Anda di halaman 1dari 40

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena memengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Malaria adalah penyakit infeksi utama di dunia yang menginfeksi sekitar 170-300 juta orang dengan angka kematian sekitar 1 juta per tahun di seluruh dunia. Pemahaman patogenesis malaria berat telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, belum sepenuhnya diketahui jelas dan masih banyak hal yang diperdebatkan. Selain itu, tumbuh dan menyebarnya resistensi terhadap semua obat antimalaria lapis pertama yang dipakai pada pengobatan dan pencegahan malaria telah menimbulkan masalah besar pada program

penanggulangan malaria. Maka, pada modul ini, kami berusaha mempelajari klasifikasi secara umum malaria secara klinis dan parasitologik untuk mengetahui cara yang tepat dalam pemberian pengobatan (khususnya klasifikasi klinis). Sedangkan klasifikasi parasitologik diperlukan untuk mengetahui dan menentukan jenis spesies dan derajat parasitemia.

B. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat modul ini ialah diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang malaria dan Active Case Detection.

BAB II ISI
SKENARIO Nasib Sang Peronda Malam ...

Pagi ini penduduk di daerahku dikejutkan dengan kedangan petugas Puskesmas di balai desa untuk memberikan penyuluhan serta mengambil sampel darah bagi penduduk yang merasa badannya demam. Pada kegiatan hari itu juga dokter Puskesmas memberikan pengobatan langsung terhadap penduduk yang hasil pemeriksaan darahnya positif. Memang beberapa hari belakangan ini ada beberapa tetanggaku mengalami sakit dengan keluhan demam, sakit kepala. Dokter puskesmas dalam penyuluhannya menganjurkan agar kami perlu waspada terhadap penyakit ini karena komplikasi penyakit ini dapat menyebabkan kematian, dan dari informasi penyuluhan tersebut, daerah kami termasuk daerah hijau untuk penyakit ini dengan nilai API = 0,5 . Kami untuk sementara ini sangat tidak dianjurkan untuk melakukan kegiatan diluar rumah diatas ja, 10 malam. Duh, jadi bingung.. Karena pekerjaanku seorang peronda malam.. STEP 1 Identifikasi Istilah

1. API (Annual Parasite Incidence) Angka kasus malaria yang sudah dikonfirmasi per seribu penduduk 2. Daerah hijau Kasus malaria hitungannya kecil dari satu dari 1000 penduduk yang terjangkit

STEP 2 Identifikasi Masalah

1. Kenapa sampel darah diambil hanya pada penderita yang demam? 2. Kenapa pada scenario dapat terjadi demam dan sakit kepala? 3. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan darah positif? 4. Apa diagnosa dari gejala yang ada pada skenario? 5. Apa hubungan tidak boleh keluar diatas jam 10 malam dengan diagnosa pada skenario? 6. Apa komplikasi penyakit pada skenario? 7. Pengobatan seperti apa yang diberikan kepada penduduk yang hasil pemeriksaan darahnya positif? 8. Apa saja tindakan preventif lain terhadap penyakit pada skenario? 9. Jelaskan tentangAPI! STEP 3 Brainstorming

1. Karena ketika demam antibody meningkat. Toksin sudah menyerang eritrosit, dan eritrosit sudah bias terlihat mana yang terinfeksi dan mana yang tidak untuk menegakkan diagnosa nantinya.

2. Sakit kepala : Parasit menyerang eriotrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit parasit tumbuh setelah memakan Hb oksigen tidak diangkut otak sakit kepala. Demam : Parasit dalam eritrosit melepaskan toksin malaria berupa GPI (glikosilfosfodilinositol) yang merangsang pengeluaran sitokin dari makrofag
pirogen andogen merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan

prostaglandin meningkatkan set point di hipotalamus demam.

3. Pemeriksaan darah positif untuk mengetahui ada tidaknya parasit di dalam eritrosit dan harus di test sebanyak 3 kali supaya hasilnya tepat.

4. Diagnosis dari penyakit pada skenario adalah MALARIA karena nilai API 0,05. Dilihat juga dari tes darah positif, demam dan sakit kepala. 5. Karena nyamuk anopheles betina beraktivitas pada jam 6 sore 6 pagi. Oleh karena itu tidak boleh keluar pada malam hari.

6. Komplikasi dari malaria adalah malaria cerebral, gagal ginjal, ikterus, edema paru, asidosis, hipoglikemia dan anemia kronis.

7. Pengobatan bias dilakukan dengan terapi kombinasi yaitu kombinasi artesunat + almodiakuin + primakuin. Terapi obat lini kedua bias menggunakan kina + doksiklin/tetrasiklin + primakuin.

8. Menggunakan baju lengan panjang, kurangi keluar malam, pakai kelambu berpestisida, menjaga kebersihan lingkungan, pakai obat nyamuk, datang dari luar daerah harus diberi edukasi tentang penyakit malaria pada daerah endemik malaria dan dengan kemoprofilaksis.

9. Annual Parasite Incidence digunakan untuk orang yang sudah positif terkena parasite. Bisa dihitung dengan rumus = Jumlah positif malaria x 1.000 Jumlah penduduk

STEP 4 Bagan
DIHISAP

MANUSIA

NYAMUK

PLASMODIUM MASUK ALIRAN DARAH

KOMPLIKASI GEJALA KLINIS DEMAM PAROKSISMAL SPLENOMEGALI ANEMIA DIAGNOSIS MALARIA

DIAGNOSIS BANDING

BURUK

PROGNOSIS

PENATALAKSANAAN

BAIK

STEP 5 Learning Objective 1. Mahasiswa mampu mempelajari tentang Malaria yang meliputi tentang defenisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosa, diagnosa banding, komplikasi, penatalaksaan, pencegahan dan juga tentang prognosisnya. 2. Mahasiswa mampu mempelajari tentang Active Case Detection yang meliputi AMI, API, CFR, ABER, SPR, PR, SR.

STEP 6 Belajar Mandiri Pada step ini masing-masing anggota diskusi melakukan proses belajar mandiri sehubungan dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan pada step 5 untuk mengetahui lebih dalam terhadap materi yang akan dibahas pada diskusi kelompok kecil (DKK) 2.

STEP 7 Diskusi

MALARIA
Defenisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang dibawa oleh vektor nyamuk anopheles betina, bisa terjadi secara akut maupun kronik juga bisa tanpa atau dengan adanya komplikasi dan dari pemeriksaan darah ditemukan parasit pada sel darah merah.

Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia. Termasuk

genus plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptile dan 22 pada binatang primate). Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (Benign Malaria) dan Plasmosium falciparum yang menyebabkan ,alaria tropika (Maligna Malaria). Plasmodium malariae pernah juga dijumpai tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, Pulau Timor, Pulau Owi (utara Irian Jaya).

Epidemiologi
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika (bagian Selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Lebih dari 1.6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun. Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei, dan Australia. Negara tersebut terhindar dari malaria karena vektor kontrolnya baik, walaupun demikian dinegara tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang import karena pendatang dari negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria. P.falciparum dan P.malariae umumnya dijumpai pada semua negara dengan malaria : di Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya P.falciparum; P.vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya P.falciparum dan P. Vivax. P. ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke utara, Maluku, Irian Jaya, dan dari Lombok sampai Nusa Tenggara Timur serta Timor

Timur merupakan daerah endemis malaria dengan P. falciparum dan P.vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau, Jambi dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.

Patogenesis
Infeksi malaria pada manusia dimulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia, dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony atau pre-erythrocytes schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk Plasmodium falciparum dan 15 hari untuk Plasmodium malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuklah schizont hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. Pada Plasmodium vivax dan ovale, sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria. Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada Plasmodium vivax, reseptor ini berhubungan dengan factor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk Plasmodium falciparum diduga suatu glicophorins, sedangkan pada Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring, pada Plasmodium falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigment yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastic dan dinding

berubah lonjong, pada P.falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam proses cytoadherence dan resetting. Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P.falciparum, P.vivax, dan P.ovale ialah 48 jam, sedangkan pada P.malariae adalah 72 jam. Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan bila nyamuk menghisap darah manusia yang terinfeksi, maka akan terjadi siklus seksual di dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak yaitu ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi matur dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusi Setelah melalui jaringan hati, P.falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke sel RES di limpa dan mengalami fagositosis dan filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh P.falciparum. Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor pejamu (host). Yang termasuk dalam factor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor pejamu adalah tingkat endemitas daerah tempat tinnggal, genetic, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring-eythrocyte surface

antigen) yang menghilangkan setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich-Protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GP1 (glikosilfosfatidilinosotol) yang merangsang pelepasan TNF- dan interleukin-1 (IL1) dari makrofag. Dasar timbulnya penyakit pada infeksi plasmodium falsiparum adalah adanya proses hipoksia akibat obstruksi dari pembuluh darah organ dalam. Mekanisme

obstruksi dapat melalui serangkaian peristiwa yaitu cytoadherens, sequestration, dan rosetting. 1. Sitoadherensi Ialah perlekatan antara EP (bentuk aseksual parasit dalam eritrosit) stadium matur pada permukaan endotel vaskular. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak di permukaan endotel vaskular. Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif disebut PfEMP-1 (Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane Protein-1). Molekul adhesif di permukaan sel endotel vaskular adalah CD36, trombospondin, ICAM-1, VCAM-1, ELAM-1, dan glycosaminoglycan chondroitin sulfate A. 2. Sekuestrasi Sitoadheren menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P. Falciparum yang mengalami sekuesterasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit.

10

3. Rosetting Ialah bekelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penderita malaria ini sangat beragam, dari yang tanpa gejala sampai dengan yang berat. Di daerah endemis malaria, manifestasi klinis tersebut sudah sangat dikenal oleh tenaga kesehatan bahkan penderita dapat mendiagnosis penyakitnya sendiri. Pada daerah non endemis diperlukan pengalaman untuk mengarah ke diagnosis malaria antara lain pengetahuan epidemiologis, status malaria daerah asal atau tempat tinggal, mengetahui riwayat tindakan medis yang pernah didapat (transfuse darah, suntikan), riwayat penyakit dan berpergian dari penderita tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinis tersebut antara lain : 1) Status kekebalan yang biasanya berhubungan dengan tingkat endemisitas tempat tinggalnya. 2) Beratnya infeksi (kepadatan parasit). 3) Jenis dan strain Plasmodium (spesies, resisten obat antimalaria atau Chesson strain). 4) Status gizi. 5) Sudah minum obat antimalaria. 6) Keadaan lain penderita (bayi, hamil, orang tua, menderita sakit lain dan lain-lain. 7) Faktor genetik (HbF, defisiensi G6PD, ovalositosis dan lainlain).

11

Biasanya penderita yang tinggal atau berasal dari daerah endemis telah mempunyai kekebalan terhadap malaria sehingga manifestasi klinisnya lebih ringan dibandingkan penderita yang tidak kebal. Oleh sebab itu malaria berat sering didapatkan pada penderita tidak kebal bahkan dapat berakibat fatal. Secara umum, bila kepadatan parasit tinggi, biasanya risiko menjadi malaria berat lebih besar. Walaupun demikian tidak jarang didapatkan penderita malaria berat dengan kepadatan parasit rendah dan sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena manifestasi klinis malaria dipengaruhi oleh banyak faktor. Malaria berat umumnya disebabkan oleh P. falciparum. Di samping itu malaria falsiparum merupakan jenis malaria yang telah dilaporkan resisten terhadap klorokuin maupun multidrug. Manifestasi klinis penderita yang sudah minum obat antimalaria atau minum profilaksis biasanya dapat lebih ringan atau menjadi tidak jelas. Pada penderita dengan defisiensi G6PD dapat disertai dengan hemoglobinuria. Anak-anak, ibu hamil dan orang tua, biasanya lebih rentan terhadap infeksi. Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan abortus, kematian janin, bayi lahir mati, berat badan lahir rendah, malaria kongenital, partus sulit, anemia, gangguan fungsi ginjal dan hipoglikemia. Infeksi malaria lebih sulit terjadi pada penderita dengan HbF, defisiensi G6PD, dan ovalositosis.

Manifestasi umum malaria Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodic, anemia, dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada nasing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit punggung, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan, dan kadang-kadang dingin. Gejala klasik yang sering terjadi pada malaria yaitu:

12

1. Periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung, seluruh badan bergetar, gigi-gigi saling terantuk, temperature meningkat. 2. Periode panas : wajah merah, nadi cepat, panas badan tetap tinggi beberapa jam. 3. Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperature turun dan penderita merasa sehat. Trias malaria sering terjadi pada infeksi P. vivax, pada p. falciparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemic pada anakanak dan ibu hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia ialah : 1. Pengrusakkan eritrosit oleh parasit 2. Hambatan eritropoesis yang sementara 3. Hemolisis karena proses complement mediated immune complex 4. Eritrofagositosis 5. Penghambatan pengeluaran retikulosit Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan metabolism, antigenic dan rheological dari eritrosit yang terinfeksi. Dijumpainya riwayat demam dengan anemia dan splenomegali merupakan petunjuk untuk diagnosa infeksi malaria khususnya di daerah endemik. Dikenal beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah : a) Serangan primer

13

Yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita. b) Periode laten Yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi di antara 2 keadaan paroksismal. Periode laten dapat terjadi sebelum serangan primer ataupun sesudah serangan primer dimana parasit sudah tidak ada di peredaran darah tapi infeksi masih berlangsung. c) Recrudescense Yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi sesudah periode laten dari serangan primer. d) Recurrence Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer. Keadaan ini juga menerangkan apakah gejala klinik disebabkan oleh kehidupan parasit berasal dari bentuk di luar eritrosit (hipnozoit) atau parasit dari bentuk eritrositik. e) Relapse Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodic dari infeksi primer. Istilah relaps dipakai untuk menyatakan berulangnya gejala klinik setelah periode yang lama dari masa laten sampai 5 tahun dan biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk di luar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.

14

Untuk memudahkan penatalaksanaan penanganan kasus malaria, manifestasi klinis dikelompokkan menjadi : A) Malaria ringan atau tanpa komplikasi Malaria ini umumnya disertai gejala dan tanda klinis yang ringan terutama sakit kepala, demam, menggigil dan mual serta tanpa kelainan fungsi organ. Kadangkadang dapat disertai dengan sedikit penurunan trombosit dan sedikit peningkatan bilirubin serum. Gejala-gejala klinis ini juga sering dijumpai oleh peneliti-peneliti lain. Gejala dan tanda klinis lain yang juga dapat ditemukan adalah pusing, pucat, tak nafsu makan, muntah, sakit perut, diare, lemah, myalgia, hepatomegali dan splenomegali. Biasanya penderita malaria ringan dirawat jalan dan tidak memerlukan tindakan khusus. Pencarian kasus dan pengobatan malaria ringan dapat dilakukan oleh kader kesehatan melalui Pos Obat Desa (POD). B) Malaria berat atau dengan komplikasi Malaria berat adalah malaria falsiparum yang cenderung menjadi fatal atau malaria dengan komplikasi dimana kemungkinan penyakit lain sudah dapat disingkirkan. Lebih kurang 10% dari penderita malaria falsiparum adalah malaria berat dengan angka kematian 18,8 40,0%. Patofisiologi malaria berat sangat kompleks dan tergantung pada sistem organ yang terkena. Dikenal beberapa hipotesis yang sedang berkembang yaitu : a) Cytoadherence Yang dimaksud dengan cytoadherence adalah adanya perlekatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit stadium lanjut dengan sel enditel pembuluh kapiler (endothelial cytoadherence). Di samping itu juga terjadi perlekatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit stadium lanjut dengan eritrosit normal, dan dikenal dengan rosette form. Perlekatan tersebut mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah kapiler dan

15

menghambat aliran darah ke pembuluh darah kapiler akhir karena terbentuknya sloughing, sequestration dan roset. Proses tersebut menyebabkan terjadinya edema dan hipoksia karena adanya kebocoran kapiler dan aliran darah berkurang. Sequestration dapat terjadi pada semua penderita malaria, sedangkan pembentukan roset hanya pada penderita dengan kerusakan organ. Oleh sebab itu manifestasi klinis malaria berat lebih berkaitan dengan pembentukan roset daripada sequestration. b) Reaksi berlebihan dari sistim kekebalan Malaria berat juga dapat terjadi karena sistim kekebalan penderita bereaksi berlebihan dan sebagai perantara kerusakan sel (saraf, hati dan ginjal) melalui produk toksik dari sel kekebalan (makrofag) yaitu sitokin antara lain Tumor Necrosing Factor (TNF), Inter Leukin I (IL I), IL VI dan lain-lain. Pengeluaran TNF dirangsang oleh produk parasit yang dikeluarkan pada waktu eritrosit yang terinfeksi pecah. Kelainan tubuh yang diakibatkan oleh TNF adalah demam, peradangan, perubahan keadaan mental, trombositopenia, depresi fungsi sumsum tulang dan merangsang sel kebal untuk mengeluarkan produk tambahan. Salah satu produk toksik tambahan dari makrofag adalah nitrik oksid (NO) yang dirangsang pengeluarannya oleh TNF. NO adalah gas yang larut dengan bebas menembus sel membrane sehingga dapat melewati blood-brain barrier. NO berfungsi sebagai neurotransmitter dan merupakan komponen yang berperan pada reaksi kekebalan terhadap parasit dalam sel, sehingga dapat membunuh sel hati yang terinfeksi malaria (stadium preeritrositik).

Manifestasi Klinis malaria tertiana

16

Masa inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang sampai 20 hari. Pada hari-hari pertama panas irregular, kadang-kadang remiten atau interrmiten, pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu, tipe panas jadi intermiten dan periodic setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi pada waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal pada 7-14 hari. Pada minggu ke-2 limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu ke-5, panas mulai turun secara krisis. Pada malaria vivax, manifestasi klinik dapat berlangsung secara berat tapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5. Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivax rendah, tapi morbiditasnya tinggi Karena sering terjadi relaps.

Manifestasi klinis malaria malariae Masa inkubasi 18-24 hari. Mnifestasi klinis seperti pada malaria vivax, hanya berlangsung ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan parasitemia sangat rendah, <1%. Komplikasi jarang terjadi. Recrudescense sering terjadi pada plasmodium malariae, parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer, sedangkan bentuk di luar eritrosit tidak terjadi pada P.malariae.

Manifestasi klinis malaria ovale Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi 11-16 hari, serangan paroksismal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka p.ovale tidak akan tampak di darah tepi, tetapi plasmodium lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hamper sama dengan malaria vivax, lebih

17

ringan, puncak panas lebih rendah dan berlangsung pendek, dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat diraba.

Manifestasi klinis Malaria Tropika/ M. falciparum Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bnetuk eritrosit. Gejala prodormal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri belakang/ tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit sulit ditemukan pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan tidak periodic, sering terjadi pada hiperperiksia dengan temperatur di atas 40 derajat celcius. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat walaupun temperature normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, dan diare menjadi berta dan diikuti kelainan paru. Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin, dan Krista yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.

Diagnosis Banding
A. Malaria Inkomplikata Demam merupakan salah satu geala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada system respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam dengue, infeksi bacterial lainnya seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, tuberculosis. Pada daerah hyperendemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak menunjukkan gejala klinis malaria. B. Malaria Komplikata

18

Pada malaria berat diagnosa banding tergantung manifestasi malaria beratnya. Pada malaria dengan ikterus, diagnosa banding ialah demam tifoid dengan hepatitis. Kolestisitis, abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis saat timbul ikterus biasanya tidak dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya. Seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolic (diabetes, uremi), gangguan serebro-vaskular (stroke), eklamsia, epilepsy, dan tumor otak.

Diagnosis
Tiga unsur penegakkan diagnosis malaria adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, dan uji laboratorium. Anamnesis meliputi: Keluhan utama Riwayat tinggal dan perjalanan ke daerah endemis Riwayat sakit malaria Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir Riwayat transfusi darah

Sementara pemeriksaan fisik meliputi: Demam Konjungtiva atau telapak tangan pucat Splenomegali Hepatomegali

19

Walaupun demikian, penegakkan diagnosis pasti malaria didasarkan pada penemuan adanya plasmodium dalam darah tepi. Pemeriksaan pada saat penderita demam dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan darah negatif tidak berarti menyingkirkan diagnosis malaria karena apabila penderita pernah mendapat pengobatan di dalam darahnya mungkin mengandung parasit dalam jumlah kecil. Hasil ini disebut negatif palsu. Pemeriksaan darah tepi yang ada yaitu: 1. Tetesan preparat darah tebal Cara ini adalah cara terbaik untuk menemukan parasit malaria. Pemeriksaan dilakukan selama 5 menit dan dinyatakan negatif bila setelah pemeriksaan 100 lapangan pandang dengan perbesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Cara ini terutama digunakkan untuk menilai kepadatan parasit dengan intepretasi sebagai berikut: + : 1-10 parasit per 100 lapangan pandang ++ : 11-100 parasit per 100 lapangan pandang +++ : 1-10 parasit per satu lapang pandang ++++ : 11-100 parasit per satu lapang pandang Selain itu dapat juga dilakukan hitung parasit dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah leukosit/l 200

2. Tetesan darah tipis Pemeriksaan ini digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium. Hitung jumlah parasit dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah eritrosit/l Total eritrosit dalam 25 lapangan pandang

Bila jumlah parasit >100.000/ul darah menandakan infeksi berat. Hitung jumlah parasit ini berguna untuk menentukan prognosis. 3. Tes antigen : P-F test Tes ini berguna untuk mendeteksi antigen dari plasmodium falciparum (Histidin Rich Protein II). Selain itu juga ada deteksi untuk P. Vivax dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium dengan cara immunochromatographi. Tes ini telah beredar di pasaran dengan nama

20

OPTIMAL yang dapat digunakan untuk membedakan infeksi falciparum dan vivax. 4. Tes serologi Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:2000 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes > 1:20 dinyatakan positif. 5. Pemeriksaan PCR (polymerase Chain Reaction) Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifisitasnya tinggi. Keunggulan tes ini adalah dapat mendeteksi parasit dalam jumlah minimal, tetapi pemeriksaan PCR belum dipakai sebagai alat pemeriksaan rutin. Diagnosis berdasarkan asam nukleat menggunakan molekul DNA reporter untuk mendeteksi rangkaian DNA atau RNA spesifik yang dimiliki parasit tertentu.

Komplikasi
1. Malaria Serebral Patogenesis malaria serebral paling banyak diteliti, tetapi hal ini justru semakin membingungkan. Ada banyak hipotesis mengenai patogenesis malaria serebral, diantaranya: a. Menurut the sludging hypothesis, malaria serebral terjadi karena sumbatan mikrosirkulasi serebral oleh eritrosit terinfeksi parasit dan toksin yang dihasilkannya. b. Menurut hipotesis permeabilias, edema serebri terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler akibat berbagai mediator sehingga plasma bocor ke ekstravaskular. c. Menurut hipotesis mekanis, malaria serebral terjadi akibat sumbatan mekanis pada mikrosirkulasi akibat penurunan kemampuan deformitas eritrosit terinfeksi sewaktu melewati kapiler karena sel menjadi kaku, namun pendapat ini sekarang tidak dianut lagi karena mempunyai banyak

21

kelemahan. Sekarang obstruksi mikrosirkulasi diyakini sebagai akibat dari sekuesterasi parasit karena sitoadherens. Obstruksi ini menyebabkan hipoksia dan iskemia otak. d. Hipotesis imunologis menyatakan bahwa kelainan neurologis terjadi

karena reaksi sistem imun berlebihan di otak sehingga menimbulkan vaskulitis. Saat ini diyakini bahwa mekanisme terjadinya malaria serebral bersifat multifaktorial, yaitu meliputi berbagai proses. 2. Anemia Anemia berat sering ditemukan terutama pada anak-anak kurang dari 3 tahun. Hal ini disebabkan oleh 2 hal utama, yaitu penghancurkan eritrosit yang terinfeksi parasit (hemolisis) dan gangguan produksi eritrosit dalam sumsum tulang (diseritropoeisis). Hemolisis terjadi akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi oleh sistem RES di limpa karena deformitas eritrosit yang kaku sehingga tidak dapt melewati sinusoid limpa atau dapat juga disebabkan oleh imun. Sideritropoeisis mungkin diperantarai oleh sitokin, terutama TNF dan IFN- yang dapat menggangu produksi eritrosit. 3. Gangguan ginjal akut Kelainan ginjal sebagaian besar disebabkan oleh hipovolemi pada kelainan prerenal. Kelainan yang sering ditemukan adalah gangguan ginjal akut akibat nekrosis tubular akut. Kelainan yang jarang ditemukan adalah hemoglobinuria, methemoglobinuria, mioglobinuria. 4. Kelainan organ lain Hipoglikemia disebabkan oleh hiperinsulinemia karena kina atau kinidin, peningkatan konsumsi glukosa oleh sel inang maupun parasit dan gangguan glukoneogenesis dan glikogenolisis akibat pengaruh sitokin dan aktivasi iNOS. Mekanisme terjadinya edema paru non kardiak masih belum jelas, dapat karena pemberian cairan yang berlebihan atau karena peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan kebocoran plasma. Ikterus masih belum diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi dapat disebabkan oleh hemolisis, disfungsi hepar, kolestatik intrahepatal atau

22

hemolitik mikroangiopatik akibat koagulasi intravaskular diseminata. Tetapi dugaan terkuatnya adalah disfungsi hepar terjadi karena penurunan aliran darah hepar oleh sekuesterasi parasit pada sinusoid daerah portal dan karena vasokonstriksi pembuluh darah portal.

Penatalaksanaan
A. Pengobatan penderita malaria Secara global WHO telah menetapkan dipakainya ACT (Artemisinin base Combination Therapy) dalam pengobatan malaria sebagai pengobatan utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Artemisin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit, dan efektif terhadap semua spesies. Pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy) Penggunaan golongan artemisininsecara monoterapi akan

mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base Combination Therapy. Kombinasi obat ini berupa kombinasi tetap (fixed dose) dan kombinasi tidak tetap (non fixed dose). Kombinasi dosis tetap lebh memudahkan pemberian pengobatan. Contohnya ialah 1. Co-Artem yaitu kombinasi antara artemeter (20 mg)+lumefrantine (120mg), dengan dosis 4 tablet 2x1 hari selama 3 hari. 2. Artekin yaitu kombinasi dihidroartemisinin (40 mg) + piperakuin (320 mg), dengan dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam masing-masing 2 tablet.

23

Kombinasi ACT yangtidak tetap misalnya: 1. Artesunat + meflokuin 2. Artesunat +amodiakin 3. Artesunat + klorokuin 4. Artesunat + sulfadoksin,pirimetamin 5. Artesunat + chlorproguanil-dapson (CDA,Lapdap plus) 6. Dihidroartemisinin + piperakuin +trimetthoprim (Artecom) 7. Artecom+primakuin (CV8) 8. Dihidroartemisinin+naptokuin Pengobatan Malaria Tanpa komplikasi I. Malaria Falsiparum Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah Artemisinin Combination Therapy (ACT). Pada saat ini pada program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yatu: 1. Artesunat-Amodiaquin 2. Dihidroartemisin-Piperaquin (khusus Papua dan wilayah tertentu) Lini Pertama Artesunat+ Amodiakuin+Primakuin a. Kemasan Artesunat+Amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blister amodiakuin terdiri dari 12 tablet @200 mg= 153 mg amodiakuin basa dan blister artseunat terdiri dari 12 tablet @50 mg. Obat kombinasi diberikan peroral selama 3 hari dengan dosis tunggal sebagai berikut : -Amodiakuin biasa = 10 mb/kgbb -Artesunat=4 mg/kgbb

24

b.Kemasan artesunat+Amodiakuin terdiri dari 3 blister (setiap hari 1 blister untuk dosis dewasa), setiap blister terdiri dari: - 4 tablet artesunate @50 mg - 4 tablet amodiaquin @150 mg Primakuin yang beredar diIndonesia dalam bentuk tablet berwarna coklat kecoklatan yang mengandung 25 mg garam yang setara 15 mg basa. Primakuin diberikan peroral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/kgbb yang diberikan kepada: - Ibu hamil - Bayi <1 tahun - Penderita defisiensi G6 PD

Lini pertama lainnya: Dihydroartemisinin + Piperaquin + Primakuin (saat ini khusus digunakan untuk daerah Papua)

25

Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak efektif dimana ditemukan gejalan klinis memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali

(rekrudensi).

Lini kedua Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Kina tablet Tablet kina yang beredar di Indonesia sekarang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan secara per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mb/kgbb/kali selama 7 hari Doksisiklin

26

Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50 mg dan 100 mg Doksisiklin HCL. Doksisiklin diberikan 2 kali per hari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/kgbb sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin dapat digunakan tetrasiklin. Tetrasiklin Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung 250 mg atau 500 mg tetrasiklin Hcl. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kgbb/kali. Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak umur <8 tahun dan ibu hamil. Primakuin Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal yang dapat diberikan untuk kina 9 tablet dan primakuin 3 tablet.

27

II.

Malaria vivaks, malaria ovale dan malariae malariae

Malaria vivaks dan ovale Pengobatan malaria vivaks dan ovale saat ini menggunakan ACT (Artemisinin Combination Therapy) yaitu Artesunat + Amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin, yang mana DHP saat ini digunakan di Papua

28

Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum, dimana perbedaannya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgbb . Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit aseksual sejak hari ke-7. Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat: a. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif b. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke-14 (kemungkinan resisten). c. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual kembali timbul antara hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten,relaps, atau infeksi baru).

Lini kedua Malaria Vivaks Kina+Primakuin Dosis kina 30 mg/kgbb/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan. Dosis primakuin adalah 0,25 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 14 hari, tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi <1 tahun dan penderita defisiensi G6 PD. Kombinasi ini bisa digunakan kepada penderita malaria vivax yang resisten terhadap pengobatan ACT.

29

Pengobatan Malaria yang Relaps Pengobatan malaria yang relaps dengan primakuin yang dosisnya ditingkatkan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari. Khusus penderita defisiensi enzim G6-PD pengobatan diberikan secara mingguan.

Pengobatan Malaria malariae Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari dengan dosis yang sama dengan pengobatan malaria lainnya.

Pengobatan Malaria Mix (P.Falciparum+P.vivax) dengan Artemisin Combination Therapy (ACT) Pengobatan malaria mix diberikan pengobatan dengan ACT selama 3 hari serta pemberian primakuin pada hari I dengan dosis 0,75 mg/kgbb dilanjutkan hari 2-14 primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgbb.

30

atau

31

Pengobatan terhadap penderita suspek malaria oleh kader Untuk di daerah terpencil dan jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan yang hanya dilayani oleh kader, maka kader tersebut dapat menggunakan obat untuk mengatasi gejalayaitu paracetamol. Pasien segera dirujuk ke Pustu atau Bidan desa untuk pemeriksaan RDT dan pengobatan ACT (dengan konfirmasi)

Pencegahan
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang nonimun, khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemo-profilaksis yang dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk

32

menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara : 1) tidur degan kelambu sebaiknya dengan kelambu impreganted (dicelup dengan pestisida : paramethrin atau deltrametrhin). 2) Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitos repellents) : gosok, spray, asap, elektrik; 3) Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus memakai proteksi (baju lengan panjang, kaus/stocking). Nyamuk akan menggigit di antra jam 18.00 sampai 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2000 m; 4) Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk. Bila akan digunakan kemoprofilaksis perlu diketahui sensitifitas plasmodium ditempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitive ( seperti Minahasa ) cukup profilaksis dengan 2 tablet klorokuin ( 250 mg klorokuin difosfat ) tiap 1 minggu sebelum berangkat dan 4 minggu setelah tiba kembali. Profilaksis juga dipakai pada wanita hamil di daerah endemis atau pada individu yang terbukti imunitasnya rendah ( sering terinfeksi malaria ).pada daerah dengan resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin 100 mg/hari atau mefloquin 250mg/minggu atau klorokuin 2 tablet per minggu ditambah proguanil 200 mg / hari. Obat baru yang dipakai untuk pencegahan yaitu primakuin dosis 0,5 mg/kgBB/hari;Etaquin, Atovaquoen / proguanil ( Malarone) dan azitromycn. Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain padamasing-masing bentuk stadium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah P.Falciparum sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk rpoteksi tehadap P.Falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra hepatic), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit. Vaksin bentuk aseksual yang pernah dicoba ialah SPF-66 atau yang dikenal sebagai vaksin Patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini tidak dapat dibuktikan manfaatnya. Vaksin sporozoit bertujuan mencegah sporozoit menginfeksi sel hati sehingga

33

diharapkan infeksi tidak terjadi. Vaksin ini dikembangkan melalui ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada manusia tampaknya memberikan

perlindungan yang bermanfaat, walaupun demikian uji lapangan sedang dalam persiapan. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal adalah vaksin yang multi-stage (sporozoit, aseksual), multivalent (terdiri dari beberapa antigen) sehingga memberikan respon multi-imun. Vaksin ini dengan teknologi DNA akan diharapkan memberikan respon terbaik dan harga kurang mahal. Selain itu, juga ada metode yang digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit, atau untuk melindungi individu-individu di daerah di mana malaria endemik, termasuk obat-obatan profilaksis, pemberantasan nyamuk, dan pencegahan gigitan nyamuk.

Prognosis
1. Prognosis malaria berat bergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15 % ,dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. 3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ. a. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah >50 %. b. Mortalitas dengan kegagalan 4 fungsi organ atau lebih adalah 75 % c. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: Kepadatan parasit <100.000/mikroliter maka mortalitas <1 % Kepadatan parasit >100.000/mikroliter maka mortalitas >1 % Kepadatan parasit >500.000/mikroliter maka mortalitas >50%.

34

Parameter Pengukuran Epidemiologi Malaria

Untuk mengetahui kejadian dan pola suatu penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi dalam masyarakat, kita harus mempunyai alat atau metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah dan distribusi penyakit tersebut. Dalam studi epidemiologi yang paling utama diperlukan adalah alat pengukuran frekuensi penyakit. Pengukuran frekuensi penyakit tersebut dititik beratkan pada angka kesakitan dan angka kematian yang terjadi dalam masyarakat. Frekuensi penyakit dalam epidemiologi biasanya dalam perbandingan antara populasi. Alat yang biasa digunakan adalah rate dan ratio. Adapun ukuran-ukuran yang dipakai khususnya dalam penyakit malaria adalah sebagai berikut :

Annual Parasit Incidence (API)

Adalah angka kesakitan per 1.000 penduduk dalam satu tahun, jumlah sediaan darah positif dibandingkan dengan jumlah penduduk, dinyatakan dalam permil (0/00). API = Jumlah penderita SD positif dalam satu tahun x 1.000 Jumlah penduduk tahun tersebut

Annual Malaria Incidence (AMI)

Adalah angka kesakitan (malaria klinis) per 1.000 penduduk dalam satu tahun yang dinyatakan dalam permil(0/00). AMI = Jumlah penderita malaria klinis dalam satu tahun x 1.000 Jumlah penduduk tahun tersebut

Case Fatality Rate (CFR)

35

Adalah ukuran angka kematian (kematian yang disebabkan oleh malaria falciparum) dibandingkan dengan jumlah penderita-penderita malaria jenis parasit P. falciparum pada periode waktu yang sama.

CFR = Jumlah penderita meninggal karena malaria falciparum pada periode waktu tertentu Jumlah penderita malaria falciparum pada periode waktu yang sama x 100%

Annual Blood Examination Rate (ABER)

Adalah jumlah sediaan darah yang diperiksa terhadap semua penduduk dalam satu tahun yang dinyatakan dalam persen (%). ABER = Jumlah SD yang diperiksa dalam satu tahun x 100% Jumlah penduduk tahun tersebut

Slide Positif Rate (SPR)

Adalah persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa yang dinyatakan dalam persen (%). SPR = Jumlah sediaan darah positif Jumlah seluruh sediaan darah yang diperiksa x 100%

Parasite Rate (PR)

Adalah sama dengan SPR tetapi Parasite Rate (PR) ini digunakan pada kegiatan survei malariometrik pada anak berumur 0-9 tahun. PR = Jumlah sediaan darah positif x 100%

Jumlah seluruh sediaan darah yang diperiksa

36

Spleen Rate (SR)

Adalah adanya pembesaran limpa pada golongan umur tertentu terhadap jumlah penduduk yang diperiksa limpanya pada golongan umur yang sama dan tahun yang sama yang dinyatakan dalam persen (%). SR= Jumlah anak (2- 9 tahun) yang mengalami pembesaran limpa x 100% Jumlah anak (2- 9 tahun) yang diperiksalimpanya

Stratifikasi Daerah Malaria

Dalam kegiatan pemberantasan malaria, maka dibuat stratifikasi daerah malaria berdasarkan :

1. Stratifikasi Berdasarkan Insidens Malaria

a. AMI

AMI yaitu jumlah penderita malaria klinis di suatu wilayah pada setiap 1.000 penduduk di wilayah tersebut dalam satu tahun. AMI digunakan untuk daerah yang berada di luar Jawa-Bali. Pembagiannya yaitu : 1. Low Malaria Incidence, yaitu AMI < 10 kasus per 1.000 penduduk 2. Medium Malaria Incidence, yaitu AMI 10-50 kasus per 1.000 penduduk 3. High Malaria Incidence, yaitu AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk

b. API

37

API yaitu jumlah penderita malaria berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di suatu wilayah pada setiap 1.000 penduduk di wilayah tersebut dalam satu tahun. API digunakan untuk daerah yang berada di Jawa-Bali. Pembagiannya yaitu: 1. Low Parasite Incidence, yaitu API < 1 kasus per 1.000 penduduk 2. Medium Parasite Incidence, yaitu API 1-5 kasus per 1.000 penduduk 3. High Parasite Incidence, yaitu API > 5 kasus per 1.000 penduduk

2. Stratifikasi Berdasarkan Prevalens Malaria

Didapatkan dari hasil pemeriksaan sediaan darah (SD) positif dari kegiatan survey malariometrik, maka daerah malaria dapatdibagimenjadi : a. Low Prevalence Area (LPA), yaitu PR < 2% b. Medium Prevalence Area (MPA), yaitu PR 2-4% c. High Prevalence Area (HPA), yaitu PR > 4%.

38

BAB III PENUTUP


Kesimpulan Malaria adalah suatu penyakit infeksi pada manusia yang tergolong tertua diantara penyakit infeksi lainnya. Malaria terbanyak di kawasan bagian Timur beserta Jawa dan Bali. Parasit penyebab malaria pada manusia dikenal ada empat spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium Vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium Ovale. Menurut klasifikasi organisme, mereka termasuk subfilum sporozoa yang termasuk family Plasmodiae dan genus Plasmodium. Plasmodium mempunyai siklus hidup yang kompleks karena selain mengalami pergantian generasi seksual dan aseksual juga mengalami pergantian hospes. Generasi seksual terjadi di dalam tubuh nyamuk sedangkan generasi aseksual terjadi di tubuh manusia. Plasmodium Vivax atau dikenal sebagai malaria tertiana jauh lebih ringan manifestasi kliniksnya dan jarang menimbulkan kematian dibandingkan Plasmodium falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat bahakan kematian. Plasmodium Ovale merupakan plasmodium yang terringan dan jarang ditemukan karena malaria Ovale ini dapat sembuh sendiri tanpa adanya pengobatan. Plasmodium malariae juga merupakan malaria yang tidak berarti tetapi dapat menyebabkan nefrotik.

39

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Malaria di Indonesia. 2008; p:11-18,36 FKUI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III Harijanto, P.N., Gunawan, Carta A., Nugroho Agung. 2009. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Jakarta: EGC. Sudoyo, Aru W., et all. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing. Sardjono, Teguh W., Fitri, Loeki Enggar. 2006. Malaria Mekanisme Terjadinya Penyakit dan Pedoman Penanganannya. Malang: Universitas Brawijaya.

40

Anda mungkin juga menyukai