Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN AMI (ACUTE MIOCARD INFARCTION)

Disusun oleh :
VIVI NOVIA MARNIS P 174206120105

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN KARDIOVASKULER SEMARANG 2013

ACUTE MIOCARD INFARCTION (AMI) A. DEFINISI Infark miocardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002). Miokard infark merupakan kematian jaringan miokard akibat penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup (Samsul, 2011).

B. PATOFISIOLOGI Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006). Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006). Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan

fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price, 2006). Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005). Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005). Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005). Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001). Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri

koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda (Selwyn, 2005).

C. ETIOLOGI (kasuari, 2002) Faktor penyebab: Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor : Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis. Spasme Arteritis

Faktor sirkulasi : Hipotensi Stenosos aurta insufisiensi

Faktor darah : Anemia Hipoksemia polisitemia

Curah jantung yang meningkat : Aktifitas berlebihan Emosi Makan terlalu banyak Hypertiroidisme

Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :

Kerusakan miocard Hypertropimiocard Hypertensi diastolic

Faktor predisposisi : Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah : Usia lebih dari 40 tahun Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause Hereditas Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

Faktor resiko yang dapat diubah : Mayor :


Hiperlipidemia Hipertensi

Merokok Diabetes Obesitas Diet tinggi lemak jenuh, kalori Minor: Inaktifitas fisik Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif). Stress psikologis berlebihan.

D. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala infark miocard (TRIAS) adalah: a) Nyeri
5

Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri). Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG). Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri). b) Laborat Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007). Troponin T Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000). Troponin C berikatan dengan ion Ca2+ dan berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot jantung. Berat molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot. Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal dalam hal

komposisi imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identik (Tarigan, 2003). Kompleks troponin, tropomiosin, aktin dan myosin. Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi pada sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang merupakan prekursor tempat pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin dalam bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi dalam darah (Rottbauer, 1996). Keberadaan cTnT dalam darah diawali dengan keluarnya cTnT bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak. Selanjutnya cTnT yang berikatan dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutukan waktu lebih lama (Antman, 2002). Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar cTnT pada infark miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang terikat pada miofibril. Oleh sebab itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya (Tarigan, 2003). Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversible atau irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat Universitas Sumatera Utara mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel ke dalam interstisium yang mungkin disebabkan rusaknya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intrasel disebabkan proses glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan aktifasi enzim proteolitik menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi protein terikat. Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaaan ini berlangsung terus menerus selama 30

jam sampai persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan kadarnya turun (Tarigan, 2003). Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari (Ramrakha, 2006). cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar 0.03 g/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada (McCann, 2009).

CKMB (creatinin kinase isoenzyme MB) Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4 - 6 jam, memuncak dalam 12 - 24 jam, kembali normal dalam 36 - 48 jam.

LDH (lactate dehydrogenase)/HBDH Meningkat dalam 12 - 24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal

AST (aminotransferase)/SGOT Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6 - 12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hal.

c) EKG

Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).

E. JENIS-JENIS ATAU MACAM-MACAM

Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain: 1. Infark miokard tipe 1 Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi. 2. Infark miokard tipe 2 Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard. 3. Infark miokard 3 Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat. 1. Infark miokard tipe 1 2. Infark miokard tipe 2 3. Infark miokard tipe 3 4. Infark miokard tipe: a. 4a Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard. b. Infark miokard tipe 4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis. 5. Infark miokard tipe 5 Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

F. TINDAKAN MEDIS Terapi 1. Menghilangkan faktor pemberat

2. Mengurangi faktor resiko 3. Sewaktu serangan dapat dipakai 4. Penghambat Beta 5. Antagonis kalsium 6. Kombinasi

Unstable Angina Pectoris Disebabkam primer oleh kontraksi otot polos pembuluh koroner sehingga mengakibatkan iskemi miokard. Patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah variant (prinzmental). Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja. Pada waktu serangan didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan fisik pada penderita ini oleh karena dapat mencetuskan aritmia yang berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik nuklir kita dapat melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark. Terapi: a. Nitrogliserin subligual dosis tinggi. b. Untuk frokfikaksis dapat dipakai pasta nitrogliserin, nitrat dosis tinggi ataupun antagonis kalsium. c. Bila terdapat bersama aterosklerosis berat, maka diberikan kombinasi nitrat, antagonis kalsium dan penghambat Beta. d. Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau coronary by Pass Graff Surgery (CBGS)

Infark miokard akut (IMA) Gambaran Klinis:

10

Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal. Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina, tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tersebut dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya. Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut). Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope sangat jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi. Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu, rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala-gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.

11

Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahanlahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama. Pengobatan: Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas. Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak. Untuk sakit diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV. Pethidin kurang efektif dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia. Obat ini banyak dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis 25-50 mg dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan.

Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus tachycardia dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV. Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark. Nitrat baik sublingual maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama. Nifedipin,C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang. Istirahat, pemberian O2,diet kalori rendah dan mudah dicernakan dan pasang infus untuk siap gawat. Pemberian anti koagulan hanya pada penderita yang harus dimobilisasi agak lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar 60-70% dari infark tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang dimodifikasikan. Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar diperiksa arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh darah koronernya agar dapat ditentukan sikap yang optimal. 1. Upaya menurunkan kebutuhan 02 miokard dengan cara : a. B.Blocker
12

b. menurunkan afterload penderita dengan hipertensi c. Membantu sirkulasi dengan IABC 2. Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran kolateral ditingkatkan sehingga persediaan 02 miokard meningkat. . 1. Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue plasminogen activator (Actylase) . 2. Calcium antagonist 3. Peningkatan perfusi koroner dengan IABC Streptokinase intra vena memberi thrombolyse dalam 50% para penderita bila diberikan dalam waktu 6 jam sesudah timbul gejala infark. Dosis : 250.000 U dalam 10 Menit, diikuti dengan infus dengan dosis antara 850.000 sampai 1.700.000 U selama 1 jam. Sebaiknya diberikan Hydrocortison IV-l00 mg sebelum streptokinase diberikan. Heparin diberikan 2 jam sesudah streptokinase infus berakhir.(2,3,12,13) Actylase, recombinant human tissue-type plasminogen activator (rtPA) . Actylase adalah suatu bahan thrombolitik yang unik dengan teknologi DNA rekombinan dan dinyatakan sebagai bahan yang mampu menghambat terjadinya oklusi pembuluh darah koroner dengan cara menyebabkan lysisnya thrombus sebelum terjadi infark jantung total. Bahan ini mempunyai sifat spesifik dimana tidak mempengaruhi proses koagulasi sistemik. Disamping itu bahan ini tidak menyebabkan allergi karena berasal dari protein manusia secara alami. Untuk mendapatkan bahan ini secara alami tentu tidak mudah, karena untuk mendapat 1 gr human tissue plasminogen acti vater dibutuhkan 5 ton jaringan manusia. Cara membuatnya adalah dengan teknik Recombinant DNA dan metode fermentasi sel jaringan. (genetic engineering). Cara kerja actylase adalah fibrin spesifik dan berikatan dengan fibrin guna mengaktifkan perobahan plasminogen menjadi plasmin. Afinitasnya besar pada fibrin dan tidak aktif di darah. Kerja actylase cepat yaitu 1-2 menit setelah pemberian 10 fig. Indikasi: Thrombo-oklusi koroner, pulmoner, deep vein thrombosis peripheral arterial occlusion.
13

G. PATHWAY (terlampir)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. EKG Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis b. Enzim Jantung. CPKMB, LDH, AST c. Elektrolit. Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi d. Sel darah putih Leukosit (10.000 - 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi e. Kecepatan sedimentasi Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI, menunjukkan inflamasi. f. Kimia Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ acut atau kronis g. GDA Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru acut atau kronis. h. Kolesterol atau Trigliserida serum Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI. i. Foto dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler. j. Ekokardiogram

14

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. k. Pemeriksaan pencitraan nuklir Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik l. Pencitraan darah jantung (MUGA) Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah) m. Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi. n. Digital subtraksion angiografi (PSA) Teknik yang digunakan untuk menggambarkan pembuluh darah yang mengarah ke atau dari jantung o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR) Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah. p. Tes stress olah raga Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

I. PENGKAJIAN PRIMER Pengkajian Primer yang perlu dilakukan pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark) antara lain: 1) Airways

15

Sumbatan atau penumpukan secret Wheezing atau krekles 2) Breathing Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat Respirasi lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal Ronchi, krekles Ekspansi dada tidak penuh Penggunaan otot bantu nafas 3) Circulation Nadi lemah , tidak teratur Takikardi Tekanan Darah meningkat / menurun Edema Gelisah Akral dingin Kulit pucat, sianosis Output urine menurun

J. PENGKAJIAN SEKUNDER. Sedangkan pengkajian sekunder pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark): 1. Aktifitas Gejala Tanda 2. Sirkulasi : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, jadwal olah raga tidak teratur : Takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas

16

Gejala 3. Tanda :

:Riwayat IMA sebelumnya, Penyakit arteri koroner, Masalah tekanan darah, Miabetes mellitus.

a. Tekanan darah: Dapat normal / naik / turun b. Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri c. Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia) d. Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel e. Murmur : Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung f. Friksi ; dicurigai Perikarditis g. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur h. Edema : Distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel i. Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran mukossa atau bibir 4. Integritas ego a. Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi tacut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga b. Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri 5. Eliminasi Tanda : normal, bunyi usus menurun 6. Makanan atau cairan a. Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar

17

b. Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan 7. Hygiene Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan 8. Neurosensori a. Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat ) b. Tanda : perubahan mental, kelemahan 9. Nyeri atau ketidaknyamanan a. Gejala : i. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral) ii. Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
iii. Kualitas : "Crushing ", menyempit, berat, menetap, tertekan,

seperti dapat dilihat iv. Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 - 10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. v. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia
10. Pernafasan:

a. Gejala: i. Dispnea tanpa atau dengan kerja ii. Dispnea nocturnal iii. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
iv. Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis

b. Tanda :

18

i. Peningkatan frekuensi pernafasan

ii. Nafas sesak / kuat iii. Pucat, sianosis iv. Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum
11. Interkasi social

a. Gejala : i. Stress

ii. Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS b. Tanda : i. Kesulitan istirahat dengan tenang ii. Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, tacut) iii. Menarik diri

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan yang mungkin muncul pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark) antara lain sebagai berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan

arteri 1. Ditandai dengan : 1. Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran 2. Wajah meringis 3. Gelisah 4. Delirium 5. Perubahan nadi, tekanan darah. 2. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama ......di RS 3. Kriteria Hasil: 1. Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1 2. Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang 3. Tidak gelisah

19

4. Nadi 60 - 100 x / menit 5. Tekanan Darah 120/80 mmHg 4. Intervensi : 1. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut. 2. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat. 3. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi. 4. Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya (2 - 4 lt/menit) 5. Monitor tanda-tanda vital (Nadi & tekanan darah) tiap dua jam. 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolarkapiler (atelektasis, kolaps jalan nafas / alveolar, edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif) 1. Ditandai dengan : 1. Dispnea berat 2. Gelisah 3. Sianosis 4. Perubahan GDA 5. Hipoksemia 2. Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS. 3. Kriteria hasil : 1. Tidak sesak nafas 2. Tidak gelisah 3. GDA dalam batas Normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) 4. Intervensi : 1. Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan 2. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll. 3. Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.

20

4. Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien 5. Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan / kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah. 3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria 1. Ditandai dengan : 1. Daerah perifer dingin 2. EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu 3. Respirasi lebih dari 24 x/ menit 4. Kapiler refill Lebih dari 3 detik 5. Nyeri dada 6. Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru (tidak selalu) 7. Tekanan Darah > 120/80 mmHg, Analisa Gas Darah dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg 8. Nadi lebih dari 100 x/ menit 9. Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL 2. Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS. 3. Kriteria Hasil: 1. Daerah perifer hangat 2. Tidak sianosis 3. Gambaran EKG tidak menunjukan perluasan infark 4. Respirasi 16 - 24 x/ menit 5. Tidak terdapat clubbing finger 6. Kapiler refill 3 - 5 detik 7. Nadi 60 - 100x / menit 8. Tekanan Darah 120/80 mmHg 4. Intervensi : 1. Monitor Frekuensi dan irama jantung 2. Observasi perubahan status mental 3. Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa 4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya 5. Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi 6. Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA (Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2). Dan Pemberian oksigen

21

4. Kelebihan

volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma. 1. Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS 2. Kriteria Hasil : 1. Tekanan darah dalam batas normal 2. Tidak ada distensi vena perifer / vena dan edema dependen 3. Paru bersih 4. Berat badan ideal (BB ideal TB -100 10 %) 3. Intervensi : 1. Ukur masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan 2. Observasi adanya oedema dependen 3. Timbang Berat Badan tiap hari 4. Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler 5. Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuretik. 5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miocard 1. Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama....x 24 jam di RS 2. Kriteria Hasil : 1. Tidak ada edema 2. Tidak ada disritmia 3. Haluaran urin normal 4. Tanda Tanda Vital dalam batas normal 3. Intervensi : 1. Pertahankan tirah baring selama fase acut 2. Kaji dan laporkan adanya tanda - tanda penurunan COP, Tekanan Darah 3. Monitor haluaran urin 4. Kaji dan pantau Tanda-tanda Vital tiap jam 5. Kaji dan pantau EKG tiap hari 6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan 7. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi 8. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis 9. Berikan makanan sesuai diitnya 10. Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan)

22

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard 1. Ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum 2. Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS 3. Kriteria Hasil : 1. klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien 2. Frekuensi jantung 60 - 100 x/ menit 3. Tekanan Darah 120 - 80 mmHg 4. Intervensi : 1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan Tekanan Darah selama dan sesudah aktifitas 2. Tingkatkan istirahat (di tempat tidur) 3. Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat. 4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah mkan. 5. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter. 7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis 1. Tujuan : cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS 2. Kriteria Hasil : 1. Klien tampak rileks 2. Klien dapat beristirahat 3. TTV dalam batas normal 3. Intervensi : 1. Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas 2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman 3. Ajarkan tehnik relaksasi 4. Minimalkan rangsang yang membuat stress 5. Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan 6. Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincangbincang dengan suasana tenang 7. Berikan support mental 8. Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi

23

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang

fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang, kebutuhan perubahan pola hidup 1. Ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah 2. Tujuan : Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS 3. Kriteria Hasil : 1. Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung, rencana pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi merugikan 2. Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat. 4. Intervensi : 1. Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll. 2. Beri penjelasan factor resiko, diet (Rendah lemak dan rendah garam) dan aktifitas yang berlebihan, 3. Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava 4. Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.

24

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 9. Jakarta: EGC Elliott M. Antman,Eugene Braunwald. (2005). Acute Myocardial Infarction;Harrisons Principles of Medicine 15th edition, page 1-17

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang: Poltekes Semarang PSIK Magelang Lily Ismudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran. Hal 173-181. Jakarta: Universitas Indonesia Lumanau J. (2004). Hiperhomosisteinemia. Meditek. Jakarta: FK Ukrida Samsuls handout. 2011. Acut Coronary Syndrome http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000195.htm http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc guidelines/GuidelinesDocuments/guidelines-AMI-FT.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai