Identitas Pasien
Nama Lengkap Usia Status Perkawinan Pekerjaan Alamat Jenis Kelamin Suku Bangsa Agama Pendidikan Tanggal Masuk RS
: Tn.Anang : 72 tahun : Menikah : Pensiun PNS : Jl. Papanggo II D RT 007/003 : Laki - laki : Betawi : Islam : Sekolah Dasar : 27 Juli 2012
Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis, tanggal 31 Juli 2012, jam 12.00
WIB
berkemih
Keluhan Utama : Tidak bisa BAK 1 hari SMRS Keluhan Tambahan : Os merasa tidak puas setelah
Os juga mengeluhkan ada nyeri saat berkemih dan terasa panas pada kemaluannya saat berkemih
Alergi(-)
Hipertensi (+)
Hipertensi (-)
Riwayat Kebiasaan
Riwayat Pengobatan
Riwayat pemasangan kateter (+)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis Tanda tanda vital :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 64x/menit Pernapasan : 18x/menit Suhu : 35,6oC Tinggi badan : 165 cm Berat badan : 68 kg Keadaan gizi : baik
Status Generalis
Kepala
: normocephali Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+) THT : normotia, septum deviasi -/-, sekret -/-, tonsil T1-T1 tenang Mulut : oral hygiene buruk Leher : kelanjar getah bening, tiroid tidak teraba massa
: gerak nafas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-) : vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeritekan (-/-) : : sonor : sonor
: suara nafas vesikuler kiri kanan, rhonki (-/: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : - Inspeksi
(-), dilatasi vena (-) - Auskultasi : bising usus (+) - Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut(-), defense muscular (-) Hepar : tidak teraba membesar Lien : tidak teraba membesar Ginjal : ballotement (-/-) - Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Kiri Otot Tonus Masa Sendi Kekuatan Gerakan edema Eutrofi Normotoni Tidak ada Tidak ada kelainan 5 Aktif Tidak ada Kanan Eutrofi normotoni Tidak ada Tidak ada kelainan 5 aktif Tidak ada
Status Lokalis
Inspeksi : benjolan (-) Palpasi : ballotement (-), nyeri tekan (-) Perkusi : nyeri ketuk CVA (-) Palpasi : nyeri tekan (-)
Rectal toucher : tonus sfingter baik, ampula rekti kosong, tidak teraba benjolan, mukosa rekctum licin, prostat teraba membesar dengan permukaan licin serta
Inspeksi : tidak membuncit Palpasi : buli tidak teraba penuh Perkusi : timpani, nyeri ketuk (-)
Pemeriksaan Penunjang
Foto thorax PA LVH
BNO normal
Diagnosis
Hipertrofi prostat dengan retensi urin
Diagnosis Banding
ISK
Hipertensi grade
Urolithiasis Prostatitis
Terapi
Infus RL/20 tpm
Cefepim (2x1)
Captopril (1x1) Pro Tur Prostat
Pendahuluan
Hiperplasia prostat jinak juga dikenal sebagai Benign Prostatic
Hypertrophy (BPH) adalah diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi dari elemen seluler prostat. Akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar timbul dari proliferasi epitel dan stroma, gangguan diprogram kematian sel (apoptosis), atau keduanya. (Detters, 2011
Epidemiologi
BPH merupakan masalah umum yang mempengaruhi kualitas hidup di
sekitar sepertiga pria yang lebih tua dari 50 tahun. BPH sangat jelas terjadi secara histologi hingga 90% pria dengan usia 85 tahun. Sebanyak 14 juta pria di Amerika Serikat memiliki gejala BPH. Seluruh dunia, sekitar 30 juta pria memiliki gejala yang berhubungan dengan BPH. (Detters, 2011)
Anatomi Prostat
urethra pars prostatica. Prostat mempunyai panjang kurang lebih 1 inci atau 3 cm dan terletak di antara collum vesicae di atas dan diafragma urogenital di bawah. (Snell, 2006) Prostat secara tidak sempurna terbagi menjadi lima lobus, yaitu (Snell, 2006) : a. Lobus anterior : terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. b. Lobus posterior : terletak di belakang uretra dan di bawah ductus ejaculatorius, juga mengandung kelenjar. c. Lobus medius atau lobus medianus : kelenjar berbentuk baji yang terletak di antara uretra dan ductus ejaculatorius. Permukaan atas lobus medius berhubungan dengan trigonum vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar. d. Lobi prostatae dexter dan sinister : terletak di samping uretra dan dipisahkan satu dengan yang lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada facies posterior prostatae. e. Lobi laterales : mengandung banyak kelenjar
Patofisiologi
Pertambaha n usia
Hiperplasia stroma
Hiperplasia prostat Penyempitan lumen uretra gejala obstruktif Tekanan intravesika meningkat gejala iritatif
Diagnosis
Diagnosis hyperplasia prostate jinak ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik serta penilaian IPSS, diantaranya : - Pasien mengeluhkan kesulitan untuk memulai berkemih - Urin yang menetes setelah berkemih - Pasien merasa tidak puas setelah berkemih - Ada retensi urin - PF : pada rectal toucher teraba prostat membesar dengan permukaan yang licin dan konsistensi yang kenyal
PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor 0 7, (2) sedang: skor 8 19, dan (3) berat: skor 20 35
Tata Laksana
Penatalaksanaan yang biasa dilakukan pada penderita BPH dapat dilakukan dengan cara pengobatan dan pembedahan. Berikut dengan cara pengobatan dengan menggunakan (Detters, 2011) : 1. Alfa 1-blocker Contohnya doxazosin, prazosin, tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran (relaksasi) otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih. 2. Finasterid Finasterid menyebabkan berkurangnya kadar hormon prostat sehingga memperkecil ukuran prostat. Obat ini juga menyebabkan meningkatnya laju aliran air kemih dan mengurangi gejala. Tetapi diperlukan waktu sekitar 3-6 bulan sampai terjadinya perbaikan yang berarti. Efek samping dari finasterid adalah berkurangnya gairah seksual dan impotensi. 3. Obat lainnya
Pemilihan prosedur pembedahan biasanya tergantung kepada beratnya gejala serta ukuran dan bentuk kelenjar prostat. Berikut contoh pembedahan yang dilakukan terhadap pasien, antara lain (Detters, 2011) : 1. TURP (trans-urethral resection of the prostate) TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering dilakukan. Endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Keuntungan dari TURP adalah tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi. Pada penderita yang menjalani TURP, 88% mengalami perbaikan yang berlangsung selama 10-15 tahun. Impotensi terjadi pada 13,6% penderita dan 1% penderita mengalamiinkontinensia uri. 2. TUIP (trans-urethral incision of the prostate) TUIP menyerupai TURP, tetapi biasanya dilakukan pada penderita yang memiliki prostat relatif kecil. Pada jaringan prostat dibuat sebuah sayatan kecil untuk melebarkan lubang uretra dan lubang pada kandung kemih, sehingga terjadi perbaikan laju aliran air kemih dan gejala berkurang. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, penyempitan uretra dan impotensi. 3. Prostatektomi terbuka. Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang kemaluan atau di retropubik dan diatas tulang kemaluan (suprapubik) atau di daerahperineum (dasar panggul yang meliputi daerah skrotum sampai anus). Pendekatan melalui perineum saat ini jarang digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah pembedahan mencapai 50%. Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya penderita harus dirawat selama 5-10 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah impotensi (16-32% tergantung kepada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia urin (kurang dari 1%).
Daftar Pustaka
Braunwald, E.; Isselbacher, K.J.; dkk. 2000. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. EGC : Jakarta. Deters, Levi A. 2011. Benign Prostatic Hypertrophy (on-line). Medscape Reference. Diakses 1 Agustus 2011. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC; 2005. hal 782-6 Mc.Connell. Guidelines for Diagnosis and Management of BPH. http://www.urohealth.org/specialist/future/chp43.asp Reksopradjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah UI. Penerbit:
Binarupa Aksara;1994.