Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan adalah hal yang sering ditemukan dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, menurut the National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional ditemukan pada 150,000 wanita, atau 3.7% dari kehamilan (Martin and colleagues,2002). Berg and colleagues (2003) melaporkan bahwa 16% dari 3201 kematian pada kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 sampai 1997 merupakan komplikasi dari hipertensi selama masa kehamilan. Peneliti juga menemukan bahwa wanita kulit hitam 3.1 kali berisiko meninggal karena preeklampsia dan eklampia dibanding dengan wanita kulit putih. Eklampsi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Eklampsi diklasifikasikan ke dalam penyakit hypertensi yang disebabkan karena kehamilan. Eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang di samping ketiga tanda khas Pre-Eklampsi Berat/PEB (hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif).(1) Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacental.(1) Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk kearah eklampsia. Semua kasus eklampsia dan PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklampsia yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis (saraf). PreEklampsi-Eklampsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti sudah terjadi gangguan di otak. Pada tahap ini bisa dikatakan penyakit berada pada tahap eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami kejang selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan selama 10-30 menit. Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan bisa timbul komplikasi berat.

Seperti gagal jantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh. Kelainan pre-eklampsia dan eklampsia berbeda dengan kehamilan dengan hipertensi. Bedanya, pada pre-eklampsia dan eklampsia tekanan darah yang tadinya normal tiba-tiba naik ketika kehamilan masuk minggu ke-20. Sementara penderita hipertensi yang hamil, tekanan darahnya tinggi sejak awal, bisa saja penderita hipertensi juga menderita preeklampsia. Biasanya pada kehamilan minggu ke-20, tekanan darahnya sudah mencapai 160/100. Tidak menutup kemungkinan penderita tekanan darah rendah juga bisa terkena preeklampsia. Oleh karena itu, pada kehamilan pertama setiap ibu harus waspada karena rahim yang untuk pertama kalinya menerima hasil pembuahan, seringkali menimbulkan serangkaian reaksi dan perubahan yang kurang wajar. Kehamilan mesti dipersiapkan sebaik-baiknya secara fisik dan mental. Suami juga perlu dilibatkan sehingga secara kejiwaan ibu dan bayi merasa aman. Karena kematian pada ibu melahirkan sebagian besar disebabkan oleh pendarahan atau eklampsia yang terlambat ditangani, maka pemeriksaan kehamilan secara teratur mutlak dilakukan. Apalagi kehamilan dengan gangguan eklampsia tidak memandang usia ataupun tingkat sosial ekonomi tertentu. Klasifikasi menurut American Committee and Maternal Welfare:(1) I. Hypertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas untuk kehamilan ialah preeklampsia dan eklampsia. Diagnosa dibuat atas dasar hypertensi dengan proteinuri atau oedem atau kedua-duanya pada wanita hamil setelah minggu 20 II. Hypertensi yang chronis (apapun sebabnya). Diagnosis dibuat atas adanya hypertensi sebelum kehamilan atau penemuan hypertensi sebelum minggu ke 20 dari kehamilan dan hipertensi ini tetap setelah kehamilan berakhir. III. Preeklampsia dan eklampsia yang terjadi atas dasar hypertensi yang chronis. Pasien dengan hypertensi yang chronis sering memberat penyakitnya dalam kehamilan, dengan gejala-gejala hypertensi naik, proteinuri, oedem, dan kelainan retina. IV. Transient hypertension. Diagnosis dibuat jika timbul hypertensi dalam kehamilan atau dalam 24 jam pertama dari nifas pada wanita yang tadinya normotensi dan yang hilang dalam 10 hari postpartum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Definisi Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sebelumnya sudah menunjukan gejalagejala pre-eklampsia. Eklampsia lebih sering terjadi pada: (1) 1) Kehamilan kembar 2) Hydramnion
3) Mola hydatidosa

Insiden Insiden eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna. Di negaranegara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%. Patofisiologi Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsi-eklampsi. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel.(3) Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.(3)

Pada preeklampsi-eklampsi serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sufhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk sel sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:(3) - adesi dan agregasi trombosit, - gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma - terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit - produksi prostasiklin terhenti - terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan - terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak Gejala dan Tanda Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu:(2) 1. Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2 2. Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) yang berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.2 3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang berlangsung antara 12 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari 4

tempat tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.2 4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, Kalau pasien sadar kembali maka pasien tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi, lamanya coma dari beberapa menit sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.2 Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti (1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta;dan (4) perdarahan otak.2 Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan acidosis atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan gangguan faal ginjal. Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit akan berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2 minggu. Diagnosa Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang;(3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis,uremia, keracunan.2

Komplikasi Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.2 1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.2 5

2.

Hipofibrinogenemia. secara berkala.2

Pada

pre-eklampsia

berat

Zuspan

(1978)

menemukan

23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen 3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.2 4. 5. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.2 Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.2 6. 7. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.2 Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakanakibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapiternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahuidengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.2 8. 9. Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet count.2 Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lainyang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.2 10. 11. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejangkejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).2 Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.2 Prognosis Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8%-25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2%-48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di Negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis 6

dengan edema paru-paru, payah-ginjal, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan.2 Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan dengan yang sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun. Oleh penulis-penulis tersebut ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian atau lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia.2 Prognosa kurang baik untuk Ibu dan anak. Prognosa bagi multipaara lebih buruk, dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh keadaan waktu masuk Rumah Sakit. Jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa agak baik. Oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk. Gejala-gejala lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden : 1) Coma yang lama 2) Nadi > 120 x/menit 3) Suhu > 39C 4) TD > 200 mmHg 5) > 10 serangan 6) Proteinuri 10 gr sehari atau lebih 7) Tidak adanya oedem

Pencegahan Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usahausaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :2 1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda; 2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segara apabila ditemukan; 3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.2 Penanggulangan

Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejang; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M. Selain itu, penderita harus disertai seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.2 Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang, mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan mulut yang mungkin berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tongue spatel dililit dengan kain, penyumbat mulut, dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya:2 1. Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.2 2. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan 40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4 g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi 600 ml per hari; selain intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam larutan 10 ml intravena secara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat melumpuhkan diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi jantung berhenti. Maka untuk menjauhi bahaya tersebut di atas sebelum menyuntikkan sulfas magnesicus harus diperiksa : refleks lutut dan pernafasan tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai

antidotum selalu harus tersedia gluconas calcicus 1 gr dalam 10 cc dan bantu dengan ventilator.2 3. Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infuse intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.2 Di sini ditekankan bahwa pemberian obat-obat tersebut disertai dengan pengawasan yang teliti dan terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatannya dan sedapat-dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan.2 Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan,injeksi, atau pemeriksaan dalam.2 Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernapasan dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik; suhu dicatat tiap jam secararektal. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan pernapasan pada penderita dalam koma penderita dibaringkan dalamletak Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindarkan dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernapasan, dan oksigen diberikan pada sianosis. Dower catheter dipasang untuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif. Balance cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air yans hilang melalui kulit dan paru-paru; pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 nil. Balance cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam.2 Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolisme jaringan dan asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infuse dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino, seperti Aminofusin. Cairan yang terakhir ini, selain mengandung kalori cukup, juga berisi asam amino yang diperlukan.2

I.

Perawatan aktif Pengobatan Medisinal 1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL dariIGD. 2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus. 3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. 4) Antasida. 5) Anti kejang: a) Sulfas Magnesikus (MgSO4) Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. Cara Pemberian: Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja. Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO440%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri. Penghentian SM : Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi. b) Diazepam digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU. 6) Diuretika Antepartum: manitol Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka 7) Anti hipertensiIndikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap. Alternatif: Antepartum 10

Adrenolitik sentral: - Dopamet 3X125-500 mg. - Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari. Post partum ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10mg. 8) Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung 9) Lain-lain: Antipiretika, jika suhu >38,5 C Antibiotika, jika ada indikasi Analgetika, Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm). Pengbatan Obstetri 1) Belum inpartu a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD), Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx. Medisinal. b) Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif. 2) Sudah inpartu Kala I Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam kemudian pembukaan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin). Kala II pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin. II. Perawatan konservatif Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari: SM Therapy: Loading dose: IM saja. Maintenance dose: sama seperti di atas.Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan,selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Terapi lain sama seperti di atas. 11

Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi. Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu. Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkantanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil. Tindakan Obstetri Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea atau dengan induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari banyak faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anestesia, tidak terdapat koagulopati dan sebagainya.2

Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutup terutama pada primi gravida, kepala janin masih tinggi, atau ada dugaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.2

Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi cunam.2

Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai. Keputusan tentang hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan hipotensi yang berbahaya pada eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan.2

Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat menyebabkan syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan seringan mungkin, dan selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh diberikan pada perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa indikasi.2

Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 12

24 jam postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24 - 48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang.2 Perawatan post partum : antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir, teruskan antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmhg, pantauurin.2 Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam), terdapat sindrom HELLP, koma berlanjut > 24 jam sesudah kejang.2

13

BAB III LAPORAN KASUS

I. II.

Identitas Pasien Nama Umur Pekerjaan Isteri : Ny. Sumaiseh Suami : Tn. Mahfud Isteri : 18 th Suami : 19 th Isteri : Ibu rumah tangga Suami : Petani Alamat : Blega No. RM : 02582 Anamnesa (tanggal 8 November 2012 ) Kejang

1. Keluhan utama 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien MRS dengan GI P00000 P/T/H dengan Eklampsia kiriman Puskesmas Blega. Pasien kejang 1x rumah, langsung dibawa ke puskesmas,kejang 1x di puskesmas, kemudian dirujuk ke Rumah Sakit. Pasien kejang 1x di perjalanan. Kejang berlangsung selama kurang lebih 5 menit, kejang seluruh tubuh, setelah 14

kejang pasien tetap sadar. Pasien juga mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri kabur. Pasien tidak merasa kenceng kenceng. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit kejang sebelumnya disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat penyakit ginjal disangkal 4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat kejang dalam keluarga disangkal 5. Riwayat Sosial Minum jamu dari bidan 6. Riwayat Menstruasi Haid terakhir tanggal (lupa) Perkiraan persalinan tanggal (-) Menarche umur 15 tahun Siklus teratur Lama : Sedang Dysmenorrhea : Ya 7. Riwayat Obstetrik GI P00000 Nikah 1 kali Hamil pertama hamil ini III. Status Presens (8-11-2012) Keadaan umum : tampak lemah Kesadaran : compos mentis Tinggi badan & Berat Badan : 155 cm & 48 kg Vital sign: Tensi : 140 / 80 mmHg Nadi : 88 x/menit RR Kepala Ikterus : (-) Dypsneu : (-) 15 : 24 x/menit Suhu : 36,3 C Anemi : (-) Cyanosis : (-)

Leher Trakea ditengah Tidak ada benjolan abnormal Tidak ada bendungan vena Thorax Simetris Tidak ada benjolan, massa, luka bekas operasi, dan bentukan

abnormal lainnya. Jantung + + S1 S2 tunggal Murmur (-) gallop (-) Suara napas vesikuler Wheezing (-) ronki (-) Abdomen Bising usus (+) Hepar tidak teraba dan tidak nyeri tekan Lien tidak teraba dan tidak nyeri tekan Ginjal tidak teraba dan tidak nyeri tekan Genitalia eksterna : oedem vulva (-) Ekstremitas oedem + + + +

Paru-paru

Payudara normal

Akral hangat

Reflex fisiologis (+) Reflex patologis (-) IV. Status Obsterikus A. Pemeriksaan Luar Leher Tidak pembesaran KGB 16

Thorax

Tidak ada bendungan vena

Hiperpigmentasi pada papilla mamae dan aerola mamae papila ka/ki, puting susu menonjol ka/ki

Abdomen Inspeksi : Perut membesar kedepan, simetris Palpasi :


Leopold I : Tinggi fundus uteri pusat - processus xyphoideus

(26 cm)
Leopold II : teraba tahanan yang terbesar di kanan ibu, teraba

bagian-bagian kecil di sebelah kiri nya


Leopold III : bagian terendah janin, keras, bulat, dapat

digoyangkan
Leopold IV : Kepala belum masuk pintu atas panggul

His (-)

Perkusi : tympani meteorismus (-)

Auskultasi : Denyut jantung janin (+) (11-10-10)

B. Pemeriksaan dalam

Pembukaan : tidak ada pembukaan

V. Laboratorium

Hb : 9 g % (talquist) 17

Albumin Urine (++++)

VI. Diagnosa

GI P00000 P/T/H inpartu + Eklampsia VII. Terapi Prinsip penatalaksanaan Eklampsia adalah terminasi VIII. Perjalanan Penyakit 8 November 2012 Pk 22.30 Pasien wanita dengan GI P00000 P/T/H datang ke UGD kiriman puskesmas Blega dengan kejang 3 x, setelah kejang pasien tetap sadar. Pasien mengeluh penglihatan kabur +/+ Tindakan di Puskesmas : Infuse D5% Pk. 09.00 SM 4 g (IV) Pk. 09.30 SM 5 g boka, 5 gram boki Pk. 15.30 SM 5 g boka Tindakan di UGD: Pasang O2 Infuse RD 5% Drip SM 6 g Pk. 23.40 Lapor dr. Muljadi, SpOG a/p siapkan sc besok pagi 9 November 2012 Pk. 05.00 Infus habis, ganti infus RD5% drip SM 6 g flash II Pk. 05.30 DJJ (+) (10-10-10), O2 tetap Pk. 06.00 Tensi 150/100 mmHg, nadi 86 x/mnt, suhu 36,7 C, produksi urine 300 cc 18

Pk. 06.45 dr. muljadi,SpOG telepon siapkan sc jam 09.00 informed consent (+), skeren (+) Pk. 09.30 Pasien berangkat ke ok Pk. 16.00 Tensi 140/90 mmHg, nadi 86 x/mnt, suhu 36,7 C Pk. 20.00 Tensi 140/90 mmHg, nadi 86 x/mnt, suhu 36,8 C 10 november 2012 Pk 07.00 S : nyeri luka operasi, kentut (+), perut terasa mules, pusing (-), sesak (-) O : VS : TD Nadi Suhu Thoraks Abdomen Ekstremitas A : Post SC hari I P : - rawat luka operasi - minum sedikit-sedikit - cefadroxil 3x1 - nifedipine 3x10mg : 120/80 mmHg : 88 x/menit : 36,8 0C : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-) : BU (+), nyeri tekan (+) : oedem AH + + + + + +

Pk 16.00 TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, suhu: 36,5oC Pk 20.00 TD: 130/90 mmHg, Nadi: 84 x/menit, Suhu: 36,8oC 11 november 2012 Pk 07.00 S : nyeri luka operasi, pusing (-), sesak (-) 19

O : VS : TD Nadi Suhu Thoraks Abdomen Ekstremitas PU A : Post SC hari II

: 130/90 mmHg : 88 x/menit : 36,5 0C : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-) : BU (+), nyeri tekan (+) : oedem : 500cc AH + + + +

P : - rawat luka operasi - pasien boleh makan dan minum - terapi tetap Pk 12.00 TD: 130/90 nmmHg, Nadi: 88x/menit, Suhu: 37oC Pk 16.00 TD: 120/80 mmHg, Nadi: 84x/menit, Suhu: 36,7oC Pk 20.00 TD: 130/90 mmHg, Nadi: 88x/menit, Suhu:36oC 12 november 2012 Pk 07.00 S : sudah tidak ada keluhan O : VS : TD Nadi Suhu Thoraks Abdomen Ekstremitas PU : 130/90 mmHg : 88 x/menit : 36,5 0C : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-) : BU (+), nyeri tekan (+) : oedem : 400cc A : Post SC hari III P : - rawat luka operasi - pasien boleh makan dan minum - terapi tetap 20 AH + + + +

Pk 16.00 TD: 130/90 mmHg, Nadi: 88x/menit, Suhu:36,5oC Pk 20.00 TD: 120/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, Suhu:36,3oC 13 november 2012 Pk 07.00 S : sudah tidak ada keluhan O : VS : TD Nadi Suhu Thoraks Abdomen Ekstremitas PU : 140/90 mmHg : 88 x/menit : 36,5 0C : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-) : BU (+), nyeri tekan (+) : oedem : 400cc A : Post SC hari IV P : rawat luka operasi Terapi tetap Pk 16.00 TD: 130/90 mmHg, Nadi: 88x/menit, Suhu:36,5oC Pk 20.00 TD: 120/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, Suhu:36,3oC 14 november 2012 S : sudah tidak ada keluhan O : VS : TD Nadi Suhu Thoraks Abdomen Ekstremitas PU A : Post SC hari V 21 : 130/90 mmHg : 88 x/menit : 36,5 0C : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-) : BU (+), nyeri tekan (+) : oedem : 300cc AH + + + + AH + + + +

P : rawat luka operasi Pk 08.00 Melakukan Perawatan luka op, luka bagus, ganti kasa, kompres bethadine Pk 11.00 dr. Bambang, Sp.OG visite, pasien boleh pulang

BAB IV ANALISA KASUS


Telah dilaporkan suatu kasus wanita 18 tahun dengan usia kehamilan 32 minggu dengan diagnosa GI P00000 P/T/H tidak inpartu. Selanjutnya akan dibahas :
1. Apakah diagnosa pasien sudah tepat?

22

Pasien ini didiagnosa GI P00000 P/T/H dengan Eklampsi. Tinggi fundus uterus 26 cm, taksiran berat janin 2170 gram. Walaupun pasien lupa tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT), namun usia kehamilan pasien dapat diperkirakan dari tinggi fundus uteri pusat procesus xiphoideus yang sesuai dengan usia kehamilan 32 minggu (premature). Pasien masuk Rumah Sakit dengan tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 88 x/menit, albumin urine (++++), kejang dan gangguan penglihatan. Tanda-tanda eklampsi ialah hipertensi, albumin urine (+++)/(++++), disertai kejang dan gangguan fungsi organ, salah satunya mata. Maka diagnosa untuk pasien ini sudah tepat.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

Prinsip dari eklampsia adalah mengatasi kejang, menurunkan tensi, mengatasi komplikasi dan terminasi kehamilan segera. Pada kasus ini telah diberikan SM full dose dan dilakukan terminasi secara SC karena pasien tidak inpartu dengan usia kehamilan 32 minggu (premature). Kontraindikasi dari drip oksitosin adalah kehamilan premature.
3. Analisa Penatalaksanaan:

Pemasangan infus ditujukan untuk memasukkan obat obatan, dan resusitasi cairan Setuju pemberian MgSO4 bertujuan sebagai terapi antikonvulsan karena bersifat sebagai inhibitor kompetitif terhadap ion Ca 2+ di neuromuscular junction Dilakukannya terminasi kehamilan dengan Sectio sesarea, karena dari hasil pemeriksaan dalam tidak ada pembukaan, , bagian terendah (kepala) masih tinggi, dikarenakan harus dilakukan terminasi kehamilan < 12 jam, bahkan ada yang mengatakan harus dilakukan persalinan < 6 jam setelah kejang terjadi.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Mose C, Johanes. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi,Ed. 2, Gestosishal 6881, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Jakarta:EGC.

23

2. Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 3. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_139_kebidanan_dan_penyakit_kandungan. pdf 4. Sudhaberatha, Ketut. 2008. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia, UPF: Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandunga. Kalimantan. http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-berat-daneklampsia/#more-375. 5. Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal, Preeklmapsia Berat dan Eklampsia Edisi 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

24

Anda mungkin juga menyukai