Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, yang disertai

keluhan gatal terutama pada malam hari yang ditandai dengan adanya kelainan pada kulit berupa papula, vesikula, urtikaria, dan krista. Faktor-faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak bersih, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Sedangkan diantara faktor tersebut yang paling dominan adalah kemiskinan dan higienitas perorangan yang jelek di negara berkembang, dan merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit skabies ini. Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja. Kecenderungan ini juga dapat terlihat pada banyaknya kasus skabies di kalangan pondok pesantren yang sebagian populasinya adalah anak dan remaja. Diperkirakan sanitasi lingkungan yang buruk di Pondok Pesantren (Ponpes) merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit skabies diantara santri di Ponpes. Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit ke komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat. Transmisi atau perpindahan antar penderita dapat berlangsung melalui kontak kulit langsung yang erat dari orang ke orang. Hal tersebut dapat terjadi bila hidup dan tidur bersama, misalnya anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu perpindahan tungau juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian atau alat mandi yang digunakan bersama.

BAB II ILUSTRASI KASUS I. DATA PASIEN Data Administrasi Nama Umur Datang ke Puskesmas Data Demografis Jenis kelamin Alamat Agama Suku Pekerjaan Data Biologik Berat badan Tinggi badan II. DATA KLINIS ANAMNESIS Keluhan utama: Gatal-gatal di sela jari tangan dan kaki kanan dan kiri sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien laki-laki 3 tahun, datang dengan keluhan gatal pada sela jari tangan dan kaki kanan dan kiri, gatal dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Gatal terutama sangat di rasakan pada malam hari. Pasien juga mengatakan awalnya timbul seperti bintil- bintil kecil di sela jari tangannya, kemudian di garuk dan bintil-bintilnya bertambah banyak dan luas. Hal seperti ini baru pertama kali dirasakan, gatal juga dirasakan di daerah bokong, dan lipat paha. Karena gatal seperti ini pasien kadang mengalami sulit tidur malam hari.
1 1 21 11

: An. F : 3 tahun : 21 September 2012 : Laki-laki : Citangkil, Cilegon : Islam : Sunda :: 14 kg : 91 cm

Pasien sering menggaruk bagian tubuh yang gatal sehingga bekas luka dan garukan. Pasien sering menggunakan pakaian yang sama berulang kali sebelum dicuci. Ayah, ibu dan
2

saudara pasien juga mengalami hal yang sama. Riwayat keluarga yang mengalami gejala serupa adalah ayah, ibu dan saudara pasien. awalnya ibu pasien yang mengalami gejala seperti ini. Hal ini terjadi karena ibu pasien pernah menginap di rumah saudaranya yang mengalami gejala gatal-gatal seperti anak pasien. Riwayat Penyakit Dahulu: Asma (-), alergi (-) Riwayat keluarga : Asma (-), DM (-), stroke (-) Keadaan Perumahan dan Sanitasi Pasien tinggal di rumah, 1 kamar terdiri dari 4 orang. Dengan 1 tempat tidur kadang terisi untuk 4 orang, ventilasi di kamar dirasakan kurang, terasa lembab, hanya ada jendela kecil, kasur di jemur tiap 3 bulan sekali, baju sering dipakai berulang kali sebelum dicuci, pemakaian handuk secara bersamaan dengan satu keluarga yang gatal. Air di daerah rumah di katakan bersih. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 21 September 2012 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran Tanda Vital Status gizi Kepala Mata Hidung Mulut : Compos Mentis : Pernafasan Nadi Status Generalis : : normochepali, deformitas (-), rambut berwarna hitam dan putih tersebar merata dan tidak mudah dicabut. : CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+ : deformitas (-), NCH (-/-) : bibir kering (-), mukosa lembab (+/+), caries gigi (+)
3

= 24 x/mnt = 90 x/mnt

: BB = 14 Kg, TB = 91 cm gizi baik

Leher Thorak Paru

: KGB tidak teraba membesar : : Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, tidak tampak penggunaan otot bantu nafas, tidak tampak pelebaran sela iga. Palpasi : emfisema subkutis (-), benjolan (-), nyeri tekan (-), fokal fremitus (+/+). Perkusi : sonor di kedua lapang paru, batas paru-hati terletak di ICS VI linea mid-clavikula dekstra batas paru-lambung terletak di ICS VII linea aksilaris anterior sinistra Auskultasi : Sn. Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung

: Inspeksi : ictus cordis terlihat di ICS 5 linea mid clavikula Sinistra Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea mid-clavikula Sinistra Perkusi : redup (suara jantung) batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dekstra batas kiri jantung ICS V, linea mid-clavikula sinistra batas pinggang jantung ICV III linea parasternalis sinistra Auskultasi : S1.S2 reguler, mur-mur (-), gallop (-).

Abdomen

: Inspeksi Palpasi Perkusi

: supel, datar, benjolan (-) : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), Hepar dan Lien tidak teraba membesar. : timpani

Auskultasi : BU (+) normal Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik.

Status dermatologik: Pada sela jari tangan dan kaki terdapat papul multipel berukuran milier sewarna kulit sebagian eritematosa. Juga terdapat erosi dan ekskoriasi yang ditutupi krusta merah kehitaman. Tampak bekas garukan (scratch mark).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: Kerokan kulit

DIAGNOSIS Skabies Dasar diagnosis Dari ilustrasi kasus diatas, merumuskan dari data anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan serta disesuaikan dengan teori yang ada, maka mengarah pada suatu diagnosis yaitu skabies. Data tersebut antara lain: Anamnesis:
- Pasien laki-laki usia 3 tahun

Berdasarkan data epidemiologi, disebutkan bahwa prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja. Kecenderungan ini juga dapat terlihat pada banyaknya kasus skabies di kalangan pondok pesantren yang sebagian populasinya adalah anak dan remaja.
- Pasien laki-laki 3 tahun, datang dengan keluhan gatal pada sela jari tangan dan kaki

kanan dan kiri, gatal dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Gatal terutama sangat di rasakan pada malam hari. Pasien juga mengatakan awalnya timbul seperti bintil- bintil kecil di sela jari tangannya, kemudian di garuk dan bintil-bintilnya bertambah banyak dan luas. Hal seperti ini baru pertama kali dirasakan, gatal juga dirasakan di daerah bokong, dan lipat paha. Karena gatal seperti ini pasien kadang mengalami sulit tidur malam hari. Pasien sering menggaruk bagian tubuh yang gatal sehingga bekas luka dan garukan. Pasien sering menggunakan pakaian yang sama berulang kali sebelum dicuci. Ayah, ibu dan saudara pasien juga mengalami hal yang sama.

Riwayat keluarga yang mengalami gejala serupa adalah ayah, ibu dan saudara pasien. awalnya ibu pasien yang mengalami gejala seperti ini. Hal ini terjadi karena ibu pasien pernah menginap di rumah saudaranya yang mengalami gejala gatal-gatal seperti anak pasien.
5

Pemeriksaan Fisik: Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung ke arah skabies adalah :

Keadaan umum pasien Frekuensi nadi Frekuensi Napas

: tampak sakit ringan,. : 80 kali/ menit :18 kali / menit

Status Dermatologik: Pada sela jari tangan terdapat papul multipel berukuran

milier sewarna kulit sebagian eritematosa. Juga terdapat erosi dan ekskoriasi yang ditutupi krusta merah kehitaman. Tampak bekas garukan (scratch mark). DIAGNOSIS HOLISTIK Diagnosis Klinis Skabies Diagnosis Biologis Sarcoptes scabiei Diagnosis Sosial Pasien tinggal di rumah, 1 kamar terdiri dari 4 orang. Dengan 1 tempat tidur kadang terisi untuk 4 orang, ventilasi di kamar dirasakan kurang, terasa lembab, hanya ada jendela kecil, kasur di jemur tiap 3 bulan sekali, baju sering dipakai berulang kali sebelum dicuci, pemakaian handuk secara bersamaan dengan satu keluarga yang gatal. Air di daerah rumah di katakan bersih.

PENATALAKSANAAN Diagnosis Diagnosis Klinis Strategi Penanganan Masalah Salep 2-4 CTM 2 x tablet
6

Diagnosis Psikologis

Edukasi penyebab penyakit

Diagnosis Sosial

Edukasi penyakit dan pencegahan Edukasi Pengobatan Edukasi mengenai higien, motivasi untuk memeriksakan kesehatan berkala karena adanya dan resiko terjadinya teman kekambuhan motivasi

sekamar karena adanya resiko tertular.

Memperbaiki

ventilasi,

dan

mengajurkan menjemur kasur, tikar dan karpet minimal 1 minggu sekali

PROGNOSIS Ad Vitam Ad functionam Ad sanationam :Bonam :Bonam : Dubia

BAB III FORMAT PORTOFOLIO Kasus 1 Topik: Skabies Tanggal (kasus): 21 September 2012 Persenter: dr. Mariza Gebrilla Tangal presentasi: 4 Oktober 2012 Pendamping: dr. Sri Rezeki Tempat presentasi: Kantor Puskesmas Cilegon Obyektif presentasi: Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi: Tujuan: Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos Data pasien: Nama: F No registrasi: 1982033 Nama klinik: Puskesmas Rangkasbitung Telp: Terdaftar sejak: Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Skabies, gatal di sela jari tangan dan kaki kanan dan kiri, terutama pada malam hari. 2. Riwayat Pengobatan: Belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya 3. Riwayat kesehatan/ Penyakit: Pasien belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya 4. Riwayat keluarga/ masyarakat: di keluarga ada yang mengalami gejala serupa yaitu ayah, ibu dan saudara pasien. 5. Riwayat pekerjaan: 6. Lainlain : Pasien tinggal di rumah, 1 kamar terdiri dari 4 orang. Dengan 1 tempat tidur kadang terisi untuk 4 orang, ventilasi di kamar dirasakan kurang, terasa lembab, hanya ada jendela kecil, kasur di jemur tiap 3 bulan sekali, baju sering dipakai berulang kali sebelum dicuci, pemakaian handuk secara bersamaan dengan satu keluarga yang gatal. Daftar Pustaka: a. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003.p.62-79. b. Meinking T, Taplin D. Scabies, infestation. Dalam: Schachner LA, Hansen RC, editor. Pediatric Dermatology, edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone Inc.,
8

1995.1347-89. c. Kramer WL, Mock DE. Scabies. Insect and pests. Available at: http://www.Ianr.uw.edu/pubs/g_1295.htm. Diunduh pada 10 Maret 2006. d. Handoko RP. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2002. e. Bagian Kulit dan Kelamin. Pedoman pelayanan medis Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Perjan RSCM. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2005. f. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, 1995. g. Amer M, El-Gharib I. Clinical trials permethrin versus crotamiton and lindane in the treatment of scabies. International Journal of Dermatology 1992;31:357-8.
h. Schultz MW, Gomez M, Hansen RC, et al. Comparative study of 5% permethrin

cream and 1% lindane lotion for the treatment of Scabies. Archives of Dematology 1990;126:167-70. i. Gan GL, Azwar A, Wonodirekso S. A primer on family medicine practice. Singapore: Singapore International Foundation, 2004. Hasil pembelajaran: 1. Diagnosis Skabies 2. Mewaspadai penularan skabies 3. Pemilihan obatan skabies yang tepat 4. Mekanisme gatal pada skabies 5. Motivasi untuk menjelaskan ke teman-teman sekamar agar memeriksakan dirinya. 6. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penularan penyakit Subyektif Pasien laki-laki 3 tahun, datang dengan keluhan gatal pada sela jari tangan dan kaki kanan dan kiri, gatal dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Gatal terutama sangat di rasakan pada malam hari. Pasien juga mengatakan awalnya timbul seperti bintil- bintil kecil di sela jari tangannya, kemudian di garuk dan bintil-bintilnya bertambah banyak dan luas. Hal 21 seperti1ini baru pertama kali dirasakan, gatal juga dirasakan di daerah bokong, dan lipat paha. Karena gatal seperti ini pasien kadang mengalami sulit tidur malam hari. Pasien sering menggaruk bagian tubuh yang gatal sehingga bekas luka dan garukan.
9
1

Pasien sering menggunakan pakaian yang sama berulang kali sebelum dicuci. Ayah, ibu dan saudara pasien juga mengalami hal yang sama. Riwayat keluarga yang mengalami gejala serupa adalah ayah, ibu dan saudara pasien. awalnya ibu pasien yang mengalami gejala seperti ini. Hal ini terjadi karena ibu pasien pernah menginap di rumah saudaranya yang mengalami gejala gatal-gatal seperti anak pasien. Obyektif Hasil pemeriksaan jasmani dalam batas normal, dan hasil status dermatologik didapatkan pada sela jari tangan dan kaki terdapat papul multipel berukuran milier sewarna kulit sebagian eritematosa. Juga terdapat erosi dan ekskoriasi yang ditutupi krusta merah kehitaman. Tampak bekas garukan (scratch mark). Pada kasus ini ditegakkan berdasarkan 4 tanda cardinal : 1. Pruritus nokturna
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok: beberapa teman sekamar pasien di

rumah mengalami gejala yang serupa 3. Adanya terowongan (kanalikulus) 4. Menemukan tungau Pada kasus ini ditemukan 2 dari 4 tanda cardinal yang menegakkan diagnosis skabies. Assessment Gatal pada malam hari dirasakan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Sedangkan penyakit ini juga menyerang sekelompok manusia, misalnya pada pasien ini di dapatkan gejala serupa pada teman sekamar pasien di Pondok Pesantren. Hal ini dikenal sebagai keadaan hiposensitisasi yaitu sebagian besar tetangga atau orang yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Kepada ibu pasien di jelaskan penyebab gejala, faktor resiko dan cara penularan penyakit tersebut, sehingga dapat maminimalisasikan penyebaran penyakit. Dijelaskan pula pengobatan yang dilakukan, pada pasien ini di berikan salep 2-4 (sulfur presipitatum), yang mana tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Selain itu
10

dijelaskan pula bahwa obat tersebut berbau dan mengotori pakain dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Plan Diagnosis: Skabies Pengobatan: Pada pasien ini di berikan salep 2-4 (sulfur presipitatum). Pendidikan: Dilakukan kepada untuk membantu proses penyembuhan dan menurunkan resiko tertular kembali , untuk itu pada tahap awal pasien dijelaskan jelaskan penyebab gejala, faktor resiko dan cara penularan penyakit tersebut, dan memberikan edukasi terhadap keluarga agar memeriksakan juga kesehatannya. Agar tidak terjadi penularan yang bolak balik. Konsultasi: Dijelaskan secara rasional tentang pengobatan yang diberikan. Rujukan: -

Kontrol: Kegiatan -Edukasi mengenai higiene Periode Selama di rumah Hasil yang diharapkan -Mencuci atau baju setelah dipakai -Pemakaian -Edukasi dan motivasi untuk Kunjungan ke Puskesmas memeriksakan kesehatan berkala karena adanya risiko bersamaan -Timbulnya keluarga berobat
11

handuk

tidak

kesadaran pasien untuk

untuk terjadi kekambuhan -Edukasi Pengobatan, faktor Kunjungan ke Puskesmas resiko, dan cara penularan -Meminimalisasi tersebut penularan

dan memberantas penyakit

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1 DEFINISI Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. 4.2 EPIDEMIOLOGI Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota besar bahkan di Jakarta (Tabri,
12

2003). Di Indonesia, kasus skabies cukup tinggi ketika zaman penjajahan Jepang berlangsung. Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian dan sarana pembersih tubuh pada saat itu, sehingga kasus scabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa (Partosoedjono, 2003). Data penderita skabies yang terhimpun dari klinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor dari tahun 2000 - 2004, masing-masing enam belas pasien (2000); delapan belas pasien (2001); tujuh pasien (2002); delapan pasien (2003) dan lima pasien (2004). Data-data di atas menunjukkan bahwa penderita skabies di Indonesia masih cukup tinggi.
4.3 SARCOPTES SCABIEI, MORFOLOGI, SIKLUS HIDUP DAN CARA

PENULARANNYA A. Morfologi Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, orto Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis. selain yang juga terdapat pada kambing dan babi (Handoko, 2007). Secara morfologik, merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Gb.1 Tungau Sarcoptes scabiei (http://www.medicastore/scabies/index.html/)


13

B. Siklus Hidup Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadangkadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Handoko, 2007).

Gb.2 Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei


(http://www.cdc.gov/scabies/index.html/)

14

Menurut Centers for Disease Control (CDC) tahun 2008, tungau Sarcoptes scabiei melalui 4 tahap pertumbuhan dalam siklus hidupnya : telur, larva, nimfa, dewasa. 1. Tungau betina meninggalkan 2-3 telur sehari di bawah kulit. Telur berbentuk oval dan mempunyai panjang 0,10-0,15 mm. menetas dalam 3-4 hari.
2. Setelah menetas, larva bermigrasi ke permukaan kulit luar dan bersembunyi di

dalam lapisan stratum korneum. Galian kecil dikenal dengan sebutan molting pouches. Stadium larva, yang muncul dari telur hanya memiliki 3 pasang kaki dan bertahan sekitar 3-4 hari.
3. Kemudian larva berubah menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki.

Perubahan bentuk ini sedikit lebih besar dibanding dengan stadium larva sebelum nantinya akan berubah ke bentuk dewasa. Larva dan nimfa sering ditemukan pada molting pouches atau dalam folikel rambut yang kelihatannya sama dengan bentuk dewasa namun ukurannya lebih kecil. 4. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran panjang betina antara 0,30-0,45 mm dan lebar 0,25-0,35 mm. dan ukuran jantan sedikit lebih dari setengah ukuran betina. Perkawinan terjadi tungau jantau secara aktif masuk ke terowongan yang telah dibuat oleh tungau betina. Setelah terjadi kopulasi, tungau jantan mati atau dapat bertahan hidup beberapa hari dalam terowongan. Tungau betina keluar permukaan kulit dan mencari tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru untuk meletakkan telur-telurnya. Siklus hidup dari telur telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulang (CDC, 2008). C. Cara Penularan 1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. 2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain
15

4.4

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang

menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual). 4.5 PATOGENESIS Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sellkreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Handoko, 2007). 4.6 DIAGNOSIS Menurut Handoko tahun 2007 ada 4 tanda cardinal :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas

tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga

biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala, penderita ini bersifat sebagai pembawa.
3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih

atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul dan vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Terowongan yang berkelokkelok umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang di Indonesia (Margono, 1998). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
16

korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mame (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria), perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

Gb.3 Tungau yang hidup dalam terowongan (http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-revention/infectiousdiseases/parasite/index.html)


4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau

lebih stadium hidup tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut. Ada pendapat yang mengatakan penyakit ini merupakan the great imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding adalah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis dan lain-lain. 4.7 PENATALAKSANAAN 1. Pengobatan Syarat obat yang ideal : 1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau. 2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
17

3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian. 4. Mudah diperoleh dan harganya murah. Pengobatan melibatkan seluruh anggota keluarga yang harus diobati (termasuk penderita yang hiposensitisasi) guna mencegah penularan lebih lanjut (Handoko, 2007).

Jenis obat topikal :


1) Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim.

Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakain dan kadangkadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2) Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam

selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering member iriasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat

pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek

sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik disbanding gameksan, efektivitasnya

sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan. 2. Higienitas perorangan dan lingkungan 3. Edukasi dan penyuluhan kesehatan masyarakat

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD,

editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003.p.62-79.
2. Meinking T, Taplin D. Scabies, infestation. Dalam: Schachner LA, Hansen RC,

editor. Pediatric Dermatology, edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone Inc., 1995.1347-89. 3. Kramer WL, Mock DE. Scabies. Insect and pests. Available at: http://www.Ianr.uw.edu/pubs/g_1295.htm. Diunduh pada 10 Maret 2006. 4. Handoko RP. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002. 5. Bagian Kulit dan Kelamin. Pedoman pelayanan medis Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Perjan RSCM. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2005. 6. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, 1995. 7. Amer M, El-Gharib I. Clinical trials permethrin versus crotamiton and lindane in the treatment of scabies. International Journal of Dermatology 1992;31:357-8. 8. Schultz MW, Gomez M, Hansen RC, et al. Comparative study of 5% permethrin cream and 1% lindane lotion for the treatment of Scabies. Archives of Dematology 1990;126:167-70. 9. Gan GL, Azwar A, Wonodirekso S. A primer on family medicine practice. Singapore: Singapore International Foundation, 2004.

19

Anda mungkin juga menyukai