Anda di halaman 1dari 1

Itu HIV/AIDS

HIV/AIDS dari hari ke hari semakin meningkat. Menurut perkiraan Komisi Penanggulangan ADIS Nasional, setiap hari terdapat lebih dari 5000 orang berusia 15 24 tahun mengidap HIV dan AIDS, hampir 1800 penderita HIV di bawah usia 15 tahun tertular dari ibunya dan sekitar 1400 anak di bawah usia 15 tahun meninggal akibat HIV. Perhatian untuk menanggulangi masalah HIV dan AIDS bukan hanya di Indonesia, tetapi juga telah menjadi perhatian dunia, sehingga tanggal 1 Desember ditetapkan sebagai Hari AIDS Dunia agar seluruh komponen bangsa dan masyarakat sadar akan bahaya virus tersebut. Tema peringatan Hari AIDS se-duna tahun 2007 adalah kepemimpinan dengan mengangkat sub tema, Stop AIDS, Keteladanan dan Kasih Sayang. Sementara slogan yang dikumandangkan adalah Stop AIDS, Tepati janji. Sebagai mitra kerja pemerintah yang banyak menangani masalah ketahanan keluarga, penunjukkan Kepala BKKBN sebagai ketua penyelenggara HIV/AIDS di Indonesia tahun ini sungguh tepat. Penanganan penyebaran HIV dan AIDS di Indonesia sebenarnya telah dilakukan oleh berbagai sector pemerintah, swasta, masyarakat dna organisasi kemasyarakatan sesuai dengan tugas pokok masingmasing. Namun demikian, kualitas, kuantitas, keterpaduan dan kebersamaannya masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya HIV dan AIDS perlu dukungan dan partisipasi dari berbagai sector terkait, baik instnasi pemerintah, swasta, LSM, tokoh agama, tokoh masyaakat maupun kelompok masyarakat peduli AIDS agar masyarakat menyadari dan berupaya melindungi diri dan keluarganya dari ancaman HIV dan AIDS. Dalam program ketahanan keluarga yang merupakan salah satu program utama BKKBN, keberhasilan dalam menangani ancaman virus HIV/AIDS sangat menentukan keberhasilan program pokok lainnya.

Jika belum mengidap HIV/AIDS sebaiknya menghindar dari perilaku seksual yang menyimpang. Bukancuma uang yang dipertaruhkan, seorang Odha akan mengalami depresi mental karena perlakuan tak mengenakkan dari lingkungan sosialnya.

Contoh, pengaturan keluarga melalui penggunaan alat kontrsepsi, kelestarian pasangan usia subur menggunakan salah satu macam alat kontrasepsi sebagai usaha pencegahan kehamilan untuk mendukung program pencukupan jumlah anak yang telah dimiliki, akan terganggu bila salah satu anaknya diketahui terjangkit HIV/AIDS yang terancam kematian. Karena secara manusiawi ada keinginan untuk mendapatkan calon pengganti bila salah seorang anaknya akan meninggal atau ketahanan fisik dna mentalnya terganggu. Juga bisa dipastikan bila salah seorang keluarganya (anak atau orangtuanya sendiri) terjangkit virus HIV/ AIDS. Penangananya akan membutuhkan biaya, waktu, tenaga dan fikiran yang tidak sedikit. Pada akhirnya akan mengganggu kesejahteraan keluarga yang merupakan salah satu program pokok keluarga berencana. Memang Indonesia masih masuk kategori low level. Tetapi harus diingat, beberapa daerah sudah masuk kategori concentrated level karena terdapat kasus HIV/AIDS melebihi 5 persen. Bahkan Papua telah dikhawatirkan telah masuk kategori generized level karena diperkirakan sekitar 43 persen infeksi HIV baru di Papua terjadi pada ibu-ibu yang sebagian besar bukan pekerja seks komersil. Contoh kasus lainnya adalah kota Bandung di Jawa Barat. Pengidap virus mematikan di kota kembang ini telah meningkat lebih dari 40 persen dari tahun 2005, yakni dari 550 penderita membengkak menjadi 799 penderita hingga akhir Juni 2006, 2 diantaranya adalah ibu hamil. Dr Aris Ananta, Ekonom Demografi UI, pernah memperkirakan satu orang orang dengan HIV/AIDS (Odha) di Indonesia rata-rata membutuhkan biaya pengobatan dan perawatan sekitar Rp 33 juta per tahun atau 28 kali pendapatan per kapita bangsa ini. Sementara ahli ekonomi kesehatan FKM UI, Dr Ascobat Gani, MPH pernah menghitung kasus AIDS menyebabkan hilangnya 25 tahun masa kerja. Oleh karena itu, jika belum mengidap HIV/AIDS sebaiknya menghindar dari perilaku seksual yang menyimpang. Bukancuma uang yang dipertaruhkan, seorang Odha akan mengalami depresi mental karena perlakuan tak mengenakkan dari lingkungan sosialnya. Padahal, tidak semua Odha berperilaku buruk. Apalagi saat ini, mulai banyak ibu-ibu rumah tangga baik-baik, terinfeksi HIV/AIDS dari suaminya. *) Penulis adalah pemerhati masalah perempuan.
Gemari Edisi 83/Tahun VIII/Desember 2007
45

Anda mungkin juga menyukai