Anda di halaman 1dari 9

1

PERADABAN ISLAM MASA ABBASIYAH

A. Pendahuluan Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah The Golden Age. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawancendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar.

B. Kelahiran Dinasti Abbasiyah Kekuasaaan Dinasti Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Dinasti Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas pada tahun 132 H / 750 M.1 Berdirinya Dinasti Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu:2 1. Dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah, system ini berakhir dengan bergabungnya Abu muslim al-Khurasani jumiyah yang sepakat atas terbentuk Dinasti Abbasiyah. 2. Strategi kedua dilanjutkan dengan terang-terangan dan himbauan-himbauan di forumforum resmi untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan Dinasti Umayyah. Faktor-faktor pendorong berdirinya Dinasti Abbasiyah dan penyebab suksesnya antara lain adalah:3
1 2

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 49. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 65. 3 Ibid., hlm. 66

1. Banyak terjadi perselisihan antara intern Dinasti Umayyah pada dekade terakhir pemerintahannya hal ini diantara penyebabnya: memperebutkan kursi kekhalifahan dan harta. 2. Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan Dinasti Umayyah, seperti khalifah Yazid bin al-Walid lebih kurang memerintah sekitar 6 bulan. 3. Dijadikan putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang dikerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidilah sebagai putra mahkota. 4. Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umayyah kepada mazhab-mazhab agama yang tidak benar menurut syariah. 5. Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan Dinasti Umayyah. 6. Kesombongan pembesar-pembesar Dinasti Umayyah pada akhir pemerintahannya. 7. Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab)

C. Kedudukan Khalifah Khalifah merupakan kepala Negara tertinggi. Oleh karena itu khalifah menerima penghormatan rakyat yang paling tinggi. Kedudukan tertinggi di bawah khalifah diduduki oleh pejabat-pejabat istana. Dalam menjalankan tugas pemerintahan, khalifah dibantu oleh seorang wazir yang menjadi pembantu utama, penasehat, dan tangan kanannya. Dibawah wazir terdapat beberapa diwan (departemen). Tiap diwan dipimpin oleh seorang kepala. Rapat para kepala diwan diketuai oleh wazir. Dengan demikian wazir pada hakikatnya mempunyai kedudukan perdana menteri.4 Pada masa al- Mansur, ia mengatakan bahwa khalifah adalah Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya). Dengan demikian, konsep khalifah dalam pandangannya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al- Khulafaurrasyidin.5 Pemilihan khalifah Dinasti Abbasiyah meniru cara Umayyah bukan mencontoh khulafaurrasyidin yang berdasarkan pemilihan khalifah dengan musyawarah dari rakyat.6

4 5

Erawadi, Sejarah dan Peradaban Islam, (Padangsidimpuan: STAIN, 2009) , hlm. 43. Badri Yatim, Op. cit., hlm. 52. 6 Samsul Nizar, Op. cit., hlm. 67.

D. Sistem Politik dan Pemerintahan Orientasi politik Dinasti Abbasiyah berbeda dengan Dinasti Umayyah. Dinasti Umayyah bersifat Arab Sentris sedangkan Dinasti Abbasiyah lebih bersifat internasional sehingga mendorong kelompok Arab untuk mengakui kesamaan kedudukan antara Arab dan nonArab.7 Dinasti Abbasiyah berlangsung selama lebih kurang lima abad. Kekuasaan Abbasiyah tersebut dibagi kedalam lima periode, yaitu:8 1. Periode I (132 H / 750 M-232 H/ 847 M), masa pengaruh Persia pertama. 2. Periode II (232 H / 847 M-334 H / 945/ M), masa pengaruh Turki pertama. 3. Periode III (334 H / 945 M-447 H / 1055 M), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia kedua. 4. Periode IV (447 H / 1055 M-590 H / 1194 M), masa Bani Saljuk, pengaruh Turki kedua. 5. Periode V (590 H / 1194 M- 656 H / 1258 M), masa kebebasan dari pengaruh Dinasti lain. Pada periode I, politik yang dijalankan Abbasiyah adalah sebagai berikut:9 1. Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan keturunan Arab murni dibantu oleh wazir, menteri, gubernur, dan para panglima beserta pegawai yang berasal dari berbagai bangsa, dan pada masa ini yang banyak diangkat adalah dari golongan Mawali turunan Persia. 2. Kota Baghdad sebagai ibukota Negara, menjadi pusat kegiatam politik, sosial, dan kebudayaan, dijadikan kota internasional yang terbuka untuk segala bangsa, seperti bangsa Arab, Turki, Persia, Rumawi, Hindi, Barbari, Kurdi dan sebagainya. 3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah membuka seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah pada umumnya adalah ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana, dan memuliakan pujangga. 4. Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya, sehingga orang-orang leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang, seperti aqudah, filsafat dan ibadah.
7 8

Erawadi, Op. cit., hlm. 44. Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 50-51.

hlm. 11.
9

5. Para menteri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan sehingga mereka memegang perana penting dalam membina Islam. Mereka sangat mencintai ilmu dan mengorbankan kekayaannya untuk meningkatkan kecerdasan rakyat dan memajukan ilmu pengetahuan. Adapun politik Dinasti Abbasiyah pada periode II, III, IV adalah sebagai berikut:10 1. Kekuasaaan khalifah sudah lemah bahkan kadang-kadang hanya sebagai lambing saja. Kekuasaam sebenarnya ditangan wazir atau panglima yang berkuasa di Baghdad sehingga terkadang nasib khalifah tergantung pada selera penguasa untuk mengangkat, menurunkan, bahkan membunuh khalifah. Oleh karena itu, kekuasaan politik sentral jatuh wibawanya karena negara-negara bagian (kerajaan kecil) tidak menghiraukan lahi pemerintah pusat, kecuali pengakuan secara politik saja. Demikian juga kekuasaan militer pusat menurun karena masing-masing panglima membentuk kekuasaan dan pemerintahan sendiri. 2. Kota Baghdad bukan satu-satunya kota internasional dan terbesar, sebab masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk mendirikan kota yang menyaingi Baghdad, seperti di Barat berdiri kota Cordon, di Afrika berdiri kota Tunisia dan Kairo, di Syria berdiri kota Mush dan Halab. 3. Jika keadaan politik dan militer merosot, ilmu pengetahuan berkembang pesat. Hal ini disebabkan masing-masing kerajaan, khalifah, yang berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan, mendirikan perpustakaan, mengumpulkan para ilmuwan dan para pengarang, penterjemah, member kedudukan terhormat kepada ulama. Hasilnya ilmu pengetahuan lebih tinggi martabatnya, karena pada masa tersebut berbagai ilmu pengetahuan telah matang. Pertumbuhannya telah sempurna dan berbagai kitab yang bermutu telah cukup banyak diterjemahkan kemudian dikarang kembali, terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab dan istiadat.

Sedangkan pada periode V telah terjadi perubahan-perubahan besar dalam kekhalifahan Abbasiyah. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidal lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa tetapi hanya di Baghdad
10

Ibid., hlm. 52-54.

dan di sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah datang tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H / 1258 M.11 Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, Abu Jafar Al-Manshur yang dikenal sebagai pembangun khalifah tersebut. Sistem pemerintahan kekhalifahannya diambil dari nilai-nilai Persia. Para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari Allah bukan dari rakyat. Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakkan pada ulama sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi. Khalifah bukan saja berkuasa dibidang pemerintahan duniawi juga berhak memimpin agama yang berdasarkan pemerintahannya pada agama. 12 The dictum qouted by the anthologist al-Thaalibi ( 1038) that of the Abbasid caliphs the opener was al-Manshur, the middler was al-Mamun, and the closer was al-Mutadid.13 Dalam hal pengangkatan mahkota, Abbasiyah meniru sistem yang dilaksanakan Umayyah, yakni menetapkan dua orang putra mahkota sebagai pengganti dahulunya yang berakibat fatal karena dapat menimbulkan pertikaian antara putra mahkota. Tetapi tradisi mengangkat dua putra mahkota tidak berjalan selama masa Abbasiyah. 14

E. Sistem Sosial Abbasiyah menghilangkan supremasi Arab sentris dan menerapkan universalisme di kalangan umat Islam. Mereka meninggalkan anakronisme bangsa Arab. Imperium tidak lagi hanya dimiliki oleh bangsa Arab, tetapi imperium tersebut dimiliki oleh seluruh warga yang terlibat bersama di dalam Islam dan di dalam pengembangan loyalitas politik, sosial, ekonomi, dan kultural. 15 Sistem perbudakan tetap berkembang pada masa Abbasiyah. Hampir setiap orang kaya memiliki budak untuk melakukan pekerjaan rumah tangganya. Para budak didatngkan dari

Abu Suud, Islamologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 81. 12 Samsul Nizar, Op. cit., hlm. 68. 13 Philip K. Hitti, History of Arab, (London: Redwood Burn Limited, 1974), hlm. 297 14 Ibid. 15 Erawadi, Op. cit., hlm. 45.

11

negara-negara non-Muslim yang ditaklukkan, atau direkrut dari tawanan perang dan ada juga yang dibeli dalam situasi damai.16 Pada masa Dinasti Abbasiyah ini terjadi perubahan yang sangat menonjol di antaranya adalah:17 1. Tampilnya kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang menduduki peran dan posisi penting di pemerintahan. 2. Masyarakatterdiri dari dua kelompok, yaitu: a. Kelompok khusus , yaitu: bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan bani Hasyim. b. Kelompok umum, yaitu: seniman, ulama, pegusaha, pujangga, dan lain-lain. 3. Kerajaan Islam Dinasti Abbasuyah tersusun dari beberapa unsur bangsa yang berbedabeda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki). 4. Perkawinan campur dan melahirkan anak dari unsur campur darah. 5. Terjadinya pertukaran pendapat, cerita, pikiran, sehingga muncul kebudayaan baru. 6. Perbudakan

F. Perkembangan Peradaban dan Intelektual Peradaban Islam berkembang pesat pada masa Abbasiyah. Dunia Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur. Dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan di laboratorium dan obsevatorium. Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad saw telah menimbulkan dorongan untuk menumbuhkan suatu kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama (ilmu naqli), bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudian, ketika umat Islam keluar dari Jazirah Arab mereka menemukan perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama ditambah pengaruh dari perbendaharaan Yunani menimbulkan dorongn untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan di bidang akal (ilmu aqli). 18 Selain itu, perkembangan peradaban pada masa Abbasyah ditandai dengan pembangunan kota. Sebelum dibangun oleh Al-Manshur, Baghdad merupakan daerah yang sempit dan
16 17

Ibid. Samsul Nizar, Op. cit., hlm 72. 18 Musyrifah Sunanto, Op. cit., hlm. 54.

kecil. Lalu ia mendatangkan insinyur-insinyur teknik, para arsitek dan pakar ilmu ukur. Biaya pembangunan kota Baghdad mencapai 4.800.000 ribu dirham sedangkan jumlah pekerja mencapai 100.000 ribu orang. Selain itu, jumlah mesjid di Baghdad mencapai 300.000 ribu buah.19 Sedangkan pada perkembangan intelektual sikap para khalifah Abbasiyah sangat mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Mereka mengumpulkan para ilmuwan dan pemikir sehingga mereka berhasil merumuskan karya-karya agung demi kemajuan peradaban Islam.20 The Abbasid Dynasty, like others in Moslem history, attained its most brilliant period of political and intellectual life soon after its establishment.21 Ilmu pengetahuan berkembang pesat pada masa Abbasiyah, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah. Dalam lapangan astromoni terkenal nama Al-Farazi sebaagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Fargani menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama Al-Razi dan Ibn Sina. Dalam bidang optika Abu Ali Al-Hasan ibn Al-Haythami, terkenal sebagai orang menentang pendapat bahwa, mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya bendalah yang mengirim cahaya ke mata, hal ini telah terbukti kebenarannya. Di bidang kimia terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Selain itu, tokoh-tokoh terkenal dalam filsafat antara lain Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.22 G. Keruntuhan Dinasti Abbasiyah Faktor-faktor yang membuat Dinasti Abbasiyah menjadi lemah dan kemudian hancur dapat dikelompokkan menjadi faktor intern dan faktor ekstern. Diantara fakto-faktor intern adalah:23 1. Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Dinasti Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. 2. Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumapahan darah. 3. Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang berkepanjangan.
19 20

Erawadi. Op. cit., hlm. 45-46. Ibid. 21 Philip K. Hitti, Loc. cit. 22 Badri Yatim., Op. cit., hlm 57-58. 23 Abu Suud, Loc. cit.

4. Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian, sebagai akibat dari bentrokan politik. Sedangkan faktor-faktor ekstern yang terjadi adalah:24 1. Berlangsungnya perang salib yang berkepanjangan dalam beberapa gelombang. 2. Sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad. H. Penutup Masa Abbasiyah merupakan masa keemasaan Islam. Pada masa ini, ilmu pengetahuan berkembang pesat, banyak para ilmuwan Islam yang lahir pada masa ini. Adapun sistem pemerintahan pada masa Abbasiyah tetap meniru cara Umayyah. Sistem politik Abbasiyah yang dijalankan antara lain: para khalifah tetap dari keturunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibukota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir sebagai HAM diakui penuh, dan para menteri keturunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan. Namun, ditengah-tengah berbagai konflik baik intern dan ekstern yang terjadi pada periode akhir Abbasiyah menyebabkan dinasti ini mengalami kemunduran. Adapun faktorfaktor intern kemunduran Abbasiyah adalah: 1. Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Dinasti Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. 2. Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumapahan darah. 3. Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang berkepanjangan. 4. Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian, sebagai akibat dari bentrokan politik. Sedangkan faktor-faktor ekstern yang terjadi adalah:25 1. Berlangsungnya perang salib yang berkepanjangan dalam beberapa gelombang. 2. Sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.

24 25

Ibid., hlm. 82. Ibid., hlm. 82.

I. Daftar Kepustakaan Erawadi. Sejarah dan Peradaban Islam. Padangsidimpuan: STAIN. 2009. Hitti, Philip K. History of Arab. London: Redwood Burn Limited. 1974. Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2009 Suud, Abu. Islamologi Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. 2003. Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana. 2003. Suwito dan Fauzan. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008. Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2010.

Anda mungkin juga menyukai