Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Wisata Alam Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat (Fandeli dan Mukhlison, 2000). Secara konseptual ekowisata dapat didefenisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya dalam pengelolaan yang konservatif sehinggga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat (Dirjen Pariwisata, 1995). Masyarakat Ekowisata Indonesia pada tahun 1977 mendefenisikan ekowisata sebagai suatu kegiatan perjalanan wisata yang bertangggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam serta peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar daerah tujuan ekowisata. Ekowisata yang berasaskan konservasi terhadap keanekaragaman hayati dan ekositemnya merupakan prinsip yang penting dalam visi ekowisata, ditambah dengan pemberdayaan masyarakat lokal dan pembangunan ekonomi kerakyatan dapat menjadi landasan pengembangan untuk merumuskan misi. Misi ekowisata dapat dijabarkan melestarikan alam dengan mengkonversi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Penciptaan lapangan kerja setempat, pengembangan ekonomi kerakyatan serta peningkatan pendapatan lokal maupun regional secara adil, dapat dirumuskan sebagai strategi pengembangan ekowisata yang menentukan kewilayahannya berlandaskan ekosistem dan kesatuan pengelolaannya.

Universitas Sumatera Utara

Ciri-ciri ekowisata menurut Fandeli dan Mukhlison (2000), mengandung unsur-unsur utama yaitu : 1. Konservasi 2. Edukasi dan pemberdayaan outbound 3. pemberdayaan masyarakat setempat Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengusaha ekowisata dalam kawasan hutan harus bersasaran : 1. melestarikan hutan dan kawasannya 2. mendidik semua orang untuk ikut melestarikan hutan yang dimaksud, baik pengunjung, karyawan perusahaan sendiri sampai dengan masyarakat di hutan dan sekitarnya 3. meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar dengan demikian tidak menggangu hutan

Konsep Sistem Nilai Ekonomi dan Sumber Daya Hutan Valuasi ekonomi penggunaan sumberdaya alam hingga saat ini telah berkembang pesat. Di dalam konteks ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan,perhitungan-perhitungan tentang biaya lingkungan sudah cukup banyak berkembang. Menurut Hufscmidt, et al., (1992), secara garis besar metode penilaian manfaat ekonomi biaya lingkungan adalah suatu sumberdaya alam dan lingkungan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu berdasarkan pendekatan yang berorientasi pasar dan pendekatan yang berorientasi suvey atau penilaian hipotesis yang disajikan berikut ini : 1. Pendekatan Orientasi Pasar a. Penilaian manfaat menggunakan harga pasar aktual barang dan jasa (actual based market methods) yaitu : 1) Perubahan dalam nilai hasil produksi (change in Productivity)

Universitas Sumatera Utara

2) Metode khilangan penghasilan (loss of earning methods) b. Penilaian biaya dengan menggunakan harga pasar aktual terhadap masukan berupa perlindungan lingkungan yaitu : 1) Pengeluaran pencegahan (averted defensif expenditure methods) 2) Biaya penggantian (replacement cost methods) 3) Proyek bayangan (shadow project methods) 4) Analisis keefektifan biaya c. Penggunaan metode pasar pengganti (surrogate market based methods) Barang yang dapat dipasarkan sebagai pengganti lingkungan 1) Pendekatan nilai kepemilikan 2) Pendekatan lain terhadap nilai tanah 3) Biaya perjalanan (travel cost) 4) Pendekatan perbedaan upah (wage differential methods) 5) Penerimaan kompensasi/pampasan 2. Pendekatan Orientasi Survey Adapun pendekatan ini terbagi atas : a. Pertanyaan langsung terhadap kemauan membayar (Willingness To Pay) b. Pertanyaan langsung terhadap kemauan dibayar (Willingness To Accept) Pendekatan Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost) Menurut Davis dan Jhonson (1987), pendugaan permintaan terhadap manfaat intangible seperti rekreasi dapat dilakukan dengan pendekatan metode biaya perjalanan. Secara umum, jumlah biaya perjalanan ini termasuk biaya pergi pulang ditambah dengan nilai uang dari waktu yang dihabiskan untuk perjalanan dan rekreasi tersebut. Fungsi permintaan dari daerah rekreasi akan dinilai dengan menggunakan biaya perjalanan sebagai representasi dari nilai atau harga lokasi kunjungan tersebut. Kalau lokasi

Universitas Sumatera Utara

kunjungan itu adalah barang lingkungan maka besarnya biaya perjalanan itu akan dipandang sebagai nilai yang diperoleh oleh penyediaan barang lingkungan tersebut (Yunu, 1999). Surplus konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk suatu produk dan adanya kesediaan membayar. Surplus konsumen mencerminkan manfaat yang diperoleh Karena dapat membeli semua barang dan tingkat harga rendah yang sama (Pomeroy, 1992) Selanjutnya Hufschmidt, et al (1987), menyatakan bahwa permintaan rekreasi alam, semakin jauh tempat tinggal seseorang dari suatu tempat rekreasi tertentu maka permintaan rekreasi terhadap tempat tersebut semakin rendah , dan sebaliknya bila untuk para konsumen yang tempat tinggalnya dekat dengan rekreasi maka permintaannya akan semakin meningkat. Dalam kaitannya dengan surplus konsumen, para konsumen yang datang dari tempat jauh dengan biaya mahal akan dianggap memiliki surplus konsumen yang rendah. Sebaliknya bila mereka yang bertempat tinggal lebih dekat maka dengan biaya perjalanan yang rendah akan memiliki surplus konsumen yang lebih besar. Pendekatan Metode Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay) Menurut Yakin (1997) pendugaan dalam menentukan nilai manfaat intangible suatu sumber daya alam seperti hutan yang dapat dijadikan sebagai daerah rekreasi, nilainya dapat diduga dengan memakai metode kesediaan untuk membayar (willingness to pay). Metode willingness to pay merupakan salah satu contoh dari metode valuasi contingen (Contingent Valuation Method). Metode tersebut merupakan metode yang dipakai untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa setiap orang akan memiliki preferensi yang besar tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian diasumsikan bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk

Universitas Sumatera Utara

mentransformasikan preferensi tersebut ke dalam bentuk nilai uang. Metode willingness to pay biasanya akan dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden tentang kesediaan seseorang untuk membayar pihak lain sebagai kompensasi untuk tetap memelihara hutan sehingga nilai keberadaan hutan tersebut akan tetap lestari (Yakin, 1997).

Letak Geogafis dan Topografi Secara administrarif, kawasan Permandian Sembahe termasuk dalam Desa Sembahe, Kecamatan sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan letak geografis, Desa sembahe berada pada koordinat 32029 LU- 98356 BT. Adapun batas-batas wilayah Desa Sembahe antara lain : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Timur : Desa Bingkawan : Desa Buah Nabar / Sibolangit : Desa Buah Nabar : Desa Batu Mbelin

Desa Sembahe terletak 800 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan jarak sekitar 35 km dari kota Medan dan dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar satu jam dari Medan Luas Kawasan Secara administratif Desa Sembahe memiliki area seluas 207 ha. Dengan perincian pengunaan lahan tanah sawah seluas 10 ha,tanah ladang seluas 172 ha,dan tanah

perkampungan seluas 25 ha. Keadaan iklim Desa sembahe memiliki iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di desa Sembahe. Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Jumlah penduduk sembahe adalah 1210 jiwa terdiri dari 346 Kepala Keluarga (KK), dimana jumlah Laki-laki adalah 581 jiwa dan perempuan 629 jiwa .

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat di sekitar kawasan objek wisata Sembahe adalah mayoritas karo, suku karo terdiri dari beberapa sub suku yaitu : Tarigan, Sembiring, Karo-Karo, Parangin-angin dan Ginting. Pembuka desa sembahe pertama kali adalah orang yang bermarga ketaren dan tarigan. Sebahagian besar penduduk menggantungkan kehidupan dan mata pencaharian pada sektor : 1. Pertanian a. Ladang : padi , sayur b. tanaman buah : jeruk , durian, manggis c. peternakan : babi, kerbau d. sebahagian kecil berburu Pertanian merupakan mata pencaharian utama di desa Sembahe dengan hasil utama adalah durian yang terkenal akan rasanya yang sangat khas. 2. Jasa dan perdagangan ; perdagangan hasil bumi, penyewaan pondok kecil maupun

penginapan di sekitar kawasan permandian sembahe , pedagang buah, bengkel dll. 3. Pariwisata ; permandian sembahe dan Gua Kemang merupakan daerah tujuan wisata yang paling terkenal di Desa Sembahe. Dengan adanya adanya kedua objek wisata tersebut maka banyak diantara masayarakat Desa Sembahe yang menggantungkan kehidupan perekonomian dengan membuat usaha penginapan, rumah makan, dll. 4. Pegawai pemerintahan, Guru, kuli bangunan Sektor pariwisata merupakan sektor yang dari dulu sudah berusaha dikembangkan namun belum menemukan titik keberhasilan yang cukup memuaskan. Tingkat

ketergantungan masyarakat akan keberadaan daerah kunjungan wisata belum cukup signifikan karena sektor parawisata belum cukup menjajikan dan tidak mengalami banyak perkembangan dari tahun ke tahun.

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah kabupaten Deli Serdang kelihatannya masih perlu membantu warga sembahe terutama yang mengelola objek wisata untuk menjadikan objek wisata sembahe menjadi salah satu objek wisata yang bisa meningkatkan pendapatan daerah kabupaten Deli Serdang.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai