Anda di halaman 1dari 1

Rumah Sakit Antara Penolong atau Penodong Oleh : Bahana Agus Valenta ( 1110312057 )

Dewasa ini, jumlah penduduk Indonesia sangatlah besar jumlahnya dan tersebar di seluruh nusantara. Dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat di dunia dengan wilayah geografis kepulauan. oleh karena itu, pelayan kesehatan di negara kita dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang merata pada seluruh rakyat tanah air, tanpa memandang ras, suku, agama, dan tingkatan sosial. Dengan jumlah penduduk sekitar 259.940.857 jiwa dan wilayah geografis kepulauan dengan luas wilayah. 1,9 juta mil persegi menjadikan tantangan tersendiri bagi pelayan kesehatan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh rakyatnya. Karena sesungguhhnya dengan kualitas kesehatan penduduk yang baik merupakan langkah awal bagi bangsa kita dapat membentuk generasi penerus dengan kualitas sumber daya manusia yang baik pula. .Pusat pelayanan kesehatan di Indonesia terdiri dari berbagai tingkatan, dari puskesmas yang ada di desa kecamatan, lalu ada rumah sakit kabupaten/kota atau RSUD ( Rumah Sakit Umum Daerah ) dan di ibukota provinsi terdapat RSUP ( Rumah Sakit Umum Pemerintah ). Dengan alur pengobatan yang bertingkat sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dimulai dengan pengobatan di layanan primer pada dokter umum di puskesmas atau praktek, apabila dokter umum mendiagnosa suatu penyakit yang bukan kompetensinya. Dokter tersebut dapat merujuknya kepada dokter spesialis yang berada di rumh sakit kabupaten/kota atau merujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Dokter merupakan seorang lulusan perguruan tinggi yang lulus dari fakultas kedokteran yang tujuannya dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berlandaskan asas kemanusiaan, bukan berdasarkan gaji atau upah yang akan diterima. Apa jadinya bila pelayan kesehatan lebih tinggi jiwa komersial daripada jiwa sosialnya, maka dunia medis akan dipenuhi dokter-dokter yang haus akan materi, sehingga hanya mementingkan golongan menengah ke atas, ketimbang rakyat miskin yang lebih membutuhkan. Hasilnya pemerataan kesehatan tidak terjadi, akibatnya hanya golongan sosial kelas atas saja yang dapat berobat sedangkan bagi rakat miskin mereka dilarang sakit. Banyak berita di media massa bahwa rumah sakit sering kali menolak pasien kurang mampu karena tidak bisa membayar uang jaminan. Seperti contohnya, kasus bayi dera yang meninggal setelah ditolak sepuluh rumah sakit, dan kasus yang terbaru bayi busung lapar meninggal karena lambatnya dapat penanganan di RSCM dengan alasan kekurangan incubator, dan ironisnya lagi ayah sang bayi diharuskan pula membayar uang dua juta rupiah untuk memakanmkan jenazah bayinya, yang padahal pekerjaan sang ayah sehari hari ialah seorang pemulung. Dengan hal tersebut, maka fungsi rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan tidak berlaku bagi orang miskin. Rumah sakit yang merupakan salah satu jenis wirausaha, tetapi apabila komersialitasnya melampaui yang seharusnya, maka rumah sakit tak lebih dari lintah darat yang terus memperkaya diri dari uang yang mereka bebankan pada pasien terkhsusus yang tidak mampu. Di satu sisi rumah sakit merupakan tempat pegaduan masyarakat atas masalah kesehatan, tapi di lain sisi biaya pengobatan sangatlah mahal sehingga memberatkan keluarga pasien. Dan hal ini pula yang menimbulkan masyarakat kita enggan untuk pergi berobat ke rumah sakit atau dokter, dikarenakan biaya pengobatan yang sangat mahal. Sehingga lebih memilih pengobatan alternatif dengan biaya yang lebih miring.

Anda mungkin juga menyukai