Anda di halaman 1dari 19

BAB II TINJAUAN TEORI A. Anatomi dan Fisiologi Darah 1.

Eritrosit Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf, konfigurasinya mirip dengan bola lunak yang dipijat diantara dua jari . diameternya sekitar 8um, namun sangat fleksibel sehingga mampu melewati kapiler yang diameternua 4um. Volume sel darah merah sekitar 90m3. Membran sel darah merah sangat tipis sehingga gas seperti oksigen dan kaarbondioksida dapat dengan mudah berdifusi melakuinya. Sel darah merah dewasa tersusun terutama oleh hemoglobin, yang menyusun sampai 95% masa sel. Rata-rata rentang hidup sel darah yang bersikulasi adalah 120 hari. Sel darah merah tua dibuang dari darah oleh sistem retikuloendoterial, khususnya dalam hati dan limpa.Funfsi utama eritrosit adalah membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit mempunyai kemampuan khusus melakukan fungsi ini karena kandungan hemoglobinnya tinggi. Apabila tidak ada hemoglobin, kapasitas pembawa oksigen darah dapat berkurang sampai 99% dan tentunya tidak mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh. 2. Lekosit Lekosit dibagi dalam dua kategori, granulosit dan sel mononuklear ( agranulosit ). Dalam keadaan normal, jumlah total lekosit 5.000 sampai 10.000 sel per mm3. Sekitar 60% diantaranya adalah granulosit dan 40% sel mononuklear. Lekosit dengan mudah dapat dibedakan dari eritrosit dengan adanya inti, ukurannya yang besar dan perbedaan kemampuan mengikat warna. Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam sitoplasmanya. Diameter granulosit biasanya dua samapi tiga kali eritrosit. Granulosit dibagi dalam tiga sub grup, yang ditandai dengan perbedaan kemampuannya mengikat warna seperti yang terlihat dalam pemeriksaan mikroskopis. Eosinofil memiliki garanula berwarna merah terang dalam sitplasmanya, sementara granula pada basofil berwarna biru. Yanng ketiga, dan yang paling banyak, adalah netrofil dengan granula yang berwarna ungu pucat. Lekosit mononuklear ( Agranulosit ). Lekosit mononuklear ( limfosit dan monosit ) adalah sel darah putih dengan inti satu lobus dan sitoplasmanya bebas granula. Dalam darah orang dewasa normal, limfosit berjumlah sekitar 30 % dan monist 5% dalam total lelosit. Limfosit matang adalah sel kecil dengan sitoplasma sedikit. Diproduksi terutama oleh nodis limfe dan jaringan limfoid usus, limpa, dan kelenjar timus dari sel prekursor

yang berasal sebagai sel stem sumsum tualng dan dapt berubah menjadi histosit jaringan, termasuk sel kupfer di hati, makrofag perioneal, makrofag alveolar, dan komponen lain sistem retikulorndotelial. Fungsi lekosit adalah melindungi tubuh terhadap invasi bakteri atau benda asing lainnya. Fungsi utama netrofilik PMN adalah memakan benda asing (fagositosis ). Funsi limfosit terutama menghasilkan substansi yang membantu penyerangan benda asing. Sekelompok limfosit ( limfosit T ) membunuh sel secara langsung atau menghasilkan berbagai limfokin, suatu substansi yang memperkuat aktivitas sel fagositik. Kelompok limfosit lainnya (limfosit B) menghasilkan antibodi, suatu molekul protein yang akan menghancurkan benda asing dengan berbagai mekanisme. Eusinofil dan basofil berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai meterial biologis kuat seperti histamin, serotin dan heparin. Pelepasan senyawa tersebut mempengaruhi suplai darah tersebut mempengaruhi suplai darah ke jaringan, seperti yang terjadi selama peradangan, dan membantu memobilisasi mekanisme pertahanan tubuh. Peningkatan jumlah eosinofil pada keadaan alergi menunjukkan bahwa sel ini terlibat dalam reaksi hipersensitivitas. 3. Trombosit Merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4um, yang terdapat dalam sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disentegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm3 darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopoetin. Trombosit berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi cedera vaskuler, trombosit mengumpul pada tempet cedera tersebut. Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau sumbatan, yang sementara menghentikan perdarahan. Substansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi faktor pembekuan dalam plasma darah. 4. Plasma darah Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, kecuali kandungan fibrinogen dan beberapa faktor pembekuan.

Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilihat dengan uji laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein tertentu. Gama globulin, yang tersusun terutama oleh antibodi dinamakan imunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein plasma penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan faktor pembekuan yang dibentuk di hati. Globulin transpor membawa berbagai zat dalam bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk fibrinogen, tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi tahap-tahap pembekuan. Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam siste, vaskuler. Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam rongga vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasaitas mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan, diantara zat lainnya. B. Definisi Anemia Anemia adalah suatu istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan. (Brunner & Suddarth, 2001). Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999). C. Klasifikasi Anemia Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar. 1. Anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit

kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. 2. Anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel. 3. Anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital). Anemia dapat juga diklasifikasikan dipikirkan adalah: a. Meningkatnya kehilangan sel darah merah. Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah: 1) Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit. 2) Gangguan sintetis globin misalnya talasemia. 3) Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter (gangguan herediter). Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus menurut etiologinya. Penyebab utama yang

eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan selsel darah merah antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin. 4) Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983). 5) Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis. b. penurunan atau gangguan pembentukan sel. Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu

(diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: 1) Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin. 2) Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi. 4. Anemia aplastik Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari

mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak

dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis. 5. Anemia defisiensi besi a. Pengerttia Animea defisiensi besi Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut. Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil. Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal. (Basi diperlukan untuk sintesa hemoglobin ). Merupakan jenis anemia paling sering pada semua kelompok umur. ( Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8). Secara morfolgis, keadaan ini dikhalisifikikan sebagai anemia mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sentesii hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering di jumpai pada perempuan usaia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sesuatu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. (patofisiologi, sylvia, price lorraine M. wilson ). Anemia defisiensi besi (ADB) selama kehamilan merupakan faktor risiko yang sangat menarik untuk di kaji, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi. Beberapa penulis telah mengindikasikan bahwa ADB selama kehamilan berhubungan dengan kelahiran prematur, BBLR, dan peningkatan kematian perintal ( Wiriadinata, 2005 ). b. Etiologi Penyebab tersering defisiensi besi pada pria dan wanita pasca menopause adalah perdarahan (misalnya dari ulkus, gastritis, atau tumor saluran pencernaan) atau malabsorpsi, terutama setelah reaksi gaster. Besi tidak dapat diabsorpsi dengan baik jika pasien makan diet dengan serat sangat tinggi. Penyebab tersering anemia defisiensi besi pada wanita pramenopause adalah menoragia (pendaharan menstruasi berlebihan).

Pasien dengan alkoholisme kronis sering mengalami ketidakcukupan asupan besi dan kehilangan besi akibat kehilangan darah dan traktus gastrointestinal, menimbulkan anemia. Anemia defisiensi besi dapat juga disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. 1) Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari : a) Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. b) Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia. c) Saluran kemih : hematuria d) Saluran napas : hemoptoe. 2) Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging). 3) Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan. 4) Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia (perdarahan uterus yang berlebihan yang terjadi pada dan diantara siklus haid.) Penyebab lain defisiensi besi adalah: 1) asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja. 2) gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi. 3) kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid. c. Patofisiologi anemia defisiensi besi Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi semakin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk

eritropoesis berkurang. Sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficien erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala lainnya. Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. 1) Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan berkurang 2) Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia 3) Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, dyspne, syok 4) Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50% terdapat kompensasi adalah: a) Peningkatan curah jantung dan pernafasan b) Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin c) Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, redistribusi aliran darah ke organ vital. d. Manifestasi Klinis 1) Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi 2) Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada) 3) Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang) 4) Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan

berkurangnya oksigenasi pada SS 5) Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare) 6) Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <> 100 g/dl eritrosit 7) Gejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah sebagai berikut :

a) Koilorikia Kuku sendok (Spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical, dan menjadi cekung seperti sendok. b) Atrofi papilla lidah Permukaan lidah menjadi licin dan mengilap karena papil lidah menghilang. c) Stomatitis angularis adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. d) Disfagia nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. e) Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.

e. Penatalaksanaan 1) Medikamentosa a) Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal. Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).Pemberian preparat besi peroral b) Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya lebih murah. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang dipakai adalah 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi ini harus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.1, c) Pemberian preparat besi parenteral. Pemberian besi secara intramuskuler menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi. Dosis dihitung berdasarkan : Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5. 2) Transfusi darah Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil

menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb 3) Bedah Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel. 4) Suportif Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan) Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penaganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat oleh karena terdapat gangguan pencernaan. f. Komplikasi Kehilangan darah kronis akibat perdarahan ringan yang terus menerus tidak menggangu volume darah karena penyesuaian cairan berlangsung secara otomatis. Namun seiring dengan hilangnya sel-sel darah merah, besi di dalam hemoglobin juga ikut hilang, dan kehilangan darah kronis sering menyebabkan Anemia Defisiensi Besi. 1) Perkembangan otot buruk ( jangka panjang ) 2) Daya konsentrasi menurun 3) Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun. g. Pengobatan Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang terjadi. Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat atau anemia yang berat adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani transfusi. Zat besi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah juga hilang selama perdarahan. Karena itu sebagian besar penderita anemia juga mendapatkan tambahan zat besi, biasanya dalam bentuk tablet. 1) Farmakologi Anemia Defisiensi Besi

a) Ferrous sulfate, hydrated: ukuran tablet 325 mg, elemenbesipertablet 65 mg, dosisdewasa 3-4 tablet perhari b) Ferrous sulfate, desiccated: ukuran tablet 200 mg, elemenbesipertablet 65 mg, dosisdewasa 3-4 tablet perhari c) Ferrous gluconater: ukuran tablet 325 mg,elemenbesipertablet 36 mg, dosisdewasa 3-4 tablet perhari d) Ferrous fumarate: ukuran tablet 200 mg, elemenbesipertablet 66 mg, dosisdewasa 3-4 tablet perhari e) Ferrous fumarate: ukuran tablet 325 mg, elemenbesipertablet 106 mg, dosisdewasa 3-2 tablet perhari f) Iron Dextra: dapat diberikan melalui suntikan intramuskular atau melalui invus intravena h. Uji Laboratorium dan Diagnostic Tidak ada tes tunggal yang dapat diterimauntuk mendeteksi atau mendiagnosis defisiensi besi. 1) Konsentrasi Hb ( sebelum pengobatan) (mengindikasikan konsentrasi protein HB mengandung besi dalam sel darah merah yang bersirkulasi) menurun (salah satu tes yang paling sering dilakukan). 2) Hematokrit ( mengindikasikan proporsi whole blood yang dicukupi oleh sel darah merah) menurun (salah satu tes yang sering dilakukan). 3) Mean Corpuscular volume (MCV) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) menurun, menyebabkan anemia hipokromik, mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat. 4) Keluasan distribusi sel darah merah (kadar 14%). 5) Konsentrasi protoporfirin eritrosit 1-2 tahun; 80 g/dl sel darah merah. 6) Saturasi transferin lebih mudah dari 6 bulan : 15 g/L atau kurang. 7) Konsentrasi feritin serum kurang dari 16 %. 8) Hitung retikulosi (selama pengobatan meningkat dalam 3-5 hari pelaksanaan terapi besi mengindikasikan respon terapeutik positif. 9) Konsentrasi HB (dengan pengobatan) kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.

6. Anemia Anemia Karena Perdarahan Hebat a. Definisi Anemia Karena Perdarahan Hebat adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan hebat.seperti :Kecelakaan, Pembedahan, Persalinan, Pecahnya pembuluh darah, Perdarahan hidung dan wasir, Perdarahan menstruasi yang sangat banyak. Disebut juga anemia hypovolemik. (http://www.i-comers international.com diakses pada tanggal 28 mei 2008). Anemia Karena Perdarahan Hebat adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan hebat. b. Etiologi Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia. Jika kehilangan darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi. Akibatnya darah menjadi lebih encer dan persentase sel darah merah berkurang.Pada akhirnya, peningkatan pembentukan sel darah merah akan memperbaiki anemia. Tetapi pada awalnya anemia bisa sangat berat, terutama jika timbul dengan segera karena, Kehilangan darah yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada: 1) Kecelakaan 2) Pembedahan 3) Persalinan 4) Pecahnya Pembuluh Darah Yang lebih sering terjadi adalah perdarahan menahun (terus menerus atau berulang-ulang), yang bisa terjadi pada berbagai bagian tubuh: 1) Perdarahan hidung dan wasir : jelas terlihat 2) Perdarahan pada tukak lambung dan usus kecil atau polip dan kanker usus besar) : mungkin tidak terlihat dengan jelas karena jumlah darahnya sedikit dan tidak tampak sebagai darah yang merah di dalam tinja; jenis perdarahan ini disebut perdarahan tersembunyi 3) Perdarahan karena tumor ginjal atau kandung kemih ; bisa menyebabkan a. ditemukannya darah dalam air kemih 4) Perdarahan menstruasi yang sangat banyak.

c. Tanda dan gejala Hilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat menyebabkan 2 masalah: 1) Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah berkurang. 2) Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen berkurang. Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian. Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi. Anemia bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan: 1) Pingsan 2) Pusing 3) Haus 4) Berkeringat 5) denyut nadi yang lemah dan cepat 6) pernafasan yang cepat. Pada pasien yang telah menderita perdarahan akut biasanya memperlihatkan tanda dan gejala akibat Hipoksia san hipovelemia. Bergantung pada keparah prosesnya, pasien akan merasakan lemah,lelah, kepala pusing, stupor, atau koma yang seringkali akan tampak pucat, diaforetik dan lekas marah. Tanda-tanda vitalnya merupakan refleksi dan kompensasi kardiovaskuler terhadap kehilangan darah yg akut pasien akan mengalami hipertensi dan takikardia yang proporsinya sesuai dengan derajat perdarahan. Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri (hipotensi ortostatik). Anemia juga bisa menyebabkan kelelahan yang luar biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jika sangat berat bisa menyebabkan kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepoatan hilangnya darah dari tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam beberapa jam atau kurang), kehilangan sepertiga dari volume darah tubuh bisa berakibat fatal. Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari, minggu atau lebih lama lagi), kehilangan sampai dua pertiga dari volumer darah tubuh bisa hanya menyebabkan kelelahan dan kelemahan atau tanpa gejala sama sekali.

Gejala klinis yang dapat dijumpai pada anemia akibat perdarahan akut jika dihubungkan dengan perdarahan adalah sebagai berikut :

Jumlah Perdarahan < 10% BB 500cc

Gejala Biasanya asimptomatik, kadang-kadang dengan sinkop vasovagal.

>20% BB >30%BB >40%BB

1000cc 1500cc 2000cc

Takikardia dengan Hipotensi postural. Vena leher kosong, takikardia dan hipotensi postural. Hipotensi syok dengan nadi cepat dan kecil serta akral dingin, curah jantung dan tekanan vena sentralis menurun.

>50%BB d. Pengobatan

2500cc

Syok berat, asidosis laktat dan akhirnya kematian.

Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang terjadi. Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat atau anemia yang berat adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani transfusi. Zat besi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah juga hilang selama perdarahan. Karena itu sebagian besar penderita anemia juga mendapatkan tambahan zat besi, biasanya dalam bentuk tablet. 7. Anemia Megalobastik Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom a. Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti

terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing

pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983). Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi. 4. b. Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml). c. Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon spontan bila di berikan diet seimbang 8. Anemia Karena Kekurangan Asam Folat Anemia Karena Kekurangan Asam Folat adalah suatu anemia megaloblastik yang disebabkan kekurangan asam folat. Asam folat adalah vitamin yang terdapat pada sayuran mentah, buah segar dan daging; tetapi proses memasak biasanya dapat merusak vitamin ini.Karena tubuh hanya menyimpan asam folat dalam jumlah kecil, maka suatu makanan

yang sedikit mengandung asam folat, akan menyebabkan kekurangan asam folat dalam waktu beberapa bulan. 9. Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik. Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas). 10. Anemia Karena Kekurangan Vitamin C Anemia Karena Kekurangan Vitamin C adalah sejenis anemia yang jarang terjadi, yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C yang berat dalam jangka waktu yang lama. rutin melalui air kemih. 11. Anemia Karena Kelainan Pada Sel Darah Merah Penghancuran sel darah merah bisa terjadi karena: a. sel darah merah memiliki kelainan bentuk b. sel darah merah memiliki selaput yang lemah dan mudah robek c. kekurangan enzim yang diperlukan supaya bisa berfungsi sebagaimana mestinya dan enzim yang menjaga kelenturan sehingga memungkinkan sel darah merah mengalir melalui pembuluh darah yang sempit. 12. Anemia karena kekurangan G6PD Kekurangan G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD (glukosa 6 fosfat dehidrogenase) hilang dari selaput sel darah merah. Enzim G6PD membantu mengolah glukosa (gula sederhana yang merupakan sumber energi utama untuk sel darah merah) dan membantu menghasilkan glutation (mencegah pecahnya sel). 13. Anemia Karena Penyakit Kronik Penyakit kronik sering menyebabkan anemia, terutama pada penderita usia lanjut. Keadaan-keadaan seperti infeksi, peradangan dan kanker, menekan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Karena cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia anemia penggunaan ulang zat besi.

Asuhan Keperawatan Anemia A.PENGKAJIAN 1) Aktivitas / istirahat a) Keletihan, kelemahan, malaise umum. b) Kehilangan produktivitas. penurunan semangat untuk bekerja. c) Toleransi terhadap latihan rendah. d) Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan. 2) Sirkulasi a) Riwayat kehilangan darah kronik. b) Riwayat endokarditis infektif kronis. c) Palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP). 3) Integritas ego a) keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah Tanda : depresi.

4) Eleminasi b) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. c) Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). d) Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. e) Diare atau konstipasi. Tanda : distensi abdomen. 5) Makanan/cairan a) Nafsu makan menurun. b) Mual/muntah. c) Adanya penurunan berat badan. Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB). 6) Nyeri/kenyamanan a) Lokasi nyeri terutama di lokasiabdomen dan sakit kepala (DB) 7) Pernapasan Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea. 8) Seksualitas a) Perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). b) Hilang libido (pria dan wanita). c) Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)). 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. 4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel. 5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist. 6. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat. 7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

Anda mungkin juga menyukai