Anda di halaman 1dari 4

NEUROBIOLOGI ENDOMETRIOSIS

Endometriosis merupakan penyebab terbanyak nyeri pelvis kronis pada wanita Peningkatan gejala sepanjang siklus menstruasi yang dialami sebagian besar wanita dengan endometriosis, termasuk sensasi viseral yang abnormal dan nyeri campuran yang berbeda-beda, mengindikasikan adanya viscero-visceral hyperalgesia dan kemungkinan terjadinya nyeri neuropati. Ada beberapa mekanisme yang berperan pada nyeri endometriosis. Mekanisme pertama adalah aktivasi nosiseptor oleh mediator inflamasi pada jaringan endometriosis. Mekanisme kedua adalah nosiseptor yang tadinya "silent" atau tidur pada endometrium atau peritonium normal menjadi sensitif akibat terjadinya inflamasi didaerah sekitar nosiseptor, sedangkan mekanisme ketiga adalah pertumbuhan nosiseptor menyebabkan terbentuknya sambungan-sambungan saraf nosiseptor yang banyak. Kemungkinan bahwa persistent nociceptive input dari jaringan endometrial tidak hanya menyebabkan sensitisasi periferal, tetapi juga sensitisasi sentral akibat peningkatan kemampuan reaksi dorsal horn neurons yang diinervasi jaringan-jaringan visera dan somatik. Kata Kunci : endometriosis, nyeri pelvis, nosiseptor, sensitisasi saraf pusat, neuropati Visceral nociceptor Nosiseptor ditemukan pada sebagian besar jaringan, termasuk jaringan viseral. Namun begitu, keberadaan nosiseptor pada organ visera, termasuk organ reproduktif, kadang-kadang masih diperdebatkan. Penyebabnya adalah karena para klinisi masih kesulitan untuk menyingkirkan nyeri yang berasal dari organ interna. Contohnya, Lewis mengatakan "korpus uteri dapat dipotong atau dibakar, ligamentum rotundum dapat dipotong tanpa menimbulkan rasa nyeri sama sekali". Hal ini dapat terjadi karena nosiseptor pada organ interna umumnya merupakan silent nociceptor. Nosiseptor dalam kedaan normal tidak bereaksi terhadap rangsangan yang bersifat termis atau mekanik yang intens. Namun, apabila jaringan disekitarnya mengalami inflamasi, nosiseptor menjadi sensitif dan bereaksi terhadap berbagai rangsangan yang diterimanya seperti tekanan, distensi atau panas. Hal ini berarti beberapa nosiseptor hanya bereaksi ketika terjadi proses patologi disekitarnya. Contohnya, appendik dalam keadaan normal dapat dipotong tanpa menimbulkan rasa nyeri sama sekali. Namun bila terjadi proses peradangan disekitar appendik, timbul rasa nyeri yang luar biasa. Tidak diragukan lagi bahwa nosiseptor terdapat pada organ visera, termasuk organ reproduktif. Hal ini didukung dengan bukti adanya nosiseptor pada uterus dan servik. Bukti ini didasarkan pada catatan elektrofisiologi dan immunocytochemical labelling dari substansi-Pada dan calcitonin gene-related peptide pada serat saraf uterus. Nosiseptor dan endometriosis Banyak ditemukan bukti-bukti terbaru bahwa endometriosis menimbulkan perubahan pada nosiseptor uterus. Contohnya, ditemukannya serabut saraf tidak bermielin berukuran kecil yang banyak pada lapisan fungsional endometrium penderita endometriosis. Serabut-serabut saraf ini kemungkinan merupakan nosiseptor dan tidak ditemukan pada wanita yang bukan penderita endometriosis. Didapatkan bukti bahwa nosiseptor dapat menembus lesi endometriosis pada wanita dan juga kista endometriosis pada percobaan tikus. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa terdapat pertumbuhan nosiseptor yang abnormal pada lesi endometriosis peritoneal dan endometrium. Pertumbuhan saraf tersebut kemungkinan disebabkan oleh peningkatan kadar nerve growth factor (NGF), karena pada penelitian-penelitian ditemukan kadar NGF yang lebih tinggi pada jaringan endometriosis dibandingkan endometrium normal.

Faktor imunitas dan inflamasi pada nyeri endometriosis Endometriosis dideskripsikan sebagai suatu proses inflamasi pelvis dengan perubahan fungsi sel imun dan peningkatan jumlah activated macrophages pada daerah peritonium yang menghasilkan berbagai produk seperti growth factors dan sitokin . Lesi endometriosis sendiri menghasilkan sitokin proinflamasi seperti interleukin-8 (IL-8), yang menarik makrofag dan sel-T ke dalam peritonium dan memperantarai respon inflamasi. Konsentrasi beberapa kemokin (seperti MCP-1; monocyte chemoattractant protein 1) meningkat pada cairan peritonium penderita endometriosis. Observasi ini dapat menjelaskan ditemukannya sel inflamasi pada endometriosis. Sel-sel imun seperti sel mast dan makrofag, growth factors seperti NGF, dan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF) dan IL-4 terbukti berkontribusi pada terjadinya nyeri persisten, terutama nyeri neuropati. Telah ditemukan adanya peningkatan jumlah sel mast teraktivasi dan terdegranulasi di sekitar lesi endometriosis, bahkan tak jarang didekat serabut saraf serta adanya peningkatan konsentrasi activated macrophages dalam cairan perotonium penderita endometriosis. Adanya imunoreaktifitas yang intens terhadap NGF dilaporkan terjadi didekat kelenjar endometrium pada lesi endometriosis peritonium, walaupun peningkatan ekspresi NGF pada jaringan endometriosis ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan endometrium normal . NGF diketahui berperan pada terjadinya nyeri inflamasi yang persisten. Keterlibatan IL-6 pada nyeri endometriosis masih diperdebatkan. Hal ini disebabkan karena beberapa penelitian menemukan adanya peningkatan konsentrasi IL-6 dalam cairan peritonium penderita endometriosis, sedangkan pada beberapa penelitian lainnya, tidak ditemukan adanya perbedaan konsentrassi IL-6 dalam cairan peritonium antara penderita endometriosis dan yang bukan penderita. Konsentrasi TNF dalam cairan peritonium lebih tinggi pada wanita penderita endometriosis dibandingkan pasien-pasien dengan anatomi pelvis normal, walaupun konsentrasi sitokin dalam cairan peritonium tidak memiliki korelasi dengan gejala nyeri atau severitas endometriosis Namun begitu, diduga bahwa TNF merupakan salah satu faktor penting dalam patogenesis dan keberadaan endometriosis. Peran faktor ini terhadap nyeri kronis telah diketahui sejak dulu. Adanya bukti signifikan yang menunjukkan proses inflamasi pada endometriosis dapat menimbulkan ekspektasi bahwa obat-obat antiinflamasi non steroid (NSAID) dapat menghilangkan nyeri pada penderita. Sayangnya, NSAID hanya memberikan efek yang parsial. Dismenorhea yang terjadi dapat dikurangi tetapi nyeri pelvis kronis kurang responsif terhadap pemberian NSAID. Nyeri pelvis kronis yang timbul pada endometriosis mirip dengan nyeri neuropati, dimana efek pemberian NSAID pada kedua nyeri ini sama-sama mengecewakan. Endometriosis diduga merupakan suatu penyakit autoimun. Pemikiran ini didukung dengan ditemukannya aktivasi polyclonal B-cell yang abnormal, peningkatan jumlah limfosit T dan B dalam cairan peritonium dan darah tepi dibandingkan kontrol dan serum konsentrasi autoantibodi dan antibodi IgG dan IgM yang tinggi pada endometrium. Endometriosis menunjukkan banyak gambaran penyakit autoimun, termasuk peningkatan kadar sitokin, dan nyeri yang umumnya timbul pada kelompok penyakit ini. Studi pendahuluan modifikasi imun dengan menggunakan metrotrexate dan hydroxychloroquine menunjukkan hasil yang positif pada wanita dengan nyeri pelvis kronis dan marker serum inflamasi yang abnormal. Hormon dan nyeri pada endometriosis Endometriosis merupakan estrogen-dependent oleh karena itu terapi konvensional mencoba mengurangi gejala endometriosis dengan menurunkan kadar estradiol. Akan tetapi, mekanisme yang pasti bagaimana estrogen menimbulkan endometriosis masih belum jelas dan supresi

estrogen memberikan efek yang berbeda-beda. Pengurangan kadar estrogen dengan GNRH analog dapat mengurangi nyeri terutama jika digunakan secara bersamaan dengan hormone replacement therapy. Pemberian aromatase inhibitor yang dapat mencegah biosintesis estrogen pada endometriosis dilaporkan juga efektif untuk mengurangi nyeri. Walaupun begitu, percobaan dengan menggunakan obat-obatan lain seperti raloxifene dan fulvestrant tidak memberikan hasil yang menggembirakan. Percobaan raloxifene (selective estrogen receptor modulator) dihentikan karena menimbulkan outcome yang tidak diinginkan, sedangkan percobaan dengan fulvestrant (estrogen receptor antagonist) masih belum dilaporkan hasilnya. Estrogen tidak mempunyai efek langsung pada nosiseptor sehingga bagaimanakah supresi produksi estrogen endogen dapat mengurangi nyeri endometriosis?. Ada beberapa mekanisme yang mungkin terjadi. Estrogen menstimulasi produksi prostaglandin, dimana peran dalam menimbulkan rasa nyeri telah diketahui. Estrogen juga meningkatkan kadar NGF pada uterus. NGF merangsang pertumbuhan nosiseptor dan juga dapat berperan terhadap timbulnya nyeri persisten. Keterlibatan sistem saraf pusat pada endometriosis Penelitian terbaru pada tikus dengan endometriosis, dimana potongan lapisan uterus ditranplantasikan ke dalam abdomen dan membentuk kista, menunjukkan bahwa hiperalgesia vaginal terjadi berdasarkan kista yang terbentuk. Kista-kista ini (seperti uterus) diinervasi oleh serabut-serabut simpatis dan serabut sensoris C dan A. Serabut saraf ini menghubungkan implan secara langsung dengan sistem saraf pusat melalui saraf splanchnic dan vagus sehingga timbul dugaan bahwa hiperalgesia vaginal pada tikus ini melibatkan mekanisme pusat persarafan. Hiperalgesia yang terjadi diduga melibatkan interaksi visero-viseral dan tampaknya dimediasi secara sentral karena kista umumnya tumbuh pada tempat yang jauh dari kontrol vagina. Indikasi lain yang menunjukkan bahwa sensitisasi sentral mungkin berperan pada nyeri endometriosis adalah terjadinya peningkatan intensitas dan luas daerah nyeri pada penderita endometriosis dibandingkan kontrol, setelah diinjeksikan larutan salin pada otot tangan mereka. Nyeri yang timbul mungkin merupakan manifestasi dari hipereksitabilitas sentral dan dapat menjelaskan timbulnya rasa nyeri yang luas pada pasien endometriosis. Sensitisasi sentral diketahui memegang peranan penting pada nyeri neuropati. Manajemen nyeri pada endometriosis Eksisi secara laparaskopik endometriosis dan terapi farmakologi dengan antagonis GnRH, hormon progesteron sintetis atau danazol (androgen-like synthetic steroid) lebih efektif mengatasi endometriosis dibandingkan plasebo. Akan tetapi, medikasi yang bertujuan untuk menurunkan kadar estrogen ini, tidak efektif mengurangi nyeri pada sebagain besar penderita endometriosis dan secara signifikan terbukti mempunyai efek samping. Rekurensi gejala nyeri tetap tinggi, baik sebelum terapi medis maupun sesudah operasi laparaskopi, dan nyeri dapat berlangsung atau rekuren bahkan setelah dilakukan eksisi komplit lesi endometriosis. Disamping itu, tingkat keparahan endometriosis yang dinilai dengan laparaskopi juga tidak mempunyai hubungan yang berarti dengan pengurangan nyeri. Faktor-faktor ini mengesankan bahwa adanya faktor nyeri lain yang timbul pada endometriosis. Diduga bahwa pada sebagian besar penderita endometriosis, proses inflamasi yang terjadi pada endometriosis menyebabkan sensitisasi nosiseptor dan saraf pusat. Tindakan eksisi lesi dan supresi estrogen tidak akan cukup untuk mengurangi nyeri yang timbul. Oleh karena itu

penatalaksanaan nyeri dengan terapi antiinflamasi dan penanganan nyeri neuropati perlu dipertimbangkan. Amitriptilin dan gabapentin secara luas telah digunakan pada terapi nyeri neuropati dan telah menunjukkan hasil yang efektif pada wanita dengan nyeri pelvis kronis yang sukar disembuhkan dengan operasi, tramadol atau metamizol. Kesimpulan Tampaknya ada beberapa mekanisme yang berperan pada nyeri endometriosis. Mekanisme pertama adalah aktivasi nosiseptor oleh mediator inflamasi pada jaringan endometriosis. Mekanisme kedua adalah nosiseptor yang tadinya "silent" atau tidur pada endometrium atau peritonium normal menjadi sensitif akibat terjadinya inflamasi didaerah sekitar nosiseptor, sedangkan mekanisme ketiga adalah pertumbuhan nosiseptor menyebabkan terbentuknya sambungan-sambungan saraf nosiseptor yang banyak. Semua mekanisme ini mengakibatkan peningkatan potensial aksi nosiseptor yang berlebihan dan aktivasi saraf spinal yang lebih besar sehingga terjadi sensitisasi sentral. Mekanisme ini mirip dengan mekanisme yang mendasari timbulnya nyeri neuropati. Oleh karena itu, boleh jadi sangatlah berguna bila menganggap nyeri endometriosis ini sebagai nyeri neuropati, walaupun adanya lesi primer atau disfungsi sistem saraf belum jelas.

Anda mungkin juga menyukai