Anda di halaman 1dari 39

1

JENIS DAN KEMELIMPAHAN SEMAK YANG TERDAPAT DI KAWASAN TEPI SUNGAI BARITO DESA SIMPANG ARJA KECAMATAN RANTAU BADAUH, KABUPATEN BARITO KUALA

I.

LATAR BELAKANG Kalimantan selatan merupakan kawasan yang banyak memiliki aliran

sungai. Sungai adalah perpaduan antara alur sungai dan aliran sungai-sungai di dalamnya. Alur sungai adalah suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air berasal dari hujan atau dengan kata lain bagian yang senantiasa tersentuh aliran air. Komponen-komponen yang terdapat di sungai antara lain tanaman hijau, fitoplankaton, zooplankaton dan bakteri. Sungai merupakan suatu ekosistem air tawar ditandai dengan adanya aliran yang diakibatkan karena adanya arus. Arus adalah aliran air yang terjadi karena adanya perubahan vertikal per satuan panjang. Sungai juga ditandai dengan adanya anak sungai menampung dan menyimpan serta mengalirkan air hujan ke laut melalui sungai utama (Soegianto, 2010). Sungai Barito merupakan jalur transportasi, tongkang batubara yang melintas tiap harinya, selain tongkang terdapat juga masyarakat yang membawa kayu, hasil hutan dan juga merupan jalur transportasi. Arus yang deras dan sungai yang dalam menjadikan sungai barito sebagai jalur utama transportasi. Bagian hulu sungai akan melarutkan semua yang masuk ke dalam sungai dan terus terbawa arus, kotornya di hulu sungai akan mempengaruhi kelangsungan

sungai sampai kehilir, banyaknya penambangan dan perumahahan penduduk yang ada di tepian sungai akan mengotori sungai dengan sampah dan bahan kimia atau bahan berbahaya laianya yang terlarut sampai ke hilir, selain mengendap di dasar sungai, banyak juga yang terbawa ke tepi sungai sehingga mempengaruhi kehidupan tepi sungai. Pada bagian muara sungai, merupakan perpaduan antara air sungai dan air laut atau austeria, semua bahan dan semua yang masuk ke dalam sungai akan bercampur di muara sungai dan masuk ke laut. Banyaknya sungai dijadikan tempat tinggal dengan dibangun rumahrumah di pinggir sungai, hal ini membuat jumlah jenis tumbuhan di tepi sungai mulai berkurang. Semak-semak yang tumbuh dan berkembang secara alami di suatu area tertentu, tidak dapat leluasa tumbuh dengan sendirinya. Masyarakat yang membangun rumah biasanya membersihkan semua yang ada di sekitar rumah, termasuk tumbuhan yang tumbuh di tepian sungai. Hal ini menjadikan tepian sungai yang dihuni oleh penduduk setempat menjadi gundul sehingga terjadi erosi. Sungai merupakan kawasan perairan yang memiliki arus, hal ini berdampak pada tanah yang terdapat pada tepi sungai terbawa arus dan menjadikan tepi sungai yang tidak memiliki penghalang atau penyangga berupa tumbuhan menjadikan tepian sungai meluas dan terus terkikis oleh air dan sungai menjadi dangkal. Tumbuhan yang terdapat pada tepi sungai bermacam-macam, mulai dari pohon, semak, dan herba. Semak yang terdapat pada tepi sungai biasanya berfungsi sebagai penyangga tanah atau tebing sungai. Akar-akar

tumbuhan yang masuk ke dalam tanah akan menjaga tanah pada tepian sungai agar tidak ikut terbawa arus, dan merupakan pencegah terjadinya erosi. Semak memiliki beberpa fungsi, terutama semak yang terdapat di tepi sungai. Akar semak mampu mengikat tanah yang ada di tepi sungai sehingga dapat mengurangi terjadinya erosi. Selain itu semak juga merupakan dasar pencegahan dari pengundulan hutan tepian sungai, dimana nanti bisa dilanjutkan untuk reboisasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dengan menyerap polusi dan debu dari udara, membangun kembali habitat dan ekosistem alam, mencegah pemanasan global dengan menangkap karbondioksida dari udara. Semak juga merupakan dasar dalam pengembalian dari pengundulan, misalnya lahan yang sudah bersih, dan ditingalkan begitu saja, akan ditumbuhin semak, setelah itu baru tumbuh pohon tinggi, semak akan merevitalisasi lingkungan dan keadan yang sudah gundul atau mengalami reboisasi akibat lahan yang gundul. Jenis dan kemelimpahan semak yang terdapat di tepian sungai menentukan baik dan buruknya ekosistem. Kemelimpahan setiap jenis individu dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total jenis yang ada dalam komunitas Michael (1995). Hardiansyah (2010) menyatakan bahwa kelimpahan (abudance) atau dominansi tiap spesies dapat dinyatakan secara numerikal, sehingga komunitas berbeda dapat diperbandingkan atas dasar kesamaan dan perbedaan spesies. Kelimpahan diartikan sebagai jumlah keseluruhan suatu individu suatu takson yang terdapat di dalam suatu kawasan, populasi atau komunitas.

Untuk kawasan Kalimantan Selatan, penelitian mengenai struktur dan komposisi semak yang pernah dilakukan diantaranya adalah penelitian Kurniawan (2004), Ulfaizah (2006), Nirmalida (2012), Rahmadani (2013). Kurniawan (2006) dalam penelitiannya di kawasan bekas tambang intan dan pumpung Kelurahan Sungai Tiung Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru, menemukan 14 jenis semak dengan kelimpahan tertinggi ada pada jenis Mimosa pudica L., Clitoria ternatea L. dan Zizyphus sp. Ulfaizah (2006) dalam penelitiannya di lahan pasca penambangan batu bara Desa Gunung Batu Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin, menemukan 19 jenis semak dengan kelimpahan tertinggi ada pada jenis Melastoma malabthricum L. Sedangkan Nirmalida (2012) dalam penelitiannya di kawasan perairan tergenang Desa Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut, menemukan 14 jenis semak dengan kelimpahan tertinggi ada pada jenis Eupatorium odoratum dan Cassia occidentalis L. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, di tepi sungai Barito Desa Simpang Arja, banyak ditemukan tumbuhan semak yang tumbuh di tepi sungai. Namun untuk keperluan informasi tentang Jenis dan kemelimpahan tumbuhan tidaklah cukup hanya dilihat dari sifat kualitatifnya. Menurut Indriyanto (2006) struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Demikian dalam deskripsi jenis dan kemelimpahan tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif dan secara kuantitatif dengan parameter kuantitatif. Struktur komunitas tumbuhan dalam ekosistem merupakan hasil penataan ruang, komponen penyusun tegakan dan bentuk hidupnya, stratifikasi dan

penutupan vegetasi yang tergambar dalam bentuk diameter, tinggi dan penyebarannya dalam ruang, keanekaragaman tajuk serta kesinambungan jenis. Sementara itu, komposisi tumbuhan dapat diartikan sebagai variasi jenis flora yang menyusun suatu komunitas dan merupakan daftar floristik dari jenis tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas (Fachrul, 2007). Penelitian jenis dan kemelimpahan semak di tepi sungai Barito Desa Simpang Arja belum pernah dilakukan, diperkuat dengan adanya informasi dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Barito Kuala, yang belum pernah melakukan pendataan di kawasan tersebut. Berdasarkan uraian di atas tertarik melakukan penelitian bagaimana jenis dan kemelimpahan semak yang terdapat di perairan tergenang kawasan Tepi Sungai Barito Desa Simapang Arja Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala.

II. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka di rumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Apa saja jenis semak yang terdapat di kawasan tepi Sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten Barito Kuala. 2. Bagaimana kemelimpahan semak yang terdapat di kawasan tepi Sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten Barito Kuala.

III. BATASAN MASALAH Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis semak yang ditemukan pada kawasan tepi sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten Barito Kuala sepanjang 1500 meter dan lebar 50 meter dari tepian sungai. 2. Kemelimpahan semak yang ditemukan di kawasan tepi sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala dengan melakukan penghitungan nilai penting (NP) (Michael, 1996).

IV. TUJUAN HASIL PENELITIAN Tujuan hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Jenis semak yang terdapat di kawasan tepi Sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten Barito Kuala. 2. Kemelimpahan semak yang terdapat di kawasan tepi Sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten Barito Kuala.

V. MANFAAT PENELITIAN Sesui dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa biologi, khusnya pengikut matakuliah Ekologi Tumbuhan, Botani Tumbuhan Tinggi dan Morfologi Tumbuhan.

2. Sebagai bahan untuk menunjang pembelajaran Biologi SMA Kelas X semester II pokok bahasan Keanekaragaman Hayati. 3. Sebagai bahan perbandingan, informasi atau referensi untuk penelitianpenelitian lain kususnya penelitian di kawasan tepian sungai.

VI. TINJAUAN PUSTAKA 6.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Keanekaragaman (diversity) merupakan ukuran integrasi komunitas biologi dengan menghitung dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membantunya dengan kemelimpahan relatifnya. Apabila distribusi

kemelimpahan sepesis itu sama pada bebrapa komunitas, keanekaragamannya berbanding lurus dengan populasi di dalamnya (Wirakusumah, 2009). Kadar kesamaan merupakan ukuran dari keanekaragaman dan komunitas bisa tidak sama walaupun nilai kekayaan keanekaragaman, dua komunitas tidak sama walaupun nilai kekayaan jenis sama, apabila

kemelimpahan relatif jenis pada komunitas yang satu hampir sama (equitable) dengan yang lainnya (Wirakusumah, 2009). Keadaan lingkungan hidup mempengaruhi bentuk-bentuk hayati dan banyaknya jenis makhluk hidup, keanekaragaman hayati dan sebaliknya keanekaragaman dan banyaknya makhluk hidup juga menentukan keadaan lingkungan. Misalnya, banyaknya jenis pohon yang hidup dalam suatu hutan dapat menentukan kualitas dan kuantitas dari hutan tersebut (Tarumingkeng, 1994, dalam Mairidah 2007).

Keanekaragaman merupakan ciri dari suatu komunitas terutama dikaitkan dengan jumlah dan jumlah individu tiap jenis pada komunitas tersebut. Keanekaragaman jenis menyatakan suatu ukuran yang

menggambarkan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari setiap jenis (Fachrul, 2006). Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi, karena di dalam komunitas itu terjadi interaksi antara jenis yang tinggi. Sedangkan menurut Wirakusumah (2009), apabila suatu kawasan hanya didominasi oleh jenisjenis tertentu saja, maka kawasan tersebut dikatakan memiliki

keanekaragaman jenis yang rendah. Faktor-faktor seperti kebetulan sangat menentukan jenis dan kemelimpahan, terutama pada saat pemencaran buah atau tumbuhnya bibit tiupan angin dan terbawa oleh arus. Pada daerah tertentu jenis dan kemelimpahan berkaitan erat dengan ciri habitat dan topografi suatu wilayah (Damanik et al., 1992 dalam Rahmasari, 2011). Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu: (1) Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda. (2) Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.

(3) Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983). Indriyanto (2006), menyatakan tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologi menunjukkan ciri untuk keperluan dalam menentukan Indeks keanekaragaman jenis. Sehinga keragaman jenis dapat diambil untuk menandai jumlah jenis dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah jenis diantara jumlah total individu dari seluruh jenis yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks keanekaragaman (Michael, 1995). Soegianto (1994) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman jenis juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu disusun banyak jenis. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit jenis dan hanya sedikit jenis yang dominan (Soegiyanto, 1994). Struktur komunitas yang menempati habitat berbeda akan

menunjukkan struktur yang berbeda pula.

6.2 Kemelimpahan Tumbuhan Jumlah jenis dalam komunitas sangat beragam. Komunitaskomunitas seperti hutan-hutan tropika humida dan terumbu karang

10

mengandung ribuan jenis, disisi lain tundra atau gurun kandunganya lebih kecil. Jumlah jenis dalam komonitas disebut nilai kekayaan jenis (species richness) merupakan ukuran dari kemelimpahan (Wirakusumah, 2009). Menurut Kamus Biologi (2009), kelimpahan dibedakan atas kelimpahan mutlak dan kelimpahan nisbi. Kelimpahan mutlak adalah jumlah tepat individu suatu takson yang terdapat di dalam suatu kawasan, populasi atau komunitas tertentu. Sedangkan kelimpahan nisbi adalah jumlah individu suatu takson dibandingkan dengan jumlah individu keseluruhan takson yang terdapat pada suatu kawasan, populasi atau komunitas tertentu. Tiga parameter yang digunakan untuk menentukan kelimpahan suatu tumbuhan secara kuantitatif (secara mutlak atau nisbi) yaitu kerapatan, persentase penutupan, dan frekuensi. Kerapatan (atau kepadatan) suatu jenis adalah jumlah individu rata-rata per satuan luas. Kerapatan ditaksir dengan menghitung jumlah individu setiap jenis dalam kuadrat yang luasnya ditentukan. Persentase penutupan didefinisikan sebagai persentase tanah yang tertutup oleh bagian-bagian tumbuhan tertentu yang ada di atas tanah. Perkiraan nilai penutupan dapat diperoleh dengan menaksir secara visual persentase jumlah luas kuadrat yang tertutup oleh suatu jenis tertentu. Frekuensi suatu jenis mengukur keterdapatan jenis dalam kuadrat yang besarnya tertentu dalam suatu komunitas tertentu. Frekuensi ditentukan dengan mencatat hanya kehadiran dan ketidakhadiran (bukan jumlah individu suatu jenis dalam sederetan kuadrat) (Loveless, 1989).

11

Beberapa jenis bisa memberiarti yang lebih penting dari jenis lainnya dalam suatu komunitas, pengaruh ini dapat merubah ekosistem karena bersifat dominan dari jenis lainya. Jenis dominan kendatipun mungkin tidak melimpah tidak mampu memanfaatkan lingkungan dengan sebaik-baiknya hingga sangat berpengaruh dalam komunitas (Wirakusumah, 2009). Hara tanah dan lapisan yang terdapat pada tanah sangat menentukan bagaimana jenis suatu kemelimpahan tumbuhan. Hal tersebut dapat terlihat dari keanekaragaman suatu tumbuhan. Biasanya jenis suatu kemelimpahan memberikan ungkapan keanekaragaman, perubahan suksesi dan kemantapan komunitas tersebut (Ewusie, 1990). Dharmono (2012) menyatakan bahwa variabel-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik jenis maupun kemelimpahan diantaranya: (1) Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu dari populasi jenis. (2) Kerimbunan, variabel yang menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh populasi tertentu atau yang mendominasinya. (3) Frekuensi, variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi di suatu kawasan.

6.3 Tinjauan Umum Mengenai Tumbuhan Semak Semak adalah jenis tumbuhan dengan batang berkayu (lignosus) Tjitrosoepomo (2009), semak sama halnya dengan pohon. Pohon memiliki batang yang berkayu, begitu pula dengan semak juga memiliki batang yang

12

berkayu yang keras dan kuat, hal ini dikarenakan sebagian besar batangnya terdiri dari kayu. Semak biasanya tumbuh tidak terlalu besar, yang mana memiliki ciri batang berkayu, cabang dekat dengan permukaan tanah, sehingga memiliki ukuran yang tidak terlalu tinggi. Menurut Rifai (2004) Semak adalah jenis tumbuhan seperti perdu, tetapi lebih kecil dan hanya cabang-cabang utamanya saja yang berkayu, misalnya melati (Jasminum sambac). Semak banyak terdapat pada setiap wilayah. Michael (1995) menyatakan bahwa ciri-ciri semak biasanya menyerupai tumbuhan berkayu yang memiliki beberapa cabang dan umumnya tumbuh kurang dari 8 meter tingginya. Perbedan antara semak dengan pohon yaitu pohon merupakan tumbuhan berkayu dengan batang tunggal, umumnya berukuran lebih tinggi dari 8 meter, sedangkan rempah-rempah yaitu tumbuhan tidak berkayu dan berdiri tegak, begitu juga dengan tumbuhan lumut yang berbentuk berupa lumut, jamur yang berupa jamur dan lumut hati (Michael, 1995). Pohon, semak, rempah-rempah, dan tumbuhan lumut disebut sebagai bentuk kehidupan tumbuh-tumbuhan. Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974), menjelaskan bahwa semak adalah tumbuhan dengan ketinggian antara 0,5 m dan 5 m atau 0,3 m dan 3 m. Sedangkan menurut Barbour, et al (1997), formasi kelas semak adalah kelompok tumbuhan dengan tinggi 0,5-5 m. Menurut Polunin (1994), lapisan semak terutama terdiri atas tumbuhan berkayu yang agak tinggi. Lapisan semak dapat pula mencakup

13

beberapa terna yang besar seperti misalnya Scitamineae (pisang, jahe dan seterusnya) yang tingginya dapat melebihi 5 meter. Tumbuhan semak dapat ditemukan dalam kelompok pada suatu kawasan atau berdiri sendiri pada suatu kawasan, seperti contohnya

Melastoma, Lamtana, dan Bruchea. Setiap kawasan banyak terlihat tumbuhan yang ukurannya kurang dari 5 meter dan lebih tinggi dari 0,5 meter, semak bisa terdapat pada kawasan yang habis di tebangi tumbuhan tingginya dan di tinggalkan sehingga tumbuh semak. Menurut Steenis (2006), semak dapat ditemukan pada tanah yang tidak dikerjakan yang dahulu merupakan tanah penggembalaan atau tegalan yang kemudian ditinggalkan dan akhirnya tertutup semak. Tjitrosoepomo (1991), taksonomi adalah ilmu pengetahuan yang mencakup identifikasi, tatanama, dan klasifikasi objek, yang biasanya terbatas pada objek biologi, yang bila dibatasi pada tumbuhan saja sering diacu sebagai sistematik tumbuhan. Makhluk hidup yang menjadi objek studi taksonomi adalah tumbuhan yang mencakup tumbuhan yang sekarang masih hidup maupun tumbuhan dimasa lampau yang sekarang ditemukan sisasisanya, yang biasanya telah menjadi posil, atau capnya pada bebatuan. Taksa (tunggal, takson) ini disusun menurut pola hirarki. Kategorikategori yang paling umum dipakai atau tingkatan-tingkatan di dalam sistem klasifikasi tumbuhan adalah sebagai berikut (daftar dari yang paling inklusif (tinggi) sampai yang paling terendah):

14

Filum Subfilum (Anak filum) Kelas Subklas (Anak kelas) Ordo (Bangsa) Subordo (Anak bangsa) Superfamili (Super suku) Famili (suku) Subfamili (Anak suku) Genus (Marga) Subgenus (Anak marga) Spesies (Jenis) Subspesies (Anak jenis)

Klasifikasi berguna sebagai sistem informasi pencarian balik, karena mencerminkan hubungan diantara tetumbuhan, sebagai sarana pengelompokan-pengelompokan berbagai macam tumbuhan agar lebih mudah mengenalinya (Tjitrosoepomo, 1991). Dasuki (1994), mengolongkan angiospermaae dalam divisi magnoliophyta dan membaginya ke dalam dua kelas yaitu magnoliopsida (Dicotyledon) dan Liliopsida (monocotyledon). Kelas magnoliopsida dibagi lagi menjadi 7 anak kelas dan liliopsida dibagi lagi menjadi 5 anak kelas. Antara anak kelas dan bangsa, ia menambahkan takson induk bangsa (Sub Ordo) ; nama takson ini diakhiri dengan akhiran-anae.

15

Kelas magnoliopsida memiliki 7 anak kelas, dengan 64 bangsa, dan terdiri dari 318 suku dak kira-kira sekitar 169.400 jenis. Sedangkan kelas lilipsida terdiri dari 5 anak kelas, dengan 19 bangsa, dan 65 suku dan kira-kira sekitar 49.000 jenis (Dasuki, 1994), Contoh dari kelas magnoliopsida, yang merupakan tumbuhan semak yang di klasifikasikan sebagai berikut : Kalasifikasi : Divisi Kelas Anak Kelas Bangsa Famili Marga Jenis (Dasuki, 1994) : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asteridae : Asterales : Compositae : Eupatorium : Eupatorium odoratum

6.4 Tinjauan Umum Mengenai Sungai Sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan bermuara di laut, sungai yang lebih besar, aliranya berasal dari anak sungai dan anak sungai menjadikan hujan dan limpasan air tanah sebagai sumber air. Menurut micheal (1995), habitat perairan dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu sistem-sistem air tawar, estuaria, dan kelautan. Menurut

16

Jangkang, (1995) dalam Primadani (2011) sungai merupakan wilayah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah dan melalui permukaan tanah. Faktor pembatas adalah faktor tunggal yang paling tidak tercukupi dalam sebuah ekosistem, faktor ini merupakan faktor penentu ada tidaknya suatu jenis tumbuhan atau hewan. Arus merupakan salah satu penentu tersebut dimana, arus merupakan faktor pembatas penting, karena berperan dalam penyerapan gas-gas vital garam dan jasad-jasad hidup (Sugianto, 2010). Sugianto (2010), lingkungan hidup perairan tawar dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu : 1. Perairan menggenang (standing waters) atau habitat lentik (Lentic), contohnya: Danau, Waduk, dan Rawa. 2. Perairan mengalir (running waters) atau habitat lotik (Lotic), Contohnya: mata air, sungai, dan saluran air. Pada umunnya terdapat tiga kondisi yang membedakan sungai dari kolam atau danau (Sugianto, 2010), yaitu: 1. Di sungai arus merupakan faktor pembatas atau pengendali utama. 2. Proses-proses pertukaran antara tanah dan air relatif lebih intersif di sungai yang mengakibatkan ekositem sungai bersifat lebih terbuka dan metabolisme komunitasnya bersifat heterotropik. 3. Tekanan oksigen di sungai seragam dan sedikit sekali atau sama sekali tidak didapat stratifikasi suhu atau kimia.

17

Sungai adalah wadah jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh sampadan. Bantaran sungai sebagai lahan pada kedua sisi di sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sungai dengan kaki tanggul sebelah dalam. Tepian sungai sering disebut juga bantaran sungai. Namun ada perbedaan, karena bantaran sungai adalah daerah pingiran sungai yang tergenang air saat banjir (Jangkang, 1995, dalam Primadani, 2011). Tepian sungai merupakan daerah ekologis dan sekaligus hidrolisis sungai yang sangat penting. Tepian sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan sungai yaitu alur sungai, karena secara ekologis dan hidrologis merupakan kesatuan ekologi yaitu satu ekosistem sungai. Secara hidrolisis tepian sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi dalam memberikan luapan ke samping kanan dan kiri sungai. Dengan demikian, karena energi dapat direndam sepanjang sungai. Selain itu erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan. Tepian sungai merupakan habitat dimana komponen ekosistem sungi berkembang. Komponen vegetasi sungai secara alami akan

mendapatkan hara dari sedimentasi periodis dari hulu ke tebing, yang selanjutnya komponen tersebut akan berfungsi sebagai pemasok nutrisi untuk komponen fauna sungai dan sebaliknya. Proses ini merupakan pendukung keberlangsungan ekosistem sungai yang memiliki sifat terbuka dari hulu ke hilir.

18

Memelihara ekosistem tepian yang baik sudah dipastikan dapat menjaga konservasi air dan tanah di sepanjang sungai. Komponen vegetasi secara hidrolisis dapat berfungsi sebagai retensi alamiah sungai yang bisa menghambat laju air sungai ke hilir secara profesional yang dengan demikian dapat mengurangi frekuensi banjir dan erosi di sepanjang sungai. Jika sistem ekologis dan hidrolisis tepian sungai ini terganggu seperti adanya membangun rumah di atas tepian sungai, mengakibatkan berubahnya tepian sungai adanya penangulan tebing sungai maka fungsi ekologis dan hidrologis tepian sungai akan menjadi rusak total.

6.5 Faktor Lingkungan Abiotik Tepi Sungai Faktor lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap jenis dan kemelimpahan semak adalah faktor iklim dan tanah. Faktor-faktor abiotik merupakan faktor penentu secara mendasar terhadap ekosistem, sedangkan faktor biotik setidaknya tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dari jenis tumbuhan. Hardiansyah (2010), faktor lingkungan abiotik adalah semua faktor lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan dan distribusi tumbuhan. Hardiansyah (2010), faktor abiotik untuk lingkungan tepi sungai dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu: (1) Faktor iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air dan angin.

19

(2) Faktor tanah, merupakan karakteristik dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah dan kondisi fisika tanah. (3) Faktor topografi, meliputi pengaruh dari sudut kemiringan tanah, aspek kemiringan tanah, dan ketinggian tempat dari permukaan laut.

6.5.1 Faktor Iklim Indonesia memiliki iklim tropis yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap (Michael, 1995). Keadaan cuaca termasuk suhu, curah hujan dan radiasi matahari dapat didefenisiakan sebagai iklim, adapun faktor-faktor iklim yang ada didalamnya antara lain : 6.5.1.1 Suhu Suhu adalah derajat panas suatu benda atau ukuran energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul. Suhu mempengaruhi fotosintesis, respirasi, permebilitas dinding sel, absorpsi air dan unsur hara, transpirasi, aktivitas enzim dan kogulasi protein. Untuk pertumbuhan tanaman diperlukan suhu antara -350 C sampai 750 C. Di bawah suhu -150 C atau di atas 400 C pertumbuhan tanaman menurun secara drastis. (Jumin, 2008). 6.5.1.2 Cahaya Cahaya penting untuk tumbuhan yang mengandung klorofil (Ewusie, 1990). Bilamana jumlah intensitas cahaya yang diterima oleh tumbuhan itu terlalu kecil, maka tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan normal (Darjanto & Siti Satifah, 1984).

20

6.5.1.3 Air Air adalah komponen utama tanaman hijau, yang merupakan 7090% dari berat segar (Menurut Fitter & Hay, 1994). Menurut Lovelles (1989), air di formasi rawa mengalami kelebihan secara permanen dan musiman yang disebabkan oleh penggenangan tanah oleh air. Oleh karena rendahnya daya larut oksigen dalam air, tanah yang tergenang air mengalami kekurangan oksigen dan hanya tumbuhan khusus saja yang mampu tumbuh pada kawasan tersebut, misalnya galam. 6.5.1.4 Angin Angin mempengaruhi faktor-faktor ekologi seperti kandungan air dalam udara dan suhu, yang mana disebabkan oleh penguapan (Polunin, 1994). Angin juga mempengaruhi penyerbukan sutau tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan tunas baru. Namun angin yang besar juga dapat mematahkan dahan dan menumbangkan pohon-pohon.

6.5.2 Faktor Tanah Tanah dapat diartikan sebagai lapisan bumi yang paling luar yang tersusun atas bahan-bahan partikel padat, cair dan gas. Tanah dapat tersusun atas partikel mineral, bahan organik, jasad hidup, air dan gas. Tanah dijadikan tempat berdiri tegak suatu tanaman, menyerap unsur hara bahan makanan tumbuhan, dan melindungi akar dari ganguan luar.

21

6.5.3 Faktor Topografi Polunin (1994), topografi yaitu ketinggian tempat dari permukaan laut, dapat digunakan untuk mengambar perbedaan suhu dan kelembaban. Suhu biasanya menurun dengan bertambahnya ketingiaan tempat. Topografi memiliki sifat-sifat seperti ketinggian dan kemiringan, proses geodinamika seperti pendangkalan dan erosi. Tumbuhan memiliki batas-batas hidup yang berkaitan dengan suhu yang ada pada lingkungan sekitarnya, semakin tinggi tempat atau wilayah semakin rendah suhu dan semakin tinggi kelembaban.

6.6 Tinjauan Umum Mengenai Daerah Penelitian Sungai Barito merupakan sungai terpanjang di Kalimantan Selatan, masyarakat memanfaatkan sungai sebagai jalur transportasi, misalnya mengangkut batubara, hasil perkebunan, dan kayu. Masyarakat yang banyak mengunakan sungai sebagai jalur tranportasi, menjadikan masyarakat banyak yang hidup atau bermukim di pingiran sungai Barito. Selain itu banyak juga masyarakat yang mencari ikan atau bernelayan di Sungai Barito (Wikipedia, 2012). Desa Simpang Arja terletak di Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala. Kabupaten Barito Kuala memiliki wilayah yang luas yang terdiri dari beberapa kecamatan yang mana rantau badauh salah satunya dan memiliki beberapa desa seperti, Desa Simpang Arja. Desa

Simpang Arja terletak di pigiran sungai barito, Masyarakat yang berdomisili

22

di sana adalah suku Dayak Bakumpai yang merupakan suku asli Kalimantan Selatan (LPPD Simpang Arja, 2011). Masyarakat yang tinggal di Desa Simpang Arja, banyak bekerja sebagai petani yaitu bertani padi dan berkebun jeruk, sehingga hampir keseluruhan desa dikelilingi oleh persawahan dan perkebunan masyarakat sendiri (LPPD Simpang Arja, 2011). Berdasarkan hasil survai awal di ketahui panjang luas pemukiman penduduk masyarakat yang berada di pinggiran sungai adalah 14 Ha dan luas desa secara keseluruahan adalah 2800 Ha dimana bagian utara dari desa adalah Sungai barito, bagian barat dari desa adalah Sungai Sahurai, bagian timur dari desa adalah Desa Sinar baru dan bagaian selatan desa adalah desa sinar baru (LPPD Simpang Arja, 2011).

Gambar 1.

Keterangan: Daerah tepi sungai barito di desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Bedauh.

23

VII.METODE PENELITIAN 7.1 Jenis Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan cara pengambilan sampel secara observasi yaitu pengamatan langsung kelapangan. Cara pengambilan sampel tumbuhan dilakukan dengan metode plot secara sistematis di tepi Sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala.

7.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di tepi Sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala. Secara keseluruhan, waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 5 bulan, yaitu dari bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Mei 2013 yang meliputi masa persiapan (survei lokasi penelitian dan penyusunan proposal), pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, analisis data sampai dengan penyusunan skripsi.

7.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis semak yang terdapat di kawasan Tepi Sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh semak yang terambil dalam plot berukuran 5 x 5 meter, sepanjang 1500 meter dan lebar 50 meter, jumlah sampel yang akan diambil sebanyak

24

45 titik, yang mana dibagi atas tiga zona setiap zona terbagi atas 15 titik sampel, dengan jarak setiap titik pengambilan sampel adalah 100 meter.

7.4 Alat dan Bahan Penelitian 7.4.1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Tali rafia digunakan untuk membuat kuadran pengambilan sampel. (2) Roll meter digunakan untuk mengukur jarak antar plot atau mengukur luas area penelitian (m). (3) pH meter digunakan untuk mengukur pH (derajat keasaman) air di kawasan Pinggir Sungai Barito. (4) Termometer batang, digunakan untuk mengukur suhu udara di lingkungan kawasan penelitian dengan satuan 0C. (5) Higrometer, digunakan untuk mengukur kelembaban udara dengan satuan %. (6) Soil tester, digunakan untuk mengukur kelembaban tanah dengan satuan % dan untuk mengukur pH (derajat keasaman) tanah. (7) Lux meter digunakan untuk mengukur intensitas cahaya dengan satuan Lux. (8) Anemometer digunakan untuk mengukur kecepatan angin dengan satuan m/s. (9) Kamera digital, digunakan untuk membuat dokumentasi hasil dan proses penelitian. (10) Kantong plastik, digunakan untuk mengambil sampel tumbuhan.

25

(11) Penggaris, digunakan untuk mengukur panjang sampel tumbuhan. (12) Loupe, digunakan untuk mengamati sampel tumbuhan yang ditemukan. (13) Kertas label untuk memberikan label pada tiap sampel tumbuhan hasil penelitian yang didapatkan. (14) Kertas milimeter blok, digunakan sebagai bidang untuk meletakkan sampel bagian-bagian tumbuhan hasil penelitian yang dtemukan agar lebih mudah dalam pendokumentasian. (15) Peta wilayah Kawasan Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Bedauh, Kabupaten Barito Kuala untuk mengetahui lokasi pengambilan sampel penelitian. (16) Alat tulis.

7.4.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian: Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semak yang terdapat pada kawasan Tepi sungai di Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Bedauh, Kabupaten Barito Kuala.

7.5 Prosedur Penelitian 7.5.1 Tahap persiapan (1) Menyiapkan alat dan bahan (2) Melakukan observasi lokasi penelitian. (3) Membuat surat izin penelitian.

26

(4) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian.

7.5.2 Tahap pelaksanaan Tahapan penelitian ini diadopsi dari penelitaian (Rahmadani, 2012), yaitu sebagai berikut: (1) Menetapkan area pengamatan yaitu daerah di sepanjang kawasan Tepian Sungai Barito Desa Simpang Arja Kecamtan Rantau Bedauh, Kabupaten Barito Kuala. Dengan panjang area pengamatan 1500 meter dan lebar 50 meter. (2) Membagi area 1500 meter menjadi 3 zona pengamatan yaitu: a. Zona I b. Zona II c. Zona III : Daerah dekat sungai. : Daerah antara jauh dan dekat dari sungai. : Daerah menjauhi sungai.

Jarak antara zona adalah 25 meter dan panjang 1500 meter (Lampiran 1). (3) Tiap zona pengamatan kemudian dibuat plot berukuran 5 m x 5 m, dengan jarak tiap plot adalah 100 meter. (4) Mengambil sampel semak yang ditemukan di dalam plot 5 m x 5 m. (5) Mengamati dan menghitung jumlah individu tiap jenis semak yang ditemukan di setiap plot pengambilan sampel (untuk menentukan parameter densitas/kerapatan, frekuensi, dan dominansi).

27

(6) Mengamati morfologi tiap jenis semak yang ditemukan. Kemudian melakukan identifikasi jenis semak dengan menggunakan panduan pustaka determinasi (Dasuki, 1994), untuk menentukan jenis semak. (7) Mendokumentasikan setiap jenis semak yang diperoleh. (8) Membuat herbarium dari semak yang ditemukan. (9) Melakukan perhitungan parameter lingkungan yang meliputi: a. Suhu udara (oC) b. Itensitas Cahaya (Lux) c. Kelembaban udara (%) d. Kelembaban tanah (%) e. Kecepatan angin (m/s) f. pH air (%) g. pH tanah (%) (10) Mengambil sampel tanah untuk mengukur kandungan C di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Banjarbaru. (11) Mentabulasi data semak ke dalam tabel pengamatan untuk memperoleh parameter kuantitatif yang terdiri dari Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, Dominansi, Dominansi Relatif, Nilai Penting, dan Indeks Diversitas. (12) Menganalisis semua data hasil pengamatan di Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin.

28

7.6 Analisis Data 7.6.1 Jenis semak Untuk menentukan jenis semak yang terdapat di Tepi Sungai, yang telah ditemukan serta dilakukan identifikasi ciri menggunakan pustaka dari Dasuki (1994), Sastrapradja (1980), Steenis (2006), Tjitrosoepomo (2009), dan sumber internet yang relevan.

7.6.2 Kemelimpahan semak Kemelimpahan semak didapat dari Nilai Penting, kemelimpahan dapat dianalisi dengan mengunakan rumus-rumus yang dikemukan oleh (Michael, 1995) yaitu: Kerapatan = Jumalah individu suatu jenis Luas area Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis Kerapatan seluruh jenis Frekuensi = Jumlah plot suatu spesies terdapat Jumlah selur plot Jumlah penutupan suatu jenis Luas area Dominansi = Jumlah penutupan suatu jenis Luas Area Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis Total dominansi seluruh jenis
x 100% x 100%

Frekuensi Relatif (FR)

Nilai Penting (NP) = KR + FR + DR

29

Untuk indeks diversitas pada masing-masing area penelitian dengan mengunakan indeks Shannon index of general diversity (H) (Odum, 1994) Indeks Diversitas (ID): H = - Pi Log Pi Keterangan : Pi H1 n N =n/N = Nilai Indeks Keanekaragaman = Jumlah individu suatu jenis = Jumlah total individu semua jenis Besarnya Indeks Keanekaragaman jenis dari Shannon

didefinisikan menurut kriteria yang diberikan sebagai berikut. (H) > 3,0 (H) 1,0 3,0 (H) < 1,0 = Menunjukkan Keanekaragaman tinggi, = Menunjukkan Kemelimpahan sedang, = Menunjukkan Kemelimpahan rendah.

30

VIII. JADWAL PENELITIAN Kegiatan Januari Persiapan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Data Penyususnan Skripsi X Bulan Februari Maret X X X X X X Afril Mei

31

VIII. DAFTAR PUSTAKA Barbour, M.G.. J.H. Burk and W.D. Pitt. 1997. Terrestrial Plant Ecology. The Benjamin/Cummings Publishing Company. Inc. Menlo Park, California. Darjanto dan Siti Satifah. 1984. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. PT Gramedia, Jakarta. Dasuki, U.A. 1994. Sistematis Tumbuhan Tinggi. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Dharmono. 2012. Modul Ekologi Lahan Basah. Universitas Lambung Mangkurat Press, Banjarmasin. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Usman Tanuwidjaja dari buku Elements of Tropical Ecology. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Fachrul, Melati. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara : Jakarta. Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan oleh Sri Andani dan E.D. Purbayanti dari buku Environmental Physiology Of Plants. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Greigh-Smith P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Blackwell Scientific Publications, Oxford. Hardiansyah. 2010. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Irhansyah. 2011. LPPD Anggaran Pendapatan Belanj Desa Dan Rencana Anggaranbiaya ( RAB ). Kepala Desa : Simpang Arja Jumin, H.B. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kurniawan, W. 2004. Komposisi Dan Struktur Semak Di Sekitar Bekas Tambang Intan Dan Pumping Kelurahan Sungai Tiung Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru. Skripsi Sarjana FKIP Universitas Lambung Mangkurat : Banjarmasin. (Tidak di publikasikan)

32

Maridah, 2007. Keanekaragaman semak dikawasan pasca pengalian batu gunung di desa telaga kecamatan pelehari kabuapten tanah laut. Skripsi Sarjana FKIP Universitas Lambung Mangkurat : Banjarmasin. (Tidak di publikasikan) Michael, P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. University Indonesia Press, Jakarta. Mueller-Dombois, D. and H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley and Sons Inc, USA. Nirmalida, S. 2012. Komposis Dan Struktur Semak Di Kawasan Perairan Tergenang Desa Takisung Kabupaten Tanah Laut. Skripsi Sarjana FKIP Universitas Lambung Mangkurat : Banjarmasin. (Tidak di publikasikan) Loveless, A. R. 1989. Prinsip- Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropika 2. PT Gramedia, Jakarta. Odum, E. HLM. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals of Ecology. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Polunin, N. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Terjemahan oleh Gembong Tjitrosoepomo dari buku Introduction to Plant Geography and Some Related Sciences. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rahmadani, Noor. 2012. Komposisi dan struktur semak yang terdapat Di kawasan hutan galam (melaleuca cajuputi powell) Desa tabing rimbah kecamatan mandastana Kabupaten barito kuala. Skripsi Sarjana FKIP Universitas Lambung Mangkurat : Banjarmasin. (Tidak di publikasikan) Primadani. Sri Eka. 2011. Jenis dan kerapatan zoopalankaton di sungai alalak anak sungai barito Kalimantan selatan. Skripsi Sarjana FKIP Universitas Lambung Mangkurat : Banjarmasin. (Tidak di publikasikan) Rahmasari, E. K. 2011. Komposisi dan Struktur Vegetasi Pada Areal Hutan Bekas Terbakar (Di Areal UPT Taman Hutan Raya R. Soerjo, Malang) (Online). Skripsi Sarjana pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Diakses melalui http://www.repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/.../E 11ekr.pdf. Pada tanggal 28 Juli 2012.

33

Rifai, M. A. 2004. Kamus Biologi. PN Balai Pustaka, Jakarta. Steenis, C.G.G.J Van. 2006. Flora. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Soegianto, Agoes. 2010. Ekologi Perairan Tawar. Pusat penerbit dan percetakan: Surabaya. Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Penerbit Usaha Nasional, Jakarta. Tjitrosoepomo, Gembong. 1991. Taksonomi Umum. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tim Reality. 2009. Kamus Biologi Edisi Lengkap. Reality Publisher. Surabaya. Ulfaizah, J. 2006. Komposisi Dan Struktur Semak Vegetasi Semak Di Lahan Pasca Penambangan Batubara Desa Gunung Batu Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin. Skripsi Sarjana FKIP Universitas Lambung Mangkurat : Banjarmasin. (Tidak di publikasikan) Wikipedia. 2012. Dayak Bakumpai. http://www.wikipedia.co.id. Diakses tanggal 4 Februari 2013. Wirakusumah, Sabas. 2009. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi Dan Komonitas. Universitas Indonesia (UI-Prees): Jakarta.

34

LAMPIRAN 1 (Titik Pengambilan Sampel)

Sungai Barito
X X X X X X X X X X X X X X X

Zona I Zona II Zona III

25 M 50 m 25 M
X X 100 M X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

1500 Meter

Keterangan : X : Titik Pengambilan sampel : Sungai Zona I Zona II Zona III : Kawasan paliang dekata dengan sungai : Kawasan Meantara jauh dan dekat dengan sungai

B
: Kawasan paliang jauh dengan sungai

35

LAMPIRAN 2 (Peta Desa Simpang Arja)

PETA DESA SIMPANG ARJA

Sungai Barito

Jalan H. M. Yunus

U.P.T. Transmigrasi

Sekala 1 : 150 M

36

LAMPIRAN III: Table 1.1(Panduan Pengamatan Deskripsi Jenis Semak) 1). Jenis 1
Ciri-Ciri Habitus : Semak Morfologi Akar Susunan akar Warna akar Morfologi Tinggi Batang Diameter Percabangan Bentuk Warna Morfologi Daun Tata letak Bentuk daun Tepi daun Permukaan Warna daun Pangkal Ujung Panjang Lebar Macam Macam Perbungaan Kaliks Jumlah Keadaan Korola Jumlah Keadaan Stamen Jumlah Keadaan Stylus Morfologi Buah Macam Jumlah Tipe Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Nama jenis Jumlah Keadaan Hasil Observasi Observasi Menurut Ahli

Morfologi Bunga

Klasifikasi

Gambar

37

LAMPIRAN IV (Tabel Pengamatan Jenis dan Kemelimpahan Semak) Tabel 2.1 Zona I (Dekat Dengan Sungai)

No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Nama Tumbuhan

Plot I

Plot 2

Plot 3

Plot 4

Plot 5

Plot 6

Plot 7

Plot 8

Plot 9

Plot 10

Plot 11

Plot 12

Plot 13

Plot 14

Plot 15

38

Tabel 2.2 Zona II (Antara jauh dan dekat dengan sungai)

No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Nama Tumbuhan

Plot I

Plot 2

Plot 3

Plot 4

Plot 5

Plot 6

Plot 7

Plot 8

Plot 9

Plot 10

Plot 11

Plot 12

Plot 13

Plot 14

Plot 15

39

Tabel 2.3 Zona III (Jauh Dengan Sungai)

No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Nama Tumbuhan

Plot I

Plot 2

Plot 3

Plot 4

Plot 5

Plot 6

Plot 7

Plot 8

Plot 9

Plot 10

Plot 11

Plot 12

Plot 13

Plot 14

Plot 15

Anda mungkin juga menyukai