuk pula penanggulangan akibat kegiatan gunung-gunung berapi seperti G. Merapi, G. Kelud, G. Semeru dan G. Agung. C. PEMBINAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP. 1. Pemetaan Dasar Salah satu sarana kerja utama dalam pemanfaatan sumber alam adalah peta dasar yang merupakan kerangka preferensi bagi penyusunan peta sumberdaya nasional. Peta sumberdaya nasional tersebut merupakan gambaran kekayaan alam nasional.

97

Dalam rangka mempersiapkan peta dasar tersebut pada tahun pertama Repelita III telah dikerjakan survai geodesi untuk wilayah Indonesia bagian Timur. Survai ini melengkapi survai terdahulu yang mencakup wilayah Indonesia bagian Barat. Di samping itu telah dikerjakan pula pekerjaan-pekerjaan fotogrammetri dan kartografi, pembuatan peta topografi skala 1 : 50.000, pengukuran sifat datar teliti clan pemotretan udara skala kecil 1 : 100.000 di Sumatera, Irian Jaya dan Maluku. Masalah yang dihadapi dalam pekerjaan pemetaan ini adalah ketergantungan pada musim, kurangnya fasilitas serta tenaga trampil dan ahli. Khusus untuk mengatasi masalah ketergantungan pada musim secara berkesinambungan dilaksanakan penerapan teknologi maju yang dapat mengurangi pembatasan iklim dan cuaca terhadap pekerjaan. 2. Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam Pengetahuan yang memadai tentang potensi sumber alam yang tersedia merupakan landasan yang diperlukan untuk dapat menyusun dan mengembangkan pola pemanfaatan yang memberikan hasil optimal dan sesuai dengan kemampuan yang ada untuk menjaga kelestariannya. Oleh karena itu perlu dilaksanakan usaha-usaha inventarisasi dan evaluasi sumber-sumber alam yang ada. Atas dasar hasil inventarisasi itu dilakukan pembuatan pola pengembangan areal-areal perlindungan lingkungan dan pelestarian sumberdaya. Di samping itu juga dilakukan pengkajian mengenai cars serta pola pengelolaan dan rencana pemanfaatan sumber alam yang sesuai dengan azas kelestarian. Inventarisasi dan evaluasi sumber-sumber alam sudah dilaksanakan sejak pra Repelita oleh berbagai instansi sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya pendapatan rakyat pada umumnya, maka kemungkinan penggunaan sumber daya alam yang ada juga berkembang menjadi semakin beranekaragam. Dengan demikian maka setiap penyusunan rencana pemanfaatan sumber alam perlu memperhitungkan semua kemungkinan penggunaannya secara menyeluruh. Untuk memungkinkan penyusunan rencana yang demikian maka inventarisasi dan evaluasi terhadap sumber alam perlu dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh pula.

98

Dalam Repelita 1II mulai dikembangkan jaringan informasi sumberdaya alam dengan memanfaatkan teknologi komputer. Jaringan informasi yang disusun dengan teknologi komputer diharapkan akan merupakan suatu sarana dasar bagi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara terpadu. Pada tahun pertama Repelita III sudah dilaksanakan survai sumberdaya regional di lima daerah di Sumatera bagian Selatan. Survai ini akan menghasilkan informasi mengenai sumberdaya geologi, tanah, hutan, iklim dan kependudukan. Selain survai yang dilaksanakan khusus tersebut telah dilaksanakan pula inventarisasi dan kompilasi data sumberdaya yang telah ada yang berasal dari inventarisasi partial. Dalam survai tersebut digunakan juga teknik citra penginderaan jauh dan potret udara. Hasil pokok kegiatan survai ini adalah bahan-bahan/ data bagi jaringan informasi mengenai sumberdaya alam. Sedangkan hasil lain yang untuk sementara dianggap hasil sampingan antara lain berwujud informasi tentang tanah-tanah kritis, inventarisasi mengenai tanaman perkebunan tertentu dan beberapa data untuk penelitian purbakala. Di samping survai tersebut di atas dalam tahun pertama Repelita III telah dilaksanakan survai hidrografi dan magnetik di Selat Lombok dan Selat Makasar. Survai ini di samping dimaksudkan untuk membantu menentukan posisi dan pemasangan 6 stasiun pengamatan, juga meliputi pemeruman (sounding), pengamatan pasang surut, pengamatan arus dan pengambilan contoh bahan-bahan dari dasar laut. Sumber alam hutan yang merupakan cumber alam dapat diperbaharui luasnya mencapai kurang lebih 64% dari luas seluruh daratan Indonesia. Pada awal Repelita II hutan yang sudah ditentukan peruntukannya adalah seluas 57.503.000 ha (47% dari luas hutan). Pada tahun pertama Repelita III penentuan peruntukan tersebut mencapai 86.747.362,59 ha atau 50,9% lebih lug s dari awal Repelita II. Dari areal itu seluas 59.209.000 ha ditentukan sebagai hutan produksi, 2.893.000 ha sebagai hutan lindung/produksi, 16.732.000 ha sebagai hutan lindung dan selebihnya ditetapkan untuk tujuan perlindungan dan pelestarian alam. 99

Sebagian besar hutan produksi diserahkan pengusahaannya kepada perusahaanperusahaan yang mendapatkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Pengendalian pengusahaan ini secara fungsional dilaksanakan di bawah bimbingan Direktorat Jenderal Kehutanan. Dalam rangka pemberian itu berbagai perangkat peraturan telah dikeluarkan yang seluruhnya dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang tinggi dari sumber alam hutan dengan tetap menjamin kelestarian eksistensi dan manfaat hutan itu sendiri. Pada tahun pertama Repelita II terdapat 237 pemegang HPH dengan areal pengusahaan seluas 24.163.500 ha. Pada akhir tahun pertama Repelita III jumlah pemegang HPH telah mencapai 382, dengan areal seluas 35.887.150 ha atau 48,5% lebih luas dari awal Repelita IL Para pemegang HPH mengusahakan hutan-hutan di luar Jawa. Di pulau Jawa selain kawasan perlindungan dan pelestarian alam, hutan-hutan dikelola oleh Perum Perhutani. Kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani terdiri dari hutan alam dan hutan tanaman dan seluruhnya meliputi 2.024.715 ha hutan produksi dan 752.035 ha hutan lindung. Hutan produksinya sebagian besar berupa hutan tanaman. Pengelolaan hutan tanaman ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kelestarian. Untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan di hutan-hutan yang diusahakan, mulai diadakan inventarisasi hutan yang meliputi baik kuantitas maupun kualitas tegakan hutan. Inventarisasi hutan tersebut dilaksanakan dengan berbagai survai, baik survai udara mau-pun survai darat. Sampai dengan tahun pertama Repelita HI telah disurvai areal seluas 82.908.480 ha dalam tingkat preliminer. Untuk survai semi detail perlu dilaksanakan survai udara, yang hasil-hasilnya akan ditafsirkan dan dicocokkan di lapangan dengan survai di daratan yang intensip. Sampai dengan tahun pertama Repelita III

luas areal yang 45.565.750 ha.

sudah

disurvai

udara

adalah

3. Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup Selain pemanfaatan sumber daya hutan untuk kepentingan produksi dan perlindungan hidroorologis, areal-areal tertentu di daerah100

daerah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian alam. Penetapan itu dimaksudkan untuk pelestarian sumber daya genetis flora dan fauna, dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta kebudayaan. Sejak Repelita i i penentuan areal yang ditunjuk sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian alam tidak menggunakan pendekatan yang semata-mata didasarkan pada adanya jenis flora dan fauna yang langka atau khas, tetapi menggunakan pola pendekatan ekosistem. Jadi penentuan kawasan perlindungan dan pelestarian alam dilaksanakan dengan menunjuk kawasan yang luasnya memadai untuk mewakili suatu ekosistem, dengan kekhasan yang dimilikinya. Pengusulan areal perlindungan dan pelestarian alam didasarkan atas urgensi penunjukan menurut alasan-alasan ilmiah, dengan pandangan dan penilaian yang mencakup kepentingan ekologi, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Setelah diuji dengan berbagai kriteria, areal yang diusulkan ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian alam (kawasan PPA). Pada tahun terakhir Repelita II jumlah kawasan yang sudah ditunjuk sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian telah mencapai 239 unit dan meliputi areal seluas 6.847.981 ha. Pada akhir tahun pertama Repelita III areal perlindungan dan pelestarian alam yang sudah ditunjuk berjumlah 257 unit dan meliputi areal seluas 7.913.362 ha. Pada tahun 1979/80 sebagian dari areal seluas 21.839.730 ha sedang disurvai dan sebagian berada dalam proses pengusulan untuk dijadikan kawasan perlindungan dan pelestarian alam. Apabila seluruh areal tersebut kemudian dikukuhkan, maka luas kawasan PPA seluruhnya akan mencapai 29.255.228 ha atau kira-kira 15,25% dari luas daratan Indonesia. Luas daratan Indonesia, termasuk Timor Timur, adalah 191.819.900 ha. Kawasan perlindungan dan pelestarian alam terdiri dari suaka margasatwa, cagar alam, taman buru dan taman wisata. Dalam Repelita II atas dasar konsepsi perwakilan ekosistem dan perlindungan biosfir, beberapa areal perlindungan dan pelestarian alam dikembang101

TABEL II 3 PERKEMBANGAN KEADAAN KAWASAN PPA, 1978/79 1979/80 *) 1978/79 Peruntukan 1. 2. 3. 4. Suaka Margasatwa Cagar Alam Taman Buru Taman Wisata Unit 45 157 9 28 239 Luas (ha) 3.580.050,3 2.808.685,7 327.470,7 131.774,3 6.847.981,0 1979/80 Unit 53 162 10 32 257 Luas (ha) 4.135.766,9 3.364.253,2 279.670,7 133.671,8 7.913.362,6

Jumlah: *) angka-angka kumulatif.

TABEL 114 TAMAN NASIONAL YANG SUDAH DIKUKUHKAN, 1979/80 Nama lokasi Propinsi Luas (ha) menurut : Rencana 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. G. Leuser Ujung Kulon Cibodas Pangandaran Baluran Tanjung Puting Kutai Lore Kalamanta Pulau Pombo Komodo Way Kambas Sumatera Selatan I D.I. Aceh Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Timur Kal-teng Kal-tim Sul-teng Maluku N.T.T. Lampung Lampung Jumla h : 792.675 78.619 15.000 10.000 25.000 500.000 200.000 136.000 50.000 75.000 130.000 356.000 2.368.294 SK Mentan. 416.500 66.715 1.040 528,8 25.000 305.000 200.000 131.000 1.000 31.000 130.000 356.000 1.663.783,8

102

kan menjadi taman nasional yang merangkum segi pencagaran dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati. Dalam tahun 1979/80 dari rencana kawasan taman nasional seluas 2.368.294 ha seluas 1.663.783,8 ha telah dapat direalisasikan penunjukannya. Perkembangan kawasan perlindungan dan pelestarian alam secara kumulatif dalam tahun-tahun 1978/79 dan 1979/80 dapat dilihat pada Tabel II 3. Sedangkan lokasi dan luas taman nasional dapat dilihat pada Tabel II 4. Usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan kawasan perlindungan dan pelestarian alam perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai penelitian dan penyusunan landasan pengelolaan dan pengembangan. Sampai dengan awal Repelita III telah dilaksanakan 42 feasibility study/studi pengembangan dan penyusunan 18 rencana pengelolaan. Dalam rangka pengelolaan sumber alam hutan, sangat penting arti pengukuhan hutan yaitu pemberian kedudukan hukum tentang status suatu areal kehutanan. Penentuan kedudukan hukum tersebut ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian yang menetapkan peruntukan sesuatu areal kawasan hutan termasuk penataan batas-batasnya. Penataan batas kawasan hutan yang diperuntukkan hutan produksi dalam bentuk pemberian HPH, dilaksanakan oleh aparat Kehutanan bersama-sama dengan pemegang HPH yang bersangkutan. Penataan batas tersebut dilaksanakan sejalan dengan pelaksanaan kegiatan HPH. Untuk kawasan Perum Perhutani penataan batasnya dilaksana- kan oleh aparat perencanaan Perum Perhutani. Penataan batas kawasan 1.0 3

hutan di luar kawasan tersebut di atas dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kehutanan melalui proyek Inventarisasi dan Pengukuhan Hutan. Sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita III dari target kegiatan 22.494 km sudah dapat direalisasikan sepanjang 16.500 km. Percepatan kegiatan sedang dilaksanakan melalui peningkatan tenaga, keahlian dan ketrampilan dan penggunaan alat-alat dan cara-cara yang lebih efisien, misalnya penggunaan potret udara dan citra penginderaan jauh.

4. Pengembangan Sumberdaya Air dan Penanggulangan Pencemaran Air Penanganan pengelolaan air diusahakan secara terpadu dan untuk itu diperlukan inventarisasi dan evaluasi sumber-sumber air. Sumber air terbesar bagi kehidupan manusia adalah air permukaan. Karena itu penanganan air permukaan mendapat prioritas utama. Pengelolaan air permukaan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan satuan daerah aliran sungai. Suatu daerah aliran sungai, atau DAS, merupakan satuan fisik yang setepat-tepatnya untuk perencanaan pengelolaan sumber alam dengan air sebagai faktor pembatas. Dalam pengelolaan tersebut segala kegiatan yang dilaksanakan didasarkan atas karakteristik air Berta pengaturan penggunaannya. Dengan demikian maka perencanaan pengelolaan sumber alam yang dilakukan akan mencakup studi mengenai karakteristik air dan studi mengenai pengembangan sumber-sumber air, seperti yang dilakukan di DAS Cisadane-Jakarta-Cibeet dan Pulau Timor bagian barat. Air permukaan, khususnya air sungai, dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Sampai berapa jauh air dari suatu sungai dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu sangat ditentukan oleh debit dan kualitasnya. Kegiatan-kegiatan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan suatu DAS terutama diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan debit dan kualitas airnya. Kualitas air dari suatu sungai terutama ditentukan oleh kegiatankegiatan dan keadaan yang terdapat dalam daerah alirannya. Kegiatan-kegiatan dan keadaan itu dapat merupakan penyebab pencemaran. Pencemaran air, yang merupakan salah satu masalah lingkungan hidup, terutama diakibatkan oleh erosi dan sedimentasi dan banyaknya bahan-bahan buangan industri dan produksi pertanian yang banyak menggunakan bahan-bahan kimia. Masalah ini terutama banyak dialami oleh para pemakai air di daerah-daerah hilir DAS. Air minum masyarakat di banyak kota, misalnya, berasal dari air sungai. Pada hal bagian terbesar penduduk suatu DAS umumnya

104

tinggal di bagian hilirnya. Demikianlah maka masalah pencemaran yang terutama terasa di bagian hilir sangat dirasakan pengaruhnya oleh sebagian besar masyarakat. Sehubungan dengan timbulnya masalah pencemaran ini telah dilaksanakan berbagai studi untuk menanggulanginya. Antara lain telah diadakan studi tentang berbagai kasus pencemaran air sungai, misalnya, di Kali Garang Semarang, Kali Surabaya, Kali Madiun dan anakanak sungainya, Sungai Kapuas, sungai-sungai di Jakarta dan Denpasar. Di samping itu juga telah diadakan studi tentang cara dan pola penanggulangan buangan industri di perairan sungai, studi tentang pengaruh penggunaan pestisida dalam pertanian terhadap kualitas air sungai dan studi tentang pengaruh pencemaran air terhadap kehidupan biota air. 5. Pengkajian dan Penanganan Masalah Lingkungan Hidup Untuk meningkatkan kemampuan pengenalan dan pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup di daerah-daerah telah dilaksanakan pembangunan Pusat-pusat Studi Lingkungan. Pembangunan pusatpusat studi itu dikaitkan dengan pembinaan Universitas-universitas, Bappeda dan instansi pengelola lingkungan di daerah-daerah. Pusat Studi Lingkungan telah dibentuk di Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, Samarinda, Ujung Pandang dan Kupang. Dari pusat-pusat itu sebanyak lima pusat studi lingkungan, yaitu di Bogor, Medan, Bandung dan Ujung Pandang, bertugas membantu pembangunan pusat-pusat studi di wilayah sekitarnya. Dengan adanya pusat-pusat studi lingkungan tersebut penalaran dan pendidikan lingkungan hidup dalam masalah-masalah perairan, lautan, tanah kritis, daerah aliran sungai, toksikologi lingkungan, pemukiman dan industri telah mulai dikembangkan di daerah-daerah. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan pencemaran lingkungan hidup di masa yang akan ,datang telah diselenggarakan pula kegiatan-kegiatan penilaian mutu lingkungan di wilayah-wilayah JABOTABEK, GERBANG KERTASUSILA, Bandung Raya, Cirebon, Yogyakarta, Medan Raya, Denpasar, Ujung Pandang, Pontianak, Palembang, dan beberapa Daerah Aliran Sungai seperti Ciliwung,

105

Cisadane, Citarum, Cimanuk, Solo, Brantas, Musi, Kapuas, Teluk Jakarta, Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bangka, Teluk Ambon dan Selat Malaka. Untuk memungkinkan terbentuknya baku mutu lingkungan hidup dan baku mutu bahan buangan, telah dilakukan berbagai penelaahan mengenai lingkungan perairan tawar, lautan dan udara. Usaha pencegahan pencemaran industri telah mulai dilakukan dalam bidang industri tekstil, industri minyak dan gas, industri semen, pertambangan dan lain-lain. Di samping itu, pengendalian penggunaan pestisida ditingkatkan. Selanjutnya, analisa dampak lingkungan telah dipersiapkan dan hasilnya mulai dicobakan dalam beberapa kegiatan pembangunan, seperti pembangunan kawasan Marunda, pembangunan bendung Saguling, perluasan beberapa industri besar, pertambangan permukaan dan lain-lain. Selanjutnya, untuk dapat membangun dasar-dasar hukum yang diperlukan dalam pelaksanaan pengaturanpengaturan yang diperlukan, telah dipersiapkan peraturan perundangan yang mengatur penanggulangan pencemaran lingkungan. Penanggulangan pencemaran lingkungan merupakan kewajiban Pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu pengikut sertaan masyarakat ke dalam usaha penanggulangan pencemaran lingkungan sangat penting. Dalam hubungan ini maka kegiatan-kegiatan untuk mempertinggi kesadaran masyarakat dalam masalah penanggulangan pencemaran lingkungan telah ditingkatkan melalui ceramah, percontohan, pendidikan dan melalui pembinaan umum terhadap generasi muda, pramuka, organisasi pemuda pencinta alam, pemuda masjid, pesantren, wanita dan para pengusaha. Penyertaan alim ulama dalam usaha peningkatan kesadaran masyarakat kini semakin mantap. 106

D. PENGEMBANGAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

Pembangunan bidang meteorologi dan geofisika, selain untuk menunjang pembangunan sektor Perhubungan, juga diarahkan untuk menunjang sektorsektor lain, seperti pertanian, industri dan pariwisata. Langkah-langkah kebijaksanaan yang diambil ditujukan kepada terbangunnya jaringan-jaringan dasar yang akan memungkinkan negara

meningkatkan kegiatan-kegiatan monitoring dan peningkatan penelitian iklim, cuaca dan gempa. Usaha-usaha yang dilaksanakan meliputi rehabilitasi dan pembangunan stasiun-stasiun meteorologi, klimatologi dan geofisika baik dalam arti fisik maupun dalam arti keorganisasiannya. Dalam hubungan ini kemampuan serta ketrampilan tenaga operasional juga telah ditingkatkan. Demikianlah maka kemampuan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pengumpulan, penyimpanan dan pengolahan data, kegiatan-kegiatan operasional, analisa dan ramalan cuaca dan kegiatankegiatan penelitian mengenai berbagai aspek meteorologi dan geofisika, termasuk persoalan pencemaran udara dan kondisi lingkungan, semakin meningkat.
TABEL II 5 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, 1978/79 1979/80 *) Jenis Stasiun 1978/79 1979/80

A. Stasiun Meteorologi a. Penerbangan/Synoptic b. Maritim B. Stasiun Klimatologi a. b. c. d. e. f. g. Stasiun Klas I Stasiun Klas II Stasiun Klas III Pertanian Khusus Stasiun Iklim Pengamatan Hujan (set) Pengamatan Penguapan (set) 4 4 3 18 13 2745 105 19 4 4 3 18 13 3232 117 20 75 9 86 9

C. Stasiun Geofisika Stasiun

Pengamatan Gempa
*

) Jumlah unit Kumulatif

107

Dari Tabel I15 dapat dilihat hasil-hasil rehabilitasi dan pembangunan yang telah dicapai sampai akhir Repelita II meliputi 75 buah stasiun meteorologi/synoptic, 9 buah stasiun maritim, 4 buah stasiun cuaca Pertanian Utama (klas I), 4 buah stasiun cuaca Pertanian Biasa (klas II), 3 buah stasiun cuaca Pertanian Klas III, 18 buah stasiun cuaca Pertanian Khusus, 13 buah stasiun iklim, 2.745 pengamatan hujan, 105 pengamatan penguapan dan 19 stasiun Geofisika. Dalam tahun 1979/80 telah dapat diselesaikan pembangunan 11 buah stasiun meteorologi penerbangan/synoptic, 487 buah pengamatan hujan, 12 buah pengamat penguapan, dan sebuah stasiun pengamatan gempa. Rehabilitasi dan pembangunan meteorologi dan geofisika yang dilaksanakan selama ini telah menghasilkan peningkatan yang berarti dalam mutu pelayanan meteorologi dan geofisika, yang meliputi ramalan cuaca dan berbagai jasa untuk penerbangan, pelayaran dan pertanahan. Angka-angka mengenai pelayanan dan jasa meteorologi dalam tahun-tahun 1978/79 dan 1979/80 ini dapat dilihat dari Tabel II 6.
TABEL II 6 PRODUKSI DATA, 1978/79 1979/80 Uraian A. Stasiun Meteorologi 1. Penerbangan Synoptic 2. Pengamatan Maritim B. Stasiun Klimatologi 1. Pertanian 2. I k 1 i m 3. Pengamatan Hujan 1978/79 a. b. a. b. a. b. a. b. a. b. a. 585.640 485.650 9.600 1.000 19.000 12.100 49.500 39.750 145.000 128.500 9.500 1979/80 598.000 598.511 9.600 1.579 20.000 13.000 50.200 41.150 156.000 140.000 9.850

108

4. Pengamatan Penguapan 5. Pengamatan Udara atas Dalam Satuan data. a = Rencana b = Realisasi

b. a. b.

3.900 61.200 35.280

4.100 61.200 38.325

Anda mungkin juga menyukai