Anda di halaman 1dari 41

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan.

Perubahan sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budayabudaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah. Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi. Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan angka yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama semakin meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk kepentingan masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita tersebut bisa saja terwujud. Danadana sosial akan sampai ke tangan yang berhak dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pengkajian ulang remunerasi pegawai yang meningkatkan jumlah gaji mereka terbukti tidak menurunkan tingkat korupsi seperti yang diharapkan. Salah satu hal yang menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya moral dan kesadaran masyarakat mengenai korupsi itu sendiri. Masyarakat menganggap korupsi sebagai suatu hal yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa melakukan korupsi. Misalnya saja dalam penyediaan alat tulis kantor, pegawai terbiasa mengambil uang yang tersisa dari dana yang disediakan. Padahal sesungguhnya dana tersebut harus dikembalikan pada organisasi. Akibat adanya kebiasaan korupsi ini, pemberantasan korupsi di Indonesia sangat sulit dilakukan. Pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan masyarakat sejak dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan1

suatu hal yang salah. Cara ini mulai dilakukan oleh pemerintah melalui sekolah-sekolah dengan menerapkan sistem kantin kejujuran. Kantin kejujuran adalah sebuah sistem kantin dimana murid-murid mengambil sendiri barang apa yang ia inginkan. Sekilas sistem ini terlihat seperti suatu sistem yang biasa dilakukan di supermarket dimana konsumen melayani dirinya sendiri. Namun di kantin kejujuran, murid bukan hanya harus melayani dirinya sendiri tapi juga harus membayar serta mengambil kembalian sendiri tanpa adanya orang yang mengawasai, sehingga hal ini merupakan solusi untuk mempersiapkan masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran. Dengan kata lain, sistem kantin ini berbeda dari kantin-kantin yang ada umumnya karena di sini tidak terdapat penjual. Sistem kantin kejujuran ini dapat merangsang kejujuran murid karena ia akan belajar menjadi orang yang berusaha menjaga amanat yang diberikan oleh orang lain kepada dirinya. Di samping itu, kantin kejujuran juga memberikan kontribusi dalam mencerdaskan murid khususnya untuk perhitungan matematis. Kantin kejujuran merupakan upaya preventif dalam menangkal terjadinya tindak korupsi. Sistem kantin sekolah ini telah diterapkan di berbagai tingkatan sekolah dan mendapat dukungan yang kuat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu contohnya adalah SMAN 13 Jakarta, yang merupakan SMAN pertama mencanangkan sistem kantin kejujuran yang terkenal dengan sebutan Kantin Bersih Transparan Profesional (BTP) yang dibentuk pada tahun 2004. Kantin BTP dikelola oleh kegiatan ekstrakurikuler Koperasi Siswa agar siswa-siswi SMAN 13 Jakarta dapat melatih kejujurannya dalam bertindak saat tidak ada yang mengawasi mereka. Hasilnya adalah kantin tersebut tidak mengalami kerugian yang mungkin muncul akibat adanya pencurian. Bahkan yang terjadi adalah ada keuntungan tersendiri selain dari profit, yaitu meningkatkan moralitas siswasiswi SMAN 13 Jakarta. Dengan pertimbangan SMAN 13 Jakarta sebagai sekolah pertama yang menerapkan sistem ini, maka kelompok kami akan mencari informasi yang lebih mendalam tentang kantin kejujuran di SMAN tersebut. Selain kantin ini sudah berdiri paling lama diantara kantin kejujuran di sekolah lain, pastinya pengalaman kantin kejujuran SMAN 13 Jakarta lebih banyak dibandingkan kantin kejujuran di sekolah lain dimana data yang didapat akan menjadi yang paling baik.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan2

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, pokok permasalahan yang bisa diambil adalah: 1.Bagaimana tingkat partisipasi siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap program kantin kejujuran sebagai upaya pendidikan pencegahan korupsi 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui tingkat partisipasi siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap program kantin kejujuran sebagai upaya pendidikan pencegahan korupsi

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan3

BAB 2 KERANGKA TEORI DAN OPERASIONAL KONSEP 2.1 Kerangka Teori


2.1.1 Teori Good Governance

UNDP mendefinisikan governance sebagai Penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka. Dari definisi tersebut governance meliputi 3 (tiga) domain yaitu negara (pemerintah), dunia usaha (swasta) dan masyarakat yang saling berinteraksi. Arti good dalam good governance mengandung pengertian nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat, kemandirian, aspek fungsional dan pemerintahan yang efektif dan efisien. Selanjutnya UNDP menetapkan karakteristik prinsip good governance sebagai berikut 1. Participation : Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan 2. Rule of law : Kerangka hukum harus adil terutama hukum HAM 3. Tranparency : Transparansi/keterbukaan dibangun atas dasar kebebasan arus informasi 4. Responsiveness : Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap pihakyang berkepentingan (stakeholders) 5. Consensus orientation : Good governance menjadi perantara kepentingan yangberbeda untuk memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih luas. 6. Equity : semua warganegara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. 7. Effectiveness and effisiency : Proses dan lembaga menghasilkan sesuai denganapayang telah digariskan dengan sumber yang tersedia dengan baik

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan4

8. Accountability : Pembuat keputusan, sektor swasta dan masyarakat bertanggungjawab kepada publik dan lembaga stakeholders 9. Strategic vision : Para pemimpin dan publik harus mempunyai perpektif goodgovernance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan. Atas dasar uraian tersebut, maka ke tiga domain yaitu negara/pemerintah, dunia usaha/swasta dan masyarakat harus menjaga kesinergian dalam rangka mencapai tujuan, karena ketiga domain ini merupakan sebuah sistem yang saling ketergantungan dan tidak dapat dipisahkan.
2.1.2 Teori Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik umum. pemaknaan. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus. Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme. Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6). Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan5

Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi. Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya. a. Sebab-Sebab Korupsi Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :

Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi. Kurangnya pendidikan. Adanya banyak kemiskinan. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi. Struktur pemerintahan. Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional. Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan6

Keadaan masyarakat yang semakin majemuk. Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE

Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :

Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang. Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.

Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individuindividu untuk menunjang hidupnya yang wajar. Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)

korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan. Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya). Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu : 1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi. 2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri. 3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri. 4. Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut : 5. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. 6. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan. Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan7

7. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik. 8. Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum. 9. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusankeputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusankeputusan itu. 10. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum. 11. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan. 12. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif. 13. Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat. b. Macam-Macam Korupsi Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni : 1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara 2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap 3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan 4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan 5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang 6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan 7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu : Model korupsi lapis pertama Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan8

Model korupsi lapis kedua Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional. Model korupsi lapis ketiga Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapaimaskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jaring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut. Cara Pencegahan Dan Strategi Pemberantasan Korupsi Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang sangat menentukan. Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :

Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi, Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi, Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi. Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan

memberantas korupsi yang tepat yaitu : Strategi Preventif. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan9

Strategi Deduktif. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial. Strategi Represif. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain : 1. Konsep carrot and stick yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan gaya dan gagah. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati. 2. Gerakan Masyarakat Anti Korupsi yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan10

lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi. 3. Gerakan Pembersihan yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut. 4. Gerakan Moral yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup. 5. Gerakan Pengefektifan Birokrasi yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
2.1.3 Teori Partisipasi

Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995). Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan11

dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill (PTO PNPM PPK, 2007). Theodorson dalam Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya partisipasi dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961). a. Syarat tumbuh partisipasi Gambar 1.1 Tiga Unsur Pokok Partisipasi

Sumber: Margono Slamet (1985)

Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu: 1). Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi 2). Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi 3). Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan12

b. Bentuk-bentuk partisipasi Hamijoyo membedakan bentuk partisipasi ke dalam 6 bentuk yaitu (Hamijoyo, 1979:6) a. Partisipasi buah pikiran Partisipasi ini diwujudkan dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Sumbangan pemikiran diarahkan kepada penataan cra pelayanan dari lembaga atau badan yang ada, sehingga dapat berfungsi sosial secara aktif dalam pemenuhuan kebutuhan anggota masyrakat b. Partisipasi tenaga Partisipasi jenis ini diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan dari suatu kegiatan c. Partisipasi keterampilan Jenis keterampilan ini adalah memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Kegiatan ini biasanya diadakan dalam bentuklatihan bagi anggota masyrakat. Partisipaso ini pada umumnya bersifat nmembina masyarakat agar dapat memiliki kemampuan mememnuhi kebutuhannya. d. Partisipasi uang Partisiapasi ini adlaah untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan e. Partisipasi harta benda Diberikan dalam bentuk menyumbangkan harta benda, biasanya berupa perkakas, laatalat-alat kerja bagi yang dijangkau oleh badan pelayanan tersebut. f. Partisipasi sosial Partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguuyuban, misalnya arisan, menghadiri kematian,berkecimpung dalam sutu kegiatan dan lain-lain.
2.1.4 Kantin Kejujuran

Kantin kejujuran merupakan upaya untuk mendidik akhlak siswa agar berperilaku jujur. Kantin kejujuran adalah kantin yang menjual makanan kecil dan minuman. Kantin kejujuran tidak memiliki penjual dan tidak dijaga. Makanan atau minuman dipajang dalam kantin. Dalam kantin tersedia kotak uang, yang berguna menampung pembayaran dari siswa yang membeli makanan atau minuman. Bila ada kembalian, siswa mengambil dan menghitung sendiri uang kembalian dari dalam kotak tersebut. Di kantin ini, kesadaran siswa sangat dituntut untuk berbelanja dengan membayar dan mengambil uang kembalian

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan13

jika memang berlebih, tanpa harus diawasi oleh guru atau pegawai kantin. Salah satu motto yang ditanamkan di kantin ini adalah Allah Melihat Malaikat Mencatat. Kantin Kejujuran merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pendidikan Antikorupsi. Tanpa kejujuran, praktik korupsi, kolusi, nepotisme, dan segala bentuk manipulasi lainnya akan tetap subur di negeri ini. Untuk itu, kantin kejujuran yang merupakan pendidikan Antikorupsi perlu diterapkan sebagai upaya prepentif bagi generasi muda. Sebab, prevention is better than cure, pencegahan lebih balk dari pada mengobati. Namun pelaksanaan kantin kejujuran akan sukses dengan dukungan bersama dari warga sekolah. Program tersebut tidak hanya keinginan dari atasan, akan tetapi kebijakan pemerintah justru patut diberikan apresiasi yang tinggi dengan mensukseskannya secara bersama. Bukan berarti program ini menambah beban bagi sekolah, terutama bagi guru. Justru melalui program ini mempermudah guru untuk mendidik akhlak siswa. Sebab, tugas guru tidak hanya melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas, tetapi lebih dari itu guru turut bertanggung jawab Untuk tingkat SMAN saat ini tercatat secara nasional sudah diterapkan kantin kejujuran di 8.000 sekolah. Saat ini, di Jakarta sendiri baru ada di 36 sekolah. Kantin kejujuran didirikan pertama kali pada tahun 2004, yaitu oleh SMAN 13 Jakarta sekaligus sebagai pelopor.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan14

2.2

OPERASIONALISASI KONSEP
Konsep Kategori Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Dimensi Indikator Buah pikiran

Kemauan

Tenaga Keterampilan Uang Harta Benda Sosial Buah pikiran Tenaga Keterampilan Uang Harta Benda Sosial Buah pikiran Tenaga Keterampilan Uang Harta Benda Sosial

Kemampuan

Kesempatan

2.3 METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara mengumpulkan data dengan menggunakan teknik dan alat pengumpulan data. Metode penelitian dengan teknik pengumpulan data yang tepat perlu dirumuskan, untuk memperoleh gambaran objektif suatu penelitian sehingga dapat menjelaskan sekaligus menjawab permasalahan penelitian yang telah ditetapkan pendekatan sebelumnya. Ada lima hal yang akan diuraikan dalam bagian ini, yaitu sampel, dan teknik analisis data.

penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, teknik penarikan

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan15

A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengamati, mengumpulkan informasi dan menganalisis hasil penelitian mengenai Tingkat Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi adalah pendekatan kuantitatif. Teknik penelitian yang digunakan antara lain wawancara berstruktur atau kuesioner. Pendekatan kuantitatif menggunakan cara berpikir deduktif dengan melihat pola yang umum ke pola yang khusus. Dalam hal ini pola yang umum adalah kerangka teoritis yang digunakan sedangkan pola yang khusus adalah realitas yang ditemukan peneliti di lapangan.1 Pada pendekatan ini, data yang berhasil dikumpulkan, diolah dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel statistik dan kemudian diintepretasikan sebagai analisa data sehingga dapat mengungkapkan fenomena yang diteliti secara tepat. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian bertujuan untuk menentukan bagaimana cara melakukan penelitian dan hasil apa yang akan dicapai dari penelitian. 2 Penelitian-penelitian dalam ilmu sosial dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Berdasarkan Tujuan Penelitian Berdasarkan tujuannya, penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam penelitian deskriptif. Gay mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.3 Penelitian yang bersifat deskriptif, memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, dan kelompok tertentu.4 Dengan demikian, penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini berusaha untuk menggambarkan tingkat partisipasi siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap program kantin kejujuran sebagai upaya pendidikan pencegahan korupsi Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini dilakukan secara murni, yaitu pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas.

1 John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, (London: Sage Publiation, Inc), 1994, 1-2. 2 Dennis P.Forcese dan Stephen Richer, Social Research Method: Research Format, 79. 3 Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada), 2005, 43. 4 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia), 1985, 30.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan16

Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan ujung praktis atau titik terapan. 5 Jenis penelitian ini termasuk penelitian murni karena peneliti lebih memfokuskan hasil penelitian untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan bukan kepada usaha untuk menyelesaikan masalah. 2. Berdasarkan Dimensi Waktu Berdasarkan Dimensi waktu, tipe penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional karena dilihat dari tujuan penelitian itu sendiri untuk meneliti gejala sosial yang terjadi, yaitu melihat tingkat Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta yang diteliti terhadap program kantin kejujuran sebagai upaya pendidikan pencegahan korupsi. Penelitian ini dilakukan dalam satu jangka waktu tertentu yaitu dari tanggal 23-27 April 2010 3. Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian survei. Penelitian survei dapat didefinisikan sebagai metode penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.6 Dalam penelitian survei, seorang peneliti mengajukan pertanyaan tertulis, baik yang telah tersusun dalam kuesioner maupun dalam wawancara lisan yang hasilnya direkam. Peneliti tidak memanipulasi kondisi penelitian dan hanya mengajukan beberapa pertanyaan pada objek penelitian. Peneliti menggunakan jenis penelitian survei karena dengan penggunaan kuesioner akan diperoleh data yang rinci, sistematis, dan mencegah terjadinya pertanyaan-pertanyaan yang lupa ditanyakan pada saat wawancara. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan untuk menentukan relevan tidaknya penelitian dengan permasalahan yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat, data yang diperoleh selama penelitian dapat digunakan untuk menjawab serta menjelaskan permasalahan penelitian secara sistematis dan objektif. Data yang dikumpulkan pada saat penelitian meliputi : 1. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden, yakni siswa/i dan pengajar SMAN 13 Jakarta. Dalam pengumpulan data primer ini, digunakan kuesioner dengan teknik wawancara berstuktur dan instrumen pertanyaan. Daftar pertanyaan ini
5 6

Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Cetakan IV (Jakarta: Ghalia Indonesia), 1999, 26. Ibid, 63.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan17

digunakan peneliti sebagai pedomen wawancara responden. Kuesioner yang digunakan terdiri atas pertanyaan tertutup dan terbuka, yang memungkinkan responden untuk melilih jawaban dan atau mengemukakan jawaban. Sebagai penunjang data tersebut, digunakan pula wawancara mendalam yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk melengkapi keterangan-keterangan tentang variabel-variabel pokok yang telah dinyatakan dalam wawancara berstuktur. Dengan kata lain untuk melengkapi kekurangan informasi pada kuesioner. D. Populasi dan Sampel Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian atau himpunan semua hal yang diketahui. Populasi juga merupakan jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga.7 Keseluruhan objek yang akan diteliti disebut dengan populasi. Namun, seringkali populasi dalam penelitian sangat besar membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang besar/banyak. Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian dibutuhkan adanya penarikan sampel. Sampel adalah sebagian dari populasi, yang diperlukan dalam suatu penelitian karena tidak memungkinkan untuk meneliti keseluruhan populasi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya keterbatasan-keterbatasan di dalam penelitian, yakni waktu, biaya, dan tenaga. Secara singkat perumusan populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Isi Cakupan Waktu : Siswa/i SMAN 13 Jakarta yang berpartisipasi dalam pelaksanaan kantin kejujuran : Siswa/i yang bersekolah SMAN 13 Jakarta Utara : 23-27 April 2010

Dalam penelitian ini memilih responden yang berpartisipasi dalam program kantin kejujuran di SMAN 13 Jakarta sebagai upaya pendidikan pencegahan korupsi Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa/i SMAN 13 Jakarta Utara pada bulan April 2010. Populasi survey dari penelitian ini adalah siswa/i SMAN 13 Jakarta yang mengetahui adanya program kantin kejujuran. Unit observasi dan unit analsisi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah siswa/i SMAN 13 Jakarta

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 1985), 108.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan18

E. Teknik Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel adalah cara-cara untuk memperkecil kekeliruan dari sampel ke populasi. Dalam penelitian ini , yang akan digunakan adalah teknik penarikan sampel accidental. F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data juga diperlukan di dalam penelitian ini yang bertujuan untuk menyusun dan menginterpretasikan data (kuantitatif) yang sudah diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data univariat, yaitu pengujian dari distribusi kasus hanya pada satu variabel pada suatu waktu.8

BAB 3
8

Babbie, Op. Cit., 385.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan19

GAMBARAN UMUM KANTIN KEJUJURAN SMAN 13 JAKARTA

Berdiri sejak 2004 lalu, Kantin Bersih Transparan Profesional (BTP) SMAN 13, Koja, Jakarta Utara, merupakan pemrakarsa lahirnya "kantin kejujuran" di sekolah-sekolah lain di Indonesia. Kantin tersebut lahir sebagai wadah pembelajaran kepada pelajar untuk menanamkan sikap anti korupsi sejak masih duduk di bangku sekolah. Konsep dari Kantin BTP sebagai kantin kejujuran di SMAN 13 Jakarta sendiri merupakan sebuah kantin, tempat siswa membeli dan membayarkan sendiri uangnya di tempat yang telah disediakan tanpa penjagaan dan pengawasan sama sekali. Dengan demikian, mereka dilatih untuk jujur terhadap jumlah uang yang mereka bayar dan uang kembali yang mereka ambil. Semua proses jual beli di kantin itu mereka sendiri yang mengurusnya. Siswa/i yang membeli barang dan makanan di kantin kejujuran disediakan sebuah buku catatan untuk mencatat barang yang dibeli beserta harga dan uang yang dikeluarkan serta jumlah kembaliannya apabila ada kembalian. Setelah itu pengurus kantin kejujuran selalu mengecek buku catatan tersebut setiap akhir jam istirahat pertama dan dihitung saat akhir jam istirahat kedua atau setelah pulang sekolah. Modal awal untuk membeli barang-barang atau makanan yang akan dijual di kantin kejujuran didapat dari anggaran sekolah sebesar 1.000.000 rupiah, kemudian setelah mendapatkan keuntungan modal dikembalikan dan sisa keunutngannya digunakan untuk membeli barang-barang yang akan dijual di kantin kejujuran lagi. Walau keberadaanya tidak diawasi sama sekali, kantin BTP tidak pernah merugi. Kantin ini sudah berjalan dari 2004 dan jarang mengalami bangkrut. Saat ini, kantin kejujuran SMAN 13 Jakarta telah mendapat perhatian besar dari KPK sebagai salah satu pendidikan antikorupsi di sekolah. Peran pentingnya penegakan antikorupsi memang harus diupayakan dari pendidikan terlebih dahulu. Penanaman tersebut akan melekat kuat pada jiwa anak untuk bersikap jujur, terutama kepada diri mereka sendiri. Di SMAN 13 Jakarta sendiri pengelolaan kantin antikorupsi dilakukan oleh pengurus ekstrakulikuler Koperasi Siswa. Mereka yang setiap seminggu sekali membelanjakan segala kebutuhan kantin.

Struktur Kepengurusan Kantin Kejujuran SMAN 13 Jakarta Tahun 2010 Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan20

Penanggung Jawab Kepala SMAN 13 Jakarta

Pembina Ibu Endah (Guru Akuntansi)

Ketua Karin (Siswi kelas XI)

Wakil Ketua Andi (Siswa kelas XI)

Sekretaris Putri (Siswi kelas XI)

Bendahara Neni (Siswi kelas XI) Firda (Siswi kelas XI)

Seksi-Seksi Kepengurusan Siswa/i SMAN 13 yang tersebar di setiap kelas X,XI, XII

BAB 4 Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan21

ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini berisi tentang analisis hasil penelitian tingkat partisipasi siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap program kantin kejujuran sebagai upaya pendidikan pencegahan korupsi berdasarkan dimensi yang mempengaruhi tingkat partisipasi tersebut, yaitu melalui penjabaran dimensi kemauan, kemampuan dan kesempatan. Dimensi-dimensi tersebut disajikan melalui grafik dan dijabarkan melalui analisis data yang mendukung gambaran dari hasil penelitian yang merupakan hasil olahan data kuesioner. 4.1 Tingkat Kemauan dalam Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi Dalam teori Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, dan salah satu unsur pokoknya adalah adanya kemauan yang dimiliki seseorang/masyarakat untuk berpartisipasi. Kemauan itu sendiri menurut bentukbentuk partisipasi (Hamijoyo, 1979:6) terdiri dari kemauan untuk menyumbangkan buah pikiran, tenaga, keterampilan, uang, harta benda, dan sosial. Grafik 1.1
Kemauan dalam Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi

K auan em
20 15 10

i s n u k e r f

5 0 Kem auan rendah 0 tinggi 20

1,9% 20,4% 27,8%

Sumber: : Olah data laporan riset mini APP Kelompok 6 Tahun 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan22

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa sebesar 100% dari 20 responden yang diwawancarai mengenai kemauan dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran semua responden menyatakan mau berpartisipasi dalam kegiatan kantin kejujuran. Indikatorindikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemauan siswa dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran yaitu kemauan untuk menyumbangkan pikiran, menyumbangkan tenaga, menyumbangkan uang, menyumbangkan harta benda dan kemauan untuk berkecimpung dalam kepengurusan kegiatan kantin kejujuran. Misalnya dalam hal kemauan dalam menyumbangkan pikiran beberapa responden mengatakan alasannya setuju untuk menyumbangkan pikirannya dalam pengembangan kantin kejujuran: untuk melatih kejujuran terus buat melatih anti korupsi gitu9 Sedangkan dalam hal kemauan untuk menyumbangkan tenaga, seperti pernyataan berikut: soalnya jadwal kerjanya gek ketat dan kerjanya gak berat10 Selanjutnya dalam hal kemauan untuk menyumbangkan keterampilan, salah satu responden mengatakan kesetujuannya dengan alasan: saya mau kalau diminta untuk menghias-hias kantin kejujuran agar lebih menarik para siswa untuk beli barang atau makanan di kantin kejujuran11 Dalam hal kemauan untuk menyumbangkan harta benda, Kusuma juga mengatakan persetujuannya dengan alasan: itu juga kan demi keperluan kantin kejujuran misalnya nyumbang kotak-kotak kecil untuk wadah Indikator yang cukup menarik untuk diperhatikan adalah indikator kemauan menyumbangkan pikiran. Terdapat 15 responden yang menyatakan bahwa mereka menjawab tidak untuk kemauan menyumbangkan harta benda. Hal ini lebih dipengaruhi
9

Hasil wawancara dengan Zsa, 17 tahun, tanggal 27 April 2010 Hasil wawancara dengan Jawir, 18 tahun, tanggal 27 April 2010 11 Hasil wawancara dengan Kusuma Indriani, 16 tahun, tanggal 27 April 2010
10

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan23

oleh ketidak mampuan mereka dalam hal harta benda yang dapat disumbangkan. Berikut beberapa pernyataan responden yang menyatakan ketidakmampuan mereka dalam menyumbangkan harta benda : tidak ada yang bisa saya sumbangkan masalahnya untuk kegiatan operasional kantin kejujuran.12 Sedangkan kemauan untuk berkecimpung dalam kantin kejujuran, pernyataan responden sebagai berikut: pasti maulah...saya kan termasuk pengelola kantin kejujuran13 ya pastilah karena sekarang saya pengurus kantin kejujuran14

4.2

Tingkat Kemampuan dalam Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi

Unsur atau dimensi yang kedua dari partisipasi adalah adanya kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berpartisipasi. Sama halnya dengan kemauan, kemampuan juga terdiri dari kemampuan untuk menyumbangkan buah pikiran, tenaga, keterampilan, uang, harta benda, dan sosial.

Grafik 1.2
12 13

Hasil wawancara dengan Ical, 17 tahun, tanggal 27 April 2010 Hasil wawancara dengan Andi, 17 tahun, tanggal 27 April 2010 14 Hasil wawancara dengan Kusuma Indriani, 16 tahun, tanggal 27 April 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan24

Kemampuan dalam Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi

1,9% 20,4% 27,8%


20 15 10 5 0 Kem puan am

K am em puan

i s n u k e r f

rendah 1

tinggi 19

Sumber: : Olah data laporan riset mini APP Kelompok 6 Tahun 2010 Sedangkan dari segi kemampuan, dari 20 responden terdapat 19 responden yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan kegiatan kantin kejujuran dan 1 orang responden yang tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan kantin kejujuran. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran yaitu kemampuan untuk menyumbangkan pikiran, menyumbangkan tenaga, menyumbangkan uang, menyumbangkan harta benda dan kemampuan untuk berkecimpung dalam kepengurusan kegiatan kantin kejujuran. Ada beberapa indikator yang menarik untuk diperhatikan karena sebagian besar responden mengetahui dengan baik jawaban pertanyaan untuk indikator-indikator tersebut. Penjabaran dari indikator-indikator diatas dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan responden di lapangan, misalnya dalam indikator kemampuan untuk menyumbangkan keterampilan untuk pengembangan kegiatan kantin kejujuran. Sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menyumbangkan keterampilan sedangkan yang lain mengatakan bahwa dia tidak memiliki keterampilan yang dapat disumbangkan. Analisis kemampuan menyumbangkan keterampilan ini diperkuat dengan pernyataan-pernyataan responden berikut : saya membantu untuk bagian pembukuan sesuai dengan

keterampilan saya dibidang pembukuan15

15

Hasil wawancara dengan Ratih, 16 tahun, tanggal 27 April 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan25

anak-anak yg mampu nyumbangin keterampilannya biar kantin kejujuran lebih maju, kan itu merupakan hal yang baik buat kemajuan kantin kejujuran juga16 Pada indikator kemampuan untuk menyumbangkan buah pikiran dalam kegiatan kantin kejujuran sebagian besar menyatakan setuju atau sebanyak 17 responden, seperti pernyataan berikut: saya ingin menyumbangkan ide tentang masalah kembalian yang susah17 Pada indikator kemampuan untuk menyumbangkan tenaga dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran sebagian besar menyatakan setuju, seperti pernyataan berikut: nggak setiap saat harus jaga, penghitungan uang juga nggak sering, jadinya gampang18 Pada indikator kemampuan dalam menyumbangkan keterampilan dalam

pengembangan kegiatan kantin kejujuran sebagian besar menyatakan mampu, dan sebagian kecil merasa tidak mampu, seperti pertanyaan berikut: soalnya nggak punya keterampilan yang berhubungan dengan kegiatan kantin kejujuran19 Pada indikator kemampuan untuk menyumbangkan uang dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran sebagian besar meyatakan mampu seperti pernyataan berikut: menyumbangkan uang lebih enak karena mudah dan praktis20

16 17

Hasil wawancara dengan Jawir, 18 tahun, tanggal 27 April 2010 Hasil wawancara dengan Esa, 17 tahun, tanggal 27 April 2010 18 Hasil wawancara dengan Jawir, 18 tahun, tanggal 27 April 2010 19 Hasil wawancara dengan Ical, 17 tahun, tanggal 27 April 2010 20 Hasil wawancara dengan Zsar, 17 tahun, tanggal 27 April 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan26

Pada

indikator

kemampuan

untuk

menyumbangkan

harta

benda

dalam

pengembangan kegiatan kantin kejujuran sebagian besar menyatakan mampu. Hal ini dibuktikan dalam pernyataan berikut: mampu aja, misalnya kayak nyumbangin buku buat pembukuan21 Pada indikator kemampuan untu berkecimpung dalam kepengurusan kegiatan kantin kejujuran sebagian besar menyatakan mampu, hal ini diperkuat oleh pernyataan: mudah aja, yang penting orang-orangnya jujur dan kerjanya itu-itu doang22 Dan berikut adalah pernyataan dari satu responden yang tidak memiliki kemampuan dalam berpartisipasi terhadap program kantin kejujuran SMAN 13 Jakarta: saya tidak memiliki kemampuan untuk menyumbangkan ketrampilan, karena saya tidak kreatif23

4.3 Tingkat Kesempatan dalam Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi Unsur atau dimensi yang terakhir dari partisipasi adalah adanya kesempatan yang dimiliki seseorang untuk berpartisipasi. Sama halnya dengan kemauan dan kemampuan, kesempatam juga terdiri dari kesempatan untuk menyumbangkan buah pikiran, tenaga, keterampilan, uang, harta benda, dan sosial.

Grafik 1.3
21 22

Hasil wawancara dengan Jawir, 18 tahun, tanggal 27 April 2010 Hasil wawancara dengan Zsa, 17 tahun, tanggal 27 April 2010 23 Hasil wawancara dengan Zsa, 17 tahun, tanggal 27 April 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan27

Kesempatan dalam Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi

K esem patan
15 10

e l t T s i x A

5 0 Kesem patan rendah 5 tinggi 15

1,9% 20,4% 27,8%

Sumber: : Olah data laporan riset mini APP Kelompok 6 Tahun 2010

Selanjutnya analisis dari dimensi kesempatan. Dari 20 responden sebanyak 15 responden atau 75% responden yang memiliki kesempatan dalam mengembangkan kegiatan kantin kejujuran dan sisanya sebanyak 5 respondenmenyatakan bahwa mereka tidak mmemiliki kesempatan dalam pengembangan kantin kejujuran. Penjabaran analisa dimensi kesempatan ini dapat dilihat dari indikator-indikator yang meliputi indikator kesempatan untuk menyumbangkan tenaga, kesempatan untuk menyumbangkan keterampilan, kesempatan menyumbangkan uang, dan lain-lain. Salah satu indikator yang digunakan yaitu dalam hal kesempatan untuk menyumbangkan pikiran, seorang responden menyatakan bahwa ia memiliki kesempatan berpartisipasi dalam kantin kejujuran dan mengatakan bahwa: ada teman sekelas yang suka minta tolong sama saya buat ngebantuin24 Sedangkan salah satu siswi mengatakan bahwa ia tidak memiliki kesempatan untuk menyumbangkan tenaga dalam pengembangan kantin kejujuran karena:

24

Hasil wawancara dengan Jawir, 18 tahun, tanggal 27 April 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan28

soalnya kantinnya kan gak perlu dijaga lagian kalau barangnya udah abis baru dihitung25 Sedangkan dalam hal indikator menyumbangkan keterampilan dalam

mengembangkan kantin kejujuran dari 20 responden, terdapat 16 responden yang mengatakan bahwa mereka memiliki kesempatan untuk menyumbangkan keterampilan bagi pengembangan kantin kejujuran berikut beberapa pernyataan responden, pernyataan pendukungnya yaitu: kesempatan ya ada, soalnya fleksibel, bisa tuker-tukeran job sama teman26 lumayan juga buat ngembangin keterampilan kita, dari pada gak digunain sama sekali kan 27 Dalam hal menyumbangkan uang dalam pengembangan kantin kejujuran terdapat 7 responden yang menyatakan tidak memiliki kesempatan dalam menyumbangkan uang terkait dengan masalah pengelolaan kantin kejujuran di SMAN 13 Jakarta, pertanyaan pendukung mengatakan bahwa: gak ada kesempatam28 gak ada uangnya juga, jajan aja pas-pasan29 Selanjutnya dalam indikator kesempatan menyumbangkan harta benda untuk pengembangan kantin kejujuran, salah satu responden berkata bahwa ia tidak mempunyai kesempatan untuk menyumbangkan harta benda yang dimilikinya sebab: soalnya modalnya dari sekolah jadi kalaupun uangnya dipakai nanti diganti sama sekolah30
25 26

Hasil wawancara dengan Dwita, 16 tahun, tanggal 27 April 2010 Hasil wawancara dengan Jawir, 18 tahun, tanggal 27 April 2010 27 Hasil wawancara dengan Risza, 16 tahun, tanggal 27 April 2010 28 Hasil wawancara dengan Ical, 17 tahun, tanggal 27 April 2010 29 Hasil wawancara dengan Bowo, 16 tahun, tanggal 27 April 2010 30 Hasil wawancara dengan Andy, 16 tahun, tanggal 27 April 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan29

Terakhir, dalam hal kesempatan untuk berkecimpung dalam kepengurusan kantin kejujuran, ada pernyataan yang mengatakan bahwa : sejauh ini belum ada regenerasi, masih kepengurusan yang kemaren31 Berikut salah satu pernyataan responden yang menyatakan bahwa ia tidak memiliki kesempatan dalam berpartisipasi terhadap kantin kejujuran : Kurang terbuka sih, jadi hanya lebih kepada OSIS32 Lalu seorang responden lain juga berkata sebagai berikut: setau aku udah ada satu guru yang ngatur siapa-siapa yang boleh masuk33

4.4 Tingkat Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi Partisipasi merupakan bagian dari Good Governance yang didalamnya mengandung pengertian nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat, kemandirian, aspek fungsional dan pemerintahan yang efektif dan efisien. Dimana partisipasi tersebut merupakan tindakan nyata oleh masyarakat untuk mendukung Good Governance melalui berbagai macam cara. Salah satu caranya adalah berpartisipasi dalam semua kegiatan atau program yang mendukung keberhasilan prinsip Good Governance. Salah satu kegiatan yang dapat mendukung yaitu program kantin kejujuran sebagai upaya pendidikan pencegahan korupsi, dimana kegiatan tersebut memiliki tujuan untuk mengajarkan nilai moral yaitu kejujuran yang harus dimiliki seseorang sejak dini, agar di suatu hari nanti generasi penerus bangsa tidak lagi melakukan tindakan korupsi dan melakukan penyimpangan dalam bentuk apapun.

31 32

Hasil wawancara dengan Ratih, 16 tahun, tanggal 27 April 2010 Hasil wawancara dengan Ical, 17 tahun, tanggal 27 April 2010 33 Hasil wawancara dengan Ratih, 16 tahun, tanggal 27 April 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan30

Di dalam partisipasi terdapat beberapa dimensi seperti dimensi kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Ketiga dimensi tersebut merupakan suatu sistem yang saling terkait satu sama lain, dimana partisipasi seseorang tidak terlepas dari semua itu.

Grafik 1.4
Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta terhadap Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi

1,9% 20,4% 27,8%

Sumber: : Olah data laporan riset mini APP Kelompok 6 Tahun 2010

Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa sebanyak 16 responden atau sebesar 80% dari total responden yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi terhadap program kantin kejujuran di SMAN 13 Jakarta, sedangkan sebanyak 6 responden atau 20% dari total responden memiliki tngkat partisipasi yang rendah terhadap program kantin kejujuran. Hasil dari tingkat partisipasi ini dapat diakumulasikan dengan melihat beberapa indikator seperti tingkat kemauan, tingkat kemampuan serta tingkat kesempatan para responden (siswa/i SMAN 13 Jakarta) terhadap program kantin kejujuran ini. Partisipasi siswa yang tinggi didukung dengan pernyataan dari siswa SMAN 13 sebagai berikut:

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan31

kantin kejujuran itukan dibentuk untuk melatih kejujuran siswa/i di SMAN ini, jadi kita sebagai siswa harus berpartisipasi untuk dapat menyukseskan pendidikan moral sejak dini di bangku sekolah. Kalau bukan siswa/inya yang memulai berpartisipasi tidak akan bisa kantin kejujuran itu dapat terus eksis sampai sekarang34 untuk kebaikan SMAN 13 dan untuk meningkatkan nilai kejujuran yang ditanamkan kepada siswa/i harus dimulai dari partisipasi siswa/i itu sendiri35 Dari kedua pernyataan responden diatas dapat kita lihat bahwa dengan adanya kesadaran tentang tujuan dibentuknya kantin kejujuran di SMAN 13 Jakarta, yaitu sebagai pendidikan moral sejak dini di bangku sekolah, maka para siswa/i tersebut memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam pelaksanaan program kantin kejujuran sebagai upaya pendidikan pencegahan korupsi. Siswi bernama Zsa contohnya meskipun dia bukan pengurus kantin kejujuran, namun dia mau berpartisipasi penuh dalam pelakasanaan program kantin kejujuran di SMAnya dikarenakan dia memiliki kesadaran bahwa kantin kejujuran dibentuk untuk meningkatkan nilai kejujuran siswa/i dan demi kebaikan SMAN 13 Jakarta itu sendiri. Kesadaran tadi akan mendukung partisipasi seseorang apabila dibarengi dengan adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan seseorang untuk berpartisipasi. Lain lagi pernyataan yang di ungkapkan oleh Dwita yang mengaku kurang berpartisipasi dalam pelaksanaan program kantin kejujuran di SMAN 13 Jakarta: saya jarang berpartisipasi dalam kepengurusan program kantin kejujuran karena gak ada waktu dan gak punya keterampilan selain itu saya sibuk kegiatan di ekstrakurikuler lain yang nantinya jadi double kesibukan, kalo soal jajan di kantin kejujurannya saya sih jarang, males ajaa, soalnya saya lebih sering jajan di kantin biasa36

34 35

Hasil wawancara dengan Indri, tanggal 27 April 2010 Hasil wawancara dengan Zsa,17 tahun, tanggal 27 April 2010 36 Hasil wawancara dengan Dwita, 17 tahun, tanggal 27 April 2010

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan32

Dari fieldnote diatas dapat kita lihat bahwa yang menjadi alasan utama siswa/i SMAN 13 Jakarta memiliki partisipasi rendah dalam pelaksanaan program kantin kejujuran adalah tidak adanya kemauan yang mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program kantin kejujuran di SMAN 13 Jakarta. Ketidakmauan tersebut dikarenakan berbagai macam alasan. Alasan utamanya adalah dikarenakan tidak memiliki kemampuan untuk ikut berpartisipasi dan belum adanya kesempatan untuk bisa berpartisipasi. Alasan terakhir adalah kurangnya kesadaran tentang tujuan dari program kantin kejujuran itu sendiri.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan33

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Tingkat Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta dalam Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi adalah tinggi. Hal ini diakibatkan oleh tingginya tingkat kemauan, kemampuan dan kesempatan Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta dalam Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran. Tingginya tingkat kemauan terhadap kegiatan kantin kejujuran ini dikarenakan siswa/siswi SMAN 13 mendukung pelaksanaan program kantin kejujuran ini, selain itu hal ini juga dikarenakan kantin kejujuran SMAN 13 ini merupakan pelopor kantin kejujuran di tingkat pendidikan SMAN, hal ini merupakan kebanggan tersendiri bagi siswa/i. tingkat kemampuan terhadap kegiatan kantin kejujuran ini dikarenakan siswa/i SMAN 13 memiliki waktu, keterampilan serta kemampuan lain yang dapat mereka sumbangkan dalam kegitan kantin kejujuran, dan yang terakhir tingkat kesempatan terhadap kantin kejujuran, dipengaruhi oleh keterbukaan dari pihak sekolah dengan melibatkan siswa/i SMAN 13 dalam kepengurusan kantin kejujuran. 5.2 Saran 1. Saran untuk pihak sekolah yakni keterbukaan yang menyeluruh dalam kepengurusan kantin kejujuran. Hal ini terkait dengan keterbukaan pihak sekolah untuk melibatkan siswa/i dalam kepengurusan kantin kejujuran. Akan tetapi sangat disayangkan keterbukaan kepengurusan ini hanya siswa/i yang mengikuti KOPSIS sedangkan siswa lain kurang diberdayakan. Alangkah baiknya pihak sekolah lebih terbuka untuk umum bagi kepengurusan, tidak hanya yang terlibat dalam KOPSIS. Saran kedua untuk pihak sekolah adalah terus berupaya untuk mensosialisasikan kepada seluruh siswa/i SMAN 13 Jakarta tentang manfaat dan tujuan dari kantin kejujuran itu sendiri, agar mereka semua mau berpartisipasi dan menyadari betapa bermanfaatnya program kantin kejujuran tersebut untuk melatih kejujuran mereka, yang nantinya akan menjadikan para siswa/i menjadi generasi penerus bangsa yang tidak akan melakukan korupsi dan tindak kecurangan dalam bentuk apapun. 2. Pemberian perhatian khusus dari pemerintah terutama masalah permodalan Kantin Kejujuran. Dalam upaya peningkatan kualitas kantin kejujuran, pemerintah telah berupaya memberikan perhatian bagi kantin kejujuran yang sukses dalam pengelolaan Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan34

nya, alangkah baiknya pemerintah memberikan bantuan modal sebagai hadiah bagi kantin kejujuran yang kegiatannya telah sukses sehingga dapat dijadikan percontohan untuk sekolah ataupun instansi lainnya.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan35

DAFTAR PUSTAKA Buku: Drehel, Axel and Christos Kotsogiannis, Corruption Around the World: Evidence from a Structural Mode. 2004 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. 1985 Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2005. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. 1985 W. Creswell, John. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. London: Sage Publiation, Inc.1994 Internet: http://diklat.sumbarprov.go.id.46.masterwebnet.com/index.php?option=com_content &task=view&id=80&Itemid=1 http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2009/12/pengertian-korupsi-dan-dampaknegatif.html http://soloraya.net/2010/01/korupsi-dan-pengertiannya/ htttp://www.pdfqueen.com/pdf/.../'pengertian-korupsi-menurut-para-ahli/

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan36

KUESIONER APP Kuesioner Nomor kuesioner : Nomor responden: Kami, Mahasiswa Program Sarjana Reguler Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, sedang mengadakan penelitian yang berjudul Tingkat Partisipasi Siswa/i SMAN 13 Jakarta dalam Pelaksanaan Program Kantin Kejujuran sebagai Upaya Pendidikan Pencegahan Korupsi dalam rangka Riset Mini Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Umum. Kami memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi menjadi penelitian kami dengan mengisi kuesioner ini. responden dalam Kami menjamin

kerahasiaan identitas responden dalam penelitian ini. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih. Petunjuk pengisian : kuesioner ini terdiri dari 3 bentuk pertanyaan, lingkari salah satu jawaban untuk pertanyaan tertutup, isi atau lingakri salah satu jawaban untuk pertanyaan setengah terbuka, dan isi jawaban untuk pertanyaan terbuka. Identitas responden 1. Jenis kelamin 2. Usia Pertanyaan filter 3. Apakah Anda mengetahui adanya kantin kejujuran di SMAN 13 1. tahu 2. tidak tahu (stop wawancara) a. Perempuan b. Laki-laki tahun

Jakarta?

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan37

Kemauan 4. Apakah Anda memiliki kemauan untuk menyumbangkan pikiran dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 5. Apakah Anda memiliki kemauan untuk menyumbangkan tenaga dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 6. Apakah Anda memiliki kemauan untuk menyumbangkan keterampilan dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 7. Apakah Anda memiliki kemauan untuk menyumbangkan uang dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 8. Apakah Anda memiliki kemauan untuk menyumbangkan harta benda dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 9. Apakah 1. Ya 2. Tidak Alasan. Kemampuan Anda memiliki kemauan untuk berkecimpung dalam kepengurusan kegiatan kantin kejujuran?

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan38

10. Apakah Anda memiliki kemampuan untuk menyumbangkan buah pikiran dalam kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 11. Apakah Anda memiliki kemampuan untuk menyumbangkan tenaga dalam kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 12. Apakah Anda memiliki kemampuan untuk menyumbangkan keterampilan dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 13. Apakah Anda memiliki kemampuan untuk menyumbangkan uang dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 14. Apakah Anda memiliki kemampuan untuk menyumbangkan harta benda dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 15. Apakah Anda memiliki kemampuan untuk berkecimpung dalam kepengurusan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. Kesempatan

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan39

16. Apakah Anda memiliki kesempatan untuk menyumbangkan pikiran dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 17. Apakah Anda memiliki kesempatan untuk menyumbangkan tenaga dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 18. Apakah Anda memiliki kesempatan untuk menyumbangkan keterampilan dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 19. Apakah Anda memiliki kesempatan untuk menyumbangkan uang dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 20. Apakah Anda memiliki kesempatan untuk menyumbangkan harta benda dalam pengembangan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan. 21. Apakah Anda memiliki kesempatan untuk berkecimpung dalam kepengurusan kegiatan kantin kejujuran? 1. Ya 2. Tidak Alasan.

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan40

Lembar Kontrol 1. Hari dan tanggal dilaksanakan 2. Nama Responden 3. Waktu wawancara dilaksanakan 4. jumlah orang yang ada : : : respoden saat wawancara

disekitar Orang 5. pertanyaan yang sulit dimengerti oleh responden, nomor . 6. Pertanyaan yang sulit dijawab oleh responden, nomor 7. Pertanyaan yang membutuhkan waktu untuk menjawab, nomor 8. Pertanyaan yang membutuhkan Probbing, nomor 9. Pertanyaan yang harus diedit 10. Hasil editing a. Diterima b. Tidak Lengkap c. Ditolak 11. Pewawancara : . Editor : : :

Laporan Penelitian Akuntabilitas Publik dan Pengawasan41

Anda mungkin juga menyukai