Anda di halaman 1dari 2

.

Ada sebuah masa ketika setiap kali ada ledakan bom di London, tuduhan pertama biasanya tertuju pada Irish Republican Amy (IRA) suatu organisasi bersenjata yang berjuang mempersatukan Irlandia. Pada waktu peperangan masih berkecamuk, penduduk Inggris selalu diwanti-wanti agar tidak membuka langsung surat atau paket yang mereka terima bila berasal dari Irlandia karena ada kekhawatiran itu berisi bom. Pangeran Charles pernah menerima paket berisi bom itu pada Mei 1981. Seorang pegawai pos yang curiga melihat bentuknya lantas mengontak Scotland Yard. Surat itu dikirim oleh suatu organisasi yang menyebut dirinya English Republican Association yang diduga punya hubungan dengan IRA. Surat semacam itu juga dikirimkan kepada PM Margaret Thatcher dan dua anggota parlemen Inggris. Nama IRA memang sulit dilepaskan dari sebutan 'teroris. Apalagi aksinya selalu dengan kekerasan tidak hanya di Irlandia dan Inggris tapi juga di berbagai kota benua Eropa. Salah satu operasinya yang cukup menonjol adalah pembunuhan terhadap Duta Besar Inggris di Belanda, Sir Richard Skyes, Maret 1979. Ia tewas ketika sebuah bom meledak di mobilnya. Peristiwa lain yang cukup mengejutkan adalah pembunuhan terhadap Lord Mountbatten, sepupu Ratu Elizabeth, yang begitu dicintai rakyat Inggris karena kepahlawanannya selama Perang Dunia II. Mountbatten waktu itu berusia 79 tahun, sedang berlibur bersama keluarganya ke desa pantai Mullaghmore, dekat Teluk Donegal di barat laut Irlandia. Sebagai orang yang gemar memancing, ia sering berlibur ke situ. Suatu hari dalam Agustus 1979, ia kembali melayari Teluk Donegal. Baru beberapa ratus meter dari pantai, kapal pesiarnya Shadow V tiba-tiba meledak. Begitu tersiar kabar Lord Mountbatten dan lima, anggota keluarganya tewas, IRA langsung mengeluarkan pernyataan di Belfast. IRA bertanggungjawab terhadap pembunuhan Lord Mountbatten, kata pernyataan itu. Operasi ini salah satu cara yang bisa kami lakukan untuk mengingatkan rakyat Inggris bahwa negara kami diduduki secara berkepanjangan. Sejarah perjuangan IRA tergolong panjang. Didirikan pada 1919, IRA menggantikan gerakan Sukarelawan Irlandia suatu organisasi nasionalis militan yang lahir enam tahun sebelumnya. Tujuan IRA semula adalah membebaskan Irlandia dari Inggris. Melalui aksi bersenjata, IRA membantu perjuangan politik bagi tercapainya suatu negara Irlandia yang merdeka. Sebagai kelompok bersenjata dari Partai Sinn Fein, partai nasionalis Irlandia, IRA mulai menggunakan taktik gerilya semasa perang kemerdekaan (19191921). Waktu itu pasukannya bergerak dalam kelompok kecil yang terdiri dari 15 sampai 30 orang. Mereka melakukan berbagai sabotase. Aksi mereka ini ternyata berhasil memaksa Inggris mencari penyelesaian politik. Dan pada Januari 1922, terbentuklah Negara Irlandia Merdeka (Irish Free State) yang berstatus dominion. Namun dari 32 wilayah di Irlandia, hanya 26 yang mau bergabung dengan negara baru itu. Selebihnya, yaitu yang berada di Ulster (Irlandia Utara), tetap terpisah. Kenyataan ini tak bisa diterima oleh sebagian anggota IRA. Maka terjadi perpecahan sebagian mendukung penyelesaian damai, sedang yang lain menolak. Kelompok pertama langsung menjadi inti Tentara Negara Irlandia Merdeka, sedang lainnya dikenal sebagai Irregulars. Kelompok Irregulars ini kemudian malah membentuk pasukan bersenjata melawan pemerintah yang baru merdeka itu. Pada masa berikutnya (1922-23) kedua pihak ini terlibat dalam konflik yang tajam. Akhirnya kelompok Irregulars menyerah, tapi dengan nama IRA muncul kembali dan mulai merekrut anggotanya secara illegal. Tujuannya jelas untuk memasukkan sisa enam wilayah di Irlandia Utara yang masih dikuasai Inggris ke dalam negara baru itu. Dan selalu dengan jalan kekerasan. Akibat tindakannya itu IRA dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada 1931. Dan sekali lagi dalam tahun 1936, IRA dinyatakan terlarang. Namun pada 1939, IRA menjawab dengan serangkaian peledakan bom di berbagai tempat di Inggris, hingga Dail (Parlemen Irlandia) mengambil berbagai tindakan legislasi yang tegas. Antara lain

menyangkut wewenang kepolisian menahan pelaku kekerasan tanpa harus dibawa ke pengadilan. Kegiatan IRA menentang Inggris selama masa Perang Dunia II sempat membuat malu pemerintah Negara Irlandia Merdeka. Dalam masa perang itu lima pemimpin IRA dihukum mati dan ratusan anggotanya ditahan. Tapi setelah Negara Irlandia Merdeka berubah statusnya dari dominion menjadi republik (Desember 1948), IRA kembali bangkit. Cita-citanya mempersatukan Irlandia Utara berpenduduk mayoritas Protestan, dan bagian dari Inggris dengan Republik Irlandia ternyata tak pernah padam. Republik itu berpenduduk mayoritas Katolik. Sering kerusuhan terjadi lagi di Irlandia Utara sejak 1950-an. Namun, karena kurangnya dukungan umat Katolik di Ulster, usaha IRA menjadi siasia. Baru kemudian sekitar akhir 1960-an, umat Katolik mulai aktif mengadakan demonstrasi menentang diskriminasi dalam bidang perumahan, hak suara dan pekerjaan di Ulster. Aksi ini tentu saja didukung IRA. Sementara itu umat Katolik di Republik Irlandia mendukung pula. Suatu kampanye aksi kekerasan berlangsung karena adanya diskriminasi itu. Namun aksi ini akhirnya menimbulkan konflik di kalangan IRA. Dalam konperensi Partai Sinn Fein di Dublin pada Desember 1969, IRA terpecah dua. Selain kelompok 'resmi, ada yang disebut Provisional, atau Provo. Adalah IRA Provo inilah yang kemudian banyak terlibat dalam aksi kekerasan. Anggotanya adalah pemuda Katolik militan.

Anda mungkin juga menyukai