Anda di halaman 1dari 51

A.

PENGERTIAN RESERVOIR Pada awal perkembangan industri perminyakan, sering disebut oil pool, suatu reservoir minyak dan/atau gas bumi di bawah permukaan tanah bukanlah tempat yang berbentuk kolam atau gua atau gerowong atau sejenisnya yang berupa wadah terbuka melainkan berupa suatu bentukan (formasi) batuan padat namun mempunyai rongga atau pori-pori. Rongga kecil di dalam batuan itulah yang menjadi tempat terakumulasinya minyak dan/atau gas. Untuk ini dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut. Bayangkan sebuah gelas yang diisi penuh oleh pasir. Kemudian tuangkan air ke dalamnya. Maka, walaupun kelihatannya gelas tersebut sudah penuh terisi oleh pasir, kenyataannya air masih tetap dapat dituangkan dan ditampung oleh gelas tadi karena air tersebut masuk ke dalam rongga antara butiran-butiran pasir. Agar suatu reservoir dapat menampung minyak yang dapat diproduksikan secara ekonomis nantinya, maka ukuran formasi batuan tersebut harus cukup besar dan mempunyai rongga yang cukup besar pula. Di samping itu, harus dapat mengalirkan fluida karena minyak dan/atau gas tidak bernilai ekonomis jika tidak dapat dialirkan ke lubang sumur untuk kemudian diangkat ke permukaan. Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi. Pada umumnya reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari komposisi, temperature dan tekanan pada tempat dimana terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya. Suatu reservoir minyak biasanya mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan reservoir, lapisan penutup dan perangkap. Beberapa syarat terakumulasinya minyak dan gas bumi adalah : 1. Adanya batuan Induk (Source Rock) . Merupakan batuan sedimen yang mengandung bahan organik seperti sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang telah mengalami proses pematangan dengan waktu yang sangat lama sehingga menghasilkan minyak dan gas bumi 2. Adanya batuan waduk (Reservoir Rock) dihasilkan batuan induk dapat masuk dan terakumulasi 3. Adanya struktur batuan perangkap bumi lebih jauh . . . . .

Merupakan batuan sedimen yang mempunyai pori, sehingga minyak dan gas bumi yang

Merupakan batuan yang berfungsi sebagai penghalang bermigrasinya minyak dan gas

4. Adanya batuan penutup (Cap Rock) sehingga minyak dan gas bumi terjebak dalam batuan tersebut 5. Adanya jalur migrasi perangkap. .

Merupakan batuan sedimen yang tidak dapat dilalui oleh cairan (impermeable), .

Merupakan jalan minyak dan gas bumi dari batuan induk sampai terakumulasi pada

Sebagian besar minyak dan/atau gas ditemukan pada reservoir yang terbentuk dari batuan sedimen. Batuan sedimen terbentuk dari endapan organik seperti sisa-sisa tumbuhan dan hewan serta endapan anorganik seperti pasir dan lempung, yang diendapkan oleh sungai-sungai dan danau-danau purba, yang kemudian ditimbun oleh berbagai jenis batuan dan mengalami penekanan serta pemanasan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Supaya dapat menjebak (menampung) fluida, suatu reservoir haruslah tertutup pada bagian atas dan pinggirnya oleh suatu lapisan penutup (closure). Dengan kata lain, bentuk wadah ini tidaklah terbuka ke atas tetapi terbuka ke bawah sehingga minyak yang mengalir ke arahnya dapat terperangkap. Mengalirnya minyak dari tempat dimana minyak tersebut terbentuk (source rock) diakibatkan oleh proses alami karena pada saat pembentukannya minyak mengalami tekanan yang sangat besar. Sehingga setelah terbentuk minyak tersebut terperas (squeezed) ke luar dari bantuan tempatnya terbentuk dan mengalir ke tempat yang mempunyai tekanan yang lebih rendah, yaitu ke permukaan bumi. Jika ada sesuatu yang menghentikan pergerakan minyak tersebut, maka minyak akan terakumulasi di tempat ia terhalang tersebut. Dilihat dari proses ini maka bentukan batuan reservoir berfungsi sebagai suatu perangkap (trap). Perangkap itu sendiri (yang kemudian kita sebut dengan reservoir jika ia telah mengandung minyak dan/atau gas) terbentuk karena proses geologi baik secara struktural maupun stratigrafis. Jadi, reservoir merupakan bagian dari perangkap bawah permukaan baik struktural maupun stratigrafis yang berupa bentukan (formasi) batuan batupasir atau karbonat yang bersifat porous (yaitu berongga) sehingga dapat mengandung minyak dan gas bumi dan permeabel sehingga dapat mengalirkan minyak dan gas bumi tersebut. Sebuah reservoir minyak dan/atau gas dapat berada berdampingan dengan aquifer, yang merupakan bagian dari reservoir atau bentukan batuan lain yang mengandung air. Air tersebut bisa berada di bawah reservoir (bottom aquifer) atau di pinggir reservoir (edge aquifer). Selanjutnya,
2

minyak dan gas bumi yang terkandung dalam suatu reservoir harus dapat diproduksikan dan bernilai komersial. Tanpa hal itu, reservoir tersebut tidak berarti apa-apa
B. PENYEMENAN (SEMENTING)

Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya dalam suatu operasi pemboran. Berhasil atau tidaknya suatu pemboran, salah satu diantaranya adalah tergantung dari berhasil atau tidaknya penyemenan sumur tersebut. Penyemenan sumur secara integral, merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam suatu operasi pemboran, baik sumur minyak maupun gas. Semen ter-sebut digunakan untuk melekatkan rangkaian pipa selubung dan mengisolasi zona produksi serta mengantisipasi adanya berbagai masalah pemboran. Perencanaan penyemenan meliputi : Perkiraan kondisi sumur (ukuran, tem-peratur, tekanan, dsb.) Penilaian terhadap sifat lumpur pem-boran Pembuatan suspensi semen (slurry de-sign) Teknik penempatan Pemilihan peralatan, seperti centralizers, scratchers, dan float equipment

Program perencanaan penyemenan secara tepat, merupakan hal pokok yang akan mendukung suksesnya operasi pemboran. Pada dasarnya operasi penyemenan bertujuan untuk : 1. 2. 3. 4. Melekatkan pipa selubung pada dinding lubang sumur, Melindungi pipa selubung dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi pemboran (seperti getaran), Melindungi pipa selubung dari fluida formasi yang bersifat korosi, dan Memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain dibelakang pipa selu-bung B.1. JENIS PENYEMENAN Berdasarkan alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua, yaitu primary cementing, dan squee-ze cementing. B.1.1. Primary Cementing Merupakan penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah pipa selubung diturunkan kedalam sumur. Penyemenan antara formasi dengan pipa selubung bertujuan untuk :
3

Melindungi formasi yang akan dibor dari formasi sebelumnya dibelakang pipa selubung yang mungkin bermasalah . Mengisolasi formasi tekanan tinggi dari zona dangkal sebelumnya. Melindungi daerah produksi dari water-bearing sands.

Suspensi semen biasanya ditempatkan dibelakang pipa selubung. Suatu kondisi pemboran tertentu mungkin mengharuskan untuk penyemenan annulus tanpa penyemenan annulus secara keseluruhan. Penyebab yang umum adalah adanya zona lost circulation yang memungkinkan semen bersirkulasi kembali keatas. Sebab lain yang mungkin adalah kesalahan dalam pembuatan suspensi semen. Liner disemen dengan suspensi semen yang lebih ringan daripada rangkaian pipa selubung. Pada saat liner diturunkan kedalam lubang sumur, suspensi semen harus langsung dipompakan. Pensirkulasian suspensi semen dengan volume berlebih dapat menyebabkan masalah-masalah pemboran, antara lain : Jika suspensi semen dengan volume berlebih disirkulasikan keatas melalui annulus, mungkin akan diperlukan waktu tambahan, dimana kemungkinan semen akan mengeras di annulus. Sedangkan jika suspensi semen dengan volume berlebih tersebut sirkulasinya dikembalikan melalui pipa bor, tekanan hidrostatik dan tekanan friksi pada dudukan pipa selubung akan menyebabkan terjadinya lost circulation. B.1.2. Squeeze Cementing Untuk menyempurnakan dan menutup rongga-rongga yang masih ada setelah primary cementing, dapat dilakukan squeeze cementing. Aplikasi pokok untuk squeeze cementing antara lain adalah : Menyempurnakan primary cementing ataupun untuk perbaikan terhadap hasil penyemenan yang rusak. Mengurangi water-oil ratio, gas-oil ratio dan water-gas ratio Menutup kembali zona produksi yang diperforasi apabila pemboran mengalami kegagalan dalam mendapatkan minyak. Memperbaiki kebocoran pada pipa selubung Menghentikan lost circulation yang terjadi pada saat pemboran berlangsung

Pertimbangan yang paling penting dalam operasi squeeze cementing adalah teknik penempatan dan pembuatan suspensi semen yang akan digunakan. Squeeze cementing juga dapat digunakan untuk menurunkan ratio fluida produksi. Volume gas yang besar memungkinkan untuk terjadinya pengurangan tekanan reservoir lebih cepat, bersamaan
4

dengan pembentukan harga pemisah yang berlebih pada fasilitas produksi permukaan oleh volume air yang besar. Bagian perforasi tertentu mungkin harus ditutup dengan pemompaan suspensi semen, sehingga volume gas dan air dapat dikurangi dengan penyemenan dibagian atas dan bawah perforasi secara berurutan Lost circulation seringkali dapat diatasi dengan squeeze cementing, dengan catatan proses penyemenan harus sesuai dengan jenis lost circulation yang terjadi. Ada empat metode squeeze cementing yang saat ini digunakan, yaitu bradenhead methods, packer squeeze methods, balanced plug methods, dan dump bailer methods. a. Bradenhead Method Dalam metode ini drill pipe diturunkan hingga berada tepat diatas perforasi (atau zona) yang akan mendapatkan squeezed off. Kemudian semen ditempatkan guna menutupi zona tersebut. Pipe rams lalu ditutup dan diterapkan tekanan hasil perhitungan dari permukaan guna melakukan squeeze off terhadap perforasi tersebut. b. Packer Squeeze Method Pada metode ini retrievable packer atau retainer packer diturunkan hingga berada tepat diatas zoana yang akan di sqieezed off. Retrievable packer, ditempatkan pada pipa bor. Retainer packer dijalankan dengan wire line dan diset dengan special setting kit. Jika volume total semen telah di squeezed off, maka semen berlebih harus dipompakan agar kembali sehingga tidak akan menyemen pipa bor. c. Hesitation Squeeze Metode ini secara khusus digunakan pada zona dengan permeabilitas rendah. Sebuah pipa bor digunakan dalam menempatkan semen sepanjang zone of interest dan bubur semen dipompa dan dihesitasi. d. Plugging-back Operation Operasi ini meliputi penempatan cemen plug sepanjang zona yang akan di plug off. Plug semen digunakan untuk : Meninggalkan lower depleted zones. Plug off atau meninggalkan seluruh sumur atau sebagian dari sebuah open hole. Memberikan kick of point untuk operasi side track drilling. Menutup zona lost circulation pada open hole.
5

e. Balanced Plug Method Pada metode ini hanya digunakan pipa bor. Pre-flush dipompakan sebelum semen dan lalu diikuti oleh fluida pembatas (spacer). Prinsipnya adalah menempatkan kolom semen pada pipa bor yang tingginya harus sama dengan yang terdapat pada annulus. B.2. METODE PENYEMENAN Berdasarkan pada metode yang digunakan, proses penyemenan dapat dibedaka menjadi dua jenis, yaitu single stage cementing, dan multy stage cementing. B.2.1. Single Stage Cementing Single stage cementing umumnya digunakan untuk melakukan penyemenan terhadap pipa konduktor dan surface. Sejumlah lumpur disiapkan dan dipompakan ke dalam casing. Perlu dicatat pula bahwa seluruh bagian internal dari peralatan casing, termasuk float shoe, wiper plug dan lain sebagainya merupakan peralatan yang dengan mudah dapat hancur bila dibor. B.2.2. Multi Stage Cementing Multi stage cementing diterapkan pada penyemenan rangkaian casing yang panjang khususnya guna : Mengurangi tekanan total pemompaan . Mengurangi tekanan total hidrostatis pada formasi-formasi lemah sehingga tidak terjadi atau terbentuk rekahan. Memungkinkan pemilihan penyemenan daripada formasi. Memungkinkan penyemenan keseluruhan total panjang casing. Memastikan penyemenan efektif di sekeliling shoe dari rangkaian casing sebelumnya. Pada multi stage cementing sebuah stage cementer dipasang pada posisi tertentu pada rangkaian casing. Posisi stage cementer ditentukan oleh panjang total kolom semen dan kekuatan formasi. Untuk pekerjaan two-stage cementing, sebuah one-stage cementer digunakan pada rangkaian casing. Casing lalu diturunkan ke dasar lubang. Kemudian casing disirkulasikan dengan sejumlah volume sebesar dua kali kapasitas lubang. Tahap pertama penyemenan ditujukan sebagai operasi tahap tunggal, akan tetapi bagian top kolom semen berakhir tepat dibawah stage cementer.
6

Tahap kedua diawali dengan menjatuhkan sebuah opening bomb dari permukaan sehingga memungkinkan untuk jatuh pada opening seat pada stage collar. Saat bomb telah ditempatkan, tekanan pemompaan sebesar 1200 - 1500 psi diatas tekanan sirkulasi diterapkan pada penyeretan pin penahan dan memungkinkan sebuah bottom sleeve bergerak turun. Gerakan sleeve akan membuka terminal, sehingga menetapkan hubungan antara bagian dalam (internal) casing dengan annulus. Lumpur kemudian disirkulasikan guna mengkondisikan sumur yang ditujukan untuk memulai tahap kedua. Volume semen yang diperlukan untuk tahap kedua lalu dipompakan dan diikuti dengan sebuah closing plug. Bubur semen melewati terminal dari stage cementer dan akan ditempatkan pada annular area. Jika plug telah mencapai stage cementer maka tekanan sebesar 1500 psi diatas tekanan yang diperlukan untuk mensirkulasikan semen diterapkan pada closing plug sehingga mendorong upper sleeve turun dan dengan demikian akan menutup terminal dan menyekat ruang antara casing dengan annulus. Sehingga dengan demikian keseluruhan rangkaian casing telah disemen. B.3. MEKANIKA PENYEMENAN B.3.1. Persiapan dan pemompaan bubur semen Tergantung pada kedalaman lubang dan temperatur dasar lubang yang diperkirakan, additiv kimia yang ditambahkan untuk mengontrol sifat-sifat semen yang akan dimiliki setelah semen mengeras. Bubur semen disiapkan dengan mencampurkan semen kering dengan sebuah water jet. Hasil campuran diarahkan ke dalam sebuah tangki, dimana akan diuji densitas dan viskositasnya. Bubur semen kemudian dihisap oleh sebuah pompa tripleks yang kuat dan dipompakan pada tekanan tinggi sehingga masuk ke dalam casing melalui cementing head. Cementing head menghubungkan top dari casing dengan unit pompa. Pada alat ini terdapat dua katup penahan yang berfungsi menahan top dan bottom wiper plugs. Alat ini juga dilengkapi dengan sebuah manifold yang dapat dihubungkan dengan unit pompa semen atau sebuah pompa rig. Operasi penyemenan berlanjut dengan membuka katup penahan bottom wiper plugs dan mengarahkan bubur semen melewati top valve. Kemudian bubur semen akan mendorong bottom plug masuk ke dalam casing sampai plug mencapai dan duduk diatas float collar. Pemompaan diteruskan hingga meruntuhkan diafragma sentral pada plug yang akan memungkinkan semen agar dapat mengalir lewat dan
7

menempati sekeliling casing. Jika volume keseluruhan semen telah tercampur, maka pemompaan dihentikan dan top wiper plug ditempatkan pada cementing head. Kemudian lumpur pemboran dipompakan melalui top valve, yang akan mendorong top wiper plug turun ke dalam casing. Jika top plug telah mencapai bottom plug maka sumur ditutup dan bubur semen dibiarkan agar mengeras. B.4. PERALATAN PENYEMENAN Proses penyemenan terdiri dari pencampuran air dengan semen dalam perbandingan tertentu dan dengan additive tertentu pula. Pendorongan semen dapat dilakukan dengan sistem sirkulasi ke belakang casing, ditekan masuk ke formasi atau ditempatkan sebagai suatu plug atau sumbat pada lubang yang tidak merupakan perforasi completion (misalnya disini open hole completion). Peralatan penyemenan pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu peralatan di atas permukaan (surface equipment), dan peralatan bawah permukaan. B.4.1. Peralatan Penyemenan di atas permukaan Peralatan penyemenan terdapat di atas permukaan meliputi Cementing unit, Flow line, dan Cementing head. A. Cementing Unit Cementing unit adalah merupakan suatu unit pompa yang mempunyai fungsi untuk memompakan bubur semen (slurry) dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan. Cementing Unit terdiri dari :
-

Tanki Semen: Untuk menyimpan semen kering. Hopper : Untuk mengatur aliran dari semen kering agar merata. Jet Mixer : Mixer yang umum digunakan sekarang ini adalah jet mixer dimana dipertemukan dua aliran yaitu bubur semen dan air yang ditentukan melalui venturi agar dapat mengalir dengan deras dan dapat menghasilkan turbulensi, yang dapat menghasilkan pencampuran yang baik dan benar-benar homogen. Densitas slurry dapat diukur dengan mud balance

Motor penggerak pompa dan pompa semen : berfungsi untuk memompa bubur semen.

Jenis-jenis sementing unit : 1. Truck mounted cementing unit


8

2. Marine cementing unit 3. Skit mounted cementing unit Mengontrol rate dan tekanan, jenis pompa dapat berupa duplex double acting piston pump dan single acting triplex plunger pump. Plunger pump lebih umum dipakai karena slurry dapat dikeluarkan dengan rate yang lebih uniform dan tekanannya lebih besar. B. Flow Line Pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur semen yang dipompakan dari cementing unit ke cementing head. C. Cementing Head Berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk ke lubang bor. Ada dua tipe cementing head, yaitu : 1. Mac Clatchie Cementing Head Merupakan type cementing head yang cara penggunaannya pada waktu pemasukan bottom plug dan top plug dengan jalan membuka dan memasang kembali. 2. Plug Container Jenis ini tidak praktis dari pada mac clatchie, karena pada plug contanier ini memasangnya top plug dan bottom plug tidak perlu membukanya, akan tetapi sudah terpasang sebelumnya.

BLOW OUT PREVENTER


Fungsi utama dari sistem pencegahan semburan liar (BOP System) adalah untuk menutup lubang bor ketika terjadi kick. Blow out terjadi karena masuknya aliran fluida formasi yang tak terkendalikan ke permukaan. Blow out biasanya diawali dengan adanya kick yang merupakan suatu intrusi fluida formasi bertekanan tinggi kedalam lubang bor. Intrusi ini dapat berkembang menjadi blowout bila tidak segera diatasi. Rangkaian peralatan sistem pencegahan semburan liar (BOP System) terdiri dari dua sub komponen utama yaitu Rangkaian BOP Stack, Accumulator dan Sistem Penunjang. A. Rangkaian BOP Stack Rangkaian BOP Stack ditempatkan pada kepala casing atau kepala sumur langsung dibawah rotary table pada lantai bor. Rangkaian BOP Stack terdiri dari peralatan sebagai berikut : Annular Preventer

Ditempat paling atas dari susunan BOP Stack. Annular preventer berisi rubber packing element yang dapat menutup lubang annulus baik lubang dalam keadaan kosong ataupun ada rangkaian pipa bor. Ram Preventer Ram preventer hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuran pipa tertentu, atau pada keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang. Jenis ram preventer yang biasanya digunakan antara lain adalah : 1. Pipe ram Pipe ram digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa borberada pada lubang bor. 2. Blind or Blank Rams Peralatan tersebut digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor tidak berada pada lubang bor. 3. Shear Rams Shear rams digunakan untuk memotong drill pipe dan seal sehingga lubang bor kosong ( open hole ), digunakan terutama pada offshore floating rigs. Drilling Spools Drilling spolls adalah terletak diantara preventer. Drilling spools berfungsi sebagai tempat pemasangan choke line ( yang mengsirkulasikan kick keluar dari lubang bor ) dan kill line ( yang memompakan lumpur berat ). Ram preventer pada sisasisanya mempunyai cutlets yang digunakan untuk maksud yang sama. Casing Head ( Well Head ) Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang berfungsi sebagai fondasi BOP Stack. 2. Accumulator Biasanya ditempatkan pada jarak sekitar 100 meter dari rig. Accumulator bekerja pada BOP stack dengan high pressure hydraulis ( saluran hidrolik bertekanan tinggi ). Pada saat terjadi kick Crew dapat dengan cepat menutup blowout preventer dengan menghidupkan kontrol pada accumulator atau pada remote panel yang terletak pada lantai bor. Unit accumulator dihidupkan pada keadaan darurat yaitu untuk menutup BOP Stack. Unit ini dapat dihidupkan dari remote panel yang terletak pada lantai bor atau dari accumulator panel pada unit ini terdiri dalam keadaan crew harus meninggalkan lantai bor. 3. Sistem Penunjang (Supporting System) Peralatan penunjang yang terpasang rangkaian peralatan sistem pencegahan semburan liar (BOP System) meliputi choke manifold dan kill line. Choke Manifold
10

Choke Manifold merupakan suatu kumpulan fitting dengan beberapa outlet yang dikendalikan secara manual dan atau otomatis. Bekerja pada BOP Stack dengan high presure line disebut Choke Line. Bila dihidupkan choke manifold membantu menjaga back pressure dalam lubang bor untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. Lumpur bor dapat dialirkan dari BOP Stack kesejumlah valve ( yang membatasi aliran dan langsung ke reserve pits ), mudgas separator atau mud conditioning area back pressure dijaga sampai lubang bor dapat dikontrol kembali. Kill Line Kill Line bekerja pada BOP Stack biasanya berlawanan berlangsung dengan choke manifold ( dan choke line ). Lumpur berat dipompakan melalui kill line kedalam lumpur bor sampai tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangi tekanan formasi.

DESKRIPSI ALAT 1. Komponen Utama BOP System Komponen utama BOP System terdiri dari dua sub komponen, yaitu Rangkaian BOP Stack, Accumulator dan Sistem Penunjang (Supporting system) Fungsi : a) Rangkaian BOP Stack, berfungsi untuk menahantekanan lubang bor saat terjadi kick, dimana rangkaian tersebut terdiri dari sejumlah valve yang dapat menutup lubang bor bila terjadi kick. b) Choke manifold, bekerja pada BOP stack dengan high pressure line yang dapat memindahkan aliran lumpur pada saat terjadi "kick".
11

c) Kill line, disambung berlawanan letaknya dengan choke line sehingga memungkinkan pemompaan lumpur berat ke dalam lubang bor. 2. Rangkaian BOP Stack Rangkaian BOP Stack terdiri dari Annular Preventer, Pipe ram preventer, Drilling Spool, Blind ram preventer, dan Casing head Fungsi: a) Annular preventer, dapat menutup lubang annulus baik lubang dalam keadaan kosong ataupun ada rangkaian pipa bor. b) Ram preventer, hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuran pipa tertentu, atau dalam keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang. c) Drilling spools, tempat pemasangan choke line dan kill line. d) Casing head, sebagai fondasi BOP Stack. 3. Sistem Penunjang (Supporting System) Komponen utama dari sistem penunjang adalah Choke manifold, dan Kill line. Fungsi: a) Choke manifold, membantu menjaga back pressure dalam lubang bor untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. b) Kill line, tempat lalunya lumpur berat yang dipompakan ke dalam lubang bor sampai tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangi tekanan formasi. PEMBAHASAN BOP sangat diperlukan dalam operasi pemboran, sebagai pengaman apabila sewaktuwaktu terjadi kick. Apabila terjadi kick maka crew dengan cepat menutup Blowout Preventer dengan menghidupkan kontrol pada accumulator yang terletak pada lantai bor. Pada perencanaan BOP Stack, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut : Kekuatan penahanan tekanan Pemilihan dan pengaturan komponen Variasi penempatan, serta Sistem pembelok Prosedur yang lazim digunakan dalam memperkirakan besarnya tekanan yang terjadi pada pemboran sumur dangkal adalah dengan estimasi tekanan yang mungkin terjadi dengan berat lumpur yang digunakan serta kedalaman operasi pemboran. Sedangkan untuk sumur dalam memerlukan perhitungan yang lebih kompleks. Blow out preventer sistem sangat berguna untuk mencegah terjadinya suatu aliran fluida formasi yang tidak terkendalikan sampai ke permukaan, yaitu dengan menutup lubang bor ketika terjadi kick. Faktor utama yang harus diperhatikan adalah tentang keadaan lumpur bor. Lumpur bor harus terus dikontrol sehingga kita dapat mengetahui kalau terjadi kick. Tanda-tanda terjadinya kick antara lain lumpur bor memberikan tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan formasi, volume lumpur dalam mud pit terlalu besar, dan lain-lain.
12

Sistem ini terdiri dari dua sub-komponen utama, yaitu BOP stack dan accumulator serta supporting system. Adapun fungsi dari BOP Stack adalah menahan tekanan lubang bor bila terjadi kick dan apabila keadaan darurat maka accumulator akan menutup BOP Stack. Dan untuk menggerakkan accumulator yang bekerja pada sistem BOP stack, menggunakan "High Pressure Hydraulic" (saluran hidrolik bertekanan tinggi). KESIMPULAN Dari hasil pengamatan tentang penjelasdan di atas, praktikan dapat mengambil kesimpulan bahwa : 1. Blow out preventer system sangat diperlukan dalam operasi pemboran untuk mencegah jika sewaktu-waktu terjadi kick. 2. Faktor utama yang penting adalah sangat diperhatikannya lumpur pemboran, pengamatan dan perhitungan terus menerus harus dilakukan pada saat operasi pemboran untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda kick. 3. Kick merupakan hal yang sangat penting diperhatikan selama operasi pemboran berlangsung. Hal tersebut dilakukan karena kick merupakan indikasi untuk terjadinya blow out, maka dari itu bila kick terjadi maka kita sudah harus bersiap diri seperti menghitung tekanan pada casing head, tekanan pada choke manifold, tekanan pompa lumpur, kelebihan volume lumpur di mud pit, dan yang terpenting pengendalian tekanan dengan menyiapkan BOP. 4. Pada perencanaan BOP Stack, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut : Kekuatan penahanan tekanan Pemilihan dan pengaturan komponen Variasi penempatan, serta Sistem pembelok

UNDERBALANCED DRILLING

Underbalanced drilling (UBD) adalah metode pemboran dimana tekanan hidrostatik kolom fluida pemboran yang dipakai akan lebih kecil daripada tekanan formasi, sehingga akibatnya akan ada aliran gas, air maupun hidrokarbon dari formasi ke lubang sumur secara terus-menerus. Penggunaan metode UBD biasanya pada daerah bertekanan subnormal karena mampu meminimalisasi dan menghindari terjadinya problem hilang lumpur (loss circulation) dan terjadinya pipa terjepit (differential pipe sticking). Selain itu dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerusakan formasi, serta pemboran dapat berlangsung secara efektif dan efisien ( meningkatkan laju penembusan pahat, meningkatkan hasil penilaian formasi dan pengurangan penggunaan biaya lumpur ).
13

Identifikasi zona yang sesuai dengan penggunaan metode UBD Pada umumnya suatu operasi pemboran memiliki harapan agar dapat dilakukan secara efektif dan efisien sehingga diperoleh suatu hasil yang optimum. Pada kenyataannya tidak semua metode pemboran ternyata cocok dengan kondisi daerah dimana pemboran tersebut dilakukan. Sehingga identifikasi pada daerah operasi pemboran merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan operasi pemboran agar didapatkan hasil yang optimum. Demikian pula pada pemboran underbalanced, aplikasi metode ini akan berpotensial terhadap hasil yang optimum apabila dilakukan pada daerah-daerah, seperti : 1. Depleted Reservoir (subnormal pressure) Depleted reservoir (daerah subnormal pressure), dimana gradien tekanannya lebih rendah dibandingkan dengan tekanan hidrostatik kolom fluida pemboran. Jika digunakan metode conventional maka daerah ini berpotensial terjadinya fenomena lumpur masuk kedalam reservoir (hilang lumpur) dan pipa terjepit. Hilang lumpur ini terjadi jika besarnya lubang pori lebih besar dari ukuran partikel lumpur pemboran. Ukuran lubang pori yang mengakibatkan terjadinya hilang sirkulasi ini berada pada kisaran 0,1 - 1,00 mm. Biasanya terjadi pada daerah yang memiliki lapisan dengan permeabilitas sangat besar, rekah-rekah, seperti sandstone dan unconsolidated sand. 2. Reservoir rekahan Reservoir dengan rekahan alami ini biasanya memperlihatkan hilang fluida pemboran yang sangat besar. Kehilangan fluida ini akan membuat masalah pemboran seperti well control atau memberikan terjadinya mechanical sticking, karena tekanan hidrostatik fluida pemborannya lebih besar dari tekanan formasinya. Sedangkan pada operasi pemboran underbalanced tekanan didesain lebih kecil dari tekanan formasi. 3. Formasi yang terdiri atas batuan yang keras Salah satu faktor yang dapat meningkatkan laju penembusan pahat pada batuan adalah densitas fluida pemboran. Studi laboratorium dan lapangan memperoleh kesimpulan bahwa semakin ringan densitas fluida pemboran yang dipakai, laju penembusan pahat akan semakin cepat, karena dengan semakin kecilnya perbedaan tekanan atau differential pressure, yaitu (ph-pf) akan semakin kecil bahkan pada UBD, perbedaan tekanan tersebut akan berharga negatif. Laju penembusan juga terpengaruh oleh kekuatan batuan (compressive strength) yang ditembus, dengan menurunkan perbedaan tekanan yang dimaksud, maka kekuatan batuan tadi akan menurun dan pahat bor dapat dengan mudah menembus lapisan batuan. Contoh untuk formasi ini adalah Limestone padat (batu gamping) dan jenis batuan yang faktor sementasinya besar (consolidated sand). 4. Formasi dengan permeabilitas besar
14

Salah satu penyebab terjadinya pipa terjepit adalah mud cake, yang terjadi jika perbedaan (selisih) antara tekanan hidrostatik lumpur pemboran dan tekanan g formasi menjadi sangat besar pada saat melewati formasi yang porous danpermeabel, seperti batu pasir (sandstone) dan batu gamping (limestone). 5. Formation damage Formasi yang berpotensi mengalami kerusakan (formation damage), bila dibor dengan metode overbalanced drilling. Salah satu penyebab kerusakan formasi(formation damage) adalah karena penggunaan lumpur yang terlalu berat sehingga partikel padatan lumpur (innert solids) akan masuk ke dalam formasi produktif. Partikel padatan dan filtrat lumpur pemboran yang masuk ke formasi akan menyebabkan beberapa hal, yaitu : Menutup pori-pori formasi produktif. Meningkatkan water content pada formasi yang mengandung minyak sehingga saturasi minyak menurun dan akhirnya ditempati oleh air. Partikel clay pada formasi produktif mengembang dan menutup permeabilitas formasi. Dengan adanya kerusakan formasi tersebut tentunya akan meningkatkan biayastimulation suatu sumur dan berakibat terganggunya produktifitas formasi. Semua jenis batuan memiliki kemungkinan menjadi tempat terjadinya hilang lumpur, akan tetapi formasi yang lemah dan bergua-gua adalah yang paling sering. Pada formasi yang lunak seperti batupasir, hilang lumpur pada prinsipnya diakibatkan oleh tingginya permeabilitas dan kemungkinan terjadinya rekahan. Pada batuan keras, seperti batu gamping, dolomit dan serpih yang keras, hilang lumpur terjadi sebagai akibat adanyavugs, caverns, rekahan alami dan induced fracture. Perencanaan Lumpur Pemboran Underbalanced Pada pemboran UBD, besarnya tekanan hidrostatik fluida yang digunakan lebih kecil dari tekanan formasi. Untuk itu digunakan fluida pemboran yang memiliki harga densitas relatif rendah, seperti : gas, udara kering (O2), busa (foam), gas yang dilarutkan kedalam fluida cairan (aerated liquid) dan beberapa jenis fluida fasa cair lainnya. Dalam perencanaan lumpur perlu diperhatikan komposisi fluida underbalanced sehingga nantinya lumpur tersebut sesuai dengan formasi yang akan ditembus. Tekanan lumpurunderbalanced 200-500 psi dibawah tekanan formasi. Sifat fisik dari lumpurunderbalanced perlu diperhatikan karena nantinya akan berpengaruh pada tekanan hidrostatik dan pembersihan lubang sumur.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan lumpur underbalanced antara lain :volume fluida injeksi, densitas lumpur, fraksi cairan dan gas dalam lumpur(lumpur aerasi),viskositas lumpur, kecapatan serta pola aliran lumpur. Pada pemboran dengan menggunakan lumpur aerasi, gas yang diinjeksikan ke dalam lumpur berfungsi untuk meringankan berat lumpur dasar tersebut sampai didapat berat yang diinginkan untuk memberikan
15

kondisi underbalancedterhadap formasi yang sedang dibor. Sedangkan salah satu fungsi lumpur aerasi yang bersirkulasi adalah untuk mengeluarkan serbuk bor dari lubang bor. Volume gas berpengaruh terhadap kondisi temperatur dan tekanan pada sutu kedalaman. Dengan demikian fraksi udara atau nitrogen dan lumpur dasar akan berubah terhadap kedalaman. Perubahan fraksi ini akan mempengaruhi perubahan densitas dan viskositas lumpur pada setiap kedalaman. Selain masalah fluidanya, dalam merencanakan suatu pemboran UBD perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut agar keberhasilan UBD dapat dicapai secara optimum. Perencanaan itu meliputi peralatan yang akan digunakan untuk menunjang pemboran UBD, baik dibawah maupun dipermukaan sumur, desain wellhead, drill string, casing dan pemilihan bitnya. Untuk wellhead, drill string, casing dan bit pada prinsipnya sama dengan pemboran dengan menggunakan kondisi overbalanced (konvensional), hanya saja mengalami sedikit modifikasi yang disesuaikan dengan jenis fluida yang akan digunakan. Kendala yang dihadapi Kendala-kendala yang sering dihadapi dalam pemboran underbalanced, seperti :

Kestabilan sumur akan terganggu dan lubang akan gugur sehingga menyebabkan drill string terjepit. Adanya aliran air formasi menuju lubang sumur dapat menyebabkan penyumbatan pada annulus sumur karena penggunaan fluida dari gas sehingga air formasi dapat membasahi serpih bor dalam annulus. Terjadinya ledakan didalam sumur, ini terjadi apabila menggunakan udara sebagai fluida pemboran. Kesulitan pada penggunaan MWD, Pada pemboran dimana menggunakan udara kering dan gas sebagai fluidanya, karena tidak adanya media lumpur untuk meneruskan pulse kepermukaan untuk mendapatkan data.

Hubungan antara UBD dengan formasi yang ditembus Beberapa kondisi yang mendasari kita untuk merencanakan model Underbalanced Drilling tertentu berdasarkan formasi yang ditembus dan jenis fluida yang akan digunakan, yaitu : 1. Pada formasi yang terdiri atas batuan yang keras Cara UBD yang sebaiknya dipakai adalah dengan menggunakan udara kering sebagai fluida pemborannya, tetapi bila permeabilitasnya besar sehingga memungkinkan air formasi mengalir ke dalam lubang sumur, maka model mist drilling atau mengebor dengan fluida pemboran yang dibuat menyerupai kabut bisa digunakan. Sedangkan pemboran dimana busa digunakan sebagai fluidanya atau foam drilling sangat baik digunakan pada formasi yang berpermeabilitas besar sehingga aliran air formasi mampu
16

mencapai lubang sumur. Tapi jika terdapat aliran gas dari formasi ke dalam lubang sumur, nitrogen atau gas alam dapat digunakan sebagai fluida yang akan diinjeksikan kedalam sumur dengan menggunakan bantuan tubing berdiameter 1- 2 yang ditempatkan pada salah satu sisi luar casing (parasite tubing injection). 2. Pada formasi dengan porositas dan permeabilitas batuan yang besar Bila terdapat aliran gas dari formasi ke dalam lubang sumur, maka penginjeksian nitrogen kedalam sumur yang berisi lumpur bor bisa digunakan sebagai fluida UBD. Dan jika aliran gasnya tidak dijumpai, maka fluida campuran antara cairan dan gas dapat digunakan. Sedangkan bila pipa terjepit terjadi pada formasi yang bertekanan sangat rendah dan formasinya keras, maka busa dapat digunakan sebagai fluida UBD. Untuk mencegah terjadinya pipa terjepit tersebut secara umum dapat digunakan semua jenis fluida yang direkomendasikan pada model UBD. 3. Pada formasi yang berpotensi mengalami kerusakan (formation damage) Bila kerusakan formasi terjadi pada suatu reservoir yang mengalami penurunan tekanan dapat digunakan nitrogen atau crude oil sebagai fluida UBD. Adapun cara untuk mendapatkan kondisi UBD bila menggunakan fluida jenis ini adalah : Dengan menginjeksikan fluida pemboran pada drill string melalui stand pipe, jika tekanan formasinya sangat rendah. Parasite tubing injection, bila tekanan formasinya agak tinggi dan pemboran sumur membutuhkan MWD. Temporary casing injection, jika tekanan formasi medium dan diperlukan laju gas yang cukup tinggi. Busa, jika tekanan formasi kecil dan menggunakan sistem terbuka (jika tidak dijumpai kandungan gas H2S pada formasi). Bila kerusakan formasi terjadi pada reservoir dengan tekanan normal, disarankan menggunakan UBD dengan model flow drilling (menggunakan sistem tertutup bila ada gas H2S dari formasi). Hilang lumpur atau kerusakan formasi pada reservoir fractureddan bertekanan normal, flow drilling dengan sistem terbuka tanpa ada H2S dapat diterapkan. Bila kerusakan formasi pada reservoir yang bertekanan sangat tinggi, digunakan UBD dengan model Snubb Drilling.

17

COILED TUBING

Coiled tubing merupakan salah satu penemuan teknologi baru dan sedang mengalami perkembangana sekarang ini di industri perminyakan. Sedangkan pengertian coiled tubing adalah suatu tubing yang dapat digulung dan bersifat plastis, terbuat dari bahan baja yang continue (tidak bersambung). Peralatan dipermukaan coiled tubing tidak tidak memerlukan lahan yang luas untuk operasinya. Kelebihan-kelebihan dari coiled tubing tersebut dapat menjadi pilihan teknologi yang diharapkan dalam aplikasi terhadap operasi dilapangan. Coiled tubing dapat diapakai dalam operasi produksi, operasi pengeboran dan operasi kerja ulang.
18

Pada tahun 1988 Dowel schlumberger mengidentifikasikan bahwa coiled tubing berfungsi sebagai : 1. Penggunaan konvensional :

Pembersihan sumur dan kickoff Drill Stem Test Media untuk injeksi fluida untuk stimulasi Untuk memisahkan zona produksi pada squeeze cementing

2. Penggunaan Unconvensional :

Menurunkan packer dan penataan bridge plugs Coiled tubing Conveyed perforating(CTCP) Survei tekanan dan temperatur Pemasangan gravel pack Fishing

3.Penggunaan sebagai wireline :


Keperluan logging (pada kondisi open hole dan cased hole) Perforasi Penggambaran metoda produksi Test In-situ stress

4. Pengunaan dan keperluan masa depan :


Untuk keperluan multi zone completion system Keperluan survey radioaktif Melewatkan tubing Down hole traetment dan monitoringnya

Komponen- komponen Coiled tubing A. Peralatan diatas Permukaan Peralatan di atas permukaan yang harus tersedia dalam operasi coiled tubing , meliputi : 1. Tubing Injector Heads Tubing heads didesain untuk tiga fungsi dasar, yaitu : a) Menyediakan/memberikan daya dorong yang dibutuhkan untuk mendorong tubing masuk ke dalam sumur. b) Menanggulangi/mengatasi gesekan dari dinding lubang sumur. c) digunakan untuk mengontrol kecepatan masuknya tubing ke dalam sumur dan kecepatan pada waktu menarik tubing keluar dari sumur serta menahan seluruh berat rangkain coiled tubing.
19

Tubing dapat diangkat atau dapat digunakan untuk mengetahui peralatan downhole maupun keadaan dasar tubing. Tubing injector head digerakkan rantai menggunakan tenaga kontra rotating hydraulic motor. Tubing injector heads terdiri dari beberapa komponen yaitu: a) Hydroulic motors Hydraulic motor bertugas memberikan daya tarik yang diperlukan untuk menggerakkan tubing keluar maupun masuk ke dalam sumur. Dengan cara mengontrol tekanan dan flowrate dari fluida hidrolik dihubungkan untuk mengontrol motor, kecepatan dan yang lebih penting lagi energi potensial yang dapat digunakan oleh injektor head. b) Drive chains (rantai) Rantai terdiri dari mata rantai, block pegangan (gripper blocks) dan pada rantai konvensional digunakan roller bearings. Pada waktu terjadi beban pada rangkaian tubing yang disebabkan oleh adanya gesekan pada material penyusun blok sangata penting untuk menjamin effisiensi operasi dari tubing injektor head dan menjaga keruskan mekanik pada tubing. c) Chain tensioners Pada waktu tubing dimasukkan ke dalam sumur, beban pada Inctor chain bertambah sehingga diperlukan tenaga pada gripper blok untuk mempertahankan daya tarik efisien. Untuk mengatasi hal ini digunakan tekanan hidrolik pada bagian samping dari sistem chain tensioner. d) Gooseneck Gooseneck berbentuk lengkungan yang mempunyai sudut tertentu berfungsi untuk menggerakkan tubing masuk injektor head melalui bagian atas dari injektor head chains. e) Weight indicator Weight indicator berfungsi untuk menunjukkan besarnya tegangan yang terjadi pada tubing yang tergantung dalam sumur mulai dari injector head chains, 0termasuk efek yang terjadi karena tekanan di kepala sumur maupun efeak bouyancy. Weight indicator daspat di jalankan dengan cara hydrolic, elektronik maupun kombinasi diantara keduanya. 2. Coiled Tubing Reel Coiled tubing reel berfungsi sebagai tempat (wadah) bagi coiled tubing . Coiled tubing reel terbuat dari baja yang mempunyai diameter tertentu sesuai dengan ukuran dari coiled tubing. Reel dikendalikan oleh hydraulic motor yang dilengkapi dengan peralatan untuk menjaga reel dari sistem hydraulic bilamana terjadi kesalahan mekanik ataupun kesalahan operator. Motor menggerakkan rangkaian reel dengan cara memutar rantai yang dihubngkan dengan gigi-gigi yang terdapat pada reel. Pada beberapa desain reel terbaru antara motor dan gearbox dibentuk pada satu rangkaian reel.

20

Coiled tubing reel juga dilengkapi dengan breaking system untuk menjaga putaran reel (menahan dan melambatkan putaran reel) dan selama control valve dari injector heads pada posisi netral. Tubing digulung kedalam reel melaui mekanisme yang disebut levelwind assembly agar tubing dapat teratur terbungkus di reel. Levelwind assembly memebentuk gulungan lebar dan dapat diangkat untuk ketinggian yang diinginkan pada jalur antara injector tubing guide dan reel. Levelwind dilengkapi dengan tubing integrity monitor untuk menilai dan memperhatikan luar coiled tubing. 3. Power Pack Power pack berfungsi untuk memberikan tenaga hidrolik untuk mengoperasikan dan mengontrol unit coiled tubing dengan peralatan pengontrol tekanan. Umumnya power pack terdiri dari diesel engine sebagai penggerak untuk mengatur system dan sirkulasi suplai pompa hydraulic dengan tekanan dan laju aliran yang dikehendaki. Diesel engine dilengkapi dengan sitem protection untuk menjaga kebisingan dalam pengoperasian. Pressure control valve berfungsi untuk membatasi pengaturan dan sistem tekanan maksimum pada bagian sirkulasi. Fluida dalam sistem hidroluk dijaga agar tetap bersih dengan menggunakan filter disetiap bagian. 4. Control Cabin Adalah suatau ruangan yang merupakan tempat dari control console yang berfungsi untuk mengontrol pengoperasian dan memonitor component coiled tubing unit. 5. Stripper Berfungsi untuk memberikan tekanan kecil untuk menutup dan mengerakkan coiled tubing masuk atau keluar dari sumur sehingga tidak terjadi hubungan antara tekanan sumur dengan tekanan permukaan. Tekanan pada stripper dapat diatur oleh operator didalam kontrol kabin. 6. BOP (Blow Out Preventer) Stack Suatu alat yang melindungi coiled tubing dan mengisolasi tekanan dalam lubang sumur, melindungi pada saat terjadi situasi darurat (blow out). Terdapat beberapa tipe BOP Stack : 1. Shear/seal BOP 2. Combi BOP 3. Quad BOP B. Peralatan di Bawah Permukaan Peralatan di bawah permukaan yang harus tersedia dalam operasi coiled tubing adalah : 1. Connector

21

Berfungsi untuk menghubungkan bermacam-macam peralatan bawah permukaan dengan ujung dari coiled tubing. 2. Check Valve Dihubngkan dengan connector yang berada pada ujung dari coiled tubing yang berfungsi untuk mencegah masuknya aliran balik fluida sumur ke dalam coiled tubing. 3. Swivel Joint Digunakan untuk menyusun agar peralatan peralatan bawah permukaan dapat dirangkaikan secara berurutan dan dapat digerakkan atau diputar. Dapat dilihat pada. 4. Release Joint Berfungsi untuk melepas string kerja coiled tubing string, metoda yang digunakan adalah : a) Tension-Active Release Joint Dengan menganggap sebagian sebuah titik lemah di dalam tool string sebelum mengakibatkan beberapa kerusakan dalam tool string retrieve atau coiled tubing, menggunakan shear pin atau screw. b) Pressure-Active Release Joint Digerakkan dengan menggunakan tekanan yang melewati coiled tubing, kemudian berbalik dengan menggunakan perbedaan tekanan didalam dan diluar coiled tubing, ini menggunakan semacam bola didalamnya. 5. Debris filter Digunakan bersama dengan peralatan peralatan Coiled Tubing di bawah permukaan yang lain dan sangat peka sebagai penyaring material-material tertentu yang berukuran kecil. 6 . Nozzle dan Jetting Subs Salah satu bagian sirkulasi yang pada ujungnya memiliki ukuran yang relatif kecil dibanding pada bagian lain. Dengan demikian pada bagian yang lebih kecil pancaran fluidanya akan lebih keras. Biasanya digunakan untuk membersihkan scale yang lunak. 7 .Centralizer Adalah suatu peralatan bawah permukaan yang berfungsi untuk : a) Menjaga agar peralatan coiled tubing tetap ditengah-tengah lubang bor. b) Mencegah rintangan dalam lubang bor. c) Meminimalkan distorsi d) Memeberikan stabilitas ketika operasi pemboran e) Memeberikan tempat untuk aliran fluida. 8 . Jars Suatu alat yang menghasilkan sebuah efek kejut (sentakan) ke atas terhadap pipa di bawah jars bila terjadi stuck (jepitan), dapat dilihat pada. Tipe Jars : a) Tenaga mekanik b) Tenaga hidrolik c) Fluida (imopact drill)
22

9. Accelerator Alat ini digunakan bersama-sama dengan jars dalam operasi pemancingan.

LUMPUR PEMBORAN

Tujuan utama dari sistem sirkulasi pada suatu operasi pemboran adalah untuk mensirkulasikan fluida pemboran (lumpur bor) ke seluruh sistem pemboran, sehingga lumpur bor mampu mengoptimalkan fungsinya. Sistem sirkulasi pada dasarnya terdiri dari empat komponen, yaitu : 1. Fluida pemboran (lumpur bor) 2. Tempat persiapkan 3. Peralatan sirkulasi 4. Conditioning area LUMPUR PEMBORAN (DRILLING FLUID, MUD) Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan dari beberapa komponen yang dapat terdiri dari : air (tawar atau asin), minyak, tanah liat (clay), bahan-bahan kimia, gas, udara, busa maupun detergent. Di lapangan fluida dikenal sebagai "lumpur" (mud). Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting serta sangat menentukan dalam mendukung kesuksesan suatu operasi pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada kinerja lumpur pemboran. Fungsi lumpur dalam suatu operasi pemboran antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengangkat cutting ke permukaan. 2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string. 3. Memberi dinding lubang bor dengan mud cake. 4. Mengontrol tekanan formasi. 5. Membawa cutting dan material-material pemberat pada suspensi bila sirkulasi lumpur dihentikan sementara. 6. Melepaskan pasir dan cutting dipermukaan.
23

7. Menahan sebagian berat drill pipe dan cutting (bouyancy efect). 8. Mengurangi effek negatif pada formasi. 9. Mendapatkan informasi (mud log, sampel log). 10. Media logging. Komposisi lumpur pemboran. Komposisi lumpur pemboran ditentukan oleh kondisi lubang bor dan jenis formasi yang ditembus oleh mata bor. Ada dua hal penting dalam penentuan komposisi lumpur pemboran, yaitu : Semakin ringan dan encer suatu lumpur pemboran, semakin besar laju penembusannya. Semakin berat dan kental suatu lumpur pemboran, semakin mudah untuk mengontrol kondisi dibawah permukaan separti masuknnya fluida formasi bertekanan tinggi (dikenal sebagai "kick"). Bila keadaan ini tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan semburan liar (blowout). Lumpur umumnya campuran dari tanah liat (clay), biasanya bentonite, dan air yang digunakan untuk membawa cutting ke atas permukaan. Lumpur berfungsi sebagai lubrikasi dan medium pendingin untuk pipa pemboran dan mata bor. Lumpur merupakan komponen penting dalam pengendalian sumur (well-control), karena tekanan hidrostatisnya dipakai untuk mencegah fluida formasi masuk ke dalam sumur. Lumpur juga digunakan untuk membentuk lapisan solid sepanjang dinding sumur (filter-cake) yang berguna untuk mengontrol fluida yang hilang ke dalam formasi (fluid-loss). Sistem yang paling penting di rig adalah sistem sirkulasi lumpur pemboran. lumpur pemboran dipompakan ke dalam pipa bor yang akan disemprotkan keluar melalui nozzle pada pahat dan kembali ke permukaan melalui ruang antara pipa dan lubang. Lumpur pemboran akan mengangkat potongan-potongan batu yang dibuat oleh pahat (disebut cuttings) ke permukaan. Hal ini mencegah penumpukan serbuk bor di dasar lubang. selama pemboran, lubang sumur selalu penuh terisi lumpur pemboran untuk mencegah mengalirnya fluida seperti air, gas atau minyak dari batuan bawah tanah ke lubang sumur. Jika minyak atau gas dapat mengalir ke permukaan saat pemboran, akan menyebabkan kebakaran. Bahkan jika hanya air yang mengalir saja dapat menggugurkan lubang dan membuat kita kehilangan sumur. dengan adanya lumpur pemboran, fluida ini tertahan berada di dalam batuan. pemboran sumur di lepas pantai hampir sama dengan pemboran di daratan. Untuk sumur wildcat di lepas pantai, rig dinaikkan di atas barge, anjungan (platform) terapung, atau kapal yang dapat berpindah. apabila lapangan lepas pantai sudah ditentukan, anjungan (platform) produksi akan dipasang untuk membor sumur-sumur lainnya dan memproduksi migas. Karena lumpur pemboran menjaga agar migas tetap berada di dalam batuan, cadangan migas bawah tanah pun dapat dibor tanpa mengindikasikan adanya migas, sehingga diperlukan evaluasi sumur dengan cara menurunkan peralatan rekam wireline. Truk alat rekam dipanggil, menurunkan tabung berisi instrumen yang disebut sonde ke dalam lubang sumur. ketika sonde diangkat keluar lubang, instrumen akan merekam secara elektrik, suara
24

dan radioaktif sifat-sifat batuan dan fluida yang dilaluinya. Pengukuran ini direkam pada kertas panjang bergaris yang disebut well log. well log ini memberi informasi tentang komposisi lapisan batuan, pori-pori, dan fluida yang mungkin ada di dalamnya. Dari hasil pembacaan well log, sumur dapat saja ditutup dan ditinggalkan sebagai sumur kering atau diselesaikan untuk diproduksikan. pemasangan pipa produksi adalah cara awal menyelesaikan sumur. untuk memasang pipa, pipa baja panjang yang bergaris tengah besar (disebut selubung atau casing) dimasukkan ke dalam sumur. Semen basah dipompakan ke dalam ruang antara casing dan dinding sumur hingga mengeras untuk menjaga lubang sumur. pada kebanyakan sumur, pemasangan casing bertahap yang disebut casing program dilakukan sebagai berikut: bor sumur, pasang casing, bor lebih dalam, pasang casing lagi, bor lebih dalam lagi, dan pasang casing lagi. Fungsi Lumpur Pemboran Menurut Preston L. Moore (1974), lumpur pemboran mulai dikenal pada sekitar tahun 1900-an bersamaan dengan dikenalnya pemboran rotari. Pada mulanya tujuan utama dari lumpur pemboran adalah untuk mengangkat serbuk bor secara kontinyu. Dengan berkembangnya zaman, banyak fungsi-fungsi tambahan yang diharapkan dari lumpur pemboran. Banyak additif dengan berbagai fungsi yang ditambahkan kedalamnya, menjadikan lumpur pemboran yang semula hanya berupa fluida sederhana menjadi campuran yang kompleks antara fluida, padatan dan bahan kimia. Dari adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini, fungsi-fungsi utama dari lumpur pemboran yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Mengendalikan tekanan formasi. 2) Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor. 3) Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake. 4) Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran. 5) Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan. Masing-masing fungsi akan dijelaskan satu persatu. Dan dalam penulisan ini yang berkaitan erat dengan judul penulisan adalah fungsi yang nomor kedua dari kelima fungsi utama dari lumpur pemboran tersebut. 1. Mengendalikan Tekanan Formasi Tekanan formasi umumnya adalah sekitar 0,465 psi/ft. Pada tekanan yang normal, air dan padatan pada pemboran telah dapat untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan yang lebih kecil dari normal (sub-normal) densitas lumpur harus diperkecil supaya perolehan hilang lumpur atau loss circulation tidak terjadi. Tetapi sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari tekanan normal maka penambahan barite sebagai pemberat perlu dilakukan. 2. Mengangkat Serbuk Bor ke Permukaan dan Membersihkan Dasar Lubang Bor. Pembersihan lubang bor adalah fungsi pokok dari lumpur pemboran. Fungsi ini juga paling sering dilalaikan dan salah dinterpretasikan. Serbuk bor biasanya mempunyai SG sekitar 2,3 samapai 3,0 dan rata-rata adalah 2,5. Jika serbuk bor lebih berat dari lumpur, maka serbuk bor akan jatuh dengan kecepatan yang disebut dengan kecepatan slip.
25

Kecepatan slip dari serbuk bor dalam aliran fluida, dipengaruhi secara langsung oleh sifat fisik lumpur antara lain kekentalan fluida. Jadi jika kecepatan lumpur di annulus dibatasi oleh kemampuan pompa atau pembesaran lubang, maka lumpur perlu dikentalkan untuk mengurangi kecepatan slip serbuk bor agar lubang bor tetap bersih. Keberhasilan pengangkatan juga dipengaruhi oleh luasan permukaan atau bentuk daripada partikel serbuk bor, semakin besar luasan dari partikel, maka gaya angkat fluida meneruskan tenaga dorong dari pompa akan semakin bagus sehingga kecepatan slip serbuk bor juga bisa dikurangi dengan memperbaiki sifat-sifat fisik lumpur, disamping itu juga mengoptimalkan tekanan pemompaan. Bentuk fisik daripada partikel serbuk bor tergantung juga kepada jenis formasi yang ditembus. Pada aliran laminer kecepatan fluida pada sisi dinding lubang bor sangatlah kecil sehingga efek torsi mudah terjadi karena ujung alirannya yang parabolik, hal ini akan menyebabkan serbuk bor mudah jatuh lagi ke dasar lubang bor, ini akan dapat menghambat berhasilnya pengangkatan serbuk bor. Pengangkatan serbuk bor akan mendapatkan hasil yang lebih bagus dengan menggunakan aliran turbulen, karena distribusi kecepatannya datar bukan parabolik seperti pada aliran laminer. Kekurangannya adalah mudah terjadi pengikisan lubang bor bila formasi yang ditembus tidak kompak, hal ini akan mengakibatkan runtuhnya dinding lubang bor yang menyebabkan semakin mengendapnya serbuk bor dan tidak terangkatnya serbuk bor dengan baik. Lumpur dasar air dapat dikentalkan dengan menambahkan bentonite, dengan menambahkan banyak padatan, dengan flokulasi padatan atau dengan additif khusus. Jadi ada beberapa pilihan, dan penentuan pilihan tergantung dari tujuan lain yang ingin dicapai. Bentonite adalah pilihan yang murah, tetapi jika ada masalah hilang air, maka harus ditambah pengencer untuk mencegah flokulasi. Hasil yang didapat mungkin hanyalah sedikit penambahan pada kapasitas pengangkatan dan masalah dalam lubang tetap terjadi. Penambahan banyak padatan akan menaikkan densitas, pilihan ini tidak dianjurkan jika tidak digunakan untuk tujuan mengontrol tekanan. Penerapan flokulasi lumpur adalah pilihan yang mudah dan murah, tetapi juga dibatasi oleh masalah hilang air. Additif khusus mungkin merupakan pilihan yang paling tepat, tetapi hal ini akan menaikkan biaya lumpur. Lumpur pemboran yang baik untuk pembersihan dasar sumur apabila memiliki karakteristik mengencer akibat gesekan (shear thining) yang baik, karena semakin bersih lubang bor berarti semakin bagus pula pengangkatan serbuk bornya sampai kepermukaan. 3. Memberi dinding Pada Lubang Bor Dengan Mud Cake. Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis didinding formasi permeabel (lulus air), pembentukan mud cake ini akan menyebabkan tertahannya aliran fluida masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk yaitu cairan plus padatan menyebabkan padatan tertinggal/tersaring). Mud Cake yang dikehendaki adalah mud cake yang tipis karena dengan demikian lubang bor tidak dipersempit dan cairan tidak banyak yang hilang. Sifat wall building ini dapat diperbaiki dengan penambahan : a. Sifat koloid drilling mud dengan bentonite.
26

b. Memberi zat kimia untuk memperbaiki distribusi zat padat dalam lumpur dan memperkuat mud cake. 4. Melumasi dan Mendinginkan Pahat. Panas yang ditimbulkan terjadi karena gesekan pahat serta drillstring dengan formasi. Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sukar sekali menghilangkan panas dalam waktu cepat, tetapi umumnya dengan adanya aliran lumpur telah cukup untuk mendinginkan sistem serta melumasi pahat. Umur pahat bisa lebih lama sehingga biaya pergantian pahat bisa ditekan, karena dengan tertembusnya formasi yang cukup keras, kalau tidak terlumasi dengan baik, bit akan cepat tumpul sehingga daya tembusnya menjadi lambat dan memperlambat proses pemboran. 5. Menahan Padatan Dari Formasi dan Melepaskannya di Permukaan. Lumpur pemboran yang baik mempunyai sifat tixotropi yang menyebabkan partikelpartikel padatan dapat dibawa sampai kepermukaan, dan menahannya didalam lumpur selama sirkulasi berhenti. Kemampuan lumpur untuk menahan serbuk bor selama sirkulasi dihentikan terutama tergantung terhadap gel strength, dengan cairan menjadi gel tekanan terhadap gerakan serbuk bor kebawah dapat dipertinggi. Serbuk bor dapat ditahan agar tidak turun kebawah, karena bila ia mengendap dibawah bisa menyebabkan akumulasi serbuk bor dan pipa akan terjepit. Selain itu ini akan memperberat kerja pompa untuk memulai sirkulasi kembali. Tetapi gel yang terlalu besar akan berakibat buruk juga, karena akan menahan permbuangan serbuk bor dipermukaan (selain pasir). Penggunaan alat seperti desander dan shale shaker dapat membantu pengambilan serbuk bor dari lumpur dipermukaan. Patut ditambahkan bahwa pasir harus dibuang dari lumpur karena sifatnya yang abrassive pada pompa, sambungan-sambungan Pemeliharaan Pompa-pompa di Rig Pemboran Pompa lumpur adalah suatu alat untuk memompakan cairan dengan mengubahtenaga mekanis menjadi tenaga hidrolis. Fungsinya untuk memberikan dayahidrolis berupa tekanan dan volume aliran/debit lumpur, dengan mengalirkanlumpur dari tangki melalui manifold stand pipe masuk ke drill string, menuju ke nozzle pahat dengan mengefektifkan jet velositynya. Kemudian dengan tekananyang dihasilkan oleh pompa lumpur, cairan pemboran akan membawa serbuk bordari dasar lubang menuju permukaan melalui annulus. Sedangkan prinsip kerja pompa triplex single acting itu sendiri adalahdengan satu kali gerakan bolak-balik akan menghasilkan satu kali kerja. Dimana pada saat piston bergerak ke belakang terjadi langkah pengisapan sehingga liner terisi oleh cairan. Karena pompa triplex bekerja cepat maka pengisian liner dilakukan oleh pompa centrifugal sebagai super chargingnya. Sedangkan pada saat piston bergerak ke depan, maka terjadi langkah penekanan (discharge) sehingga volume cairan yang ada di salam liner terdorong keluar menuju discharge manifold. Tipe Lumpur Pemboran
27

Sesuai dengan lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap lapangan, serta tujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan, kerja ulang) kita mengenal type/ sistim lumput yang berbeda-beda pula, seperti : 1) Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed). Termasuk diantaranya lumpur tajak untuk permukaan dan sumur dangkal dengan treatment yang sangat terbatas. 2) Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan berat jenis yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perlu didispersikan menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite serta Tannin 3) Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ion Calcium untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena menyerap air. 4) Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl)) untuk mengurangi pembasahan formasi oleh air. 5) Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti Poly Acrylate, Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegah terlarutnya cuttings kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam-puannya dengan menambahkan daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut Salt Polymer System. 6) Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air, digunakan sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut. Bahanbahan kimia yang dipakai haruslah dapat larut atau kompatibel dengan minyak., berbeda dengan bahan kimia yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi desintefrasi formasi, tahan suhu tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah lingkungan 7) Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan poly alha olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini sekwaalitas dengan Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap teralu mahal. Bahan Kimia Lumpur Seperti kita ketahui, berbagai aditif berupa bahan kimia (baik yang diproduksi khusus untuk keperluan lumpur pemboran maupun bahan kimia umum) dan mineral dibutuhkan untuk memberikan karakeristik pada lumpur pemboran. Bahan-bahan tesebut dapat diklasifikasi sebagai berikut: 1) Viscosifiers (bahan pengental) seperti Bentonite, CMC, Attapulgite dan polymer 2) Weighting Materials (Pemberat): Barite, Calcium Carbonate, Garam2 terlarut. 3) Thinners (Pengencer): Phosphates, Lignosulfonate, Lignite, Poly Acrylate 4) Filtrat Reducers : Starch, CMC, PAC, Acrylate, Bentonite, Dispersant 5) Lost Circulation Materials : Granular, Flake, Fibrous, Slurries 6) Aditif Khusus: Flocculant, Corrosion Control, Defoamer, pH Control, Lubricant

28

PENGGUNAAN TEKNOLOGI VIBROSEISMIC DALAM PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK

Suatu reservoir minyak akan menurun kemampuannya dalam berproduksi akibat terbatasnya tekanan alamiah reservoir dan kehilangan tekanan selama proses produksi berlangsung. Pada saat produksi berlangsung, tekanan reservoir akan terus menurun sehingga laju produksi yang dihasilkan pada proses produksi tahap pertama (primary recovery) akan semakin kecil dan cenderung menjadi tidak menguntungkan lagi. Jumlah minyak yang dapat diproduksi pada tahap pertama berkisar antara 10 % sampai dengan 30 % dari jumlah total minyak awal yang terdapat di dalam reservoir. Oleh karena itu jumlah minyak yang masih tersisa dalam reservoir setelah produksi tahap pertama tersebut masih sangat besar. Proses perolehan minyak tahap pertama merupakan proses perolehan dengan menggunakan tenaga pendorong alami, seperti tenaga pendorong gas terlarut (solution gas drive), tenaga pendorong air (water drive), dan tenaga pendorong tudung gas (gas cap drive). Mengingat masih cukup besarnya minyak yang tersisa setelah produksi tahap pertama, maka untuk mengatasi hal tersebut diupayakan suatu usaha untuk meningkatkan perolehan minyak. Metode peningkatan perolehan minyak tahap lanjut ini dikenal dengan metode peningkatan perolehan tahap kedua (secondary recovery) dan metode peningkatan perolehan tahap ketiga (tertiary recovery). Metode perolehan minyak tahap kedua mengacu pada teknik yang bertujuan untuk mempertahankan tekanan reservoir, seperti injeksi air atau injeksi gas. Sedangkan metode peningkatan perolehan minyak tahap ketiga mengacu pada semua teknik yang diaplikasikan sesudah teknik perolehan tahap kedua.Teknik perolehan minyak tahap kedua dan tahap ketiga biasa dikenal dengan teknik peningkatan perolehan minyak (enhanced oil recovery EOR). Secara umum EOR didefinisikan sebagai teknik peningkatan perolehan minyak dengan melakukan injeksi material, yang secara normal material tersebut tidak berada di reservoir. Definisi EOR tersebut mencakup semua jenis proses perolehan minyak (drive, push-pull, dan well treatment) dan melingkupi berbagai teknik
29

peningkatan perolehan dengan menggunakan bahan kimia (chemicals agent). Dari berbagai kajian teoritis, eksperimen di laboratorium, dan lapangan dewasa ini, maka diperkenalkan suatu metode EOR yang baru yaitu vibroseismik (VibroSeismic Impact Technology VSIT). Pada prinsipnya, metode ini menerapkan stimulasi gelombang elastik ke dalam reservoir dengan menggunakan vibrator dari permukaan. Vibroseismik bukan merupakan pengganti metode EOR konvensional, tetapi dapat digunakan sebagai alternatif atau sebagai alat pelengkap agar metode yang telah ada menjadi lebih efektif dan optimal. Vibrasi seismik, berdasarkan eksperimen lapangan, telah digunakan untuk mendapatkan peningkatan perolehan yang cukup sukses di lapangan minyak Negara Rusia. Berdasarkan eksperimen laboratorium vibrasi seismik dapat memperbesar pori batuan pada kasus tertentu, menurunkan viskositas, meningkatkan permeabilitas, menurunkan tegangan permukaan, dan mengubah komposisi fluida yang ada. Mengacu pada hal tersebut, maka vibrasi seismik ternyata dapat memperbaiki mobilitas minyak. Keunggulan teknologi vibroseismik dibanding teknologi lainnya adalah biaya operasinya yang relatif murah dan tidak merusak lingkungan. Teknologi eksploitasi baru dari Rusia untuk meremajakan lapangan tua marginal (kurang ekonomis) yaitu teknologi yang menggunakan vibroseis truk dengan roda setinggi manusia dewasa itu menurunkan pelat besi di perutnya dan beratnya bisa mencapai 27 ton. Perlahan pelat baja berukuran 1 x 1,5 meter itu mulai bergetar dan memukul tanah di bawahnya dengan irama tetap. Getaran seismik yang mencapai kedalaman ratusan meter tersebut bisa membangunkan ladang-ladang minyak tua kembali berproduksi. Sepintas teknik vibroseismik ini terlihat amat mudah. Cuma getarkan, tunggu sebulan, minyak pun menyembur. Tapi, sesungguhnya tak sesederhana itu karena untuk menentukan lokasi penggetaran saja tidak asal-asalan. Ada perhitungan yang harus dilakukan dan perlu teknik monitoring untuk memperkirakan di mana letak yang baik. Setelah menentukan beberapa titik lokasi yang harus digetar, truk pun mulai beraksi. Untuk satu titik, truk itu bisa bergetar 3 6 jam sehari. Keesokannya, truk pindah ke titik lain atau tetap pada titik yang sama sesuai dengan kondisi ladang minyak. Kegiatan ini bisa berlangsung 1 3 bulan. Reaksi getaran itu bisa langsung dirasakan dengan peningkatan produksi minyak sepekan setelah digetarkan. Namun, ada pula yang responsnya baru terlihat pada enam bulan pasca penggetaran. Dalam beberapa kasus, lapangan tetangga yang berjarak beberapa kilometer juga ikut bangun. KenaikanRecovery Factor yang diperoleh dari tiap tiap sumur bervariasi, ada yang 10% sampai 70%. Kadar minyak juga bisa meningkat, ada satu lapangan minyak dari 10% menjadi 90%.

30

Suatu studi laboratorium yang dilakukan oleh Tutuka Ariadji, dkk di laboratorium ITB, vibrasi menyebabkan peningkatan harga porositas efektif batuan sebesar 1% sampai 10% dari harga porositas sebelum vibrasi. Adanya pengaruh dari penggetaran (frekuensi dan amplitudo) terhadap Saturasi Minyak Sisa (Sor) yaitu dapat menurunkan Sor sampai 55 %, menaikkan Permeabilitas Relatif Minyak (kro) sampai 73 %, menaikkan Permeabilitas Relatif Air (krw) sampai 76% dari harga awalnya. Pada umumnya, kenaikan krw lebih tinggi dari pada kenaikan kro atau terjadi kenaikan kadar air untuk frekwensi 10 Hz. Mekanisme vibroseismik dalam peningkatan perolehan minyak dan gas memiliki dampak pada dua segi, yaitu segi batuan dan fluida yang terdapat di dalam batuan tersebut. Dari segi fluida, getaran yang diberikan akan menambah energi yang nantinya akan mengurangi tekanan kapiler, sekaligus tegangan permukaan. Pada beberapa percobaan yang dilakukan, terdapat juga perubahan viskositas fluida setelah diberi efek getaran. Dari segi batuan, pemberian getaran ini akan memperbesar nilai porositas dan permeabilitas batuan tersebut. Besar kandungan clay juga merupakan faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Meski demikian, tidak semua lapangan minyak cocok menggunakan teknologi ini. Hanya lapangan minyak di darat atau dekat pantai dan memiliki 20 38 API. Sifat geologi juga mempengaruhi efektivitasnya. Batuan pasir (sandstone) lebih ramah dibanding gambut atau batu bara, karena lapisan gambut dan batubara meredam frekuensi dan amplitude yang dihantarkan dari vibroseis truk. Teknik vibrasi ini sebetulnya bekerja dengan cara menghilangkan gesekan atau tegangan permukaan antara minyak dan batuan di sekitarnya. Sebagai contoh, permukaan air yang bisa bergerak sampai ke mulut botol bila diberi getaran. Tegangan permukaan air dengan dinding botol hilang sehingga air bisa tumpah keluar. Teknik ini paling ekonomis dan effisien dibanding teknik Enhanced Oil Recovery (EOR) yang ada karena tidak memerlukan infrastruktur baru dan tidak perlu penambahan sumur pemboran yang baru dan dapat juga diterapkan dengan metode EOR yang lain secara bersamaan. Teknologi menginjeksikan air ke dalam sumur untuk mendorong minyak keluar selain tidak ekonomis untuk lapangan kecil, juga perlu filter yang mahal. Sedangkan injeksi uap panas bisa mengakibatkan minyak justru meleleh. Selain dari
31

pada itu, teknologi vibroseismik ini merupakan metode yang paling ramah terhadap lingkungan dibandingkan dengan metode lain.

LEDAKAN (SUMUR PENGEBORAN)

Sebuah ledakan adalah tidak terkontrolnya penggunaan fluida formasi dari baik , biasanya untuk minyak bumi produksi, setelah sistem kontrol tekanan telah gagal. [1]

Penyebab ledakan gas


Ledakan A disebabkan saat kombinasi kontrol dengan baik sistem gagal terutamapengeboran lumpur hidrostatik dan preventers blow-out (BOP) - dan tekanan formasi pori lebih besar dari lubang sumur tekanan di kedalaman. Ketika seperti insiden terjadi, fluida formasi mulai mengalir ke dalam lubang sumur dan menaiki dan anulus / atau di dalam pipa bor , dan umumnya disebut tendangan . Jika sumur tidak ditutup, tendangan dapat dengan cepat meningkat menjadi ledakan ketika fluida formasi mencapai permukaan, terutama bila cairan adalah gas yang cepat mengembang karena mengalir ke atas lubang sumur dan mempercepat untuk dekatkecepatan suara . Ledakan gas dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada rig pengeboran, cedera atau kematian personil rig, dan kerusakan pada lingkungan jika hidrokarbon tumpah. Sebelum pengembangan pukulan-out preventers, ledakan gas umum selama operasi pengeboran, dan disebut sebagai gushers .

Pembentukan tendangan
Tendangan dapat menjadi hasil dari kontrol kepadatan lumpur yang tidak benar, sebuah overpressured terduga (dangkal) kantong gas, atau mungkin akibat dari hilangnya cairan
32

pengeboran untuk formasi disebut zona pencuri . Jika baik adalah pengembangan baik (dan bukan kucing liar), zona ini pencuri harus sudah diketahui oleh driller dan bahan yang tepat kehilangan kontrol akan digunakan. Namun, kehilangan cairan tak terduga dapat terjadi jika formasi retak suatu tempat di bagian terbuka-lubang, menyebabkan cepat hilangnya tekanan hidrostatik dan aliran mungkin memungkinkan cairan formasi ke dalam lubang sumur. (Lihat "ledakan Underground" diskusi di bagian berikutnya.) Dangkal kantong gas overpressured umumnya tak terduga dan biasanya menyebabkan tendangan lebih keras karena ekspansi gas yang cepat segera. Cara utama untuk mendeteksi tendangan adalah perubahan relatif dalam tingkat sirkulasi kembali ke permukaan ke dalam lubang lumpur. Kru pengeboran atau insinyur lumpur melacak tingkat dalam lubang lumpur, dan peningkatan dalam tingkat ini akan menunjukkan bahwa zona tekanan yang lebih tinggi telah ditemukan di bit. Sebaliknya, penurunan tingkat ini akan mengindikasikan kehilangan sirkulasi ke formasi (yang mungkin memungkinkan masuknya fluida formasi dari zona lain jika kepala hidrostatik pada kedalaman berkurang dari kurang dari satu kolom penuh lumpur). Tingkat pengembalian lumpur juga dapat diawasi secara ketat agar sesuai dengan tingkat yang sedang dipompa ke bawah pipa bor. Jika tingkat pengembalian lebih lambat dari yang diharapkan, berarti sejumlah lumpur sedang hilang ke zona pencuri, tapi ini belum tentu namun tendangan (dan mungkin tidak pernah menjadi satu). Dalam kasus zona tekanan yang lebih tinggi, peningkatan kembali lumpur akan melihat sebagai masuknya pembentukan mendorong lumpur pengeboran ke permukaan pada tingkat yang lebih tinggi. Respon pertama yang mendeteksi tendangan akan mengisolasi lubang sumur dari permukaan dengan mengaktifkan BOP dan mendekati sumur. Kemudian kru pengeboran akan berusaha untuk beredar di lebih berat cairan membunuh untuk meningkatkan tekanan hidrostatik (kadang-kadang dengan bantuan dari kontrol baik perusahaan).Dalam prosesnya, masuknya cairan akan perlahan-lahan beredar keluar dengan cara yang terkendali, berhati-hati untuk tidak membiarkan gas apapun untuk mempercepat sampai lubang sumur terlalu cepat dengan mengontrol tekanan casing dengan tersedak pada jadwal yang telah ditetapkan. Dalam membunuh sederhana, setelah lumpur kill-berat telah mencapai bit tekanan casing yang dimanipulasi untuk menjaga bor pipa tekanan konstan (asumsi tingkat memompa konstan), ini akan memastikan memegang tekanan dasar sumur konstan memadai. Tekanan casing secara bertahap akan meningkat dengan siput kontaminan mendekati permukaan jika masuknya adalah gas, yang akan memperluas ketika bergerak meningkatkan tekanan annulus dan secara keseluruhan di kedalaman secara bertahap menurun. Efek ini akan semakin berkurang jika cairan masuknya terutama air garam. Dan dengan cairan pengeboran berbasis minyak dapat bertopeng pada tahap awal mengendalikan tendangan karena masuknya gas dapat larut ke dalam minyak di bawah tekanan di kedalaman, hanya untuk keluar dari solusi dan memperluas lebih
33

cepat karena masuknya yang mendekati permukaan.Setelah semua kontaminan telah beredar keluar, tekanan casing harus telah mencapai nol. Kadang-kadang, bagaimanapun, perusahaan bor underbalanced untuk lebih baik, tingkat penetrasi lebih cepat dan dengan demikian mereka "bor untuk iseng" karena secara ekonomis lebih sehat untuk mengambil waktu untuk membunuh tendangan dari mengebor kehilangan keseimbangan (yang menyebabkan tingkat penetrasi lebih lambat). Dalam keadaan ini, selalu dengan teknisi ahli di rig, memanggil spesialis "well control" mungkin tidak diperlukan.

Ledakan
Ketika semua kontrol yang dijelaskan di atas gagal, ledakan terjadi. Ledakan gas yang berbahaya karena mereka dapat mengeluarkan tali bor keluar dari sumur, dan gaya dari fluida dapat melarikan diri cukup kuat untuk merusak rig pengeboran . Ledakan gas sering menyalakan karena adanya sumber pengapian, dari percikan api dari batuan yang dikeluarkan bersama dengan cairan mudah terbakar, atau hanya dari panas yang dihasilkan oleh gesekan. (Jarang gas mengalir akan berisi hidrogen sulfida yang beracun dan operator minyak mungkin memutuskan untuk memicu aliran untuk mengubah ini untuk bahan kurang berbahaya.) Sebuah perusahaan kontrol juga akan perlu untuk memadamkan api dengan baik dan / atau topi dengan baik, dan mengganti kepala casing dan hanggar. Kadang-kadang, ledakan gas bisa begitu kuat bahwa mereka tidak dapat langsung dikendalikan dari permukaan, terutama jika ada begitu banyak energi di zona mengalir yang tidak menguras signifikan selama ledakan. Dalam kasus tersebut, sumur lainnya (disebut bantuan sumur) dapat dibor untuk memotong dengan baik atau saku, untuk memungkinkan membunuh-berat cairan yang akan diperkenalkan di kedalaman. (Berlawanan dengan apa yang mungkin disimpulkan dari, sumur istilah tersebut umumnya tidak digunakan untuk membantu meringankan tekanan menggunakan beberapa outlet dari zona ledakan.) Sebuah "ledakan bawah tanah" adalah situasi khusus di mana cairan dari zona tekanan tinggi mengalir tidak terkendali ke zona tekanan rendah di dalam bagian terbuka dari lubang sumur. Biasanya mereka datang lubang sumur untuk formasi dangkal (biasanya dekat sepatu casing terakhir) yang telah retak dari efek keseluruhan kepala lumpur hidrostatik ditambah tekanan casing yang dikenakan pada saat tendangan awal.Ledakan gas bawah tanah bisa sangat sulit untuk membawa di bawah kontrol meskipun tidak ada aliran keluar di lokasi bor itu sendiri. Namun, jika dibiarkan, dalam waktu cairan dapat menemukan jalan mereka ke permukaan di tempat lain di sekitar (mungkin "kawah" rig), atau mungkin menekan zona lainnya, sehingga menimbulkan masalah saat mengebor sumur berikutnya

34

KERUSAKAN FORMASI DAN SUMUR

Kontak antara formasi dengan fluida lain adalh dasar yang menyebabkan kerusakan formasi. Adapun yang dimaksud fluida disini adalah lumpur pemboran, fluida workover, fluida perforasi ataupun dari fluida reservoir itu sendiri dimana karakteristik reservoirnya telah berubah. Beberapa kemungkinan mekanisme terjadinya kerusakan formasi meliputi :

1. Penyumbatan yang berasosiasi dengan padatan. Penyumbatan oleh padatan dapat terjadi pada permukaan formasi, lubang perforasi atau pada formasi itu sendiri. Penyumbatan oleh padatan tersebut berupa material pemberat, clay, material loss circulation, pengendapan scale dan asphalt. 2. Padatan sangat kecil. Padatan yang dimaksud berupa oksida besi atau partikel silikat lain. Padatan ini sering terbawa oleh aliran dan akhirnya terendapkan dalam pori-pori pada permeabilitas relatif formasi dan akan berkembang menjadi penyumbat yang serius. Klasifikasi Mekanisme Kerusakan Formasi Mekanisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan formasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Penyumbatan partikel pada ruang pori Ketika partikel-partikel halus melalui media berpori, seringkali terendapkan di saluran rongga pori yang mengakibatkan penurunan permeabilitas. Partikel-partikel besar yang tertransport ke permukaan media porous akan menutup pori-pori permukaan dan membentuk filter cake eksternal. Partikel kecil yang melewati media porous dapat menempel pada permukaan badan pori yang menyebabkan penurunan kecil permeabilitas atau dapat menutup rongga pori yang secara efektif menyumbat ruang pori. Penutupan dapat terjadi ketika partikel kira-kira berukuran 1/3 hingga 1/7 dari rongga pori atau lebih.
35

2. Migrasi partikel halus Partikel halus yang menyebabkan penymbatan dapat berasal dari luar atau media porous itu sendiri. Pergerakan partikel halus kemungkinan disebabkan oleh perubahan komposisi kimia air atau secara mekanik yaitu karena gaya gesek pergerakan fluida. Kerusakan formasi sering disebabkan oleh dispersi partikel lempung halus ketika salinitas air konat menurun atau komposisi kimia berubah. 3. Presipitasi kimia Presipitasi padatan dari garam (senyawa anorganik) atau minyak mentah (senyawa organik) dalam formasi dapat menyebabkan kerusakan formasi hebat ketika padatan tersebut menymbat ruang pori. Presipitasi dapat juga terjadi akibat perubahan tekanan dan temperatur di sekitar lubang sumur atau alterasi komposisi fasa oleh fluida injeksi. Presipitasi anorganik dikarenakan adanya ion bivalen seperti kalsium atau barium, yang berkombinasi dengan karbonat atau sulfat. Ion-ion dalam larutan air konat di reservoir mula-mula berada pada kesetimbangan kimia dengan mineral formasi. Perubahan komposisi air garam/formasi menyebabkan presipitasi. Awalnya air formasi jenuh dengan kalsium bikarbonat, peningkatan konsentrasi pada sisi kiri persamaan di atas atau penurun konsentrasi pada sisi kanan akan mendorong reaksi ke kanan dan kalsium karbonat terpresipitasi. Penambahan ion kalsium dan penghilangan CO2 akan menyebabkan presipitasi. Jadi injeksi fluida dengan kandungan kalsium tinggi seperti fluida komplesi CaCl2 pada reservoir dengan konsentrasi bikarbonat tinggi akan menimbulkan kerusakan formasi. Begitu juga dengan penurunan tekanan di sekitar lubang sumur yang menyebabkan pembebasan CO2 dari air formasi sehingga terjadi presipitasi. Senyawa organik yang biasa menyebabkan kerusakan formasi adalah wax/lilin (parafin) dan aspaltin. Presipitasi wax terjadi ketika temperatur turun atau komposisi kimia minyak berubah karena pembebasan gas akibat penurunan tekanan. Aspaltin merupakan golongan aromatik dengan berat molekul tinggi dan senyawa naftena yang terdispersi secara koloid dalam minyak mentah (Schechter, 1992). Kondisi koloid stabil dengan adanya resin dalam minyak mentah, ketika resin hilang, aspaltin terflokulasi hingga menciptakan partikel yang cukup menyebabkan kerusakan formasi. Perubahan kimia dalam minyak yang menurunkan konsantrasi resin yang dapat menimbulkan pengendapan aspaltin. 4. Emulsi, perubahan permeabilitas relatif dan wetabilitas Kerusakan formasi dapat disebabkan oleh perubahan fluidanya sendiri seperti perubahan viskositas minyak atau permeabilitas relatif. Namun sifatnya sementara karena fluida bergerak dan secara teoritis dapat digerakkan dari sekitar lubang sumur. Emulsi air dalam minyak di sekitar lubang sumur dapat menyebabkan kerusakan formasi karena viskositas emulsi lebih besar daripada viskositas minyak. Biasanya emulsi terbentuk oleh percampuran secara mekanik minyak dan air, yang merusak salah satu fasanya dalam bentuk gelembung kecil yang terdispersi dalam fasa lainnya. Pembentukan emulsi mungkin secara kimia melalui pemasukan surfactan atau partikel halus yang cenderung menstabilkan gelembung kecil. Peningkatan saturasi air di sekitar lubang sumur dapat menurunkan permeabilitas minyak sehingga menimbulkan kerusakan formasi, yang disebut blok air. Unsur kimia tertentu dapat mengubah wetabilitas formasi sehingga merubah permeabilitas relatif secara keseluruhan dalam formasi. Jika formasi water wet berubah menjadi oil
36

wet maka permeabilitas relatif minyak mengalami penurunan besar di sekitar lubang sumur. 5. Mekanik Kerusakan formasi dapat juga diakibatkan penghancuran fisik atau kompaksi batuan saat perforasi, ataupun keruntuhan material formasi lemah di sekitar lubang sumur. Keruntuhan tersebut mungkin terjadi pada formasi yang rapuh atau formasi yang menjadi lemah karena acidizing. 6. Biologis Sumur yang diinjeksi air akan rentan terhadap kerusakan formasi akibat bakteri di lingkungan sekitar lubang sumur. Bakteri yang terinjeksi, terutama anaerobik dapat tumbuh cepat dalam formasi dan menyumbat ruang pori dengan bakteri itu sendiri atau dengan presipitasi yang dihasilkan oleh aktifitas organisme. Untuk mencegah kerusakan formasi biologis tersebut maka air injeksi dirawat dengan bactericides. Penyebab Terjadinya Kerusakan Formasi Adanya formation damage (kerusakan formasi) dan pengurasan permeabilitas efektif minyak pada zona produktif disekitar lubang bor akan menyebabkan kerusakan formasi. Kerusakan ini dapat terjadi pada waktu pemboran, well completion, dan operasi produksi. Penurunan permeabilitas ini akibat adanya material lain yang masuk kedalam porositas batuan dan naiknya produksi air dan gas (Schechter R.S., 1992; Allen T.O., 1982). 1. Kerusakan Formasi Akibat Operasi Pemboran Untuk menahan dinding lubang bor agar tidak runtuh pada saat operasi pemboran digunakan lumpur pemboran. Pada beberapa kasus lumpur pemboran masuk kedalam formasi. Masalah yang akan timbul adalah untuk formasi yang mengandung clay sehingga akan terjadi reaksi kimia antara filtrat lumpur pemboran dengan clay disekitar lumpur pemboran. Akibat reaksi kimia ini akan menyebabkan pengembangan, dehidrasi atau terdepresinya sebagian lempung yang mengakibatkan tertutupnya porositas batuan. Hal ini sering disebut dengan clay blocking. Kerusakan formasi lain akibat operasi pemboran yaitu berupa invasi partikel padatan pemboran kedalam formasi. Invasi lumpur pemboran dapat dibagi tiga yaitu: A. Filtrasi Dinamik Filtrasi dinamik adalah filtrasi yang terjadi pada saat sirkulasi lumpur serta pada saat drill string berotasi. Filtrasi ini mengandung air filtrat yang paling dominan hingga mencapai 10% 90% dari volume filtratnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya filtrasi dinamik adalah: Kecepatan aliran lumpur Jenis lumpur Tekanan filtrasi Viskositas lumpur Temperatur lumpur Dengan adanya sirkulasi lumpur maka lumpur akan bersifat dinamik sehingga akan mengikis transisi dari shear strength rendah antara mud cake dan lumpur. Hal yang dimikian akan menyebabkan terjadinya pengendapan dari hasil kikisan sebelumnya. B. Filtrasi Statik
37

Filtrasi statik adalah filtrasi dimana tidak terjadi sirkulasi lumpur pemboran dan rotasi drill string. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya filtrasi statik adalah: Jenis lumpur Tekanan filtrasi Viskositas lumpur Temperatur lumpur Terinvasinya filtrat lumpur kedalam formasi yang paling serius adalah pada saat permulaan dimana mud cake belum terbentuk. Terinvasinya filtrat lumpur pemboran disebut Surge Loss. Filtrasi pada saat pemboran akan melalui tiga tahap yaitu: 1. Periode surge, yaitu sebelum terbentuknya cake pada dinding sumur. 2. Periode transisi, yaitu filtrat cake sudah terbentuk tetapi belum sempurna (tekanan gradien rekah belum sempurna). 3. Periode gradien, yaitu saat volume filtrat sudah tetap atau tebal mud cake sudah stabil. C. Filtrasi Dibawah Bit Filtrasi dibawah bit adalah filtrasi dinamik yang terinvasi melalui bawah bit, yang sebenarnya dianggap tidak serius. Invasi dibawah bit ini tergantung pada beberapa faktor: Kecepatan lumpur pemboran Porositas batuan Permeabilitas Perbedaan tekanan bit dengan formasinya Radius sumur 2. Kerusakan Formasi Akibat Operasi Komplesi Pada saat sumur selesai dikomplesi akan disertai adanya kerusakan formasi antara lain semen, perforasi, dan formation fracturing. Adanya invasi semen diakibatkan karena adanya rate sirkulasi yang tinggi, tidak adanya mud cake (disini lubang sumur dibersihkan dari mud cake sebelum operasi penyemenan dimulai), tekanan hidrostatik serta viskositas semen. Penurunan laju produksi sumur dapat diakibatkan oleh adanya penymbatan lubang perforasi oleh ion organik maupun anorganik sehingga tekanan turun dan temperatur naik. Tingkat kekerasan formasi bertambah dengan adanya beban pada casing, semen serta runtuhnya formasi. Untuk formasi yang bersifat unconsolidated pada saat komplesi, pasir akan ikut terproduksikan bersama fluida hidrokarbon. 3. Kerusakan Formasi Akibat Operasi Produksi Kerusakan formasi pada saat produksi dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang meliputi: A. Endapan Organik Untuk jenis hidrokarbon berat seperti asphalt akan terendapkan didalam tubing, lubang perforasi, dan formasi karena adanya penurunan tekanan dan temperatur disekitar lubang bor selama proses produksi berlangsung. Fraksi hidrokarbon yang terendapkan akan membentuk kristal. Sebab lain adalah penurunan temperatur sehingga menyebabkan reaksi kimia antara minyak mentah dan asam organik. B. Endapan Silt dan Clay

38

Untuk formasi unconsolidated, problem sumur berupa terikutnya partikel padatan yang menyebabkan rusaknya formasi itu sendiri serta rusaknya peralatan produksi. C. Gas Blocking Dengan diproduksikannya minyak akan diikuti dengan turunnya tekanan reservoir sampai dibawah tekanan bubble point (Pb) minyak sehingga akan menyebabkan gas lebih banyak keluar dari larutannya. Keluarnya gas dari larutan akan sebanding dengan laju produksi. Akumulasi gas pada lubang perforasi disebut dengan Gas Blocking. D. Water Blocking Water blocking dan water encroshment akan menyebabkan naikknya water oil ratio. Water encroshment dipengaruhi oleh permeabilitas batuan khususnya yang berlapis-lapis yang akan menyebabkan air terproduksi ke sumur bersama-sama dengan minyak. Water coning sensitif terhadap rate produksi serta stabil seiring dengan kenaikan permeabilitas terhadap saturasi air. Water coning akan terjadi melalui lapisan semen yang rekah, akibat adanya water blocking. Penyebab Terjadinya Kerusakan Sumur Problem mekanis yang terjadi pada suatu sumur perlu diperhatikan karena hal ini akan mempersulit pengontrolan sumurnya, sehingga apabila tidak diatasi sejak dini akan menimbulkan kafatalan. Secara garis besar penyebab terjadinya kerusakan sumur dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kerusakan yang terjadi pada bawah permukaan dan kerusakan yang terjadi pada atas permukaan. 1. Kerusakan yang Terjadi pada Bawah Permukaan Kerusakan ini pada umumnya adalah: a. Kebocoran casing/tubing Penyebab terjadinya kebocoran casing/tubing ini adalah proses korosi dan collapse (sambungan pada casing). Korosi pada casing/tubing disebabkan adanya kandungan H2S, CO2, HCl, mud acid atau perbedaan potensial/kontak dua macam fluida yang berbeda kegaramannya sehingga menyebabkan pengikisan kimiawi (non-abrasi) pada dinding casing terutama bagian dalamnya, sehingga makin lama makin tipis dan akhirnya bocor. Kebocoran casing itu selanjutnya dapat mengakibatkan terjadinya komunikasi zonazona lain dengan zona produktif dan akan mengakibatkan laju produksi minyak turun. b. Kerusakan primary cementing Primary cementing adalah penyemenan pertama yang dilakukan langsung setelah casing dipasang begitu operasi pemboran selesai. Tujuan primary cementing adalah: Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan yang tidak Mencegah mengalirnya fluida dari satu lapisan ke lapisan yang lain Melindungi pipa dari tekanan formasi Menutup zona loss circulation Mencegah proses korosi pada casing oleh fluida formasi Sebab-sebab terjadinya kerusakan primary cementing adalah adanya tekanan yang besar pada operasi workover atau kualitas semen dan pengerjaannya yang kurang baik. c. Kerusakan peralatan produksi bawah permukaan Kerusakan peralatan produksi bawah permukaan antara lain:
39

Tubing atau packer bocor Kerusakan pada casing atau tubing Kesalahan atau kerusakan pada artificial lift Kerusakan pada plug Adapun problem di atas harus ditangani sejak dini dengan melakukan recompletion (komplesi kembali secara keseluruhan sehingga baik/sempurna). 2. Kerusakan yang Terjadi pada Atas Permukaan a. Penggantian atau modifikasi X-ma tree Pekerjaan ini dilakukan untuk meningkatkan laju produksi dimana diinginkan hasil yang optimum dan efisien, serta diinginkannya produksi melalui dual completion. b. Penggantian jenis bean atau choke Hal ini berkaitan erat dengan keadaan pasaran minyak dunia yang sering berfluktuasi.

STUDI PERENCANAAN CHEMICAL INJECTION DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI RESERVOIR

Alasan dilakukan EOR adalah dari hasil perkiraan-perkiraan reservoir tersebut masih mempunyai jumlah cadangan yang cukup besar, tetapi tekanannya sudah menurun sehingga apabila dilakukan produksi tahap lanjut maka hasilnya masih menguntungkan. Sekarang makin banyak digunakan metode EOR pada awal kehidupan suatu reservoir atau sebelum produksi secara alamiah yang ekonomis berakhir. Pemakaian suatu metode EOR tentunya harus dipastikan lebih dahulu apakah penerapan metode EOR yang dipilih itu dapat dibayar oleh kelebihan perolehan minyak dibandingkan dengan perolehan secara alamiah.

40

Injeksi kimia adalah salah satu dari metode EOR. Prinsip dari metoda ini adalah menambahkan zat kimia kedalam reservoir dengan jalan injeksi dan bertujuan untuk mengubah sifat-sifat fisik/kimia fluida reservoir dengan fluida pendesak. Sasaran utamanya adalah untuk mengurangi tekanan kapiler atau menaikkan viscositas fluida pendesak agar dapat memperbaiki efisiensi pendesakan (Ed) dan effisiensi penyapuan (Es). Kondisi reservoir yang perlu diperhatikan pada proses kimia ini adalah temperatur, jenis reservoir dan mekanisme pendorong reservoir. Jenis reservoir disini menyangkut ada tidaknya tudung gas, sebab adanya tudung gas dapat menyebabkan masuknya sebagian minyak yang terdesak kedaerah yang mempunyai saturasi gas 100 % sehingga minyak terperangkap. Jenis mekanisme water drive pada reservoir mengakibatkan konsentrasi zat kimia yang diperlukan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air menjadi bertambah banyak. Permeabilitas reservoir juga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses kimia karena menyangkut kemampuan batuan dalam mengalirkan fluida. Permeabilitas yang sesuai untuk proses kimia dapat berkisar antara 20-2500 md. Pada prinsipnya metoda pendesakan fluida kimia dibedakan atas dua tujuan, tergantung fluida yang digunakan yaitu : 1. Memperbaiki mobilitas ratio antara fluida pendesak dengan fluida reservoir (minyak), sehingga effisiensi penyapuan (Es) menjadi besar. 2. Memperkecil dan mengurangi gaya-gaya antar permukaan dari sistem batuan-fluida reservoir, sehingga effisiensi pendesakan (Ed) meningkat. Umumnya pendesakan kimia tidak dilakukan secara terpisah tetapi merupakan suatu kombinasi pendesakan tertentu untuk mendapatkan kondisi yang optimum. Menurut jenisnya pendesakan kimia dapat dibagi menjadi :

Injeksi Polimer (Polymer Flooding) Injeksi Surfactant (Surfactant Flooding) Injeksi Alkaline (Alkaline Flooding)

Sebelum dilakukan proses Chemical flooding maka diperlukan studi pendahuluan yang meliputi : 1. Perolehan data-data A. Sifat fisik batuan reservoir : Permeabilitas rata-rata dalam berbagai luasan reservoir. Data porositas dalam berbagai luasan reservoir. Heterogenitas reservoir mengenai perubahan permeabilitas dalam setiap ketebalan. B. Sifat fisik fluida. Meliputi : gravitasi, faktor volume formasi dan viscositas sebagai fungsi saturasi fluida. C. Distribusi saturasi air. Distribusi saturasi sesudah dan sebelum injeksi. D. Model Geologi. Diperlukan pengetahuan tentang model geologi yang dapat diterapkannya waterflooding dengan tepat, pengetahuan meliputi stratigrafi dan struktur.

41

E. Sejarah produksi dan tekanan. Identifikasi mengenai mekanisme pendorong selama produksi tahap awal seperti : water drive, gas cap drive, solution gas drive, segregation drive atau combination drive. Perkiraan minyak yang tersisa setelah produksi awal serta distribusi tekanan dalam reservoir. F. Air untuk injeksi. Air untuk injeksi harus mempunyai syarat-syarat :

Tersedia dalam jumlah yang cukup selama masa injeksi. Tidak mengandung padatan-padatan yang tidak dapat larut. Secara kimiawi stabil dan tidak mudah bereaksi dengan elemen-elemen yang terdapat dalam sistem injeksi dan reservoir.

2. Simulasi reservoir. Simulasi dibuat berdasarkan data-data diatas, simulasi dapat dibuat dalam sistem 1 dimensi, 2 dimensi dan 3 dimensi dengan teknik numeric. 3. Laboratorium. Diadakan penelitian laboratorium untuk mencari prosesChemicalflooding dengan sifat batuan dan fluidanya. kecocokan antara

4. Pilot project. Mencoba mengaplikasikan ke dalam permasalahan di lapangan. Ada dua jenis pola injeksi yang umum digunakan, yaitu pola five-spot dan single injeksion. Kedua pola ini dapat memaksimalkan jumlah migrasi minyak. 5. Monitoring. Melihat dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari lapangan. Untuk mengamati apakah tidak tejadi aliran minyak yang keluar dari pilot area. 6. Resimulasi. Hasil yang diperoleh dari lapangan dibandingkan dengan simulasi reservoir yang dibuat, kemudian mengadakan penyesuaian antara kondisi lapangan dengan simulasi reservoir. 7. Evaluasi ekonomi. Meliputi : Perkiraan biaya yang dibutuhkan, perhitungan-perhitungan dan presentasi. Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi Pada umumnya sumur-sumur yang sudah ada sebelum injeksi dipergunakan secara maksimal pada waktu berlangsungnya injeksi nanti. Jika masih dibutuhkan sumur-sumur baru maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk memilih lokasi sebaiknya digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Di daerah yang sisa minyaknya masih besar mingkin diperlukan lebih banyak sumur produksi daripada daerah yang cadangan minyaknya sedikit. Peta isopermeabilitas juga membantu dalam memilih arah aliran supaya penembusan fluida injeksi (breakthrough) tidak terjadi terlalu dini. Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi Salah satu cara untuk meningkatkan faktor perolehan minyak adalah dengan membuat pola sumur injeksi-produksi. Tetapi harus tetap memegang prinsip bahwa sumur yang sudah ada harus dapat dipergunakan semaksimal mungkin pada waktu berlangsungnya injeksi nanti.

42

Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pola sumur injeksi produksi tergantung pada : 1. Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas kearah lateral maupun kearah vertikal. 2. Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan dan ukuran. 3. Sumur-sumur yang sudah (lokasi dan penyebaran) 4. Topografi 5. Ekonomi Pada operasi Chemicalflooding atupun waterflooding sumur-sumur injeksi dan produksi umumnya dibentuk dalam suatu pola tertentu yang beraturan, misalnyqa pola tiga titik, lima titik, tujuh titik, dan sebagainya. Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi oleh sumur-sumur injeksi disebut dengan pola normal. Sedangkan bila sebaliknya sumur-sumur produksi mengelilingi sumur injeksi disebut pola inverted. Masing-masing pola mempunyai jalur arus berbeda-beda sehingga memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda. Pola-pola yang paling umum digunakan :

1. Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis tertentu dan saling berlawanan. Dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam sistem, ini adalah jarak antara sumur-sumur sejenis (a) dan jarak antara sumur-sumur tak sejenis (b). 2. Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu dimana sumur injeksi dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama panjang, umumnya adalah a/2 yang ditarik secara lateral dengan ukuran tertentu. 3. Four spot : terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga dan sumur produksi terletak ditengah-tengahnya. 4. Five spot : pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana sumur injeksi membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak ditengah-tengahnya. 5. Seven spot : sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut dari bentuk hexagonal dan sumur produksinya terletak ditengh-tengahnya.
Usaha pemecahan masalah dalam melakukan pengembangan lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan simulator CMG (Computer Modeling Group). Adapun langkah-langkah pengerjaan dalam simulator, yaitu : 1. Persiapan Data Untuk dapat melakukan simulasi reservoar, diperlukan data-data input untuk dapat mempresentasikan kondisi reservoar sebaik mungkin dan mendiskripsikan struktur geologi lapangan yang akan dimodelkan. Data yang diperlukan untuk simulasi reservoir antara lain adalah data geologi, data batuan, data fluida data sumur dan dataequilibrium. Data geologi meliputi peta top struktur, peta bottom struktur dan petaisopach. Data batuan meliputi porositas, permeabilitas, kompresibilitas batuan, saturasi dan tekanan kapiler. Data fluida meliputi viskositas, kompressibilitas fluida dan faktor volume formasi. Data sumur meliputi kedalaman perforasi, diameter tubing dan tekanan alir dasar sumur. Data equilibrium meliputi kedalaman datum, tekanan reservoir dan temperatur reservoir. 2. Inisialisasi

43

Inisialisasi merupakan proses pengkajian ulang data yang dimasukkan ke dalam simulator apakah sudah lengkap atau belum dan proses menghitung cadangan dihitung berdasarkan model yang telah dibuat. Cadangan yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan cadangan yang dihitung dengan Metode Volumetris.

3. History Matching
Sebelum memutuskan suatu model digunakan untuk prediksi harus dilakukan penyelarasan (matching) antara data produksi model simulasi dengan data produksi aktual agar kondisi dan kinerja model reservoir hasil simulasi mirip atau sama dengan kondisi dan kinerja reservoir aslinya. 4. Prediksi Prediksi merupakan tahap akhir dalam simulasi reservoir setelah proses history matching selesai. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui perilaku reservoir pada proses simulasi untuk masa yang akan datang. Ketepatan hasil peramalan melalui model reservoir dipengaruhi oleh kualitas hasil dari penyelarasan. Peramalan yang dapat dilakukan melalui model dengan menggunakan simulator yaitu :

Hubungan tekanan reservoir dengan produksi kumulatif fluida Hubungan laju produksi dengan waktu Peningkatan recovery factor untuk berbagai skenario Jumlah dan penyebaran titik injeksi yang optimum

HASIL YANG DIHARAPKAN Dalam melakukan simulasi diharapkan dapat mengetahui kemampuan reservoir tersebut di waktu yang akan datang dengan melakukan berbagai skenario. Hasil yang diharapkan dalam simulasi antara lain :

Mengetahui performance reservoir pada waktu tertentu Memberikan berbagai usulan skenario untuk meningkatkan recovery factor dari reservoir yang bersangkutan Memilih skenario yang sesuai untuk meningkatkan recovery factor dari reservoir tersebut. Merencanakan tahap lanjut untuk dilakukannya injeksi kimia dari hasil simulasi reservoir yang bersangkutan.

44

INJEKSI SURFACTANT

Chemical Flooding (Injeksi Kimia) adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk menaikkan perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau menurunkkan saturasi minyak sisa yang tertinggal di reservoir. Injeksi kimia memiliki prospek yang bagus, pada reservoir-reservoir yang telah sukses dilakukan injeksi air dengan kandungan minyak yang masih bernilai ekonomis. Tetapi pengembangannya masih lambat, karena biaya dan resiko yang tinggi serta teknologinya yang kompleks. Beberapa faktor yang dirasakan penting dalam menentukan keberhasilan suatu injeksi kimia ialah :

Kedalaman Tingkat heterogenitas reservoir Sifat-sifat petrofisik Kemiringan Mekanisme pendorong Cadangan minyak tersisa Saturasi minyak tersisa Viskositas minyak

Ada 3 tipe umum yang termasuk dalam injeksi kimia, yaitu Injeksi Polymer, Injeksi Surfactant, dan Injeksi Alkaline. Tetapi seiring dengan perkembangan penelitian, ada kombinasi antara injeksi surfactant dan injeksi polymer atau yang lebih dikenal dengan nama Micellar-Polymer Flooding.

45

Injeksi Polymer meliputi penambahan bahan pengental (thickening agent) ke dalam air injeksi untuk meningkatkan viskositasnya. Bahan pengental yang biasa dipakai adalah polymer. Metode ini memiliki keuntungan dapat mengurangi volume total air yang diperlukan untruk mencapai saturasi minyak sisa dan meningkatkan efisiensi penyapuan karena memperbaiki perbandingan mobilitas minyak-air. Kadang sering dipakai berselang-seling dengan surfactant. Injeksi surfactant betujuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan menggunakan pendorong air sehingga menaikkan efisiensi pendesakan dalam skala pori. Injeksi alkaline merupakan sebuah proses dimana pH air injeksi dikontrol pada harga 12-13 untuk memperbaiki perolehan minyak, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH. Untuk micellar-polymer flooding akan memberikan tingkat perolehan minyak yang lebih besar dibanding dengan ketiga injeksi kimia lainnya, dikarenakan micellar-polymer flooding dapat meningkatkan efisiensi penyapuan dan efisiensi pendesakan sehingga akan meningkatkan mobilitas minyak di reservoir.

Injeksi Surfactant
Injeksi surfactant digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak-fluida injeksi supaya perolehan minyak meningkat. Jadi effisiensi injeksi meningkat sesuai dengan penurunan tegangan antarmuka (L.C Uren and E.H Fahmy). Ojeda et al (1954) mengidentifikasikan parameter-parameter penting yang menentukan kinerja injeksi surfactant, yaitu : Geometri pori Tegangan antarmuka Kebasahan atau sudut kontak P atau P/L Karakteristik perpindahan kromatografis surfactant pada sistem tertentu Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang ditinggalkan oleh water drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler, sehingga tidak dapat bergerak dapat dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan surfactant. Percampuran surfactant dengan minyak membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler. Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang tertinggal. Pada surfactant flooding kita tidak perlu menginjeksikan surfactant seterusnya, melainkan diikuti dengan fluida pendesak lainnya, yaitu air yang dicampur dengan polymer untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan akhirnya diinjeksikan air. Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti konsentrasi ion bervalensi dua, salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta absorbsi batuan reservoir terhadap larutan dan kondisi-kondisi lain yang mungkin dapat menghambat proses surfaktan flooding, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia yang lain seperti kosurfaktan (umumnya alkohol) dan larutan NaCl. Disamping kedua additive diatas, yang perlu diperhatikan dalam operasi surfaktan flooding adalah kualitas dan kuantitas dari zat tersebut. Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan dalam penggunaan surfactant untuk meningkatkan perolehan minyak. Konsep pertama adalah larutan yang mengandung surfactant

46

dengan konsentrasi rendah diinjeksikan. Surfactant dilarutkan di dalam air atau minyak dan berada dalam jumlah yang setimbang dengan gumpalan-gumpalan surfactant yang dikenal sebagai micelle. Sejumlah besar fluida (sekitar 15 60% atau lebih) diinjeksikan ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan air, sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak. Pada konsep kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi diinjeksikan ke dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 20% PV). Dalam hal ini, micelles yang terbentuk bisa berupa dispersi stabil air di dalam hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya surfactant pada permukaan air/minyak antara lain :

Jenis asam organik yang terkandung Komposisi kimiawi minyak mentah Kadar wax, dan sebagainya

Penelitian yang mendalam mengenai faktor-faktor ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, didalam prakteknya, harus kasus perkasus perlu diteliti. Dengan melihat kenyataan bahwa penurunan tegangan antarmuka yang drastis dapat memperbesar recovery, maka percobaan pemakaian surfactant yang dimanufaktur kemudian banyak dilakukan. Dan juga jenis minyak buminya tidak lagi tergantung pada berapa acid numbernya. Dasar pertimbangan yang diguankan untuk memilih metoda pendesakan surfactant pada suatu reservoir, yang diperoleh dari data empiris diantaranya meliputi 1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak, komposisi dan kandugan kloridanya. 2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe formasinya, ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya. Kriteria seleksi untuk injeksi surfactant yang diharapkan dapat menghasilkan perolehan optimum adalah sebagai berikut : 1.Kualitas crude oil

Gravity : > 25 API Viskositas : < 30 cp Permeabilitas rata-rata (mD) : < 250 Kandungan klorida : < 20000 ppm Saturasi minyak sisa : > 20 Jenis batuan : Sandstone Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)

2.Surfactant dan polimer

47

Ukuran dari slug adalah 5 15% dari volume pori (PV) untuk sistim surfactant yang tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah besarnya 15 50% dari volume pori (PV). Konsentrasi polimer berkisar antara 500 2000 mg/i Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.

3.Kondisi reservoir

Saturasi minyak >30% PV Tipe fomasi diutamakan sandstone Ketebalan formasi > 10 ft Permeabilitas > 20 md Kedalaman < 8000 ft Temperatur < 175F

4.Batasan lain

Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan lebih besar dari 50% Diusahakan formasi yang homogen Tidak terlalu banyak mengandung annydrite, pysum atau clay. Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divale (Ca dan Mg) lebih kecil dari 500 ppm.

Sifat sifat Surfactant


Surfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida yang tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi emulsi. Surfactant yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka campuran surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration) yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula monomor berubah menjadi micelle. Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah sodium sulfonate yang ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari komponen surfactant, air, minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan surfactant ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan polimer untuk memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore Volume), diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan secondery recovery.

Variabelvariabel Surfactant

yang

mempengaruhi

Injeksi

48

Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah adsorbsi, konsentrasi slug surfactant, clay, salinitas. Adsorbsi Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan reservoir terhadap larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug surfactant terjadi akibat gaya tarikmenarik antara molekul-molekul surfactant dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun. Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang dilarutkan dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi. Konsentrasi Slug Surfactant Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi batuan reservoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai titik jenuh. Clay Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan. Salinitas Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan ion yang sangat mudah terurai menjadi ion Na+ dan ion Cl-, begitu juga halnya dengan molekul-molekul surfactant.Di dalam air ia akan mudah terurai menjadi ion RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi surfactant terdapat garam NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan RSO3Na buakan merupakan zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga mengakibatkan fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir tersebut mencapai titik jenuh.

Mekanisme Injeksi Surfactant


Larutan surfactant yang merupakan microemulsion yang diinjeksikan ke dalam reservoir, mulamula bersinggungan dengan permukaan gelembung-gelembung minyak melalui film air yang tipis, yang merupakan pembatas antara batuan reservoir dan gelembung-gelembung minyak. Surfactant memulai perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Pertama sekali molekul-molekul surfactant yang mempunyai rumus kimia RSO3H akan terurai dalam air menjadi ion-ion RSO3- dan H+. Ion-ion RSO3- akan bersinggungan dengan gelembung-gelembung minyak, ia akan mempengaruhi ikatan antara

49

molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi adhesion tension antara gelembunggelembung minyak dengan batuan reservoir, akibatnya ikatan antara gelembung-gelembung minyak akan semakin besar dan adhesion tension semakin kecil sehingga terbentuk oil bank didesak dan diproduksikan. Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian diikuti oleh larutan polimer. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fingering dan chanelling. Karena surfactant + kosurfactant harganya cukup mahal, di satu pihak polymer melindungi bank ini sehingga tidak terjadi fingering menerobos zone minyak dan di lain pihak melindungi surfactant bank dari terobosan air pendesak. Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika sistem fluida di dalam batuan reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas harus diperhatikan. Misalnya mobilitas masing-masing larutan harus dikontrol. Mobilitas slug surfactant harus lebih kecil dari mobilitas minyak dan air didepannya. Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi surfactant meliputi sistem perlakuan terhadap air injeksi, sistem pencampuran slug surfactant dan sistem injeksi fluida.

Sistem Injeksi Fluida


Injeksi fluida ke dalam reservoir dengan melalui beberapa sumur umumnya dilakukan dengan memakai sistem manifold. Karena biasanya digunakan pompa positive displacement untuk menginjeksikan fluida di dalam reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol, untuk melihat program injeksi secara keseluruhan. Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif ditentukan dengan mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan beberapa jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur. Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jika sejumlah sumur mendapat fluida dari satu pompa dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol dapat menjadi tidak stabil karena seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan sedikit saja pada perawatan throttling pada sumur menyebabkan perubahan aliran di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total tetap konstan. Namun sistem ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju injeksi pada masing-masing sumur.

Performance Reservoir Setelah Injeksi Surfactant


Performance reservoir setelah injeksi surfactant pada dasarnya tidak sama antara satu reservoir dengan reservoir lainnya, tergantung pada karakteristik reservoir tersebut yang lebih sesuai atau tepat untuk pelaksanaan injeksi surfactant. Namun dari data-data yang diperoleh dari keberhasilan injeksi surfactant pada sumur-sumur produksi yang telah dilakukan, dapat diambil performance reservoir setelah injeksi surfactant. Perolehan minyak yang dapat diharapkan dari injeksi surfactant adalah sekitar 82% dari OOIP, atau bahkan lebih jika dilkakukan injeksi surfactant di laboratorium dengan memakai model batupasir. Namun keseluruhan dari injeksi surfactant dapat dihasilkan perolehan minyak yang

50

lebih besar daripada injeksi air konvensional. Sedangkan perolehan minyak tambahan adalah sekitar 15% dari residual oil reserves. Untuk reservoir dengan kandungan minyak kental atau reservoir minyak berat, perolehan yang mungkin didapat adalah sekitar 30%. Selain itu, reservoir dengan solution gas drive perolehan yang dapat diharapkan lebih kecil, yaitu sekitar 15% dan untuk reservoir dengan water drive, injeksi gas atau gravity drainage sekitar 10%. Laju produksi minyak selama injeksi surfactant meningkat. Perolehan minyak bertambah jika ukuran buffer mobilitas semakin besar. Perolehan minyak maksimum dengan injeksi surfactant terjadi pada harga salinitas (kadar garam) yang optimal.

51

Anda mungkin juga menyukai