Anda di halaman 1dari 5

Promotif, Vol.2 No.

1 Okt 2012 Hal 22-26

Artikel IV

KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN DAN DISTRIBUSI SPASIAL Anopheles spp DI KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2011 Budiman , Hasanuddin Ishak , Anwar Daud
1) 2,3) 1) 2) 3)

Kesehatan Lingkungan FKM Unismuh Palu Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Hasanudin

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat perkembangbiakan dan distribusi spasial Anopheles spp di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Mamuju. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survey analitik dengan menggunakan rancangan Cross Sectional Study. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel larva adalah metode spiral yaitu semua habitat perkembangbiakan yang didapatkan pada saat penelitian dengan mengelilingi tempat penelitian yang dimulai dari tengah. Sedangkan untuk penangkapan nyamuk dewasa dilakukan pada malam hari dengan menggunakan metode Human Landing Collection (HLC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ke 4 desa yang dijadikan lokasi penelitian di kabupaten Mamuju telah terjadi penyebaran populasi Anopheles. Larva Anopheles yang ditemukan ada 2 jenis yaitu An. barbirostris dan An. subpictus pada tipe parit, sumur, kolam, dan lagun. Karakteristik fisik, kimia dan biologi habitat perkembangbiakan yang ditemukan pada semua desa dan tipe hampir sama sehingga jenis Anopheles. yang ditemukan juga hampir sama. Sedangkan nyamuk dewasa yang ditangkap adalah An. subpictus, An. barbirostris, An. indefinitus, An. tesselatus, dan An. umrosus. Kata Kunci : Habitat Perkembangbiakan, Distribusi Spasial, Malaria. Daftar Pustaka : 9 (2003-2009) PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian 1 bayi, balita dan ibu hamil . Berdasarkan data World Health Organization/WHO, transmisi malaria lebih tinggi di daerah hutan, khususnya di bagian Negara timur, dimana sekitar 113 juta orang dari populasi 214 juta total hidup berisiko. Jumlah kasus yang dilaporkan menurun dari 2,8 juta di tahun 2001 menjadi 1,2 juta pada tahun 2008. Kejadian malaria pada populasi semua kelompok umur dilaporkan sebanyak 22 227.345 orang, kelompok umur < 5 tahun sebesar 20.891 orang (9%) dan kelompok umur 5 tahun sebesar 2 206.454 orang (91%) . Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap malaria karena sampai dengan tahun 2009, sekitar 80% kabupaten/kota masih termasuk kategori endemis malaria dan sekitar 45% penduduk bertempat tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang. Jumlah ini mungkin lebih besar dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi yang endemis malaria adalah desa-desa yang terpencil dengan sarana

Promotif, Vol.2 No.1 Okt 2012 Hal 22-26

Artikel IV

transportasi yang sulit dan akses 3 pelayanan kesehatan yang rendah . Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat endemisitas malaria pada suatu wilayah antara lain faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan kontribusi genetik serta etnis penduduk yang berbeda dan bervariasi sesuai karakteristik demografi. Selain itu keberadaan malaria disuatu tempat juga sangat terkait erat dengan keberadaan vektor di wilayah tersebut. Kemampuan vektor dalam menularkan penyakit malaria ditentukan oleh interaksi yang kompleks dari berbagai faktor, yaitu host, agent yang pathogen, dan lingkungan, yaitu adanya nyamuk sebagai vektor malaria, adanya manusia yang rentan terhadap infeksi malaria, adanya lingkungan yang mendukung berkembangbiaknya vektor, serta adanya 4 kontak antara manusia dengan vektor . Upaya penatalaksanaan penyakit malaria terus dilakukan, namun hasil yang diperoleh masih belum optimal dalam menurunkan angka kesakitan malaria khususnya di daerah endemisitas tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam program pemberantasan penyakit malaria, adalah dengan melakukan pemberantasan larva dan spesies nyamuk Anopheles yang berperan sebagai vektor malaria. Usaha ini dilakukan dengan tujuan untuk memutuskan mata rantai penularan yang pada gilirannya dapat menurunkan angka kesakitan malaria pada daerah tertentu, sebab tanpa adanya data epidemiologi yang menyangkut vektor, upaya pemberantasan penyakit malaria tidak akan berhasil. Untuk itu perlu diketahui bionomik, ekologi vektor dan pemastian nyamuk Anopheles yang berperan sebagai vektor malaria sebagai dasar perencanaan pemberantasan yang akan 5 dilakukan . Salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam membantu pengendalian penyakit malaria adalah sistem informasi geografis (SIG). SIG 23

memberikan informasi data secara spasial/keruangan sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana pendukung upaya pengendalian ataupun pencegahan penyakit Malaria lebih 6 terarah, efisien dan efektif . Nyamuk Anopheles sebagai vektor malaria memerlukan tempat perkembangbiakan yang memiliki karakteristik sesuai dengan spesiesnya. Tempat perindukan vektor nyamuk An. sundaicus dan An. subpictus yang berpotensi berupa laguna dengan kondisi biota air berupa alga, rumput dengan 7 turbidity baik keruh maupun jernih . Kabupaten Mamuju adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat yang termasuk dalam kategori daerah endemis malaria dengan angka Annual malaria incidence (AMI) kategori High Incidence Area (HIA) pada tahun 2008 sebesar 107,66 per 1000 8 penduduk . Hasil survey awal yang dilakukan di empat desa yang ada di Kabupaten Mamuju yakni desa Lara III, desa Leling, desa Binanga dan desa Salupangkang diperoleh larva Anopheles di beberapa tipe habitat perkembangbiakan. Sedangkan nyamuk Anopheles hasil penangkapan dengan metode Human Landing Collection (HLC) dalam semalam juga diperoleh nyamuk Anopheles yang cukup banyak. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Mamuju pada umumnya dan di empat desa tersebut pada khususnya tergolong daerah yang harus mendapatkan perhatian untuk dilakukan penanggulangan malaria. BAHAN DAN METODE Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik habitat perkembangbiakan dan distribusi spasial Anopheles spp di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011. Jenis penelitian penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan rancangan Cross Sectional Study, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi

Promotif, Vol.2 No.1 Okt 2012 Hal 22-26

Artikel IV

antara sebab dan akibat dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu 9 waktu (point time approach) . Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat dengan jumlah sampling 4 desa yakni Desa Lara Tiga, Desa Leling, Desa Binanga, dan Desa Salupangkang. Populasi dalam penelitian ini adalah semua habitat yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan larva dan nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan pada 4 desa di Kabupaten Mamuju, yaitu sebanyak 19 titik yang terbagi menjadi 7 titik di desa Lara III, 3 titik di desa Leling, 5 titik di desa Binanga III, dan 4 titik di desa Salupangkang. Sampel dalam penelitian ini adalah habitat perkembangbiakan yang positif ditemukan larva dan nyamuk Anopheles spp pada saat pencidukan dan penangkapan malam di 4 desa yaitu sebanyak 11 titik sampel yang positif ditemukan larva yakni 4 titik di desa Salupangkang, 5 titik di desa Lara III dan 2 titik di desa Leling. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel larva adalah metode spiral yaitu semua habitat perkembangbiakan yang didapatkan pada saat penelitian dengan mengelilingi tempat penelitian yang dimulai dari tengah. Sedangkan untuk penangkapan nyamuk dewasa dilakukan pada malam hari dengan menggunakan metode Human Landing Collection (HLC). Data primer diperoleh dari hasil identifikasi di lapangan baik berupa pengukuran titik koordinat habitat perkembangbiakan dengan GPS Merek Garmin map 76CSx, pencidukan larva dengan dipper, pengukuran variabel penelitian maupun observasi dengan menggunakan lembar observasi serta identifikasi spesies nyamuk Anopheles spp. Sedangkan Data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur di internet, jurnal-jurnal yang erat kaitanya dengan penelitian ini serta data-data umum 24

lokasi penelitian, data habitat perindukan nyamuk dan data kasus malaria yang berasal dari kantor desa, kecamatan dan instansi terkait (Puskesmas). HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini ditemukan habitat perkembangbiakan potensial larva Anopheles spp. sebanyak 19 titik. Dari 19 titik tersebut ditemukan 11 titik habitat perkembangbiakan yang positif larva Anopheles spp dan 8 titik habitat perkembangbiakan yang negatif larva Anopheles spp. Tipe terbanyak yaitu parit (42,1%) dan tipe yang paling sedikit yaitu lagun (5,3%). Tipe habitat perkembangbiakan terbanyak ditemukan pada desa Lara III sebanyak 7 titik yakni parit 2 titik, sumur 1 titik, dan kolam 4 titik. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa An. barbirostris ditemukan pada desa Lara III, desa Leling, dan desa Salupangkang sedangkan An. subpictus hanya ditemukan di desa Salupangkang. Khusus untuk desa Binanga III tidak ditemukan adanya larva Anopheles spp. pada semua tipe habitat yang ada. An. barbirostris ditemukan pada tipe parit, kolam, sumur dan lagun dengan luas habitat perkembangbiakan 2 rata-rata 74,8 m dan pencahayaan yang bersifat tertutup atau terlindung dari sinar matahari secara langsung. Tanaman air yang cocok antara lain lumut (Bryophyta), rumput (Poaceae), kangkung (Ipomea aquatica), Hydrilla verticillata, Eceng gondok (Echornia sp), talas (Colocasia giganteum), dan teratai sedangkan predator yang ditemukan bersama larva An. barbirostris antara lain Kecebong, ikan, nimpha capung (Anax junius), Anggang-anggang (Gerridae sp), dan Ephymeroptera. Suhu air yang ditemukan larva ini o o berkisar 27,9 C, salinitas sekitar 0,4 /oo; pH sekitar 7,04; kedalaman air sekitar 74,8 cm; dasar air berupa lumpur, pasir dan kerikil sehingga airnya biasanya keruh maupun jernih dengan aliran air

Promotif, Vol.2 No.1 Okt 2012 Hal 22-26

Artikel IV

yang tidak mengalir maupun mengalir lambat. An. subpictus ditemukan hanya pada tipe parit dengan luas habitat 2 perkembangbiakan rata-rata 6,25 m dan pencahayaan yang bersifat tertutup atau terlindung dari sinar matahari secara langsung. Tanaman air yang cocok antara lain rumput (Poaceae), dan kangkung (Ipomea aquatica) sedangkan predator yang ditemukan bersama larva An. subpictus antara lain Kecebong, ikan, nimpha capung (Anax junius), Angganganggang (Gerridae sp), dan Ephymeroptera. Suhu air yang ditemukan larva ini o o berkisar 27,8 C, salinitas sekitar 1 /oo; pH sekitar 7,2; kedalaman air sekitar 65 cm; dasar air berupa lumpur, pasir dan kerikil sehingga airnya biasanya keruh dengan aliran air yang mengalir lambat. Hasil penangkapan nyamuk dewasa pada malam hari dengan menggunakan umpan orang dalam rumah dan umpan orang di luar rumah ditemukan spesies nyamuk Anopheles yaitu An. subpictus, An. barbirostris, An. indefinitus, An. tesselatus, dan An. umrosus. Nyamuk Anopheles spp yang ditemukan di kabupaten Mamuju cenderung menggigit pada dini hari yaitu dari pukul 24.00 WITA 06.00 WITA dan suka menggigit orang di luar rumah. Berdasarkan data hasil pencidukan larva Anopheles spp disimpulkan bahwa dari semua tipe habitat perkembangbiakan pada semua desa ditemukan spesies larva yang dominan adalah An. barbirostris. Hal ini disebabkan karena lingkungan fisik, kimia dan biologis di sekitar habitat perkembangbiakan cocok dan disukai oleh An. barbirostris serta berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang lain memang ditemukan bahwa An. barbirostris sering ditemukan di semua tipe habitat perkembangbiakan. Sedangkan khusus untuk An. subpictus hanya ditemukan di desa Salupangkang 25

karena karakteristik desa tersebut sedikit ke arah pantai sehingga mempunyai kondisi air yang agak payau dan salinitas yang rendah. Kondisi seperti inilah yang disukai oleh An. subpictus untuk berkembangbiak. Data ini bila dibandingkan dengan hasil penangkapan nyamuk dewasa dengan menggunakan metode Human Landing Colection (HLC) diperoleh spesies nyamuk yang dominan adalah An. subpictus. Hal ini disebabkan karena larva An. subpictus yang ada di lokasi penelitian sudah menjadi nyamuk semua sehingga kurang didapatkan pada saat pencidukan larva. Sedangkan An. barbirostris masih banyak yang jadi larva sehingga masih kurang ditemukan pada saat penangkapan malam hari. Hal ini dibuktikan dari kenyataan di lapangan bahwa pada saat pencidukan ditemukan larva An. subpictus dominan instar I dan II sedangkan An. barbirostris dominan ditemukan adalah instar III dan IV sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa larva An. subpictus sudah banyak yang menjadi nyamuk. KESIMPULAN Penelitian ini menemukan bahwa tipe habitat perkembangbiakan larva Anopheles yang ditemukan di kabupaten Mamuju berupa tipe parit, sumur, kolam, dan lagun. Luas habitat perkembangbiakan larva Anopheles yang ditemukan untuk An. barbirostris sekitar 1 2 2 m 300 m sedangkan An. subpictus 2 2 sekitar 2,5 m 10 m . Pencahayaan habitat perkembangbiakan larva Anopheles yang ditemukan bersifat tertutup. Kepadatan larva Anopheles pada habitat perkembangbiakan yang ditemukan untuk An. barbirostris sekitar 2-30 ekor/25 dip sedangkan An. subpictus sekitar 2-10 ekor/25 dip. Flora yang ditemukan pada habitat perkembangbiakan larva Anopheles yaitu lumut, rumput, kiambang, Hydrilla, kangkung, eceng gondok, talas dan teratai. Sedangkan predatornya adalah kecebong, ikan, nimpha capung,

Promotif, Vol.2 No.1 Okt 2012 Hal 22-26

Artikel IV

Anggang-anggang dan Ephymeroptera. Karakteristik fisik dan kimia habitat perkembangbiakan larva Anopheles yang ditemukan untuk An. barbirostris yaitu o o o suhu 25,6 C-29,3 C; salinitas 0 /oo - 2 o /oo; pH 6,68-7,3; kedalaman 40 cm 300 cm dasar air lumpur, kerikil dan berpasir; bersifat keruh dan jernih dengan aliran air lambat dan diam. Sedangkan untuk o o An. subpictus yaitu suhu 27,6 C-28 C; o salinitas 1 /oo; pH 7,0-7,4; kedalaman 50 cm 80 cm dasar air lumpur, kerikil dan berpasir; bersifat keruh dengan aliran air lambat. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009 a. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. World Health Organization. 2009. Malaria Indonesia Tahun 2009. World Malaria Report. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. 2010. Hari Malaria Sedunia (Online).(http://www.pppl.depkes. go.id/index.php?c=download&m= by category&cat=21, diakses10 Januari 2011). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Profil Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan, Ditjen PPM dan PLP, Jakarta. Adrial. 2008. Fauna Nyamuk Anopheles Vektor Malaria Di Daerah Sekitar Kampus Universitas Andalas Limau Manih, Kodya Padang, Provinsi Sumatera Barat. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang Hardiman. 2009. Pola Spasial Daerah Perindukan Nyamuk Malaria dengan Aplikasi Sistem informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Mamuju Tahun 2009. Tesis Pascasarjana UNHAS. Makassar. Kazwaini, M dan Santi M. 2003. Tempat Perkembangbiakan Vektor Spesies Nyamuk Anopheles dan Pengaruh Jarak Tempat Perkembangbiakan Vektor Nyamuk Anopheles terhadap Kejadian Malaria pada Balita. Bagian Epidemiologi FKM Universitas Airlangga. Semarang. (Online), (http://ojs.lib.unair.ac.id/index.ph p, diakses 26 Desember 2010) Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju. 2008. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

26

Anda mungkin juga menyukai