Anda di halaman 1dari 7

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT ACEH TERHADAP PENERAPAN SYARIAT ISLAM DALAM BERBUSANA MUSLIM DI BUMI TEUKU UMAR
Kiswanto1*, Hasanuddin Husin2, Darsono3 Fakultas Teknik Industri, Universitas Teuku Umar UTU Meulaboh 2 Fakultas Pertanian, Universitas Teuku Umar UTU Meulaboh 3 Fakultas Teknik Industri, Universitas Teuku Umar UTU Meulaboh * Email: kiswanto2004@yahoo.com
1

Abstrak
Seiring bergulirnya waktu, untuk mengimplementasikan UU No.11 tahun 2006, Perbub Aceh Barat menetapkan kawasan tertip lalu lintas dan busana muslimah pada awal bulan maret 2009, dan tepat 17 Ramadhan 1430 H mencanangkan/mendeklarasikan Meulaboh Kota Tauhid Tasyawuf. Bupati Aceh Barat membuat terobosan untuk menindaklanjuti penerapan syariat Islam secara kaffah terkait dengan kewajiban busana muslimah sebagaimana tertuang dalam instruksi Bupati Aceh Barat No.392 tahun 2008. Di era modern saat ini, wanita mengalami aliensi (keterasingan jati dirinya) mareka mencari identitasnya dengan pakaian yang sedang ngetren atau mode zamannya. Demikian pula busana muslimah memberi identitas khas ke-Islamannya dan dengan busana tersebut para muslimah hendaknya dapat membedakan dirinya dengan kelompok wanita lain (non muslim), sehingga dapat berbusana muslimah yang benar dan sempurna. Akhir-akhir ini busana muslimah mulai marak dikenakan wanita, inovasi model, motif dan aksesoris busana tersebut makin kreatif dan variatif. Hampir semua kalangan wanita menyukainya tidak pandang usia dan status sosial, dari anak-anak hingga dewasa dari kelompok berpunya hingga ekonomi lemah. Hal ini menandakan bahwa busana muslimah sudah mulai di cintai bagi masyarakat muslim dan merupakan suatu hal yang patut di syukuri. Hal ini juga membentuk persepsi dan sikap masyarakat dari berbagai kalangan tentang penerapan berbusana muslimah. Pada intinya masyarakat Aceh Barat mendukung diterapkannya penegakkan Syariat Islam dalam berbusana Musliamah. Hal ini dibuktikan ketika adanya seminar nasional pada tanggal 18 Desember 2009 yang bertemakan Penegakkan Busana Muslimah di Bumi Teuku Umar. Maka Bupati Aceh Barat membentuk Tim perumus dari berbagai kalangan untuk merumuskan Qonun Penegakkan syariat Islam terkait dengan pakaian Muslimah. Kata Kunci : Persepsi, Sikap, Syariat, Busan

Pendahuluan Provinsi Aceh merupakan daerah istimewa yang telah ditetapkan sebagai satusatunya provinsi di Indonesia yang menerapkan Syariat Islam. Jika diamati dengan seksama dalam kehidupan masyarakat Aceh belum menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudahnya, terutama dalam bidang pemakaian busana yang Islami. Dari berbagai pengamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat dalam beberapa tahun terakhir ini, meskipun belum dilakukan survey yang mendalam menunjukkan bahwa tata busana masyarakat lebih cenderung mengikuti pola-pola kehidupan global dengan ciri utamanya adalah pola pergaulan bebas.

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

Akibatnya terjadinya pendangkalan nilai-nilai agama dan adat budaya dalam berbusana, yang dulunya sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh Barat. Dampak dar pola pergaulan bebas yang sangat tidak menguntungkan bagi upaya penerapan Syariat Islam di Kabupaten Aceh Barat, adalah (1) terjadinya pemiskinan nilai-nilai religius dalam tata pergaulan masyarakat, termasuk pola busana dan pola pergaulan pelajar, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya; dan (2) bahkan ada ibu-ibu yang menganggap busana muslimah itu hanyalah sekedar menutup kepala, sedangkan baju dan celana/roknya sama sekali tidak mencerminkan busana Islami. Dasar dan tujuan. Dasar hukum penerapan busana Islami di provinsi Aceh mengacu kepada; pertama, UU nomor 4 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan Aceh. Kedua, Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Ketiga, Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam nomor 5 tahun 2000 tentang pelaksanaan Syariat Islam. Keempat, qanun Provinsi NAD nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, ibadah dan Syiar Islam. Seiring bergulirnya waktu, untuk mengimplementasikan UU No.11 tahun 2006. Bupati Aceh Barat mengeluarkan Perbub tentang kawasan tertib lalu lintas dan busana muslimah pada awal bulan maret 2009, dan tepat 17 Ramadhan 1430 H mencanangkan/mendeklarasikan Meulaboh Kota Tauhid Tasyawuf. Akhir-akhir ini Bupati Aceh Barat terus membuat terobosan untuk menindaklanjuti penerapan syariat Islam secara kaffah tentang kewajiban busana muslimah yang sesuai dengan syariat Islam yang tertuang dalam instruksi Bupati Aceh Barat No.392 tahun 2008, yang isinya Dimohonkan Instansi-instansi Pemerintah Aceh Barat tidak melayani urusan administrasi dan urusan lainnya bagi wanita yang berbusana ketat. Bahkan bagi muslimah yang memakai celana ketat (jeans) akan digunting dan akan diganti dengan rok panjang. Memasuki Tahun Baru Hijriyah, tepatnya pada tanggal 1 Muharram 1431H. Penerapan syariat Islam di Bumi Nanggroe Aceh Darussalam telah memasuki usia ke-8. Sejak 1 Muharram 1423 H. Qanun-qanun terus disiapkan untuk sandaran hukum legal formal akan penerapan ditengah-tengah kehidupan masyarakat di Aceh. Islam merupakan Rahmatan Lil alamin diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengatur hubungan manusia dengan khaliqnya tercakup dalam pekara aqidah dan ibadah, hubungan manusia dengan dirinya seperti perkara makanan, minuman, pakaian (busana) dan akhlak. Hubungan manusia dengan sesama manusia tercakup perkara muammalah dan uqubat (sanksi) Dengan demikian Islam merupakan mabda yaitu ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan seperti; politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan termasuk didalamnya berpakaian (busana). Dalam sebuah buku yang berjudul Nonverbal Communication Sistem, DC. Leathers mengutip pendapat yang dikemukakan Kefgen dan Touchie Ospecht tentang berbusana, keduanya mengatakan bahwa busana memiliki tiga fungsi yaitu : Pertama, Diferensiasi. Kedua, Perilaku. Ketiga, Emosi. Dengan berbusana orang dapat membedakan dirinya dengan orang lain agar bisa menjadi ciri khas. Di era modern saat ini, wanita mengalami aliensi (keterasingan jati dirinya) mareka mencari identitasnya dengan pakaian yang sedang ngetren atau mode zamannya. Dengan perilaku demikian pada wanita ingin menonjolkan dirinya dan berusaha mempertegas identitasnya. Demikian pula busana muslimah memberi identitas khas ke-Islamannya dan dengan busana tersebut para muslimah hendaknya dapat membedakan dirinya dengan kelompok wanita lain (non muslim), sepatutnya

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

muslimah dapat berpakaian dengan benar dan sempurna sesuai tuntunan syariat Islam. Dewasa ini busana muslimah mulai menjadi trend dan gaya hidup bagi wanita sehingga para designer merancang pakaian muslimah dengan inovasi baru, motif dan aksesaris yang makin kreatif dan variatif. Hampir disemua kalangan wanita menyukainya tidak pandang usia dan status sosial, dari anak-anak hingga dewasa baik kelompok berpunya hingga ekonomi lemah. Hal ini menandakan bahwa busana muslimah sudah mulai di cintai bagi masyarakat muslim dan merupakan suatu hal yang patut di syukuri. Namun trend mode muslimah harus juga disertai dengan penjelasan yang tepat dan gamblang bagaimana berbusana muslimah yang benar dan sempurna. Banyak kesalahan pemahaman terhadap Islam ditengah masyarakat. Misalnya saja masalah berbusana tidak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan busana muslimah adalah memakai kerudung. Padahal tidak demikian jilbab bukan kerudung. Kerudung sebagaimana disebutkan dalam AlQuran surat An-Nuur: 31 adalah khimar (jamaknya:khumur). Adapun jilbab yang disebut dalam surah Al-Ahzab : 59, adalah baju longgar yang menutup seluruh tubuh perempuan dari atas hingga kebawah. Kesalah pahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa seorang wanita seolah-olah telah menutup auratnya hanya dengan melilitkan kerudung tipis kepalanya, sementara lehernya masih tampak. Apakah muslimah sudah dianggap memakai jilbab dengan memakai celana dan kemeja extra ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya, meskipun pada kenyataannya pakaian tersebut mentupi sekujur permukaan tubuh? Lalu bagaimana seharusnya berbusana muslimah yang benar? Apa saja perangkat yang menjadi batasan aurat wanita? Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampur adukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeda-beda yakni ; Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita. Kedua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (Al-hayah Alkhashshash), yaitu tempat-tempat dimana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi atau rumah kost. Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (Al-hayah ammah), yaitu tempat-tempat dimana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum. Seperti dijalanjalan, sekolah, pasar, kampus dan tempat publik lainnya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar. Kajian Pustaka Batasan aurat wanita. Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT. Dan janganlah mareka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya (QS an Nuur : 31. Yang dimaksud Wa laa yubdiina ziinatuhunna . Janganlah mareka menampakkan perhiasannya. Adalah wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna. Janganlah mareka menampakkan tempat-tempat anggota tubuh yang disitu dikenakan perhiasan. Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul (Quran. Juz III hal.316). Selanjutnya, Illa maa zhahara minha. Kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan, anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan kedua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian sahabat, seperti

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarri At-Thabari (W.310 H) mengenai apa yang dimaksud dengan Kecuali yang (biasa) nampak dari padanya illa maa zhahara minha. Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan, yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan. Pendapat yang sama juga dinyatakan imam Al-Quthubi dalam kitab tafsirnya AlJami li Ahkam Al-Qur an. Juz XII hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57). Jadi, yang dimaksud apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab dua anggota tubuh inilah yang bisa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi SAW sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat pada masa Rasulullah SAW, yaitu dimana masih turunnya ayat Al-Quran (Al-Nabhani, 1999 : 45) disamping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangan karena sabda Rasulullah SAW kepada Asma binti Abu Bakar: Wahai asma sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah balig (hidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini. Seraya menampakkan wajah dan telapak tangannya. (HR. Abu Dawud). Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya. Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka disini syara tidak menentukan bentuk/model pakian tertentu untuk menutupi aurat. Akan tertapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam Firma-Nya (QS An Nuur : 31) Wa laa yubdiina) dan janganlah mareka menampakkan atau sabda Nabi SAW Lam yashluh an yura minha (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) HR,Abu Daud). Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya dianggap sudah menutupi, walaupun bagaimana pun bentuknya. Dengan menggunkan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk jenis pakian tidak ditentukan oleh syara. Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syari tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya. Busana muslimah dalam kehidupan umum. Pembahasan diatas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam hidup khusus. Topik ini tidak dapat dicampur adukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampur adukkan dengan masalah tabarruj pada sebagaian pakaian-pakaian wanita. Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pekaian yang meutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kahidupan umum, seperti dijalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor dan sebagainya. Mengapa? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hannya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah menutupi aurat. Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun tidak berarti berpakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah penampakan perhiasan dan keindahan tubuh bagi laki-laki asing/non mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990: 104). oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi telah bertabarruj yang dilarang oleh syara.

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang di sebut dengan jilbab dan baju atas (jibal Ala) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang atau di pasar-pasar. Metodelogi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Wawancara dan penyebaran angket. Pengolahan data dengan analisis ANOVA. Responden diambil dari masyarakat Aceh Barat dari Berbagai kalangan. Kalangan Dinas Pemerintahan, Dosen/Guru, Anak SMA atau sederajad, Mahasiswi, Pedagang, Buruh, Petani, Polri dan Dinas Kesehatan/paramedis. Penyebaran kuesioner dilakukan secara acak. Dalam pengisian kuesioner dipandu oleh peneliti. Validasi data dilakukan melalui teknik triangulasi sumber, yaitu dengan cara membandingkan data dari satu sumber data yang satu dengan sumber data yang lain, triangulasi teknik, yaitu membandingkan data dari satu teknik pengumpulan data dengan teknik yang lain, dan triangulasi peneliti, yaitu membandingkan data yang diperoleh anggota tim peneliti dengan anggota yang lain serta melalui pertemuan konsultasi dengan peneliti senior sebagai konsultan penelitian. Untuk kesinambungan dan kedalaman pengejaran data digunakan analisis interaktif, seperti dikemukakan Miles dan Huberman (1996). Ada tiga komponen analisis yaitu: reduksi data sajian data dan penarikan kesimpulan. Aktivitas ketiga komponen dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Peneliti hanya bergerak diantara tiga komponen analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan memanfaatkan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan dalam skema pada Gambar 1.

Pengumpulan Data

Sajian Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Gambar 1. Analisis data dari penjaringan Responden

Catatan-catatan tertulis di lapangan merupakan data yang masih mentah sehingga perlu direduksi, disusun lebih sistematis, dipilih pokok yang penting, difokuskan dan dicari tema dan polanya. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data "kasar" yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Hasil Pembahasan Dari Undang-Undang Keistimewaan Aceh sebenarnya Aceh sudah diberi kebebasan dalam menerapkan Syariat Islam. Namun sandungan terus terjadi sehingga

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

Implementasinya selalu kurang optimal. Pemerintah Pusat memandang bahwa Aceh merupakan Serambi Mekah yang nilai-nilai budayanya sangat kental dengan Islam. Hal yang sangat fenomenal ketika Kabupaten Aceh Barat menjadi inisiator pertama dari seluruh kabupaten yang ada di Aceh merancang dan mengesahkan qanunqanun penerapan syariat Islam khususnya terkait dengan kewajiban berbusana Muslimah. Mulai dari keluarnya peraturan Bupati hingga dilaksanakan Seminar Penegakkan Syariat Islam di Bumi Teuku Umar yang mengundang dari berbagai elemen yaitu pemerintahan, Polri, TNI, cendikiawan, LSM, petani, buruh dan stakeholder lainnya. Tindak lanjut dari seminar tersebut dibentuk tim perumus untuk pelaksanaan qanun-qanun yang berkaitan dengan Penerapan Syariat Islam khususnya terkait dengan kewajiban berbusana Islami untuk kaum perempuan yang ada di Aceh Barat. Peraturan Bupati tersebut pertama kali dilakukan di kantor pemerintahan baik kantor Bupati dan dinas-dinas dalam kabupaten Aceh Barat. Bupati langsung mengintruksikan untuk pegawai dinas wajib memakai rok dan tidak diijinkan memakai celana. Peraturan Bupati Aceh Barat sempat menuai pro kontra di beberapa kalangan. Namun pada dasarnya masyarakat Aceh sebagian besar mendukung diterapkan penerapanSyariat Islam yang terkait dengan berbusana Muslimah. Hal ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak bahkan dari luar Aceh Barat dengan menyumbang puluhan ribu rok muslimah yang dibagikan kepada kelompok perempuan yang kurang mampu. Dari beberapa pemaparan diatas penulis juga mengumpulkan data dari 100 respondent dari 10 unsur masyarakat dalam memberikan argumen penerapan berbusana Islami:
TABEL 1. Penjaringan hasil penyebaran kuesioner dari 100 responden yang ada di Aceh Barat No Unsur Prosentase Dukungan 1 Dinas pemerintahan 80 % 2 Ulama/Agamawan 100 % 3 Mahasiswa 97 % 4 Buruh 60 % 5 Petani 60 % 6 Pedagang 65 % 7 LSM 50 % 8 Cendikiawan (Dosen, Guru, pakar) 80 % 9 Polri 75 % 10 Dinas kesehatan 70 %

Dari hasil penyebaran kuesioner sebagian besar mendukung penerapan Syariat Islam berkaitan dengan kebijakan kewajiban berbusana Islami di bumi Teuku Umar. Dukungan yang terbesar adalah kalangan Ulama, cendikiawan, mahasiswa, dan intansi pemerintahan. Namun yang lainnya dukungannya rata-rata diatas 60 persen dan yang terendah dari kalangan LSM atau sekitar 50 %. Kesimpulan Pada dasarnya masyarakat Aceh Barat menginginkan penegakan syariat Islam dalam berbusana muslimah. Dalam seminar pada tanggal 18 Desember 2009 telah banyak memberikan kontribusi pemikiran dan dukungan dari berbagai unsur mulai akademisi, Polri, dinas-dinas, mahasiswa, guru, buruh, pedagang, petani, Ulama dan kalangan LSM telah memberikan dampak positif. Tindak lanjut dari seminar itu pula telah terbentuk tim perumus qanun-qanun penerapan Syariat Islam. Tim Perumus bekerja keras dalam mendorong lahirnya qanun-qanun demi mendukung suksesnya

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

penerapan Syariat Islam terutama terkait dengan kewajiban berbusana muslimah di Bumi Teuku Umar. Dari hasil penyebaran kuesioner menunjukkan angka yang signifikan bahwa unsur masyarakat mendukung penerapan berbusana muslimah. Yaitu sekitar 80 persen mendukung penerapan Syariat Islam dalam berbusana Muslimah. Sampai saat ini hanya kabupaten Aceh Barat yang telah berupaya untuk memberlakukan peraturan pemakaian busana Muslimah dari seluruh kabupaten kota di provinsi Aceh. References
[1] Matthew B. Milles dan A. Michael Huberman, 1992,Qualitative Data Analysis, Tjetjep Rohendi Rohidi (terj.). Analisis Data Kualitatif. UI Press : Jakarta. [2] M. Jamil Yusuf, 2009, Penegakkan Syariat Islam di Bumi Teuku Umar : Yayasan Pena, Banda Aceh. [3] Rohadi Abdul Fatah, 2009, Fenomenologi Jilbab : Yayasan Pena, Banda Aceh. [4] Rusjdi Ali Muhammad, 2009, Busana Dalam Perspekstif Fiqh Islam: Yayasan Pena, Banda Aceh. [5] Juhaya S Pradja, 2009, Busana Islami : Perspekstif Hukum dan Hak Asasi Manusia : Yayasan Pena, Banda Aceh. [6] Muslim Ibrahim, 2009, Busana dalam perspektif Historis peradapan Islam : Yayasan Pena, Banda Aceh. [7] Taymiyah. Ibnu. 2000, Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah Dalam Sholat : Al-Tibyan: Solo.

Anda mungkin juga menyukai