Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL pameran Hello Darkness

Kartika
September 25th, 2008

PROPOSAL Pameran Seni Rupa

Hello, Darkness!
A. Latar Belakang
Mengacu pada konsep semiotika, karya seni––dalam hal Ini adalah seni rupa––
adalah teks kebahasaan yang hadir dalam bentuk media-media yang terindera
dan mewakili suatu konsep estetika tertentu dalam menyampaikan pesan. Dalam
seni rupa penginderaan berkenaan dengan relasi antara realitas kebercahayaan
atas suatu obyek visual dengan terkirimnya realitas-realitas yang tercahayai
kepada penerima pesan. Lantas, Cahaya dan juga pencahayaan pun berkenaan
dengan hukum fisika tentang terinderanya sebuah obyek oleh mata manusia.

Ketika semiotika mempostulatkan kehadiran sebuah teks dianggap ada setelah terjadinya proses
pengiriman pesan yang termuat dalam karya seni rupa kepada alamat pesan dan pesan tersebut
diterima oleh penerima dalam bentuk pemaknaan atas konsep yang terkirim, maka hukum fisika
menjelaskan bahwa pengiriman tersebut berlangsung lewat medium cahaya; pengenalan obyek
melalui alat Indera visual bergantung pada kondisi cahaya. Artinya, obyek seni rupa menjadi nihil
apabila tidak tersedia cahaya (yang memadai) untuk menampakkan obyek yang hendak diinderai
oleh penerima pesan. Ketika obyek seni rupa tercahayai untuk mewujudkannya, maka dalam
pencahayaan tersebut pun berlangsung proses-proses penghadiran teks-teks yang terkandung
dalam karya seni melalui medium-medium kebahasaan. Oleh karena itu, terdapat bidang yang
sebangun antara pencahayaan dengan medium kebahasaan.

Lantas, proses pengiriman pesan kepada penerima pesan yang menghasilkan suatu
penginderaan yang berujung pada pemahaman dan pemaknaan atas obyek penginderaan––baik
melalui terminologi semiotika dan juga fisika––menyangkat masalah bagaimana proses
pengiriman dikelola; bagaimana kualitas dan kuantitas pencahayaan dan medium kebahasaan
menghadirkan pesan.

Proses pengiriman pesan yang tertampung dalam sebuah karya seni rupa atau obyek
penginderaan melalui mata memerlukan sarana-sarana pengiriman; cahaya. Oleh karena Itu,
tanpa cahaya, tidak pernah ada obyek penginderaan visual dan dengan sendirinya tidak ada seni
rupa: tanpa medium-medium kebahasan, pesan-pesan dalam karya seni tak termaknai sehingga
dianggap tidak ada.

Selanjutnya, landasan pemikiran serupa ini menjadi alat untuk menelaah perkembangan seni
rupa di Indonesia dan kemudian dikerucutkan pada aspek-aspek kesenirupaan di Yogyakarta
yang dipandang sebagai salah satu kantong geliat seni rupa di Indonesia.

1. Pameran sebagai Medium


Barangkali, sebelum terciptanya tradisi berpameran, seorang pekarya1 akan berkunjung
ke rumah-rumah audiensnya untuk menghantarkan pesan dalam bentuk karya seni rupa.
Mungkin dulu demikian. Namun ketika kita bersepakat bahwa relasi antara pekarya
sebagai sebuah praktek kebudayaan, maka akan terlihat suatu kompleksitas antara
pekarya-karyanya dengan audiens.

Kompleksitas yang dimaksud di sini mencakup persoalan kuratorial atau wilayah kritik
seni dan bentuk penyajiannya sehingga tercipta medium-medium kultural antara karya
dengan audiens. Melalui dan dalam medium-medium kultural inilah beropesi hukum fisika
dan semiotika yang menciptakan realitas tertentu terhadap seni rupa secara umum.

Lantas kita pun dapat mengajukan suatu pernyataan bahwa ketersampaian pesan-pesan
yang termuat dalam karya seni rupa bergantung pada siapa yang menguasai medium-
medium kultural tersebut. Penguasaan atas medium-medium kultural dalam membangun
relasi antara karya seni dengan audiens inilah yang kerap menjadi gonjang-ganjing dan
peroalan pelik tentang keberadaan seorang pekarya dan otonomi dirinya terhadap karya
dan proses berkarya atau keleluasaannya dalam menghimpun pesan melalui karya seni
rupa.

Melalui penguasaan atas medium-medium kultural, pihak-pihak tertentu, seperti yang


menggelisahkan bagi pekarya-pekarya baru, muncul pengendalian bentuk, corak dan
langgam karya yang di dorong oleh kepentingan ekonomi. Kepentingan ekonomi yang
hadir dalam medium-medium kultural ini mampu menjinakkan idealisme dan proses
berkarya seorang pekarya agar dapat memasuki pasar. Maka tak jarang, pekarya-
pekarya baru yang hendak merintis keberadaannya melalui dunia seni rupa harus
menggadaikan idealisme kesenirupaannya demi keberterimaan pasar terhadap
karyanya. Perihal yang amat mencengangkan dan juga sangat mengkhawatirkan adalah,
perupa kemudian dibuat terdesak oleh pihak yang menguasai medium-medium kultural
terhadap tuntutan ekonomis yang bersifat elementar: Kebutuhan untuk bertahan hidup
dan sedikit demi sedikit menapaki jalan untuk dapat melanjutkan hidup yang telah
dipertahankan dengan susah payah.

Tuntutan ekonomi ini pun berkenaan dengan realitas umum ekonomi-politik di Indonesia
yang memaksakan diri memasuki pasar ekonomi pasar global yang amat bergantung
pada penguasaan modal sehingga tidak semua orang punya kesempatan untuk hidup
layak (meski hidup layak sendiri pun bergantung pada kebijakan politik penguasa dalam
mengidentifikasi standar hidup dan merumuskan konsep kesejahteraan). Maka, dengan
sendiri self-determination pekarya terhadap dirinya menjadi sangat lemah sehingga
muncullah praktek-prektek penggadaian idealisme kesenian dan proses kesenian oleh
pekerya-pekarya yang telah dibuat terdesak dan kehilangan otonomi.

Dalam praktek penguasaan medium-medium kultural ini, kritik seni dan juga praktek
kuratorial terhadap karya seni justru berjalan melalui praktek-praktek kehumasan guna
mendekatkan dan mengakrabkan hasil karya seorang pekarya dengan keinginan pasar.
Artinya di sini, kritik seni dan juga praktek kuratorial sebagai aktivitas kehumasan,
bertujuan untuk menciptakan pasar agar pasar seni dapat diukur, dikendalikan dan
kemudian memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dari sinilah muncul trend terhadap corak,
gaya, langgam dan juga mazhab––bila dapat dinamai demikian––kesenirupaan. Dan
keberadaan seorang pekarya amat bergantung pada kemampuannya untuk memasuki
corak, gaya, langgam dan juga mazhab kesenirupaan yang tengah dominan. Lantas,
galeri seni rupa, pameran-pameran seni rupa, kurasi dan kritik seni diperalat untuk
membuktikan betapa berterimanya corak, gaya, langgam dan mazhab kesenirupaan
tersebut.
Dari pengamatan secara fisika dan semiotika terhadap medium-medium kultural dalam
membangun relasi antara karya dengan audiens–– terutama kolektor––inilah muncul
ketidakadilan bagi sekelompok pekarya sehingga bagi mereka, karyanya tak sempat
dicahayai. Ketidaksempatan inilah yang kemudian keberadaan seorang pekarya pun
hilang, sebagaimana kita tak dapat menangkap citra visual atas karya-karya seni rupa
ketika mati lampu atau dalam keadaan gelap gulita.

Maka, lahirlah suatu kegelapan dalam realitas kesenirupaan bagi kelompok tertentu yang
tidak punya “kemampuan” berdamai dengan pihak penguasa medium-medium kultural.
Atas realitas kesenirupaan seperti itu, maka lahirlah suatu parodi eksistensial dalam
konsep cartesian. diriku ada ketika karyaku dicahayai.

2. Kegelapan Sebagai Metafor

Pada prinsipnya, manusia dapat melihat kegelapan namun tidak dapat melihat
dalam kegelapan. Melalui kredo semacam ini, maka kegelapan menjadi metafora
atas realitas kesenirupaan; metafora atas penguasaan medium-medium kultural
dalam menghadirkan karya oleh pihak-pihak yang berdiri tegak demi kepentingan
ekonomi pasar.

Manakala kegelapan diposisikan sebagai metafora, maka ia pun memuat


berbagai pesan. Dari sinilah dapat digagas dan kemudian dikembangkan
suatu dialektika atas realitas kesenirupaan yang mewujud dalam
komodifikasi karya seni yang menghasilakan booming lukisan yang amat
mencengangkan sehingga menguntungkan kurator dan galeri, mematikan
kritik seni, memperpanjang nafas kolektor dan menciptakan wilayah pusat
dan pinggiran dalam penghadiran sebuah karya kepada audiens yang
luas. Dialektika itu bisa jadi berbentuk antitesis dan dapat pula sintesa
atas kegelapan yang tengah berlangsung.

B. Pameran yang Bercerita tentang Kegelapan


Berangkat dari kenyataan bahwa medium-medium kultural dalam menghadirkan karya seni rupa
kepada audiens dikuasi oleh pihak tertentu untuk memaksimalkan peluang-peluang ekonomi,
maka perlu digagas sebuah pameran yang mampu berkata tentang keliyanan (the otherness)
tanpa memperkukuh mentalitas perkubu-kubuan dan tanpa memerangi dan memusnahkan
corak, gaya, langgam dan mazhab kesenirupaan yang telah ada. Sesuatu yang telah ada dalam
relasi antara pekarya-karya dengan audiens selama ini, membutuhkan mitra dialog dengan
pihak-pihak yang diliyankan; pekarya baru, pekarya perempuan atau pekarya yang tidak
terhimpun dalam kantong-kantong senirupa yang dominasi (secara ekonomis).

Dari sini, pameran seni rupa pun musti dipandang sebagai sebuah pengejawantahan suatu
dialektika atas realitas seni rupa mayor yang mewakili narasi-narasi (yang sedang) besar (grand
narration). Oleh karena itu, penggagasan suatu pameran bisa jadi berangkat dari realitas
kesenirupaan yang memunculkan pihak liyan yang terjebak dalam komidifikasi praktek
kesenirupaan sebagai obyek kepentingan ekonomi. Maka kini, tengah digagas sebuah pameran
atas potensi-potensi pengiriman pesan melalui medium-medium kultural untuk mencapai alamat-
alamat penerima agar kehadiran dalam kondisi tanpa cahaya bagi karya-karya yang terabaikan
menjadi tercahayai sehingga keberdaannya terinderai dan bergerak menuju wilayah-wilayah
pemaknaan para audiens.
C. Maksud dan Tujuan
1. Dari Kehendak menuju Otonomi Pekarya

Pameran yang tengah digagas ini, di samping hendak memunculkan


sebuah dialektika atas realitas kesenirupaan saat ini yang kerap
menghasilkan liyan, pun digagas sebagai upaya menghadirkan pihak liyan
yang selama ini terkurung dalam kegelapan. Dengan demikian, sebagai
sebuah obyek visual, pameran ini bermaksud untuk menghadirkan
berbagai karya kepada khalayak melalui aspek-aspek pencahayaan yang
dikuasi oleh pihak yang memegang kendali penghadiran melalui medium-
medium kultural dalam membangun relasi antara pekarya-karya dengan
audiens.

2. Dari Otonomi Pekarya menuju ke Kehadiran Penuh

Kehendak dalam menggagas pameran yang berangkat dari kegelapan


sebagai metafora, bertujuan untuk mengirim berbagai pesan dalam bentuk
seni rupa kepada audiens. Lantas upaya pengiriman pesan melalui
penghadiran karya-karya seni rupa terpilih dalam pameran ini pun
dimaksudkan untuk mengurai kembali kekusutan dalam relasi antara
pekarya sebagai produsen pesan dalam bentuk karya seni rupa kepada
penerima pesan. Sampainya berbagai pesan ke pemilik alamat, tentu
akan menghasilkan berbagai bentuk pemaknaan oleh penerima dan juga
membuka peluang terciptanya berbagai corak, gaya, langgam dan
mazhab kesenirupaan yang mampu memeriahkan dialog-dialog kesenian.

D. Tema Pameran
Pameran yang berangkat atas landasan berfikir fisika dan semiotika atas
keteinderaan obyek-obyek visual, mengusung tema:

“Melongok ke dalam Gelap, Bergerak menuju Kehadiran”

E. Judul Pameran
Melalui “Melongok ke dalam Gelap, Bergerak menuju Kehadiran,” maka
terpautlah suatu jalinan antarteks atas kegelapan sebagai metafora dengan
kegelapan dan kebisuan yang didendangkan oleh Simon and Garfunkel melalui
syair lagu The Sound of Silence seperti berikut ini:

Hello, darkness, my old friend

I’ve come to talk with you again


Because a vision softly creeping

Left its seeds while I was sleeping

And the vision

That was planted in my brain

Still remains

Within the sound of silence

And in the naked light I saw


Ten thousand people, maybe more
People talking without speaking
People hearing without listening
People writing songs that voices never share…
And no one dare
Disturb the sound of silence.

“Fools,” said I, “you do not know


Silence like a cancer grows.”
“Hear my words that I might teach you,
Take my arms that I might reach you.”
But my words like silent raindrops fell,
And echoed in the wells of silence.

And the people bowed and prayed


To the neon god they made.
And the sign flashed out its warning
In the words that it was forming.
And the signs said: “The words of the prophets
Are written on the subway walls
And tenement halls,
And whisper’d in the sound of silence.”

Melalui intertekstualitas “Melongok ke dalam Gelap, Bergerak menuju


Kehadiran,” sebagai pembahasaan atas tema pameran dengan lagu The Sound
of Silence ini, maka pameran ini diberi judul:

“Hello, Darkness!”

Untuk menggenapi keterwakilan karya-karya terpilih melalui judul pameran ini,


disertai pula anak judul:

“the sign flashed out its warning in the words that it was forming.”
Secara utuh, pameran ini berjudul:

“Hello, Darkness!: The Sign Flashed out its warning in the words that it was
forming.” – Sebuah Pameran Tunggal Dwi Kartika Rahayu

Dari penggunaan judul ini, maka yang dimaksud dengan in the words that it was forming dalam
pameran ini adalah lukisan-lukisan dan materi-materi pameran seni rupa yang terpilih.

F. Pemilahan Karya
Dalam pameran ini, Dwi Kartika Rahayu memiliki otonomi yang luas dalam
memuati pameran dengan materi-materi seni rupa yang hendak dipamerkan
berdasarkan tema pameran ini. Karya-karya yang dihadirkan dipilih berdasarkan
pemaknaan yang dilakukan oleh Dwi Kartika Rahayu atas kegelapan sebagai
metafora yang secara umum diwakili oleh judul pameran.

Langkah-langkah kuratorial dijalankan melalui pengamatan atas berbagai


aktivitas berkesenian pekarya oleh kurator yang diperoleh dari pesan-pesan
yang termaktub dalam karya-karya yang dipilih oleh pakarya. Dalam pameran ini,
kuratorial berarti, identifikasi obyek-obyek seni rupa oleh pihak di luar pekarya
melalui kegelapan sebagai metafora dalam bentuk penafsiran semiotis.

G. Waktu Pelaksanaan
Pameran ini akan dilaksanakan pada:

Hari : Minggu (Pembukaan Pameran)

Tanggal : 25 s.d. 31 Mei 2009

Tempat : Raya Contemporary Art Gallery (RCA Gallery)

H. Agenda Pameran
1. Pembukaan – Sindhunata
2. Penutupan – Suwarno Wisetrotomo (kritikus seni)
3. Lelang Karya

I. Sasaran Pameran
1. Seniman

2. Pengamat / Kritikus Seni

3. Kolektor Karya
4. Galleriawan / Pengusaha Galleri Seni

5. Pelajar / Mahasiswa

6. Budayawan

7. Umum

J. Anggaran Pembiayaan
Berdasarkan rekapitulasi pembiayaan (rincian terlampir), pameran ini membutuhkan biaya
sebesar, Rp 150.000.000,-

1. Ketersediaan Dana: Rp. 25. 000.000,-


2. Kekurangan Dana: Rp. 125. 000.000,-
3. Target Fundraising Rp. 125.000.000,-

K. Publikasi
1.
1. Media Publikasi
2. Peliputan
3. Kritik Seni (Bekerja sama dengan media masa cetak tertentu untuk memuat
suatu analisis seni atas pameran secara keseluruhan oleh kritikus yang
memahami karya seni sebagai pesan – semiotika)

L. Kepanitiaan
Sebagai sebuah peristiwa kesenian, penyelanggaraan pameran ini diketuai oleh
Susilo Bambang Yudhoyono, dengan susunan kepanitian tertera dalam lampiran.

M. Penutup
Demikian proposal ini dibuat untuk dapat dipelajari oleh pihak-pihak yang tertarik untuk
mewujudkan pameran ini.

Yogyakarta, 4 Juni 2008

Dwi Kartika Rahayu

Lampiran 1

Anggaran

1. Kesekretariatan

(telp, computer, surat menyurat, proposal) Rp. 2.000.000,-


2. Dokumentasi Rp. 5.000.000,-

3. Publikasi Rp. 3.000.000,-

4. Penerbitan buku/katalog

a. Biaya produksi Rp. 70.000.000,-

b. Fee Penulis @ Rp. 2.500.000,- x 2 orang Rp. 5.000.000,-

c. Translater (English) Rp. 2.000.000,-

d. Editor Rp. 3.000.000,-

5. Produksi Karya Rp. 60.000.000,-

6. Acara pembukaan Rp. 4.000,000,-

7. Konsumsi (panitia, pembukaan, diskusi) Rp. 3.000.000,-

8. Perlengkapan dan Display Rp. 6.000.000,-

9. Akomodasi panitia Rp. 3.000.000,-

10. Transportasi Rp. 2.000.000,-

Jumlah Rp. 150.000.000,-

Lampiran 2

BENTUK PARTISIPASI
PENAWARAN PARTISIPASI DAN SPONSOR

Untuk mensukseskan kegiatan “Pameran Tunggal Dwi Kartika Rahayu”

maka panitia menawarkan kepada berbagai pihak/Perusahaan/Pribadi untuk berpartisipasi dalam


bentuk sponsor, yang terdiri dari :

I. SPONSOR CROWN dengan nilai sponsorship Rp. 100.000.000,-

II. SPONSOR DIAMOND dengan nilai sponsorship Rp. 40.000.000,-

III. SPONSOR PLATINUM dengan nilai sponsorship Rp. 25.000.000,-

IV. SPONSOR GOLD dengan nilai sponsorship Rp. 15.000.000,-


V. SPONSOR SILVER dengan nilai sponsorship Rp. 7.500.000,-

VI. SPONSOR COOPER dengan nilai sponsorship Rp. 5.000.000,-

VII. SPONSOR BRASS dengan nilai sponsorship Rp. 3.500.000,-

VIII. SPONSOR FERRUM dengan nilai sponsorship Rp. 1.750.000,-

IX. DONATUR tidak mengikat

Adapun kompensasi / imbalan yang akan diperoleh masing-masing sponsor dapat dilihat pada
tabel yang terdapat pada tabel berikut (tentang keterangan kompensasi/imbalan yang akan
diperoleh sponsor).

KOMPENSASI / IMBALAN YANG AKAN DIPEROLEH SPONSOR

A. Media Cetak

Sponsor
No Imbalan JML Keterangan
I II III IV V VI VII VIII IX
1 Katalog 1000 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Undangan Pameran 500 1 1 1 1 1 1 1 1
3 Undangan Pembukaan 250 1 1 1
Pameran
4 Tanda Panitia 200 1 1 1
5 Poster Pameran 500 1 1 1
6 Kaos Panitia 100 1
Jumlah Jenis kompensasi 6 5 3 2 2 2 2 2 2

B. Media Promosi Outdoor

Sponsor
No Imbalan JML Keterangan
I II III IV V VI VII VIII IX
1 Spanduk 10 1 1
2 Umbul-umbul 10 1
3 Baligo 3 1
Jumlah Jenis 3 1
kompensasi

DAFTAR MEDIA PROMOSI YANG DISEDIAKAN

A. Media Cetak
Nilai
No Jenis Media Ukuran Space Sponsor Sponsorship Eksp Keterangan
Per Buah (Rp)
Poster Full Colour
1 Halaman Muka 4 x 10 cm 5.000 2000
43 x 48 cm Kertas Art Paper

a. Halaman
Muka Luar 4.000 1000 3 Warna
6 x 11 cm
b. Halaman
Muka Dalam 4.000 1000 1 Warna
20 x 11 cm
23 x 32 cm c. Halaman
2 katalog
35 Hal. Belakang Luar 2.000 1000 3 Warna
20 x 11 cm
d. Halaman
Belakang
1.500 1000 1 Warna
Dalam
20 x 11 cm
e. Halaman Isi 1 Warna tersedia 3
1.000/hal. 1000
20 x 11 cm halaman
3 Tanda Panitia 9,5 x 5,5 cm 2,5 x 2,5 cm 5.000 50 3 Warna

Fancy Paper
a. Amplop 5 x 10 cm 5.000 1000
Fullcolour
Undangan
4 Pameran b. Isi Undangan
Fancy Paper
20 x 30 cm bagian muka 2 x 18 cm 2.000 1000
Fullcolour
luar
c. Isi Undangan Fancy Paper
18 x 18 cm 8.000 1000
bagian belakang Fullcolour

Fancy Paper
a. Amplop 5 x 10 cm 5.000 300
Undangan Fullcolour
Pembukaan b. Isi Undangan
8 Fancy Paper
Pameran bagian muka 2 x 18 cm 2.000 300
20 x 30 cm Fullcolour
luar
c. Isi Undangan Fancy Paper
18 x 18 cm 8.000 300
bagian belakang Fullcolour

B. Media Promosi Outdoor

Nilai
Jenis Ukuran
No Sponsor Sponsorship Eksp Keterangan
Media Space
Per Buah (Rp)
a. 100 x 90 cm
90 x 800 300.000 10 Dipasang dilokasi strategis
1 Spanduk (Sebelah kiri)
cm
b. 100 x 90 cm
(Sebelah 300.000 10 Dipasang dilokasi strategis
Kanan)

Dipasang dihalaman depan


Umbul- 500 x 90 a. 90 x 100 cm 250.000 20 dan belakang Hotel Savoy
2 Homann
umbul cm
Dipasang dihalaman depan
b. 80 x 100 cm 200.000 20 dan belakang Hotel Savoy
Homann
200 x 400
3 Baligo 50 x 200 cm 5.000.000 3 Acrilyc Transparant
cm

C. Media Elektronik

Disebutkan oleh seniman sebagai perusahaan pendukung kegiatan pada saat wawancara dengan
TVRI untuk acara dunia dalam berita.

D. Media Promosi Indoor

Nilai Sponsorship
No Jenis Keterangan
per satuan (Rp)
Memasang spanduk perusahaan
1 ukuran 300 x 90 cm di Ballroom 500.000/ Spanduk Max. 8 Spanduk
tanggal 25 – 31 Mei 2009
Memasang spanduk perusahaan
2 ukuran 300 x 90 cm di Public Area 500.000/Spanduk
tanggal 25 – 31 Mei 2009

E. Penjualan Stand

Nilai Sponsorship
No Jenis Keterangan
per satuan (Rp)
Area parkir halaman depan
1 tempat kegiatan 20.000.000 Terbagi menjadi 5 kavling
tanggal 25 – 31 Mei 2009
Ruang tunggu
2 ukuran 2 x 3 m 5.000.000 Dapat menjual produk/jasa
tanggal 25 – 31 Mei 2009
Coridor belakang Ballroom
3 ukuran 1,5 x 2 m 1.000.000 Tersedia 8 kavling
tanggal 25 – 31 Mei 2009

Lampiran 3
ORGANISASI KEPANITIAAN
Pelindung : Menteri Seni dan Budaya

Prof. Dr. Soepriyono Riyadi


Penasehat : 1. Suwarno Wisetrotomo (kritikus dan
kurator internasional)
2. Mikke Susanto (Kurator Handal)

3. Y. Sumaryanto Nurjoko (Pelukis dan


staf pengajar ISI Yogyakarta)
Penanggung Jawab : Susilo bambang Yudoyono
koordinator umum: Ucok Siregar

Timkerja Martogolek Yogyakarta


Ketua Umum : Sadat Laope
Sekretaris Umum : Anastasia Jessica
Bendahara Umum : Nurul Aini Nastiti

SEKSI-SEKSI :

1. Sie Acara :
o Icha (Timkerja Martogolek Yogyakarta)
o Y.E. Agung
2. Sie Humas & Publikasi :
o Sandra Loecia
o Ratna Wuni
3. Sie Perlengkapan & Penataan Ruang :
o Sigit Vario
o Agus Adi
o Wisnu Auri Wibowo
o Sunardi
o Rudi Wuryoko
o Antok
o Didit Pratomo
4. Sie Dokumentasi & Transportasi : Novena Assen
5. Sie Konsumsi : Fitria Asmawitra
6. Sie Perencanaan & Desain Grafis :
o Olsy Vinoli Arnof
o Numan Maufur
o Teguh

Lampiran 4

AGENDA PAMERAN
19.00 – 19.30 Persiapan penerimaan tamu undangan.
(diiringi oleh musik)

• Pengklasifikasian undangan.
• Undangan diterima panitia.
• Tamu mengisi buku tamu ditempat
yang disediakan.

• Pembagian Katalog
19.30 - 19.40 Semua peserta/undangan siap.
MC,menyambut kedatangan Menteri Seni dan
Budaya.
19.40 - 20.00 Upacara siap dimulai.
20.00 - 20.10 Pembacaan Susunan Acara (MC).
20.15 – 20.20 Sambutan Dwi Kartika Rahayu
20.20 – 20.25 Orasi Budaya oleh Rm. Sindhunata
20.25 – 20.30 Sambutan dari Menteri Seni dan Budaya
dilanjutkan peresmian.
20.30 – 22.00 Melihat Lukisan
22.00 - …….. Ramah tamah / bebas.

Lampiran 5

KONDISI PAMERAN
1. Lokasi Pameran
2. Skema Display
3. Bagan Ruang Pamer
4. Materi-materi Pameran (Karya, peralatan tata cahaya dan pendukung, dll.)

Lampiran 6

PORTO FOLIO

Nama : Dwi Kartika Rahayu

Tempat tanggal lahir : Magetan 25 Mei 1980

Alamat : Jl.Parangtritis 140

Yogyakarta

Hp : 087838222599

Pameran Seni Rupa Akademik

2007 : Pameran Seni Lukis VI di Lorong Seni Murni ISI Yogyakarta.

2003 : Pameran Sketsa Dua di Lorong Seni Murni ISI Yogyakarta.


1. : Pameran Lukisan Alam Benda Di Gedung Modern School of

Design

Pameran Seni Lukis Cat Minyak Di Gedung Modern School of

Design

1. : Pameran Seni Lukis Cat Air Di Gedung Modern School of Design

Pameran Nirmana Di Gedung Modern School of Design

Pameran Seni Rupa Non Akademik:

Pameran Tunggal

1. : “Hello Darkness!” Raya Art Gallery

1. : “I am like a bird” Pitt Art Museum of America*

Pameran Bersama

1. : “Back Home”, Simply Gallery, Kainstlir Lingersty, London.*

“Yes, I do” di Jogja Nasional Museum Indonesia

1. : “Bersahabat Dengan Sang Cincin Api” Gabusan Yogyakarta

“Rechte Vorbeluyken”, Hueber gallery, Munich, Jerman.*

“Nothing Chill Una De Gung” Papillon Gallery, Perancis.*

1. : “Portion” Galeri Sembilan Ubud, Bali

“The Backpacker” Maharani Hotel, Bali

“KMK, Peringatan Paskah di Kampus Duta Wacana Yogyakarta

“Independent” Kafe Deket Rumah, Yogyakarta

“Pembukaan UKM Seni Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

1. : “Borobudur International Festival”, Pondok tingal Magelang

“Ngerumpi di Mall” Trio Plaza Magelang

“Komunitas Akar Bambu” di Kampung Godean Yogyakarta

Pameran Seleksi
1. : “Nisbi” Galeri Katamsi FSR ISI Yogyakarta

1. : “Indonesia/ASEAN Art Award” by Phillip Morris dan YSRI di

Jakarta dan Medan Sumatera Utara.

Pameran Undangan

1. : “No Name” Galeri Semarang, Semarang


2. : “My Life Without Me” Gracia Art Gallery Surabaya (anulir)

“Violence” Outmag Artuary Yogyakarta

Pameran Fundrising

1. : “Sebentar, sabar ya!” Di Via-Via Kafe Yogyakarta

Karya Instalasi : Pesta Instalasi BEM FSR ISI Yogyakarta ”?”

Performance Art

1. : “…Setelah baca, kembalikan…” di Jl. Malioboro s.d Nol Kilometer

Yogyakarta

2007 : “I am so Complicated” via-via kafe Yogyakarta

1. : “Freedom” Nol Kilometer Yogyakarta

Penghargaan

2003: nominee Indonesia ASEAN Art Award

2001: The Best Water Colour dari dosen Modern School Of Design Yogyakarta

1995: Juara II Kaligrafi Classmeeting MTsN Madiun

Lampiran 7

Daftar Karya

“The Sound Of Silence”

Akrilic On Canvas, 600 CM X 400 CM, 2009

“Unity”

Acrilic On Canvas, 300 CM X 150 CM, 2009


1 Kata “pekarya” ini dipakai untuk menggantikan kata “seniman” dan “seniwati” yang
secara sosio-kultural kerap mengandung beban bias jender.

Anda mungkin juga menyukai