Anda di halaman 1dari 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Dasar Teori

Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah banyaknya konsentrasi (mol/liter) suatu zat terlaru dalam reaksi yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu. Sehingga dapat dikatakan kecepatan reaksi menyatakan banyaknya reaksi yang berlangsung per satuan waktu.
Untuk reaksi: aA + bB mM + nN maka kecepatan reaksinya adalah: 1(dA) 1d(B) 1d(M) V =------- = a dt dimana: - 1/a . d(A) /dt = rA = kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi zat A per satuan wakru. = kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B per satuan waktu. = kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi zat M per satuan waktu. ------- = + b dt -------- = + m dt

1 d(N) ---------n dt

- 1/b . d(B) /dt = rB

- 1/m . d(M) /dt = rM

- 1/n . d(N) /dt = rN

= kecepatan reaksi zat N

II-1

II-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA = penambahan konsentrasi zat N per satuan waktu. Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya. Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut: V = k(A) x (B) y dimana: V = kecepatan reaksi k = tetapan laju reaksi x = orde reaksi terhadap zat A y = orde reaksi terhadap zat B (x + y) adalah orde reaksi keseluruhan (A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi. Faktor yang mempengaruhi laju reaksi Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1.Luas permukaan sentuh Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi ; sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi. Sehingga dapat

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA digambarkan hubungan luas permukaan sentuh dengan laju reaksi yaitu : Luas permukaan = Laju reaksi

2.Suhu Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu rekasi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil. Suhu = Laju reaksi

Menurut uraian di atas reaksi menjadi lebih cepat bila dipanaskan atau di naikkan suhunya, maka dari itu harga K (konstanta kecepatan reaksi) juga semakin besar. Hanya reaksi 2NO + O2 2NO2

Yang mempunyai koefisien temperature negative Menurut Arrhenius, pengaruh temperature terhadap k (Konstanta kecepatan reaksi) dapat dinyatakan sebagai berikut

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Persamaan Arrhenius) = Tenaga Aktifasi Integrasi persamaan ini menghasilkan ln k = log k = Atau: log 3. Katalis Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: Katalis homogen dan Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana + +C

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerat. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas. Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalistik, di mana C melambangkan katalisnya: A + C AC (1) B + AC AB + C (2) Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi : A + B + C AB + C Beberapa katalis yang pernah dikembangkan antara lain berupa katalis Ziegler-Natta yang digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalitis yang paling dikenal adalah proses Haber, yaitu sintesis amoniak menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik yang dapat menghancurkan produk emisi kendaraan yang paling sulit diatasi, terbuat dari platina dan rodium. 4.Molaritas Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut. Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada molaritas LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas yang tinggi. Hubungan antara laju reaksi dengan molaritas adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu: V = k [A]m [B]n dengan:

V = Laju reaksi k = Konstanta kecepatan reaksi m = Orde reaksi zat A n = Orde reaksi zat B

5.Konsentrasi Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia denngan demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat. Konsentrasi reaktan Terjadinya Kecepatan Reaksi Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi. Contoh: 4 HBr(g) + O 2 (g) 2 H 2 O(g) + 2 Br 2 (g) Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat LABORATORIUM KIMIA FISIKA = Laju reaksi

II-7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2 . Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan diperkirakan tahap-tahapnya adalah Tahap 1: HBr + O 2 HOOBr (lambat) Tahap 2: HBr + HOOBr 2HOBr (cepat) Tahap 3: (HBr + HOBr H 2 O + Br 2 ) x 2 (cepat) + 4 HBr + O 2 2H 2 O + 2 Br 2 Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling lambat. Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut mekanisme reaksi dan kecepatan berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi.

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori-Teori kecepatan reaksi 1. Teori Tumbukan a. Untuk reaksi bimolekular Menurut teori ini, agar molekul-molekul beraksi harus : Saling bertumbukan Mempunyai tenaga, hingga molekul-molekul menjadi aktif. Kalau z merupakan molekul per cc perdetik dari campuran reaksi yang berisi 1 mol/l, sedang q = fraksi yang aktif, maka tetapan reaksi bimolekular: K=z.q (mol. Percc,per detik) z dan q dapat dihitung dari teori gas kinetk. Untuk gas berisi molekul-molekul semacam. Z1 = tumbukan/cc.det.

= diameter molekul V = kecepatan rata-rata = jumlah molekul/cc V = 0,921 Z1 = = 6,51 x 104 . 0,921

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk 2 jenis molekul : Z1,2= n1*n2* = 1,14 x 104

n1*n2*

Pada tumbukan molekul-molekul terjadi redistribusi tenaga kinetik, hngga selalu ada molekul bertenaga di atas rata-rata tenaga translasi. Menurut hukum Maxwell : n=

n= jumlah molekul/cc bertenaga E atau lebih besar = Jumlah molekul/cc Bila E sama dengan molekul yang aktif :

, tenaga aktifasi, bagian dari

Rumus diatas tidak lain adalah q dari persamaan sebelumnya maka : K=z.q=z.

Untuk reaksi-reaksi lain, hasil teori dan percobaan sangat berbeda, hingga untuk rumus teori harus diberi faktor P :

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA K= P.z.

P= factor probabilitas P ini berharga 1-10-9, ini disebabkan karena tidak semua molekul aktif bereaksi. Untuk bereaksi, kecuali tenaganya tinggi, molekulmolekul harus mempunyai orientasi kritis tertentu. Penyimpangan ini disebabkan pengabaian entropi aktivasi dari pereaksi. b. Untuk reaksi uni molekular Reaksi uni molekuler dapat dianggap terjadi dari tumbukan 2 molekul yang sama, disini mula-mula terjadi atom-atom aktif, yang selanjutnya bereaksi terjadi zat hasil. A + A A + A* : = = 2. Teori Absolut Menurut teori ini, sebelum molekul-molekul bereaksi harus membentuk molekul-molekul kompleks terlenh dahulu, yang setimbang dengan molekul-molekul aslinya dan kecepatan reaksinya ditentukan oleh konsentrasi molekul komlpeks ini. A+B [ ] K= =

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Eyring, harga k, tidak tergantung molekularitas atau order dan dapat dinyatakan sebagai berikut : K= .

t = temperature eksperimen = tenaga bebas aktivasi (beda tenaga bebas kompleks yang aktif + pereaksi) R= dalam erg mole-1 der-1 = 8,315 x 107 erg mole-1 der-1

H* = panas aktivasi S* = entropi aktivasi k= Untuk reaksi-reaksi dalam larutan, untuk reaksi-reaksi gas dimana k dinyatakan dengan tekanan dan untuk reaksireaksi gas uni molekuler dimana k dinyatakan dengan konsentrasi S* mempunyai hubungan E*.

Untuk reaksi-reaksi bimolekuler gas, dengan satuan k dalam konsentrasi :

Untuk reaksi-reaksi termolekuler gas, dengan satuan k dalam konsentrasi :

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jadi dapat diubah E percobaan ke dalam H Dari teori diperoleh : k= Dari teori tumbukan diperoleh : K = P.z.

besarnya panas aktivasi tenaga aktivasi, jadi :

P.z =

Dari teori Arrehenius diperoleh :

K K .

Walaupun S* sukar didapat secarra teori, kecuali untuk reaksi sederhana, tetapi teori ini dapat menjelaskan kecepatan reaksi kimia.

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Orde Atau Tingkatan Reaksi Definisi orde reaksi disini ialah suatu bilangan pangkat konsentrasi pada persamaan laju reaksi. Orde reaksi dapat berupa bilangan bulat positif, nol, atau bilangan pecahan. Pada umumnya suatu reaksi kimia memiliki orde reaksi berupa bilangan bulat positif. Orde reaksi menyatakan suatu bentuk matematis dimana hasil percobaan dapat ditunjukan. Ia dapat dihitung secara eksperimen laju reaksi dan hanya dapat diramalkan apabila suatu mekanisme reaksi diketahui pada seluruh percobaan yang nantinya dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan. Sehingga, dasar perhitungan dari kecepatan laju reaksi adalah memperbandingkan data laju reaksi yang diketahui apabila ada data yang sama maka dibandingkan dengan data yang sudah sama terlebih dahulu. Reaksi Orde Nol Adalah reaksi-reaksi yang laju reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi asam. Dimana, harga satuan k (konstanta) adalah sama dangan nol. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut: - d (A) = k Dimana k adalah konstanta laju orde nol dt Contoh dari reaksi orde ini: CH3COCCH3 + H2O ----------> CH3COOH + CH3OH Maka, persamaan laju reaksinya adalah: r = k (CH3COOH) (H2O)0 Reaksi tingkat 1 Adalah reaksi yang lajunya berbanding langsung dengan konsentrasi reaktan (pereaksi). Dapat dituliskan sebagai berikut: - d (C) = k (C) dt LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Reaksi tingkat satu unimolekuler dapat ditulis sebagai: A Hasil-hasil Rate = k1Ca

k1= tetapan kecepatan reaksi (t-1) Ca= konsentrasi A pada saat Untuk mendapatkan rumus reaksi tingkat satu, persamaan diatas diambil integrasinya A Hasil-hasil t=o t=t = = K1 (a-x) a (a-x) 0 x K1 (a-x) K1 (a-x) (a= konsentrasi awal) (a-x = konsentrasi pada waktu t)

[-ln(a-x)]

=[k1.t]

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ln K1.t setiap reaksi tingkat satu akan memenuhi persamaan diatas. Dan untuk menentukan apakah suatu reaksi itu digolongkan dalam reaksi tingkat satu atau bukan dapat diketahui dengan tiga macam cara : a. Harga konsentrasi awal (a) dan konsentrasi pada bermacammacam waktu (a-x), serta waktu t dimasukkan dalam rumus diatas. Bila K tetap untuk bermacam-macam harga (a-x) maka reaksi tingkat satu. b. Secara grafik dapat diselidiki dengan cara : ln(a-x) = -k1t + ln a log(a-x) = (t + log a . harga k1 bila reaksi tingkat satu, maka grafik log(a-x) terhadap t harus berupa garis lurus dan miringnya grafik (slope)= dapat diperoleh dari miringnya grafik tersebut. k1 = - 2,303 (slope) c. Dengan menyelidiki wakt uang diperlukan untuk bereaksinya sejumlah tertentu pereaksi, biasanya waktu setengah umur (half life period) yaitu waktu yang dipergunakan untuk bereaksinya separuh reaksi. ln t=t ln = K1. t K1.t

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA K1. t = ln 2 t = t = untuk reaksi tingkat satu, t tidak bergantung pada konsentrasi awal. Waktu untuk reaksi tingkat satu biasanya dinyatakan dalam detik, jam, atau hari, untuk reaksi yang sangat lama dinyatakan dalam tahun. Konsentrasi untuk larutan larutan dinyatakan dengan mole/l sedangkan untuk gas-gas dipakai satuan tekanan. Reaksi Tingkat Dua Adalah reaksi-reaksi yang laju reaksinya berbanding langsung dengan kuadrat konsentrasi dari satu reaktan atau dengan hasil kali konsentrasi yang meningkat sampai pangkat satu atau dua dari reaktan-reaktan tersebut. Reaksi bimolecular tingkat dua dapat dinyatakan sebagai berikut : t=0 t=t A+B a b a o x

a = konsentrasi awal A b =Konsentrasi awal B x = a dan b yang beraksi pada waktu t k2 = tetapan kecepatan reaksi (satuan t-1 con-1) integrasi :

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA log Bila konsentrasi A dan B sama, atau reaksinya terjadi dari 2 atom A, maka : 2A T=0 T=t a a 0 0

Integrasi : ) Atau ( ) Untuk menentukan apakah suatau reaksi tingkat dua atau bukan adapat diselidiki seperti pada reaksi tingkat satu. a. Dengan menggunakan harga : a,b,t, dan x pada persamaan :

Bilan harga k2 tetap, maka reaksi tingkat dua. b. Secara grafik :

Bila reaksitingkat dua maka grafik t terhadap merupakan garis lurus dengan tangens/ slope :

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Untuk konsentrasi sama :

Grafik t terhadap harus lurus bila reaksi tingkat dua. c. Half life period tidak dapat dipakai untuk menyelidiki tingkat reaksi, bila konsentrasi A dan B berbeda, karena A dan Bakan mempunyai waktu berbeda untuk bereaksinya setengah jumlah zat tersebut. Ini hanya dipakai,bila konsentrasi A dan B sama atu kedua atom sama. ( )

Untuk reaksi tingkat dua, :: . Umumnya dapat dikatakan, bahwa untuk reaksi n, maka :

2 NO + H2

N2O + H2O

Reaksi tingkat 3 Laju berbanding langsung dengan pangkat 3 konsentrasi dari suatu reaktan, Laju sebanding dengan kuadrat konsentrasi dari reaktan

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan pangkat satu dari konsentrasi reaktan kedua, Laju sebanding dengan hasil kali konsentrasi ke-3 reaktan. Reaksi tingkat 3 trimolekuler dapat dituliskan sebagai berikut : A+B+C hasil-hasil

t=o a b c t=t (a-x) (b-x) (c-x) = K3 (a-x) (b-x) (c-x) Integrasi persamaan demikian agak sukar. Bentuk yang lebih sederhana ialah bila 2 konsentrasi pereaksinya sama. A+B+C hasil-hasil

t=o a b=a c t=t (a-x) (a-x) (c-x) = K3 Integrasi : k3 [ (c-x)

bila reaksinya : t=0 t=t = K3 2A + B a b (a-2x) (b-x) (b-x) hasil-hasil

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Integrasi : k3 [ ]

Yang paling sederhana, ialah reaksi berikut : 3A a (a-x) = K3 Rumus ini juga berlaku untuk reaksi : A+B+C hasil hasil

t=0 t=t

Dengan konsentrasi awal sama: a = b = c Integrasi : k3 [ ]

] besarnya :

Untuk reaksi diatas,t t =

sampai kini hanya diketahui 4 reaksi gas tingkat tiga, yaitu reaksi antara nitrogen oksida dengan Cl2, Br2, O2, H2.

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Reaksi antara NO dan H2 diikuti dengan bermacam-macam tekanan awal NO dan H2, serta menentukan waktu yang diperlukan untuk bereaksinya jumlah NO. 2 NO + H2 a b (a-x) (b-x) 2x= [ ] N2O + H2O o o x x

t=o t=t

= t (NO) K3 =

Reaksi dalam larutan yang tingkat tiga ialah ; oksidasi FeSO4- dalam air, reaksi I2 dengan ion Fe3+, reaksi benzoil klorida dan alkohol dalam larutan eter. Uraian asam hipobromit pada ph tetap antara 6,4-7,8 juga termasuk dalam tingkat tiga. Reaksi Orde Semu Pada reaksi ini konsentrasi satu atau lebih dari satu reaktan melebihi konsentrasi reaktan lainnya, atau salah satu reaktan bekerja sebagai katalis, karena konsentrasi dari jenis-jenis ini hampir tetap sama dan dapat dianggap konstan maka orde reaksi akan berkurang, misalnya hidrolisis dari beberapa ester yang dikatalis oleh beberapa asam adalah: RCOOR` + H2O --------> RCOOH + R`OH Orde dari reaksi tersebut adalah bernilai satu apabila air dalam keadaan surplus (berlebihan). Suatu reaksi kimia terjadi apabila ada tumbukan antar partikel suatu substansi, namun tumbukan tersebut tidaklah selalu menghasilkan reaksi dan energi. Reaktan yang terjadi akan melebihi

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA energi aktivasi (E). Energi aktivasi adalah energi minimum yang diperlukan untuk melakukan suatu reaksi. Konstanta laju adalah suatu laju reaksi jika konsentrasi dari masing-masing jenis adalah satu-satunya tergantung pada reaksi. Dalam lingkup laju reaksi ini dikenal dikenal molekularitas, yaitu jumlah molekul pereaksi yang ikut terlibat dalam reaksi. Orde dan molekularitas dari suatu tahap dasar adalah sama. Misalnya molekularitas dari masing-masing reaksi dasr yang telah disebutkan di atas memiliki molekularitas dua, dan itu juga merupakan suatu reaksi kompleks tetapi untuk reaksi tersebut ordenya satu. Jumlah molekul yang konsentrasinya menentukan kecepatan reaksi dinamakan tingkat reaksi molekularitas dan untuk tiap tingkat reaksi itu tidaklah selalu sama. Hal ini disebabkan: a. Tingkat reaksi tergantung dari mekenisme reaksinya b. Molekularitas merupakan bilangan bulat, sedangkan tingkat energi dapat berupa bentuk pecahan bahkan nol. Contoh: N2O5 -------> N2O4 (Reaksi tingkat I, unimolekuler) 2HI ------> H2 + I2 (Reaksi tingkat II, bimolekuler) 2NO + I2 ----------> 2NO2 (Reaksi tingkat III, termokuler) Ester + air -------> alcohol (Reaksi tingkat I, bimolekuler) H2 -------> 2H (Reaksi cepat) H2 + D2 ------------> HD + D (Reaksi lambat) Apabila tidak disebutkan lain, maka dapat dianggap bahwa tingkat dan molekularitas reaksi selalu sama. Setiapreaksi yang merupakan proses satu tahap disebut reaksi dasar. Misalnya: H + Cl2 --------> HCl + Cl NO2 + NO3 --------> N2O5 Suatu kumpulan dari reaksi-reaksi dasar yang memberikan produk yang dibutuhkan / menguraikan mekanisme suatu reaksi disebut reaksi kompleks. Misalnya pada reaksi: 2N2O5 ---------> 4NO2 + O2

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hal ini dapat ditulis dalam batasan-batasan sebagai berikut: N2O5 --------> NO2 + NO3 NO2 + NO3 --------> NO2 + O2 + NO NO + N2O5 --------> 3NO2 Reaksi kompleks merupakan kombinasi dari beberapa reaksi dasar karena mungkin reaktan (pereaksi) yang sama atau produk yang terbentuk dalam suatu reaksi akan bereaksi kembali pada reaksi berikutnya. Jika persamaan diferensial melibatkan laju pembentukan, maka pada sisi kanan persamaan tersebut akan bertambah (+) untuk bahasan-bahasan yang melibatkan pembentukan dan bertanda negative (-) untuk penghilangan jenisjenis tertentu. Misalnya: Persamaan laju untuk penghilangan jenis A, B, C, D dalam bentuk diferensial: A + B -------> C + D C + D ---------> A + B C + B --------> E + D 2D -------> k Kereaktifan A dihilangkan dalam tahap I dan dibentuk lagi dalam tahap II, sehingga - d (A) = k [C] [D] dt Reaktan B dihilangkan dalam tahap II, sehingga - d (B) = k [A] [B] - k [C] [D] + k [C] [B] dt Begitu pula untuk reaktan jenis C dan D - d (C) - D (D) = k [C] [D] + k [C] [B]* - k [A] [B] dt = k [C] [D] k [A] [B] k [C] [B] + 2k [D) LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut hukum Kegiatan Massa, maka kecepatan reaksi pada T tetap berbanding lurus dengan konsentrasi pangkat pangkatnya & masing masing berpangkat sebanyak molekul dalam persamaan reaksi. 1. Reaksi Paralel Dalam reaksi jenis ini pereaksi yang sama dapat bereaksi dengan pereaksi lainnya dalam cara yang berbeda untuk membentuk produk yang berbeda. Laju pilihan dari tiap reaksi bisa bervariasi dengan berubahnya temperature atau katalis. 2. Reaksi Rantai Reaksi tersebut merupakan reaksi yang sangat cepat di mana terjadi bertingkat dan diawali dengan proses primer tertentu. Contoh : Reaksi H2 + Br2 - reaksi permulaan : Br2 Br + Br Br + H HBr (lambat) - reaksi propagasi : H + Br2 HBr + Br - reaksi pemberhentian : Br + Br Br2 pada reaksi H2 + Cl2, reaksi awal disebabkan oleh atom Br atau Cl, yang diperoleh karena reaksi dengan sinar uap logam, seperti Na. Pada reaksi reaksi lain, disebabkan oleh adanya radikal radikal seperti CH3, C2H3, CH3CO, dan sebagainya. Katalisator Negatif, misal : CH4 + Cl2 CH3Cl + HCl Na2SO3 + O2 Na2SO4 Kedua hal tersebut disebabkan karena zat tersebut memecah reaksi rantai.

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA CARA MENENTUKAN KONSTANTA LAJU DAN ORDE REAKSI a. Metode Integral Adalah merupakan suatu metode trial ddm error (empiris), yaitu perubahan konsentrasi dengan waktu yang diukur. Orde reaksi akan diperoleh dari persamaan yang memberikan harga yang konsisten. Hal ini dapat dikerjakan secara analitis atau secara grafik. b. Metode Differnsial Pada metode kedua ini, data tidak dikumpulkan dalam bentuk konsentrasi terhadap waktu, tetapi dinyatakan sebagai laju perubahan konsentrasi waktu terhadap konsentrasi reaktan. c. Metode Paruh Waktu Definisi dari Paruh Waktu ialah waktu yang diperlukan apabila separuh konsentrasi dari suatu reaktan yang digunakan. Metode ini membutuhkan penentuan watu paruh sebagai suatu fungsi konsentrasi. Jika waktu paruh tersebut tidak tergantung pada konsentrasi maka orde reaksi adalah satu. d. Metode Relaksasi Metode ini digunakan untuk mengkaji reaksi reaksi yang cepat. Dalam metode metode ini, campuran reaktan diganggu sedikit sedikit dari posisi keseimbangan dengan bantuan lompatan temperature, lompatan tekanan, atau metode pulsa elektrik. Sistem yang diganggu tersebut kembali ke kesetimbangan yang lama, dan umumya mengikuti reaksi orde 1.

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Aplikasi Industri STUDI KINETIKA REAKSI EPOKSIDASI MINYAK SAWIT REVINA ALLUNDARU (L2C006095 DAN TANTY WISLEY SITIO (L2C006103) 1. Pendahuluan Reaksi epoksidasi adalah reaksi oksidasi ikatan rangkap dalam minyak oleh oksigen aktif membentuk senyawa epoksida. Epoksida minyak dimanfaatkan secara langsung sebagai pemlastis yang sesuai untuk polivinil klorida (PVC) dan sebagai penstabil resin PVC untuk meningkatkan fleksibilitas, elastisitas, kekuatan dan untuk mempertahankan stabilitas polimer terhadap perpindahan panas dan radiasi UV. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap jumlah senyawa epoksida yang dihasilkan, konstanta kecepatan reaksi (k), tetapan frekuensi tumbukan (A), dan energi aktivasi (Ea). 2. Bahan dan Metode Penelitian 2.1 Bahan a) Minyak, b) asam format, c) hidrogen peroksida, d) benzena, e) Aquadest, f) Serta reagen-reagen untuk analisa bilangan iod antara lain kalium iodide, karbon tetraklorida, natrium tiosulfat, larutan Wijs, dan indikator amilum. 2.2 Metode Penelitian Tahap pertama sebelum menjalankan penelitian ini yaitu melakukan analisa bilangan iod pada bahan baku minyak. Penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan 100

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ml minyak, 50 ml asam format, dan 250 ml benzene di dalam labu leher tiga. Reaksi epoksidasi ini merupakan reaksi eksotermis dan diinginkan kondisi isoternal sehingga selama waktu reaksi, suhu operasi terus dipertahankan dengan menambah air pemanas maupun air pendingin. Setelah waktu reaksi tercapai, hasil reaksi yang terdiri dari dua lapisan (minyak dan solvent) dipisahkan. Minyak hasil pemisahan ini kemudian didistilasi untuk mengambil solvent yang terlarut dalam minyak. Kemudian dilakukan pengecekan pH terhadap minyak hasil distilasi. Minyak tersebut selanjutnya dicuci menggunakan aquadest panas sebanyak dua kali pada tiap sampel selama 15 menit untuk menghilangkan sisa asam. Minyak dan aquadest pencuci dipisahkan dengan corong pemisah lalu minyak tersebut dianalisa kadar epoksidanya. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Jumlah Bilangan Epoksida (% epoksida) pada Suhu 30oC, 40oC,dan 50oC Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada suhu 30oC,40oC, dan 50oC secara umum semakin lama waktu reaksi, persentase epoksida yang terbentuk cenderung semakin besar. Hal ini disebabkan semakin lama waktu reaksi maka kesempatan molekul-molekul zat pereaksi untuk saling bertumbukan semakin luas, disamping itu ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak sawit semakin banyak mengalami oksidasi pembukaan ikatan rangkap oleh asam peroksiformat. 3.2 Menentukan Parameter Kinetika Konstanta Kecepatan Reaksi (k)

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada penelitian ini, kinetika reaksi didasarkan pada kecepatan terbentuknya epoksi yang dinyatakan dalam % oksiran. Nilai konstanta kecepatan reaksi dapat dihitung melalui persamaan: ln[(H2O2)o (Ep)] = -k1 . (HCOOH)o . t + ln (H2O2)o Dengan pendekatan least square, dapat dihitung nilai konstanta kecepatan reaksi pada masing-masing variabel suhu, hasilnya adalah pada suhu 30oC adalah sebesar 1,523864 x 104 l/mol detik, pada suhu 40oC sebesar 1,01755 x 10-5 l/mol detik, dan pada suhu 50oC sebesar 3,353358 x 10-4 l/mol detik. 3.3 Menghitung Nilai Faktor Frekuensi Tumbukan (A) dan Energi Aktivasi (Ea) Dari data konstanta kecepatan reaksi, dapat dihitung nilai A dan Ea berdasarkan persamaan Arrhenius. Persamaan Arrhenius adalah : k = A e E/RT Persamaan ini dilinierisasi menjadi : ln k = ln A E/RT dari perhitungan didapat nilai A = 6,51 l/mol det dan nilai Ea = 29,391 kJ/mol. 3.4 Perbandingan Parameter Kinetika Konstanta Kecepatan Laju Reaksi(k) dan Energi Aktivasi(Ea) antara Hasil Penelitian dan Jurnal L.H. Gan, S.H. Goh dan K.S. Ooi (1992) Pada variabel ini, nilai k dari penelitian sebesar 1,01755 x 10-5 l/mol detik sedangan dalam jurnal sebesar 26,5x10-6 dm3 mol1 s-1. Untuk Ea, dari penelitian dihasilkan 29,391 kJ/mol dan dalam jurnal sebesar 51,1 kJ/mol. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan bahan baku yang digunakan. 4. Kesimpulan Secara umum semakin lama waktu reaksi, persentase epoksida yang terbentuk pada suhu 30oC,40oC, dan 50oC cenderung semakin besar. Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) untuk suhu

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

II-29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 50oC sebesar 3,353358 x 10-4 l/mol detik, pada suhu 40 sebesar 1,01755 x 10-5 l/mol detik, dan pada suhu 30oC sebesar 1,523864 x 10-4 l/mol detik.

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

Anda mungkin juga menyukai