Tugas Wasiat Dan Wakaf

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Secara sederhana wasiat diartikan dengan Penyerahan harta kepada pihak lain
yang secara efektif berlaku setelah mati pemiliknya. Dari kata penyerahan
harta kepada pihak lain, wasiat itu termasuk dalam lingkup hibah. Namun
karena harta yang diserahkan itu baru dimiliki oleh yang menerima setelah
matinya pemilik, dia merupakan pemberian dalam bentuk khusus. Perbedaannya
dengan warisan meskipun sama-sama dimiliki setelah matinya pemilik ialah
bahwa dalam wasiat peralihan harta atas kehendak si pemilik yang diucapkannya
semasih hidup, pada warisan tidak ada kehendak dari pemilik harta selama dia
masih hidup.
Adapun hikmah dan tujuan hukum dari wasiat ini adalah manfaat bagi sesama
hamba Allah dan tidak ada pihak yang dirugikan. Dengan cara ini umat akan
mendapatkan kemudahan dari tindakan ini.
Di samping itu, wakaf dalam arti kata ialah menahan dan menghentikan. Secara
terminology diartikan dengan menghentikan pengalihan hak atas suatu harta
dan menggunakan hasilnya bagi kepentingan umum sebagai pendekatan diri
kepada Allah.
Walaupun bentuk nyatanya wakaf itu menyerahkan harta kepada orang lain dan
oleh karenanya dapat disebut pemberian, namun ia mempunyai bentuk
tersendiri dengan nama sendiri. Menghentikan pengalihan hak mengandung arti
tidak dapat lagi dijual, dihibahkan dan diwariskan oleh orang yang punya.
Dengan demikian dia berarti sudah lepas dari yang punya; namun dia tidak lagi
dimiliki oleh siapa-siapa. Karena itu barang yang diwakafkan itu telah menjadi
milik Allah sebagai pemilik mutlak dari harta. Karena hasilnya digunakan untuk
kepentingan umum sebagai pendekatan diri kepada Allah, dia menyerupai
shadaqah. Dia berbeda dengan shadaqah dalam beberapa hal, pertama yang
dimiliki oleh yang menerima waqaf hanyalah manfaatnya dan bukan bendanya.
Kedua: pahala yang didapat dari yang memberi shadaqah hanyalah sekali waktu
memberikannya, sedangkan pahala yang diterima oleh yang berwakaf adalah
berkepanjangan selama barang tersebut dimanfaatkan oleh orang lain. Oleh
karena itu, wakaf itu disebut juga shadaqah yang mengalir terus.


BAB II
HADITS TENTANG JUMLAH HARTA WASIAT
DAN WAKAF HASIL TANAMAN TANAH MILIK

A. Jumlah Harta Wasiat
1. Hadits Tentang Jumlah Harta Wasiat

2. Terjemah Hadits
Diriwayatkan dari Saad bin Abi Waqqash ra. dia berkata: Aku bertanya, Wahai
Rasulullah, saya adalah orang yang mempunyai harta dan ahli warisku hanya
seorang anak perempuan. Apakah saya boleh bersedekah dengan dua pertiga
dari harta saya? Beliau menjawab, Tidak. Aku bertanya lagi, Apakah saya
boleh bersedekah dengan setengahnya? Beliau menjawab, Tidak. Aku
bertanya lagi, Apakah aku boleh bersedekah dengan sepertiganya? Beliau
menjawab, Sepertiga?, Sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik dari pada kamu
meninggalkan mereka dalam keadaan papa dan meminta-minta kepada orang
lain. (Muttafaq Alaih)

3. Tinjauan Rawi Hadits
Saad bin Abi Waqqash az-Zuhri al-Madani adalah seorang sahabat mulia yang
berhijrah ke Madinah sebelum Rasulullah SAW hijrah ke kota tersebut. Dia
menyaksikan Perang Badar dan peperangan lainnya serta termasuk sahabat yang
diberi kabar gembira untuk masuk syurga. Saad juga termasuk sahabat yang
pertama kali memberikan sahamnya di jalan Allah. Dia termasuk salah seorang
sahabat yang enam yang diajukan oleh Umar untuk dicalonkan sebagai khalifah.
Saad adalah pemimpin perang yang menaklukkan Iraq dan kota-kota kisra.
Dialah yang menetapkan batas bumi Kufah untuk kabilah Arab dan menjadi wali
di sana selama masa pemerintahan umar. Dia meriwayatkan 215 hadits dan
meninggal di Aqiq, kemudian dibawa ke Madinah dan dimakamkan di Baqi pada
tahun 55 H.

4. Kajian Mufradat Hadits
a.

(Asy-Syathr): Dengan huruf syiin berharakat fatah dan tha mati diakhiri
dengan raa. Secara bahasa, kata ini memiliki banyak arti, tetapi arti yang paling
tepat di sini adalah

(Al-Nishf: setengahnya).
b.

(Katsiir): Kebanyakan riwayat menggunakan huruf tsa. Demikian yang


mahfuuzh. Namun dalam redaksi riwayat Bukhari tertulis, katsiir atau kabiir. Ini
adalah bentuk keraguan dari perawi.
c.

(Innaka): inna huruf nashab yang berfungsi me-nashab-kan isim. Kaaf-nya


adalah isimnya (inna).
d.

Dibaca dengan fathah hamzah-nya berdasarkan hukum talil (yakni


menasabkan fiil mudhari) atau dibaca kasrah berdasarkan hukum syarthiyyah
(yakni kalimat bersyarat) dan kalimat jawabnya adalah (khair) yang di
dalamnya tersirat huruf fa sehingga memiliki pengertian

(fa huwa khair).


e.

(Aalah): Dengan huruf ain berharakat fathah, adalah jamak dari kata


(aail), yang artinya orang-orang fakir. Sedangkan kata

(ailah) berarti
kefakiran. Allah SWT berfirman,
V. 6O |t=eO #-!v )e_ 4 v-!'u )e| (o(#e&e Be
#-!+ (.Ze3'N (oT,u|-t t.#o ,.uO( u)e|| 4
Artinya:
Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu
kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika dia menghendaki. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Taubah [9]: 28)
f.

(Yatakaffafuuna al-Naas). Diambil dari kata kaaf, yaitu tangan.


Maksudnya membuka telapak tangan untuk meminta-minta, atau meminta
sesuatu untuk menghentikan rasa lapar.

5. Asbab al-Wurud Hadits
Ketika Rasulullah SAW berada di Mekkah pada waktu haji Wada, beliau
menjenguk Saad bin Abi Waqqash yang sedang sakit keras yang telah mendekati
waktu kematiannya. Karena Saad tidak mau meninggal di tempat dia berhijrah
(Mekkah), dia berkata kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasulullah, saya takut
mati di tempat saya berhijrah, sebagaimana yang telah dialami oleh Saad bin
Khaulah sebab tempat tersebut adalah tempat pertahanan orang-orang musyrik
yang telah menyakiti Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Orang-orang musyrik
telah mengusir para sahabat dan mengeluarkan harta-harta mereka dari
kampung halamannya secara tidak benar.
Saad ingin meninggal di tempat penghijrahan (Madinah), yaitu tempat
dimuliakannya Islam oleh Allah dan menjadi tempat tinggal orang-orang
Muhajirin yang memiliki keikhlasan tinggi. Mereka itulah yang telah menolong
Rasulullah SAW dengan segenap kemampuannya sehingga agama Allah (Islam)
dapat berdiri tegak di sana, dan misinya dapat menjulang tinggi mengatasi misi
orang-orang kafir.
Oleh karena itulah, Saad membenci kota Mekkah dan menyukai kota Madinah.
Kota Mekkah adalah kota yang penuh dihiasi kemusyrikan dan permusuhan,
sedangkan kota Madinah yang penuh dengan kesucian, ketauhidan dan amal-
amalan orang-orang yang memiliki ketakwaan dan keutamaan. Ketika Rasulullah
SAW mendengar nama Saad bin Khaulah dari Saad bin Abi Waqqash, beliau
merasa kasihan kepadanya. Kemudian Rasulullah SAW berdoa kepada Allah agar
Saad dapat meninggal dunia di kota Madinah al-Muthahhirah.
Kemudian Saad menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa dirinya
mempunyai harta yang banyak dan tidak memiliki ahli waris yang dikhawatirkan
akan terlantar kehidupan mereka sepeninggalnya, kecuali seorang anak. Oleh
karena itu dia bertanya kepada Rasulullah SAW apakah dia dapat mengeluarkan
dua pertiga dari kekayaannya sebagai sedekah (wasiat). Rasulullah SAW tidak
menyetujui kehendak Saad itu. Berikutnya, Saad mengajukan alternatif lain
apakah dia dapat mengeluarkan setengah dari kekayaannya. Akan tetapi,
Rasulullah SAW tetap tidak menyetujuinya. Kemudian Saad mengajukan
alternatif lain untuk mengeluarkan sepertiga dari kekayaannya sebagai wasiat.
Hal tersebut disetujui oleh beliau meskipun jumlah tersebut masih dapat
dianggap terlalu besar untuk wasiat.
Hikmah larangan pemberian wasiat dalam kuantitas yang terlalu besar
dikhawatirkan akan menelantarkan ahli waris sepeninggalnya sehingga mereka
akan menghadapi kehidupan dengan mengharapkan kebaikan orang lain.

6. Pemahaman Kandungan Hadits
Berdasarkan hadits di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Anjuran menjenguk orang sakit, terutama bagi para kerabat dan saudara-
saudaranya.
b. Orang yang sakit diperbolehkan memberitahukan keadaan penyakitnya
apabila dia tidak bermaksud untuk mengeluhkan penyakitnya, melainkan untuk
kemanfaatan tertentu, seperti memberitahukan kepada dokter agar dia dapat
menganalisis atau mendiagnosis penyakitnya sehingga dapat disembuhkan.
c. Anjuran bermusyawarah dengan para ulama dan memohon petunjuk mereka
dalam berbagai permasalahan yang dianggap penting untuk dipecahkan
bersama.
d. Anjuran berwasiat sepertiga dari kekayaan atau lebih kecil dari itu, meskipun
orang yang berwasiat tersebut memiliki kekayaan banyak.
e. Mayoritas ulama berpendapat bahwa sepertiga tersebut dihitung dari total
harta yang ditinggalkan oleh pemberi wasiat. Sedangkan Imam Malik
berpendapat bahwa sepertiga itu dihitung dari harta yang diketahui oleh
pemberi wasiat, bukan yang tidak diketahuinya atau yang masih berkembang,
sedangkan dia tidak mengetahuinya.
f. Kebolehan mengumpulkan kekayaan melalui cara-cara yang disyariatkan.
g. Menyimpan kekayaan untuk ahli waris yang membutuhkan dipandang lebih
baik dari pada menyedekahkannya kepada orang lain mengingat hubungan ahli
waris lebih berhak dijaga dari pada dibandingkan dengan hubungan kepada
orang lain.
h. Memberi nafkah kepada anak dan isteri disertai niat yang baik merupakan
ibadah mulia.
i. Hadits ini mengecam pekerjaan meminta-minta atau mengemis uang kepada
orang dan menampakkan kebutuhan. Secara tidak langsung hadits ini
menganjurkan agar setiap orang berusaha melakukan sesuatu yang dapat
menghindarinya dari meminta-minta atau tamak terhadap apa yang dimiliki
orang lain.
j. Ahli waris mempunyai hak atas harta saudaranya yang masih hidup yang
mewariskannya. Untuk itu, saudaranya tidak boleh boros membelanjakan harta
yang dimilikinya dengan tujuan agar ahli warisnya tidak mendapatkannya.
B. Wakaf Hasil Tanaman Tanah Milik
1. Hadits Tentang Wakaf Hasil Tanaman Tanah Milik

. :

.
( . :

.)
2. Terjemah Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. dia berkata: Umar ra. telah mendapat
sebidang tanah di Khaibar. Dia mendatangi Nabi SAW untuk bermusyawarah
mengenai tanah itu. Dia berkata, Wahai Rasulullah, saya telah mendapat
sebidang tanah di Khaibar dan sebelumnya saya tidak pernah memperoleh harta
yang lebih berharga dari pada tanah itu. Apa petunjukmu mengenai masalah
ini?Beliau bersabda, Jika kamu menghendaki, jagalah tanah aslinya itu dan
sedekahkan manfaatnya. Lalu Umar mengeluarkan sedekah hasil tanah itu
dengan syarat tanahnya tidak boleh dijual dan dibeli serta diwarisi atau
dihadiahkan. Umar mengeluarkan sedekah hasilnya kepada fakir miskin, kaum
kerabat, dan untuk memerdekakan hamba juga untuk orang yang berjihad di
jalan Allah serta untuk bekal orang yang sedang dalam perjalanan dan menjadi
hidangan untuk tamu. Orang yang menguruskan boleh makan sebagian hasilnya
dengan cara yang baik dan boleh memberi makan kepada temannya dengan
sekadarnya.
(Muttafaq Alaih yang susunan lafaznya dari Muslim. Sedangkan dalam riwayat
al-Bukhari dikatakan, Dia sedekahkan pokoknya tidak dijual dan tidak diberikan,
tetapi diinfaqkan hasilnya).

3. Tinjauan Rawi Hadits
Abdullah bin Umar bin al-Khaththab al-Adawi Abu Abdurrahman al-Makki telah
masuk Islam sejak kecil di Makkah dan ikut hijrah bersama ayahnya. Ibnu Umar
menyaksikan Perang Khandaq dan Baiat al-Ridhwan . Ia meriwayatkan 1.630
hadits. Di antara orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya adalah Salim,
Hamzah, Ubaidillah, dan lain-lain. Ibnu Umar termasuk sahabat yang zahid dan
wara, seorang imam yang luas pengetahuan dan banyak pengikutnya. Dia
meninggal dunia di Makkah pada tahun 94 H dan dimakamkan di sana.

4. Kajian Mufradat Hadits
a.

(Ardhan bi Khaibar): Nama lahan yang diperoleh Umar ra. tersebut


adalah Tsamgh, dengan huruf tsa berharakat fathah, mim yang mati dan diakhiri
dengan huruf ghain. Yakni sebuah negeri yang berlokasi di sebelah selatan
Madinah dengan jarak 160 kilometer, yaitu tanah yang masih subur dengan
pesawahan. Negeri tersebut menjadi tempat kediaman orang-orang Yahudi
sampai ditaklukkan oleh Nabi SAW pada tahun ke-7 H. Kemudian, tanah tersebut
ditetapkan sebagai tanah pertanian yang pada masa kekhalifahan Umar tanah
tersebut menjadi bagian yang diberikan kepadanya.
b.

(Yastamiruhu): Yakni memusyawarahkan untuk mengelolanya.


c.

(Anfasu indii): Maksudnya Harta terbaik dan paling mengagumkan


yang ada padaku.
d.

(Wa Fi al-Qurbaa): Kerabat seseorang. Maksudnya mencakup saudara


sebapak dan saudara seibu. Kerabat di sini artinya kerabat pewakaf.
e.

(Wa Fi al-Riqaab): Mereka adalah para budak yang melakukan


transaksi mukaatabah dengan tuannya yang tidak mempunyai harta untuk
membayar kitaabah-nya (untuk pembebasan dirinya dari perbudakan).
f.

(Wa Fi Sabiil Lllaah): Yakni orang yang menempuh perjalanan di


jalan Allah, seperti mengikuti peperangan.
g.

(Wa Ibn al-Sabiil): Yakni orang yang berada dalam perjalanan dan
memiliki kekayaan di negerinya, tetapi kekayaan tersebut sulit untuk sampai
kepadanya sehingga dia laksana orang yang fakir.
h. (Adh-Dhayf): Yakni orang yang singgah di tempat orang lain, baik
diundang maupun tidak. Kata adh-dhayf dapat diungkapkan untuk tunggal dan
jamak sebab pada asalnya ia adalah masdar. Namun kadang-kadang ia
dijamakkan menjadi adhyaaf dan dhuyuuf.
i. (Laa Junaaha): Maksudnya tidak berdosa jika orang yang mengurus tanah
itu memakan sebagian hasilnya dengan cara yang maruuf (benar).
j.

(Bi al-Maruf): Yakni kadar yang cukup untuk mengurusi dan mengelola
tanah wakaf.
k.

(Ghaira Mutamawwil): Yakni bukan orang kaya dan mengumpul


kekayaan. Kedudukannya secara iraab menjadi haal dari kata man. Maksudnya,
pengurus tanah itu dapat memakan atau memberi makan hasilnya tanpa
menjadikan harta wakaf itu sebagai miliknya. Ia hanya berhak menginfakkan
hasilnya tanpa melewati batas kewajaran.
5. Penjelasan Umum
Umar bin Khattab memperoleh tanah di Khaibar senilai seratus dirham. Tanah
senilai itu merupakan harta yang paling berharga baginya karena kesuburan dan
kebaikannya sehingga orang-orang pun berlomba-lomba untuk memilikinya.
Kemudian Umar datang menghadap Nabi SAW untuk meminta saran dalam cara
pengelolaannya.
Kemudian Nabi SAW menunjukkan jalan yang paling baik untuk mengelola dan
menafkahkan kekayaan tersebut. Nabi SAW menyarankan Umar untuk
memegang pokok atau asli tanah tersebut dengan cara tidak menjual,
menghadiahkan, mewariskan, atau tindakan-tindakan lainnya yang dapat
menghilangkan dan memindahkan kepemilikan tanah tersebut, melainkan
menafkahkannya kepada fakir miskin, kerabat dalam hubungan darah, untuk
memerdekakan hamba, atau membayarkan denda bagi orang yang menanggung
beban kifarat, membantu orang-orang yang berjuang di jalan Allah untuk
meninggikan kalimat-Nya dan menolong agama-Nya, memberi makan kepada
orang-orang asing (bukan berasal dari negeri yang bersangkutan) yang
menempuh perjalanan dan tekah kehabisan biaya, atau memberi makan kepada
para tamunya sebab menghormati tamu termasuk cabang iman kepada Allah
juga. Begitu pula orang-orang yang mengurus tanah tersebut juga diperbolehkan
mengambil untuk keperluan makan dirinya dan temannya sebatas keperluan
tanpa bermaksud untuk menumpuk-numpuk harta.

6. Pemahaman Kandungan Hadits
a. Umar ra. memperoleh tanah di Khaibar yang menurutnya merupakan hartanya
yang paling mahal dari seluruh harta yang ada padanya. Lalu dia mendatangi
Nabi SAW untuk bermusyawarah sehubungan dengan cara menyedekahkannya.
Rasulullah SAW memberinya petunjuk agar menahan aset tanah itu dari segala
bentuk tasharruf (aktivitas pemindahan hak milik) dan menyedekahkan hasil
bumi tanah tersebut. Umar pun menaatinya. Dengan begitu ia adalah orang
pertama dalam sejarah Islam yang berwakaf.
b. Hadits ini menjelaskan bahwa wakaf adalah menahan aset (raqabah) wakaf
dari segala transaksi pemindahan milik dan penyerahan hasil aset.
c. Kalimat dengan syarat tidak dijual menjelaskan hukum pengelolaan aset
wakaf. Kalimat ini menjelaskan bahwa pengelolaan aset wakaf tidak dilakukan
melalui cara pemindahan milik, seperti jual beli dan hibah. Aset wakaf harus
tetap dalam kondisinya hanya saja dikelola sesuai syarat syari yang ditentukan
oleh wakaf.
d. Wakaf hanya bisa berlaku untuk barang-barang yang bisa dimanfaatkan dan
dalam waktu yang sama substansi barang-barang tidak berubah. Sedangkan
untuk barang-barang yang habis dengan dimanfaatkan disebut dengan sedekah,
bukan wakaf.
e. Kalimat (Hasil) tanah itu disedekahkan kepada orang-orang fakir memberi
petunjuk penyaluran hasil wakaf, yaitu seperti kabaikan umum maupun khusus
seperti kerabat, fakir miskin, para pelajar, orang-orang yang berjihad dan lain
sebagainya.
f. Kalimat Tidak bermasalah atas orang yang mengurusnya menunjukkan
eksistensi pengelola (naazhir) yang melaksanakan syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh pewakaf, pengelolaan aset dan penyalurannya kepada yang
berhak.
g. Kalimat Untuk memakan (hasil)nya dengan cara maruuf (yang baik)
menjelaskan bahwa pengelola (naazhir) dapat mengambil nafkah hidupnya dari
hasil aset wakaf dengan cara yang dibenarkan sebagai kompensasi keterikatan
dirinya terhadap pengelolaan dan pengawasannya terhadap aset wakaf.
h. Hadits ini memberi petunjuk bahwa pewakaf dapat menentukan syarat-syarat
yang dinilai adil dan boleh secara syara. Syarat-syarat ini harus dilaksanakan,
sebab jika tidak maka pengkondisian tersebut menjadi tidak ada artinya.
i. Hadits ini memberi isyarat keutamaan atau fadhiilah berwakaf sebagai sedekah
yang pahalanya terus mengalir (jaariyah) dan sebagai perbuatan baik pewakaf
yang tiada henti.
j. Hadits ini memberi isyarat bahwa sesuatu yang diwakafkan selayaknya adalah
harta yang terbaik dan amat berharga dengan tujuan memperoleh pahala dari
Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya,
. |t=eO /ee #-!v (o-e| ('& Be ?\Ze)^u#( uBt- 4
Bte6u_ Be0s- ?\Ze)^u#( A4 #-9.9+ ?o+o-9'u#( 9o
Artinya:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran *3+: 92)
Bt- oq_6t~Me Be &Pe)^u#( 'u#BtZu)#( #-!vet
t~+- ?ou0s0u#( ue ( #-{u|v Bie, 9o3'N
&,|t(+o- uBe0s-! 2T,;|uO( &| )eeH /et-{ee
u9oT(IN ?\+e)^u|t BeZ| #-9.7e| Ze. 0e _;
#-!v &| u#-(=v0u)#( 4 (ee ?\(.0e^u#(
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah [2]: 267)
k. Hadits ini menunjukkan kewajiban memberi nasihat jika diminta dan memberi
solusi yang terbaik
l. Hadits di atas menerangkan bahwa syarat-syarat yang ditetapkan oleh pewakaf
wajib bersifat adil dan sah secara syari. dalam hadits Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

.
Siapa yang membuat syarat yang tidak sesuai dengan Kitab Allah maka syarat
itu batal, meskipun seratus syarat.
Syarat-syarat yang zhalim seperti syarat-syarat yang bertujuan menghalangi atau
memihak sebagian ahli waris tanpa justifikasi maka syarat-syarat itu haram dan
batal.
m. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa siapa yang membuat syarat berkaitan
dengan wakaf, hibah, jual beli, pernikahan, akad sewa, nadzar dan lain-lainnya
yang bertentangan dengan apa yang telah diwajibkan oleh Allah SWT kepada
para hamba-Nya, di mana syarat yang dibuatnya mengandung perintah atas
sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT, larangan terhadap apa yang diperintahkan
oleh-Nya, penghalalan sesuatu yang diharamkan atau pengharaman sesuatu
yang dihalalkan maka syarat tersebut batal berdasarkan kesepakatan para
ulama, baik dalam wakaf atau lainnya.
n. Wajib bagi para ulama, hakim dan pencatat serta pihak lain yang
berkepentingan dengan pengurusan dokumen wakaf dan wasiat agar menuntun
mereka sesuai dengan al-Quran dan Sunnah Nabi SAW serta menghindarkan
para pewakaf dan pemberi wasiat dari kezhaliman dan kelaliman.
o. Di antara pihak penerima saluran hasil aset wakaf ialah:
Orang-orang fakir, termasuk orang-orang miskin. Mereka adalah orang-orang
yang tidak mempunyai kecukupan nafkah hidup selama setahun.
Para kerabat, yaitu saudara satu nasab atau saudara hasil perkawinan. Yang
paling berhak adalah saudara yang paling dekat. Demikian seterusnya. Dengan
syarat mereka sama dalam tingkat kebutuhannya. Jika kebutuhan saudara jauh
lebih besar maka ia didahulukan meskipun saudara jauh.
Para budak. Tepatnya untuk membantunya merdeka dan atau menebus
tawanan.
Sabilillah. Maksudnya di sini adalah fasilitas-fasilitas yang bermanfaat bagi
muslimin, seperti fasilitas dakwah, jihad, tempat pengungsian, masjid dan lain
sebagainya.
Tamu. Maksudnya untuk menyambut tamu. Kewajiban menyambut tamu
berlaku untuk satu hari satu malam. Sedangkan sunahnya selama tiga hari tiga
malam.
p. Persyaratan kerabat dalam wakaf menunjukkan bahwa berwakaf kepada
sebagian ahli waris, tidak kepada sebagian yang lain adalah haram dan tidak sah.

7. Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa aset wakaf boleh diperjualbelikan dan
ditarik kembali oleh pewakaf kecuali jika hakim memutuskan seperti itu atau
kecuali jika pewakaf sendiri menggantungkan pewakafannya dengan
kematiannya. Contohnya pewakaf berkata, Jika aku meninggal dunia maka aku
wakafkan rumah ini kepada si Fulan. Dalam kasus terakhir disebut ini, maka
akad wakaf menjadi laazim (mengikat dan tidak bisa ditarik kembali).
Sementara para murid-muridnya menentang pendapat Abu Hanifah di atas. Abu
Yusuf mengatakan, Jika hadits Umar didengar oleh Abu Hanifah maka dia akan
menarik kembali pendapatnya yang memperbolehkan penjualan aset wakaf.
Pendapat yang difatwakan madzhab Hanafi adalah pendapat Abu Yusuf.
Imam Malik dan Imam Asy-Syafii berpendapat bahwa akad wakaf adalah akad
laazim. Untuk itu mereka melarang penjualan aset wakaf seketika (akad selesai
dibuat). Pendapat ini didasarkan pada keumuman hadits Hanya saja ia tidak
dapat dijual.
Sementara Imam Ahmad mengemukakan pendapat moderat, yaitu bahwa aset
wakaf tidak boleh diperjualbelikan atau diganti, kecuali jika tidak memberikan
manfaat lagi. Dalam kondisi ini ia dapat diperjualbelikan dan diganti dengan yang
lain. Ahmad berargumen dengan tindakan Umar ra. saat mendengar bahwa Bait
al-Mal yang berada di Kufah rusak. Umar berkata kepada Saad bin Abi Waqqash,
gubernur Kufah, Pindahkan masjid yang ada di Tamarin (Kufah) lalu buatlah Bait
al-Mal di kiblat masjid itu.
Hal itu terjadi di tengah para sahabat dan tidak ada di antara mereka yang
mengingkarinya. Dengan begitu keputusan Umar seperti ijma.
Ahmad juga mengqiyaskannya dengan kasus di mana hadyu (hewan kurban haji
yang dibawa oleh jamaah haji dari daerahnya) kelelahan akibatnya perjalanan
jauh sehingga dikhawatirkan mati sebelum mencapai tempat penyembelihan.
Hadyu ini boleh disembelih seketika. Tempat di mana seharusnya hadyu itu
disembelih tidak lagi dihiraukan karena membawanya ke sana sama artinya
dengan kehilangan manfaat hadyu itu sama sekali.
Ibnu Taimiyyah berkata. Dalam kondisi darurat, aset wakaf wajib diganti dengan
yang sejenisnya. Sementara dalam kondisi normal ia boleh digantikan dengan
yang lebih baik mengingat adanya manfaat yang lebih.
Syaikh Abdurrahman As-Sadi berkata, Jika aset wakaf berkurang atau
manfaatnya berkurang sementara ditemukan lainnya yang lebih bermanfaat
maka dalam hal ini terdapat dua riwayat dari Ahmad. Berdasarkan pendapat
madzhab, penggantian itu tidak boleh. Sedangkan riwayat Ahmad yang lain
mengatakan, boleh. Yang terakhir yang menjadi pilihan Ibnu Taimiyyah.


PENUTUP

Kesimpulan
1. Anjuran berwasiat sepertiga dari kekayaan atau lebih kecil dari itu, meskipun
orang yang berwasiat tersebut memiliki kekayaan banyak.
2. Menyimpan kekayaan untuk ahli waris yang membutuhkan dipandang lebih
baik dari pada menyedekahkannya kepada orang lain mengingat hubungan ahli
waris lebih berhak dijaga dari pada hubungan kepada orang lain.
3. Ahli waris mempunyai hak atas harta saudaranya yang masih hidup yang
mewariskannya. Untuk itu, saudaranya tidak boleh boros membelanjakan harta
yang dimilikinya dengan tujuan agar ahli warisnya tidak mendapatkannya.
4. Wakaf adalah menahan aset (raqabah) wakaf dari segala transaksi
pemindahan milik dan penyerahan hasil aset.
5. Wakaf hanya bisa berlaku untuk barang-barang yang bisa dimanfaatkan dan
dalam waktu yang sama substansi barang-barang tidak berubah. Sedangkan
untuk barang-barang yang habis dengan dimanfaatkan disebut dengan sedekah,
bukan wakaf.
6. Hadits ini memberi petunjuk bahwa pewakaf dapat menentukan syarat-syarat
yang dinilai adil dan boleh secara syara. Syarat-syarat ini harus dilaksanakan,
sebab jika tidak maka pengkondisian tersebut menjadi tidak ada artinya.
7. Hadits ini memberi isyarat keutamaan atau fadhiilah berwakaf sebagai
sedekah yang pahalanya terus mengalir (jaariyah) dan sebagai perbuatan baik
pewakaf yang tiada henti.
8. Hadits ini memberi isyarat bahwa sesuatu yang diwakafkan selayaknya adalah
harta yang terbaik dan amat berharga dengan tujuan memperoleh pahala dari
Allah SWT.
9. Di antara pihak penerima saluran hasil aset wakaf ialah: Orang-orang fakir,
termasuk orang-orang miskin, Para kerabat, Para budak. Sabilillah dan Tamu.
10. Persyaratan kerabat dalam wakaf menunjukkan bahwa berwakaf kepada
sebagian ahli waris, tidak kepada sebagian yang lain adalah haram dan tidak sah.


DAFTAR PUSTAKA


Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1996. Al-Lulu Wal Marjan. Terj. H. Salim
Bahreisy. Surabaya: PT Bina Ilmu

Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. 2006. Syarah Bulughul Maram (jilid. 5).
terj. Thahirin Suparta, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam

Al-Fauzan, Saleh. 2005. Fiqih Sehari-Hari. terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
Jakarta: Gema Insani Press

Rahman, Taufik, Drs. M.Ag. 2000. Hadis-Hadis Hukum. Bandung: Pustaka Setia

Rusyd, Ibnu. 2007. Bidayatul Mujtahid (jil. 2). terj. Abu Usamah Fakhtur
Rokhman. Jakarta: Pustaka Azzam

Sabiq, Sayyid. 2007. Fiqih Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Lc. MA., dkk. Jakarta:
Pena Pundi Aksara

Syarifuddin, Amir, Prof. Dr. 2003. Garis-Garis Besar Fiqih. Bogor: Kencana

Anda mungkin juga menyukai