Anda di halaman 1dari 6

TETANUS ETIOLOGI Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada

tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. (1) Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum. PATOGENESE Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara : a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot. b.Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord. c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. (1,9,12) Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. (1) Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas . Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu: (5) 1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat 2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.
Patofisiologi Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka baker, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.

Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot manjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

MENINGITIS ETIOLOGI * Etiologi meningitis neonatal Bakteri sering didapatkan dari flora vaginal ibu di mana flora usus gram negatif (Escherichia coli) dan Streptococcus grup B adalah patogen predominan. Pada neonatus preterm yang menerima berbagai terapi antimikroba, berbagai prosedur pembedahan sering didapatkan Staphilococcus epidermidis dan Candida sp sebagai penyebab meningitis. Listeria monocytogenes merupakan patogen yang jarang dijumpai tetapi sering menyebabkan mortalitas. Meningitis Streptococcus grup B dengan onset dini yang terjadi dalam 7 hari pertama kehidupan sering dihubungkan dengan komplikasi obstetri sebelum atau saat persalinan. Penyakit ini sering menyerang bayi preterm atau pun bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Meningitis onset lanjut terjadi setelah 7 hari pertama kehidupan yang disebabkan

oleh patogen nosokomial atau patogen selama masa perinatal.Streptococcus grup B serotipe 3 adalah 90% penyebab meningitis onset lanjut. Penggunaan alat bantu respirasi meningkatkan resiko meningitis oleh Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis. Infeksi olehCitrobacter diversus dan Salmonella sp jarang terjadi tetapi memberikan mortalitas tinggi pada penderita yang juga menderita abses otak. * Etiologi meningitis pada bayi dan anak-anak Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin

ENCEPHALITIS ETIOLOGI I. Infeksi-infeksi Virus A. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia 1. Gondongan Sering, kadang-kadang bersifat ringan. 2. Campak Dapat memberikan sekuele berat. 3. Kelompok virus entero Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus. 4. Rubela Jarang; sekuele jarang, kecuali pada rubela kongenital 5. Kelompok Virus Herpes a. Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada neonatus menimbulkan kematian. b. Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan. c. Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada CMV kongenital d. Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang 6. Kelompok virus poks Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat. B. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda - Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk - Caplak : epidemi musiman tergantung pada ekologi vektor serangga. C. Penyebaran oleh mamalia berdarah panas. - Rabies : saliva mamalia jinak dan liar - Virus herpes Simiae (virus B) : saliva kera - Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat II. Infeksi-infeksi Non virus A. Riketsia Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral. B. Mycoplasma pneumoniae Terdapat interval beberapa hari antara gejala tuberculosis dan bakteri lain; sering mempunyai komponen ensefalitik. C. Bakteri Tuberculosa dan meningitis bakteri lainnya; seringkali memiliki komponen-komponen ensefalitis. D. Spirochaeta Sifilis, kongenital atau akuisita; leptospirosis E. Jamur Penderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai resiko khusus; kriptokokosis; histoplasmosis;aspergilosis, mukor mikosis, moniliosis; koksidioidomikosis F. Protozoa

Plasmaodium Sp; Tyypanosoma Sp; naegleria Sp; Acanthamoeba; Toxoplasma gondii. G. Metazoa Trikinosis; ekinokokosis; sistiserkosis; skistosomiasis. III. Parainfeksiosa-pascainfeksiosa, alergi Penderita-penderita dimana agen-agen infeksi atau salah satu komponennya berperan sebagai etiologi penyakit, tetapi agen-agen infeksinya tidak dapat diisolasi secara utuh in vitro dari susunan syaraf. Diduga pada kelompok ini, kompleks antigen-antibodi yang diperantarai oleh sel dan komplemen, terutama berperan penting dalam menimbulkan kerusakan jaringan. A. Berhubungan dengan penyakit-penyakit spesifik tertentu (Agen ini dapat pula secara langsung menyebabkan kerusakan SSP) - Campak - Rubela - Pertusis - Gondongan - Varisela-zoster - Influenza - Mycoplas,a pneumoniae - Infeksi riketsia - Hepatitis B. Berhubungan dengan vaksin - Rabies - Campak - Influenza - Vaksinis - Pertusis - Yellow fever - Typhoid IV. Penyakit-penyakit virus manusia yang lambat. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berbagai virus yang didapatkan pada awal masa kehidupan, yang tidak harus disertai dengan penyakit akut, sedikit banyak ikut berperan sebagian pada penyakit neurologis kronis di kemudian hari : - Panensefalitis sklerosis sub akut (PESS); campak; rubela - Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis) - Leukoensefalopati multifokal progresif V. Kelompok kompleks yang tidak diketahui Contoh : Sindrom Reye, Ensefalitis Von Economo, dan lain-lain (Nelson, 1992). MANIFESTASI KLINIK Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Arif, 2000). Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek

tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan (Kempe, 1982). Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia (Harsono, 1996). Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten. (Arif, 2000). Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental (Harsono, 1996). Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh (1) berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat (2) patogenesitas agen yang menyerang (3) kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita (Nelson 1992).

Anda mungkin juga menyukai