Anda di halaman 1dari 7

ASPEK CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DARI SUDUT AKUNTANSI PERPAJAKAN Dina Eka Shofiana Universitas Pesantren Tinggi Darul

Ulum dinaekashofiana@yahoo.co.id ABSTRAK Perkembangan Corporate Social Responsibility merupakan tanggung jawab sosial yang muncul akibat adanya konflik antara masyarakat sekitar dengan perusahaan akibat dampak negatif yang timbul akibat keberadaan suatu perusahaan dalam suatu lingkungan tertentu.telah menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan, utamanya terkait dengan fungsi pemasaran, public relation, dan investment-decision making. Untuk dapat menghasilkan program CSR yang dapat menghasilkan program business value sekaligus tax favorable. Akuntansi untuk mengukur kegiatan pertanggungjawaban sosial perusahaan dikenal dengan akuntansi social dan ada baiknya jika wajib pajak mempertimbangkan aspek perpajakan saat merancang program CSR-nya.Dalam ranah Pajak Penghasilan (PPh), ketentuan terkait aktivitas CSR diatur dalam Pasal 4 UU Nomor & Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Seperti yang dijelaskan dalam ayat (1) huruf d angka 4 pasal tersebut, Objek PPh adalah penghasilan, termasuk di dalamnya keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Kata Kunci : Corporate Social Responsibility, akuntansi, Pajak Penghasilan ABSTRACT Development of Corporate Social Responsibility is a social responsibility that arise as a result of conflict between the communities surrounding the company due to the negative impact arising from the existence of a company in an environment tertentu.telah be part of the company's business strategy, primarily related to the functions of marketing, public relations, and investment-decision making. To be able to produce a CSR program that can generate business value as well as tax program favorable. Accounting for measuring corporate social responsibility activities known as social accounting and it is better if the taxpayer taxation aspects to consider when designing a CSR program. In the realm of Income Tax (Income Tax), provisions related to CSR activities set out in Article 4 of Law No. & Year 1983 on Income Tax as amended by Act No. 36 of 2008 (Income Tax Act). As described in paragraph (1) letter d a 4 chapter, attractions Income is income, including gains from the sale or transfer of property in the form of grants, aid, or donations, except those given to blood relatives of the line of a straight one degree and religious bodies, educational entities, including charities, foundations, cooperatives, or individuals who run micro and small enterprises, the provisions of which shall be further regulated by the Ministry of Finance (PMK), as long as there is

no connection with the business, employment, ownership, or control between the parties concerned. Keywords: Corporate Social Responsibility, Accounting, Income Tax PENDAHULUAN Perkembangan aktivitas CSR di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan trend yang positif. Sebuah research study oleh Sihotang dan Margareth (2007) mendokumentasikan adanya peningkatan yang signifikan dalam kualitas pengungkapan (disclosure) aktivitas CSR (ekonomi, sosial , dan lingkungan) dalam annual report 30 (tiga puluh) emiten terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2003 s.d. 2005. Fenomena tersebut dimungkinkan terjadi karena adanya peningkatan pemahaman para eksekutif perusahaan mengenai CSR, serta maraknya dukungan dari berbagai organisasi nirlaba dan akademisi. Selain itu, melalui Pasal 74 Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pemerintah telah mewajibkan pelaksanaan CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang pengolahan sumber daya alam.Dalam konteks global, dewasa ini CSR banyak mendapat perhatian dari korporasi multinasional sebagai bagian dari strategi bisnis untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan, manajemen resiko, sekaligus diferensiasi dengan perusahaan competitor. Program-program CSR juga banyak digunakan sebagai media yang efektif untuk pemasaran (green marketing) dan (public relation) untuk meningkatkan kepercayaan para investor. Berbagai studi telah mendokumentasikan tumbuhnya kesadaran dari sebagian besar eksekutif perusahaan. Disamping menciptakan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya, korporasi juga mempunyai kewajiban untuk membantu masyarakat (responsible business). Dalam bursa saham menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan peringkat terbaik dalam berbagai isu sosial dalam melaksanakan Corporate Social Respontability (CSR) termasuk pemberian donasi, program pemberdayaan masyarakat, pelestarian lingkungan, pemberdayaan wanita, dan pengembangan kaum minoritas ternyata juga memiliki kinerja keuangan yang baik, dengan ukuran operating income growth, sales-to assets ratio, sales growth, return on equity, earningsto- asset growth, return on investment, return on assets, dan assets growth. Pelaksanaan Corporate Social Responsibility beberapa tahun terakhir tidak hanya dipandang dari sudut akuntansi.akan tetapi dalam batasan tertentu, ketentuan perpajakan Indonesia juga memberikan skema insentif untuk program-program CSR. Pemberian insentif ini diusung sebagai bentuk akomodasi pemerintah atas kepentigan public dalam jangka panjang. Disini, skema insentif tax exemtion, tax deduction, atau tax credit- yang digunakan disesuaikan dengan dasar hukum yang berlaku di Indonesia serta aplikasi program-program CSR yang terjadi dalam masyarakat. METODOLOGI Metode Penelitian merupakan penjelasan secara teknis mengenai metode yang digunakan dalam suatu penelitian. Data-data diperoleh diolah untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai manajemen akuntansi Corporate Social Responsibility beberapa tahun terakhir tidak hanya dipandang dari sudut akuntansi.akan tetapi dalam batasan tertentu, ketentuan perpajakan Indonesia juga memberikan skema insentif untuk program-program CSR. Pemberian insentif ini diusung sebagai bentuk akomodasi

pemerintah atas kepentigan public dalam jangka panjang. Disini, skema insentif tax exemtion, tax deduction, atau tax credit- yang digunakan disesuaikan dengan dasar hukum yang berlaku di Indonesia serta aplikasi program-program CSR yang terjadi dalam masyarakat. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan fokus penelitian pada upaya untuk mendalami fenomena yang terjadi dalam dinamika masyarakat terkait dengan munculnya sebuah inovasi maka metode yang digunakan untuk menganalisis dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi adalah studi yang mempelajari fenomena, seperti penampakan, segala hal yang muncul dalam pengalaman kita, cara kita mengalami sesuatu, dan makna yang kita miliki dalam pengalaman kita (Kuswarno, 2009). Tujuan utama fenomenologi menurut Kuswarno (2009): Adalah mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, sebagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomenologi mencoba mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep-konsep penting, dalam kerangka intersubyektivitas. Intersubyektif karena pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain. Walaupun makna yang kita ciptakan dapat kita telusuri dalam tindakan, karya, dan aktivitas yang kita lakukan, tetap saja ada peran orang lain didalamnya. Penelitian kualitatif dalam paradigma fenomenologi berusaha memahami arti (mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Moleong. 2005). Dengan kata lain penelitian kualitatif dalam paradigma fenomenologi adalah penelitian yang berusaha mengungkap makna terhadap fenomena perilaku kehidupan manusia, baik manusia dalam kapasitas sebagai individu, kelompok maupun masyarakat luas. Lebih lanjut, paradigma fenomenologi menekankan pada metode penghayatan atau pemahaman interpretatif (verstehen). Jika seseorang menunjukkan perilaku tertentu dalam masyarakat, maka perilaku tersebut merupakan realisasi dari pandangan-pandangan atau pemikiran yang ada dalam kepala orang tersebut. Kenyataan merupakan ekspresi dari dalam pikiran seseorang; oleh karena itu, realitas tersebut bersifat subyektif dan interpretatif. Maka penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang membahas tentang fenomena Pemberian insentif ini diusung sebagai bentuk akomodasi pemerintah atas kepentigan public dalam jangka panjang. Disini, skema insentif tax exemtion, tax deduction, atau tax credit- yang digunakan disesuaikan dengan dasar hukum yang berlaku di Indonesia serta aplikasi program-program CSR yang terjadi dalam masyarakat. PEMBAHASAN Perkembangan Corporate Social Responsibility Social accounting berkembang sejalan dengan berkembangnya corporate social responsibility. Kotler dan Lee (2005:3) menyatakan corporate social responsibility is a commitment to improve community well-being through discretionary business practices and contributions of corporate resources. Selanjutnya World Business Council for Suistanable Development menggambarkan bahwa corporate social responsibility as business commitment to contribute to suistanable economic development, working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life. (Kotler dan Lee 2005)

Perubahan pandangan masyarakat, investor dan pemerintah pada gilirannya mendorong perusahaan untuk menunjukkan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak terbatas hanya pada aktivitas perbaikan komposisi, kualitas dan keamanan produk yang dihasilkan, tetapi juga pada teknik dan proses produksi, serta penggunaan sumberdaya manusia. Manfaat Aktifitas Corporate Social Responsibility Kotler dan Lee (2005) menyatakan bahwa partisipasi perusahaan dalam berbagai bentuk tanggung jawab sosial dapat memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, antara lain : 1. meningkatkan penjualan dan market share, 2. memperkuat brand positioning, 3. meningkatkan image dan pengaruh perusahaan, 4. meningkatkan kemampuan untuk menarik hati, memotivasi, dan mempertahankan (retain) karyawan 5. menurunkan biaya operasional, dan 6. meningkatkan hasrat bagi investor untuk berinvestasi. Satyo (Media Akuntansi, Edisi 47/Tahun XII/Juli 2005) menyatakan penyajian laporan berkaitan aktivitas sosial dan lingkungan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan antara lain meningkatkan citra perusahaan, disukai konsumen, dan diminati investor. Bukti bahwa partisipasi dalam tanggung jawab sosial mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam jangka panjang juga dapat dilihat pada Tabel 1-4 bagian terakhir tulisan ini.. Bukti-bukti tersebut menunjukkan beragam aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan terhadap stakeholdersnya. Tanggung jawab sosial perusahaan tersebut memberikan keuntungan bersama bagi semua pihak, baik perusahaan sendiri, karyawan, masyarakat, pemerintah maupun lingkungan. Pengukuran Biaya Corporate Social Responsibility Estes dalam Harahap (2003:370) mengusulkan beberapa teknik pengukuran manfaat dan biaya sosial yaitu: 1. Penilaian pengganti (Surrogate Valuation). 2. Teknik survey (Survey Techniques). 3. Biaya perbaikan dan pencegahan (Restoration or Avoidance Cost). 4. Penilaian (Appraisal) oleh tim independen. 5. Putusan pengadilan (Court Decisions). 6. Analisa (Analisys). 7. Biaya pengeluaran (Outlay Cost). Metode Penilaian Pengganti (Surrogate Valuation) menyatakan bahwa suatu nilai ganti terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi dapat dipilih sebagai cara menghitung kerugian saat nilai kerugian yang diinginkan tidak dapat dipenuhi secara langsung.Teknik Survei (Survey Techniques) merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung kepada masyarakat apa yang sangat berharga bagi mereka. Cara ini merupakan pendekatan survei yang tidak menyenangkan, namun dalam kenyataannya memberikan informasi yang lebih berharga dan lebih akurat dan sekaligus merupakan teknik yang mahal. Biaya Perbaikan atau Pencegahan (Restoration or Avoidance Cost) merupakan suatu cara untuk mengukur biaya sosial dengan memperkirakan pengeluaran uang yang sesungguhnya untuk mencegah atau menghindari bahaya atau kerusakan lingkungan. Penaksiran (Appraisal) merupakan

penaksiran yang yang dilakukan oleh pihak independen dalam menilai barang berwujud seperti bangunan dan tanah. Teknik ini hampir sama dengan penilaian pengganti, hanya disini menggunakan tenaga ahli sebagai pihak penaksir independen. Putusan Pengadilan (Court Decisions) merupakan cara untuk menilai atau menghitung kerusakan atau biaya tertentu melalui putusan pengadilan. Penilaian ini akurat dalam jumlah dan diidentifikasi dengan menggunakan biaya sosial yang khusus. Pendekatan Analisis (Analisys) dilakukan melalui analisa ekonomi dan statistik terhadap data yang ada menghasilkan dalam suatu nilai yang sah dan pengukuran yang dapat dipercaya. Biaya Pengeluaran (Outlay Cost) merupakan teknik yang digunakan untuk menilai program yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat, seperti kegiatan pembaharuan urbanisasi, pertahanan militer, atau konstruksi jalan raya. Biaya pengeluaran dilakukan dengan mencari hubungan kegiatan tersebut secara langsung dan mengukur kegunaannya. Informasi nonkeuangan dan keterlibatan sosial perusahaan dikomunikasikan kepada para stakeholder. Pengkomunikasian aktivitas tersebut dilakukan dengan berbagai cara dan media pengungkapan. Salah satu alat atau media yang dapat digunakan adalah laporan tahunan. Pengungkapan (disclose) berarti penyampaian (release) informasi. Akuntan cenderung menggunakan dalam pengertian yang lebih terbatas yaitu penyampaian informasi keuangan tentang suatu perusahaan di dalam laporan keuangan, biasanya laporan tahunan (Hendriksen dan Van Breda , 2002:78). CSR dalam Perpajakan Indonesia Dalam batasan tertentu, ketentuan perpajakan Indonesia juga memberikan skema insentif untuk program-program CSR. Pemberian insentif ini diusung sebagai bentuk akomodasi pemerintah atas kepentigan public dalam jangka panjang. Disini, skema insentif tax exemtion, tax deduction, atau tax credit- yang digunakan disesuaikan dengan dasar hukum yang berlaku di Indonesia serta aplikasi program-program CSR yang terjadi dalam masyarakat. Dalam ranah Pajak Penghasilan (PPh), ketentuan terkait aktivitas CSR diatur dalam Pasal 4 UU Nomor & Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Seperti yang dijelaskan dalam ayat (1) huruf d angka 4 pasal tersebut, Objek PPh adalah penghasilan, termasuk di dalamnya keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan (PMK), sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Itu artinya, keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, bukan merupakan Objek PPh bagi yang menerima. Kemudian, dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh juga diatur aktivitas CSR lain yang dikecualikan dari objek PPh. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima dengan atau berdasarkan peraturan

pemerintah dan harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Selain itu, dalam Pasal 4 ayat (3) huruf k UU PPh, diatur bahwa penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dikecualikan dari Objek PPh. Dengan catatan, badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan PMK dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Tidak berhenti sampai disitu, dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l,m, dan n UU PPh juga diatur pengecualian pengenaan PPh atas aktivitas CSR. Seperti halnya beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu, sisa lebih diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya-yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, serta bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu. Ketentuan yang telah diuraikan di atas merupakan bentuk dari kebijakan pajakyang berupa tax exemption untuk aktivitas CSR dalam ranah PPh. Disisi lain, dalam ranah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga diatur mengenai tax exemption terkait aktivitas CSR. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4A ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1993 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) bahwa jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keagamaan, jasa pendidikan, dan jasa kesenian dan hiburan tidak dikenakan PPN. Selain tax exemption, pemerintah Indonesia juga memberikan kebijakan insentif perpajakan untuk aktivitas CSR berupa tax deduction. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh, terdapat sejumlah biaya terkait dengan aktivitas CSR yang diperkenakan sebagai deductible expense dalam menghitung Ph KP Wajib Pajak. Biaya tersebut adalah : Biaya pengolahan limbah; Biaya beasiswa, magang dan pelatihan; Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah (PP); Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP; Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan PP; Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP; Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga yang ketentuannya diatur dengan PP. KESIMPULAN Aktivitas CSR telah berkembang menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan, terutama dalam melakukan fungsi pemasaran, public relations dan investment-decision

making. Oleh karena itu, aspek perpajakan merupakan salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan organisasi dalam merancang program CSR-nya agar menghasilkan program CSR yang dapat menambah business value sekaligus tax favorable. Lebih lanjut, biaya-biaya yang terkait dengan aktivitas CSR seharusnya dapat dikategorikan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan (deductible expense) pada saat menghitung tax base.Kebijakan pemberian insentif perpajakan untuk aktivitas CSR dan organisasi yang menerima/mengelola dana CSR merupakan kebijakan yang lazim dilakukan oleh otoritas pajak di berbagai negara, baik negara berkembang maupun negara maju. Meskipun masih dalam ruang lingkup, yang terbatas, pemerintah Indonesia juga telah memberikan insentif pajak untuk aktivitas CSR berupa tax exemption dan tax deduction dalam UU PPh dan UU PPN. Sesuai dengan semangat reformasi perpajakan, agar lebih business-friendly seharusnya adopsi aspek-aspek CSR dalam ketentuan perpajakan Indonesia dapat diperluas. Selain itu, kebijakan insentif perpajakan untuk aktivitas CSR dan organisasi yang menerima/mengelola dana CSR harus dilengkapi dengan mekanisme check and balances untuk mendorong terciptanya akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaannya. Adanya audit khusus untuk dana atau biaya-biaya CSR sebelum mendapat insentif perpajakan dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan kebijakan untuk tujuan tersebut.Pemerintah perlu mengatur dengan detail organisasi yang bisa mendapatkan insentif, besaran insentif yang didapatkan mekanisme dan proses pengajuannya, serta batasan dan larangan yang harus dipatuhi oleh penerimanya termasuk sanksi dan hukuman agar program-program CSR dapat bekembang dan memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh elemen masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Effendi, Subagio.2010. Indonesia Tax revew Vol. III edisi 19 Fitriandi, Primandita., Yuda Aryanto, dan Agus Puji Priyono. 2010. Kompilasi UndangUndang Perpajakan Terlengkap Susunan Satu Naskah. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Hendriksen, Eldon S. dan Michael F. Van Breda. 2002. Teori Akunting. Terjemahan oleh Herman Wibowo. Buku 2. Edisi Kelima. Jakarta : Interaksara. Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi penelitian Komunikasi Fenomonologi konsepsi pedoman dan Contoh Penelitian. Bandung : Penerbit Widya Padjajaran Kotler, Philip and Nancy Lee. 2005. Corporate Social Responsibility. New Jersey : John Wiley and Sons, Inc.. Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi Offset Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. www.pajak.go.id diakses tanggal 6 September 2012

Anda mungkin juga menyukai