Anda di halaman 1dari 237

DISERTASI

HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU MEMILIH SATU MEREK:


KOMPARASI ANTARA THEORY OF PLANNED BEHAVIOR DAN
THEORY OF TRYING

Oleh:
Sabrina Oktoria Sihombing
99/840/PS

UNIVERSITAS GADJAH MADA


YOGYAKARTA

2004
INTISARI

Penelitian ini menguji dan memperbandingkan dua teori sikap, yaitu: theory of

planned behavior (selanjutnya disebut TPB) dan theory of trying (selanjutnya disebut

TT), untuk memahami fenomena memilih merek. TPB merupakan salah satu teori sikap

yang banyak diaplikasikan dalam beragam perilaku. Di lain pihak, TT merupakan teori

sikap yang lebih baru tetapi belum banyak diaplikasikan secara empiris. Walaupun kedua

teori tersebut dikembangkan dari theory of reasoned action (selanjutnya disebut TRA),

ada perbedaan-perbedaan dalam pemahaman akan perilaku, sikap, dan perilaku lampau

pada kedua teori tersebut. Berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut, penelitian ini

menghipotesiskan bahwa TT lebih fit dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku

memilih satu merek dibandingkan TPB.

Penelitian ini memperluas TPB dengan menambah dua variabel baru, yaitu frekuensi

dan resensi. Kedua variabel tersebut mencerminkan perilaku lampau. Penambahan

variabel tersebut karena TRA dan TPB mendapat kritik khususnya berkenaan dengan

adanya variabel yang relevan untuk menjelaskan niat dan perilaku tetapi tidak dimasukan

dalam model, yaitu variabel perilaku lampau.

Penelitian ini juga menghipotesiskan bahwa norma subyektif, dalam budaya

kolektivism, merupakan prediktor yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap niat

dibandingkan prediktor lainnya baik dalam TPB maupun TT. Hal ini didasarkan pada

budaya Indonesia yang kolektivism (Hofstede, 1994). Hasil penelitian-penelitian

sebelumnya pada budaya individualism memperlihatkan pengaruh sikap yang lebih besar

xvii
terhadap niat dibandingkan pengaruh norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang

dirasakan (Ajzen 1988, 1991).

Desain sampel pada penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sample) dengan

jumlah responden 321 mahasiswi. Penelitian ini menggunakan dua pengukuran, yaitu

pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung (belief-based measure) dalam

mengukur konstruk sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan.

Kemudian, data dianalisis dengan menggunakan structural equation modeling (SEM)

dengan menggunakan metode estimasi maximum likelihood (ML).

Dengan didasarkan pada hasil uji statistik, hasil analisis menunjukan bahwa TT lebih

fit dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku memilih satu merek dibandingkan

TPB. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa pengukuran langsung dan tidak

langsung dapat memberikan hasil yang berbeda. Akan tetapi, posisi yang diambil penulis

adalah menggunakan pengukuran langsung dalam pengujian hipotesis. Hal tersebut

didasarkan pada pertimbangan keakuratan dan keandalan pengukuran tersebut

dibandingkan dengan pengukuran tidak langsung.

Hasil penelitian juga mendukung hipotesis penelitian bahwa perilaku lampau (yaitu,

frekuensi) merupakan prediktor yang signifikan terhadap niat baik dalam TPB maupun

TT. Hasil penelitian ini juga mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa sikap bukan

sebagai prediktor yang dominan baik dalam TPB dan TT. Dengan kata lain, jika

dibandingkan dengan penelitian-penelitian di negara barat, hasil penelitian ini

memperlihatkan bahwa budaya barat lebih menekankan sikap sebagai faktor penentu

dalam proses pembelian sedangkan budaya timur lebih menekankan pada norma

subyektif dibandingkan sikapnya sendiri.

xviii
ABSTRACT

This research examined and compared two attitude theories (that is, the theory of

planned behavior and the theory of trying) in understanding the relationship between

attitude and behavior of choosing a brand. Theory of planned behavior (TPB) is an

attitude theory that is applied in many different behavioral domains. On the other side,

theory of trying (TT) is a newer attitude theory that has been applied in limited areas.

Both theories were developed based on theory of reasoned action (TRA). Although those

theories were based on TRA, both theories have different conceptualization on behavior,

attitude, and past behavior. Based on those differences, it was hypothesized in this

research that TT could fit better than TPB in explaining the relationship between attitude

and behavior of choosing a brand better than TPB.

This research also extended TPB by adding two variables: frequency and recency.

Those two variables reflect past behavior. The adding of those two variables in TPB was

to accommodate the critique to TRA and TPB as those two theories exclude past behavior

as a significant predictor to understand behavior intention and behavior itself.

This research hypothesized that subjective norm, in collectivism culture, was a

dominant predictor to intention compared to other predictors in TPB and TT. This

hypothesis was based on Indonesian culture, that is, collectivism culture (Hofstede,

1994). Previous research in the individualism culture showed attitude as a dominant

predictor to intention compared with subjective norms and perceived behavioral control

(Ajzen, 1988, 1991).

xix
The design sample of this research was a purposive sample with 321 students who

participated in a two-wave survey. This research applied two measures, that is, direct

measure and belief-based measure. Then, the data was analyzed with structural equation

modeling (SEM). Maximum Likelihood (ML) was applied as an appropriate estimation

method.

Based on statistical tests, results showed that TT was fit better than TPB in explaining

of choosing a brand phenomenon. This result of this research also showed that direct

measure and belief-based measure gave different results. However, the position taken by

the researcher was to apply direct measure to test hypotheses. The reason was the

measure gave accuracy and reliability better than belief-based measures.

This research supported the hypothesis that frequency past behavior as a significant

predictor to intention in TPB and TT. This research also supported the hypothesis that

attitude was not a dominant predictor to intention in TPB and TT. In other words,

compared to other research in individualism culture, this result showed that western

culture relied on attitude as a main factor in the purchase process whereas eastern

countries relied on subjective norms rather than their own attitude.

xx
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i

HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………... ii

PERNYATAAN………………………………………………………………. iii

PRAKATA……………………………………………………………………. iv

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. vi

DAFTAR TABEL……………………………………………………………. x

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xvi

INTISARI……………………………………………………………………… xviii

ABSTRACT…………………………………………………………………….. xx

BAB

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Permasalahan…………………………………………………………. 1
1.2 Keaslian………………………………………………………………. 6
1.3 Kontribusi Penelitian………………………………………………… 9
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 13
1.5 Jastifikasi Penelitian…………………………………………………. 14
1.5.1 Pilihan Merek dan Sikap Konsumen adalah Topik-Topik Penting
dalam Pemasaran……………………………………………………. 14

vi
1.5.2 Keterbatasan Penelitian yang Menggunakan Teori Sikap untuk
Memahami Pilihan Merek……………………………………………… 16
1.5.3 Pentingnya Validasi Empiris terhadap Teori-Teori Sikap yang Eksis
(yaitu, TPB dan TT) Dalam Berbagai Lingkup Perilaku dan Kultur
Budaya…………………. ……………………………………………… 17
1.5.4 Pentingnya Menguji Teori dan Memperbandingkan Teori-Teori Sikap.. 18
1.5.5 Besarnya Pasar Kosmetik dan Produk Pelembab Pemutih di Indonesia.. 21
1.6 Alur Penulisan………………………………………………………….. 24
1.7 Simpulan….……………………………………………………………. 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pendahuluan……………………………………………………………. 26
2.2 Terminologi Merek…………………………………………………….. 27
2.2.1 Kekuatan Merek Dalam Pemasaran dan Perilaku Konsumen…………. 28
2.2.2 Pilihan Merek………………………………………………………….. 31
2.3 Perilaku………………………………………………………………… 32
2.3.1 Sikap…………………………………………………………………… 34
2.3.2 Theory of Planned Behavior…………………………………………… 36
2.3.3 The Teory of Trying…………………………………………………… 45
2.4 Budaya…………………………………………………………………. 53
2.4.1 Penelitian Lintas Budaya ……..………………………………………. 55
2.4.2 Budaya Indonesia dan Jastifikasi Penggunaan Responden di
Yogyakarta yang Mewakili Budaya Indonesia………………………... 58
2.5 Simpulan……………………………………………………………… 63

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Pendahuluan…………………………………………………………… 64
3.2 Jastifikasi Paradigma Penelitian………………………………………. 64
3.3 Survai………….……………………………………………………… 67
3.3.1 Jastifikasi Penggunaan Metode Survai……………………………….. 69

vii
3.3.2 Jastifikasi Penggunaan Teknik Kuesioner Dilakukan Sendiri
(personally administered questionnaire)….. …………………..…….. 70
3.3.3 Mengatasi Kesalahan-Kesalahan Dalam Survai……………………… 72
3.3.4 Pertimbangan Etika Dalam Survai…………………………………… 74
3.3.5 Pengembangan Kuesioner Penelitian………………………………… 75
3.3.6 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional………………………. 77
3.3.7 Pengambangan Skala………………………………………………… 79
3.3.7.1 Tahap Eksplorasi…………………………………………………….. 80
3.3.7.2 Tahap Kuantitatif…………………………………………………….. 81
3.4 Pengukuran…………………………………………………………… 84
3.5 Proses Sampling……………………………………………………… 86
3. 6 Analisis Data ………………………………………………………… 90
3.6.1 Proses Pra-analisis…………………………………………………… 90
3.6.2 Analisis Deskriptif…………………………………………………… 93
3.6.3 Analisis Inferensial………………………………………………….. 93
3.7 Simpulan…………………………………………………………….. 100

BAB 4 ANALISIS DATA


4.1 Pendahuluan ………………………………………………………… 101
4.2.1 Hasil Analisis Survai Pertama (Survai Merek dan Jangka Waktu
Pembelian)……………………………………………………………… 102
4.2.2 Hasil Analisis Survai Kedua (Survai Salient Beliefs)…………………… 104
4.2.3 Hasil Analisis Survai Ketiga (Survai Consumer Decision Making)……. 108
4.2.3.1 Hasil Analisis Survai CDM Uji Coba (Realibilitas, Validitas, dan
Korelasi Variabel CDM) …………………………………………… 109
4.2.3.2 Hasil Analisis Survai CDM Survai Aktual (Reliabilitas, Validitas,
dan Korelasi Variabel CDM)……………………………………….. 112
4.3.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner Survai 4 dan 5
(Survai Sikap – Niat dan Survai Perilaku)… ………………………. 114
4.3.1 Profil Responden……………………………………………………. 117
4.4 Hasil Analisis Data………………………………………………….. 118

viii
4.4.1 Hasil Analisis Data Survai Uji Coba…………………………………. 118
4.4.1.1 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TPB…………………... 118
4.4.1.2 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TT………………….… 122
4.4.2 Hasil Analisis Data Aktual………………….………………………. 126
4.4.2.1 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TPB………………….... 126
4.4.2.2 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TT………………….…. 130
4.4.2.3 Model Struktural dan Pengujian Hipotesis………………….………… 134
4.4.3 Pembahasan Atas Hasil Analisis…………………...…………………. 148
4.4.3.1 Theory of Planned Behavior…………………...………………….…… 148
4.4.3.2 Theory of Trying…………………...…………………...…………….. 163
4.5 Simpulan…………………...…………………...………………….…. 175

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Pendahuluan …………………...…………………...………………….. 177
5.2 Simpulan atas Hipotesis-Hipotesis Penelitian………………….…… 178
5.3 Keterbatasan Penelitian………………………………………………... 182
5.4 Implikasi Terhadap Teori…………………...………………….……… 183
5.5 Implikasi Manajerial…………………...………………….…………… 185
5.6 Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya ………………….………… 188

DAFTAR PUSTAKA 190

LAMPIRAN A (PENENTUAN JUMLAH SAMPEL)

LAMPIRAN B (KUESIONER THEORY OF TRYING)

LAMPIRAN C (KUESIONER THEORY OF PLANNED BEHAVIOR)

LAMPIRAN D (KUESIONER CONSUMER DECISION MAKING)

LAMPIRAN E (HASIL UJI STATISTIK)

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Pilihan Merek…………………… 3

Tabel 1.2 Aplikasi TPB dalam Beragam Lingkup Perilaku


dan Alat Analisis……………………………………… 6

Tabel 1.3 Aplikasi TT dalam Beragam Lingkup Perilaku


dan Alat Analisis……………………………………… 7

Tabel 2.2 Memprediksi Niat dari Sikap terhadap Perilaku


dan Norma Subyektif dengan Menggunakan TRA…… 40

Tabel 2.3 Memprediksi Niat dari Sikap terhadap Perilaku,


Norma Subyektif, Kontrol Keperilakuan yang
Dirasakan dengan Menggunakan TPB……………….. 40

Tabel 2.4 Definisi-definisi Sikap………………………………… 48

Tabel 2.5 Perbedaan TPB dan TT……………………………….. 51

Tabel 2.6 Penelitian Lintas Budaya Pada Satu Wilayah…………. 57

Tabel 2.7 Penelitian Lintas Budaya pada Beberapa Wilayah…… 57

Tabel 2.8 Perbedaan Budaya Indonesia dan USA………………. 61

Tabel 3.1 Karakteristik Paradigma yang Digunakan dalam


Penelitian ini………………………………………….. 66

x
Tabel 3.3 Perbandingan Teknik Kuesioner……………………… 71

Tabel 3.4 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional……….. 77

Tabel 3.5 Peneliti dan Pengukuran yang Digunakan……………. 86

Tabel 3.6 Cut-off Value untuk Uji-uji dalam SEM…………….. 97

Tabel 4.1 Salient Behavioral Beliefs (advantages).…………….. 105

Tabel 4.2 Salient Behavioral Beliefs (disadvantages).…………. 105

Tabel 4.3 Salient Referents……………...……………………… 106

Tabel 4.4 Salient Control……………...……………………….. 106

Tabel 4.5 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab


Pemutih Ponds Bulan Depan dan Berhasil…………… 107

Tabel 4.6 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab


Pemutih Ponds Bulan Depan dan Gagal……………… 107

Tabel 4.7 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab


Pemutih Ponds Bulan Depan ………………………… 108

Tabel 4.8 Nilai corected item-to-total correlation dan


Cronbach α CDM………………………………………. 110

Tabel 4.9 Analisis Faktor Konstruk CDM ………….…………….. 111

Tabel 4.10 Korelasi antar Variabel CDM ……….……………….… 111

xi
Tabel 4.11 Nilai corected item-to-total correlation dan
Cronbach α CDM ………….………………………… 112

Tabel 4.12 Reliabilitas Komposit dan AVE (CDM)……………… 113

Tabel 4.13 Analisis faktor Konstruk CDM ……..….……………... 113

Tabel 4.14 Korelasi antar Variabel CDM ….....………………... . 114

Tabel 4.15 Tingkat Pengembalian Kuesioner……………………… 115

Tabel 4.16 Tingkat Pengembalian Kuesioner Penelitian TPB dan TT. 116

Tabel 4.17 Tabel t-Test …………………………………………… 116

Tabel 4.18 Profil Responden……………………………………… 117

Tabel 4.19 Nilai corected item-total correlation dan


Cronbach α TPB (pengukurang langsung)……………. 119

Tabel 4.20 Nilai corected item-total correlation dan


Cronbach α TPB (pengukuran tidak langsung)………… 119

Tabel 4.21 Analisis Faktor Konstruk TPB (pengukuran langsung)… 120

Tabel 4.22 Analisis Faktor Konstruk TPB (pengukuran tidak langsung)121

Tabel 4.23 Korelasi antar Variabel TPB (Pengukuran Langsung


dan Tidak Langsung)…………………………………… 121

xii
Tabel 4.24 Nilai corected item-total correlation dan
Cronbach α TT (pengukuran langsung)…………………. 122

Tabel 4.25 Nilai corected item-total correlation dan


Cronbach α TT (pengukuran tidak langsung)……………. 123

Tabel 4.26 Analisis Faktor Konstruk TT (pengukuran langsung)…….. 124

Tabel 4.27 Analisis Faktor Konstruk TT (pengukuran tidak langsung).. 124

Tabel 4.28 Korelasi antar Variabel TT……………………………….. 125

Tabel 4.29 Nilai corected item-total correlation dan


Cronbach α TPB (pengukuran langsung)……………….. 126

Tabel 4.30 Nilai corected item-total correlation dan


Cronbach α TPB (pengukuran tidak langsung)…………. 127

Tabel 4.31 Realibilitas Komposit dan AVE (TPB)………………….. 127

Tabel 4.32 Analisis Faktor Variabel TPB (pengukuran langsung)…… 128

Tabel 4.33 Analisis Faktor Variabel TPB (pengukuran tidak langsung) 128

Tabel 4.34 CFA TPB (pengukuran langsung dan tidak langsung)……. 129

Tabel 4.35 Korelasi antar Variabel TPB – Survai Aktual (Pengukuran


Langsung dan Tidak Langsung …………………………. 130

Tabel 4.36 Nilai corected item-total correlation dan


Cronbach α TT (pengukuran langsung)…………………. 130

xiii
Tabel 4.37 Nilai corected item-to-total correlation dan
Cronbach α TT (pengukuran tidak langsung)…………… 131

Tabel 4.38 Realibilitas Komposit dan AVE (TT) …………………… 132

Tabel 4.39 CFA TT (pengukuran langsung dan tidak langsung)…….. 133

Tabel 4.40 Korelasi antar Variabel TT-Survai Aktual (Pengukuran


langsung dan Tidak Langsung…………………………… 134

Tabel 4.41 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TPB


Pengukuran Langsung) ………………………………… 135

Tabel 4.42 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TPB (pengukuran


tidak langsung)………………………………………….. 136

Tabel 4.43 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT (pengukuran


langsung)………………………………………………… 139

Tabel 4.44 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT (pengukuran


tidak langsung)………………………………………….. 140

Tabel 4.45 Estimasi Parameter untuk Variabel Sikap (pengukuran


langsung dan tidak langsung)…………………………… 142

Tabel 4.46 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT untuk


Hipotesis 12 (pengukuran langsung dan tidak langsung).. 143

Tabel 4.47 Hasil Komparasi TPB dan TT………………………….. 144

Tabel 4.48 Hasil Pengujian Hipotesis……………………………….. 146

xiv
Tabel 4.49 Hasil Pengujian Hipotesis (Akhir) ……………………… 147

Tabel 5.50 Penggunaan Kata Sifat pada Penelitian Ini……………… 150

Tabel 4.51 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Sikap Secara


Langsung dan Tidak Langsung dengan EFA…………… 152

Tabel 4.52 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Norma Subjektif


Secara Langsung dan Tidak Langsung dengan EFA ……. 153

Tabel 5.53 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Kontrol


Keperilakuan yang dirasakan Secara Langsung dan
Tidak Langsung dengan EFA…………………………… 157

Tabel 4.54 Komparasi Hasil Penelitian Bagozzi dan Kimmel (1995)


dan Penelitian Ini …..……………………………….… 163

Tabel 4.55 Komparasi Hasil Penelitian Bagozzi & Warshaw (1990)


Bagozzi & Kimmel (1995) dengan Penelitian Ini …….. 166

Tabel 4.56 Validitas Konverjen Konstruk Sikap……………………. 167

Tabel 4.57 Korelasi ATT, ATS, ATF, ATP………………………… 167

Tabel 4.58 Nilai AVE Dimensi-dimensi Sikap………………………168

Tabel 4.59 Sikap sebagai First-Order vs Second-Order…………… 170

Tabel 4.60 Hasil Komparasi TPB dan TT……………………………174

Tabel 5.1 Hasil Pengujian Hipotesis ………………………………. 177

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Garis Besar Penulisan Disertasi………………………….. 25

Gambar 2.1 Alur Pembahasan Bab 2………………………………….. 26

Gambar 2.2 Pendekatan S-O-R untuk Memahami Perilaku Manusia….. 33

Gambar 2.3 Theory of Reasoned Action dan Theory of


Planned Behavior………………………………………… 38

Gambar 2.4 Pengaruh Budaya terhadap Sikap dan Perilaku………….. 42

Gambar 2.5 Konsekuensi atas Dihilangkannya Variabel-variabel……. 45

Gambar 2.6 Theory of Trying…………………………………………. 46

Gambar 3.1 Alur Pembahasan Bab 3…………………………………… 65

Gambar 3.2 Tahapan Survai dalam Penelitian ini……………………… 68

Gambar 3.3 Proses Keputusan Pilihan Merek………………………….. 68

Gambar 3.4 Pengembangan Kuesioner untuk Penelitian ini…………… 75

Gambar 3.5 Pengembangan Skala pada Penelitian ini…………………. 80

Gambar 3.6 Proses Sampling dalam Penelitian ini……………………. 87

Gambar 3.7a Model Struktural TPB …………………………………… 99

xvi
Gambar 3.7b Model Struktural TPB – FR ……………………………… 99

Gambar 3.8 Model Struktural TT ……………………………………… 100

Gambar 4.1 Alur Pembahasan Bab 4…………………………………… 101

Gambar 4.2 Merek-merek yang Pelembab Pemutih Digunakan


Responden ……………………………………………… 103

Gambar 4.3 Jangka Waktu Pembelian………………………………... 103

Gambar 5.1 Alur Pembahasan Bab 5…………………………………… 176

xvii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Permasalahan

Masalah sikap merupakan salah satu masalah yang penting untuk memahami kualitas

non fisik manusia (Azwar, 1995; Masrun, Faryanto, Harjito, Utami, Bawani, Aritonang,

& Sitjipto, 1985). Ini karena sikap merefleksikan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh

manusia tersebut (Arnould, Price, & Zinkhan, 2002; Azwar 1995). Lebih lanjut,

pengetahuan akan sikap, bagaimana proses terbentuknya, dan bagaimana proses

perubahannya merupakan pengetahuan yang bermanfaat khususnya untuk masalah-

masalah sosial. Dengan kata lain, dengan pengetahuan akan sikap dan cara-cara

mempengaruhinya, manipulasi dan pengendalian psikologis terhadap manusia dapat

dilakukan (McBroom & Reed, 1992 dalam Wright 1998).

Dalam kaitannya dengan pemasaran, sikap merupakan salah satu faktor utama yang

mempengaruhi konsumen dalam memilih merek (Arnould et al., 2002). Sikap konsumen

yang positif terhadap suatu merek membentuk preferensi konsumen tersebut untuk

memilih merek tersebut dalam pembeliannya. Singkatnya, konsumen cenderung membeli

merek yang paling berkenan (Wells & Prensky, 1996; Engel, Blackwell, & Miniar, 1995;

Berkman & Gilson, 1986; Zaltman & Wallendorf, 1979).

Pemahaman akan merek penting bagi produsen dan pembeli. Bagi produsen, merek

adalah salah satu komponen utama dalam strategi pemasaran perusahaan (Del Rio,

Vazques, & Iglesias, 2001; Calderon, Cervera, & Molla, 1997; Urde, 1994). Merek dapat

mengiklankan kualitas produk dan besarnya perusahaan (Kotler, 2002). Tidak hanya itu,

merek dapat meningkatkan kepuasan konsumen sehingga konsumen menjadi loyal


2

(Pringle & Thompson, 1999; De Chernatony & & McDonald, 1992). Dengan loyalitas

konsumen ini berarti perusahaan mempunyai keyakinan akan permintaan masa depan

(Mudambi, 2002; de Chernatony & McDonald, 1992; Murphy, 1988). Bagi pembeli,

merek dapat memberikan efisiensi (Kotler, 2002; Mudambi, 2000; Wikie & Moore,

1999) dan rasa aman (Wilkie & Moore, 1999; Murphy, 1988) karena merek membantu

pembeli untuk memilih dalam banyaknya pilihan yang ada.

Memilih merek dari beragamnya merek-merek yang ada merupakan salah satu

masalah penting yang dihadapi oleh banyak orang (Tuck, 1976) dan memilih merek

adalah juga merupakan salah satu aktivitas kehidupan sehari-hari (Luoviere, Hensher, &

Swait, 2000; Azjen & Fishbein, 1980; Tuck, 1976). Akan tetapi, memilih merek adalah

suatu proses yang kompleks (Hauser, 1986).

Hauser (1986) menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan untuk menjelaskan pilihan

merek mempersyaratkan adanya trade-off antara kompleksitas (yaitu, memasukan banyak

variabel atau konstruk) dan parsimoni (yaitu, fokus pada variabel atau konstruk tertentu).

Dengan kata lain, pilihan merek dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku atau

pendekatan sikap. Model-model awal perilaku konsumen (misalnya: model Engel &

Blakwell, 1982; model Howard & Sheth, 1969; model Nicosia, 1966) merupakan model

kompleks yang menggabungkan pendekatan perilaku dan kognitif. Akan tetapi, model-

model tersebut mempunyai permasalahan-permasalahan. Sebagai contoh, model perilaku

konsumen Nicosia mempunyai variabel-variabel yang tidak didefinisikan secara

operasional, misalnya variabel motif dan penyebaran pesan (Bristor, 1985; Horton, 1984;

Tuck, 1976; Lehmann, Farley, & Howard, 1971).


3

Penelitian pilihan merek banyak dilakukan dengan menggunakan pendekatan perilaku

dibandingkan dengan pendekatan sikap (Tabel 1.1). Pilihan merek, menurut pendekatan

perilaku, disebabkan oleh stimuli atau lingkungan eksternal dan bukannya hasil dari

proses mental (Lilien, Kotler, & Moorthy, 1992; O’Shaughnessy, 1992). Lebih lanjut,

pendekatan perilaku memfokuskan pada model-model probabilitas (Murthi & Srinivasan,

1999; Roy et al., 1996; Krishnamurti, Raj, & Sivakumar, 1995; Zufryden, 1977).

Sebaliknya, pendekatan sikap memfokuskan pada pilihan konsumen sebagai suatu hasil

dari proses mental (Mathur, 1998) dan juga memfokuskan pada model-model

deterministik (Hansen, 1976).

Tabel 1.1 Penelitian-penelitian pilihan merek


Peneliti (tahun) Pendekatan Pendekatan
perilaku sikap
Baltas (1998) X
Bawa dan Shoemaker (1987) X
Bucklin dan Gupta (1992) X
Chatterjee, Heath, dan Basuroy (2000) X
Day dan Deutscher (1982) X
Dhar et al. (1996) X
Dhar dan Nowlis (1999) X
Eardem dan Keane (1996) X
Funkhouser, Parket, dan Chatterjee (1994) X
Gensch dan Recker (1979) X
Hadipranata & Koswara (1982; 1981) X
Hauser (1986) X
Huber et al. (1993) X
Kraft, Granbois, dan Summers (1973) X
Krishnamurti et al. (1997) X
Mathur (1998) X
Miller dan Ginter (1979) X
Mittal (1994) X
Murthi dan Srinivasan (1999) X
Park, Lessig, dan Merrill (1982) X
Pieter dan Warlop (1999) X
Obermiller dan Wheatley (1985) X
Roy, Chintahunta, dan Haldar (1996) X
Simonson dan Tversky (1992) X
Sivakumar dan Raj (1997) X
4

Tabel 1.1 Lanjutan Penelitian-penelitian pilihan merek

Tellis (1988) X
Wilson, Mathews, dan Harvey (1975) X
Woodside et al. (1977) X
Jumlah 24 5
Disusun untuk penelitian ini berdasarkan peneliti-peneliti yang disebut diatas.

Ada beberapa teori sikap yang digunakan dalam menjelaskan perilaku manusia,

misalnya: theory of reasoned action (Fishbein & Ajzen, 1975), theory of planned

behavior (Ajzen, 1988), dan theory of trying (Bagozzi & Warshaw, 1990). Kecuali

theory of trying (selanjutnya disebut TT), theory of reasoned action (selanjutnya disebut

TRA) dan theory of planned behavior (selanjutnya disebut TPB) telah diaplikasi dalam

beragam lingkup perilaku.

Akan tetapi, walaupun TRA telah diaplikasikan dalam beragam lingkup perilaku,

TRA juga mendapat kritik. Kritik utama tersebut adalah bahwa teori tersebut hanya dapat

diaplikasikan untuk memahami perilaku yang mudah dilakukan atau tidak ada hambatan

dalam melakukan perilaku tersebut (Bagozzi, 1992; Ajzen, 1988). Dengan kata lain, TRA

hanya membatasi perilaku dalam konteks perilaku yang memerlukan sedikit sumber dan

ketrampilan. Padahal, tidak sedikit perilaku konsumen yang merupakan perilaku yang

kompleks yang membutuhkan kontrol keperilakuan atau kemampuan konsumen tersebut

dalam berperilaku (Dharmmesta, 2003a).

TPB dikembangkan untuk mengakomodir kritik terhadap TRA dengan menambahkan

variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan dalam model TRA (Ajzen, 1988). Variabel

baru tersebut menjelaskan mudah atau tidaknya seseorang berperilaku. Lebih lanjut,
5

variabel tersebut juga merefleksikan pengalaman lampau seseorang termasuk didalamnya

rintangan dan halangan untuk berperilaku (Ajzen, 1988, h.132).

Penelitian ini mengaplikasikan dua teori sikap, yaitu TPB dan TT, untuk memahami

perilaku memilih satu merek. Pemilihan TPB dan TT karena didasarkan bahwa kedua

teori tersebut dikembangkan dari TRA. Kemudian, kedua teori tersebut diperbandingkan

karena dua alasan utama. Pertama, pemahaman dan penggunaan variabel dalam kedua

teori tersebut. Dengan kata lain, adanya perbedaan akan pemahaman perilaku dan sikap

dalam TPB dan TT. Lebih lanjut, perbedaan penggunaan variabel dalam kedua teori

tersebut. Secara rinci, TT menggunakan variabel perilaku lampau sebagai prediktor niat

sedangkan TPB tidak menggunakan variabel perilaku lampau secara eksplisit melainkan

tersirat dalam variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan (Ajzen, 1988).

Alasan kedua adalah didasarkan pada pemahaman bahwa teori-teori yang eksis

tidaklah tetap sepanjang masa. Akan tetapi, melalui proses evolusi yang tidak pernah

berhenti, teori-teori tersebut dapat dimodifikasi atau bahkan digantikan dengan teori-teori

yang lebih baru agar teori-teori semakin berkembang (Bagozzi, 1992, h. 200; Eagly,

1992, h.705). Dalam teori sikap, TT (1990) adalah teori yang lebih baru dibandingkan

TPB (1988). Penjelasan lebih lanjut mengenai pentingnya komparasi teori disampaikan

pada sub bagian 1.5.4.

Dalam kaitannya dengan fenomena memilih satu merek, menurut pemahaman penulis,

kedua teori tersebut belum diaplikasikan pada lingkup perilaku memilih satu merek

(Tabel 1.2 dan 1.3). Dengan demikian, berdasarkan latar belakang yang telah

disampaikan, maka masalah yang diteliti adalah sebagai berikut:


6

1. Bagaimana theory of planned behavior dan theory of trying dapat menjelaskan

hubungan sikap dan perilaku memilih satu merek di Indonesia?

2. Apakah theory of trying lebih fit dibandingkan theory of planned behavior dalam

menjelaskan hubungan sikap dan perilaku memilih satu merek di Indonesia?

1.2 Keaslian

Sentral penelitian ini adalah pada pendekatan sikap dalam menjelaskan perilaku

pilihan merek, yaitu dengan menggunakan TPB dan TT. Teori-teori sikap ini dipilih

untuk menjelaskan perilaku konsumen dalam memilih merek karena alasan parsimoni,

yaitu, lebih menitikberatkan pada konstruk-konstruk spesifik daripada menggunakan

banyak konstruk dalam menjelaskan perilaku pilihan merek (Doyle, 1995; Bagozzi, 1992;

Hauser, 1986; Ajzen & Fishbein, 1980). TPB telah diaplikasikan dalam beragam lingkup

perilaku (Tabel 1.2) tetapi TT belum banyak diaplikasikan (Tabel 1.3). Lebih lanjut,

berdasarkan rekapitulasi penelitian TPB dan TT memperlihatkan bahwa belum ada

penelitian yang menggunakan teori TPB dan TT untuk menjelaskan memilih merek.

Tabel 1.2 Aplikasi TPB Dalam Beragam Lingkup Perilaku & Alat Analisis

Lingkup Perilaku Peneliti Alat Analisis


Perilaku tidak etis Chang (1998) SEM
Parker, Manstead, & Stradling (1995) Regresi
Lin et al. (1999) SEM
Mengkonsumsi ganja Corner dan McMillan (1999) Regresi
Etika Bisnis Weber dan Gillespie (1998) Regresi
Donasi darah Trafimow dan Duran (1998) Regresi
Giles dan Cairns (1995) Regresi
Profesi medis Randall dan Gibson (1991) Regresi
Pemahaman diri Spatz et al. (2003) Multiple
Discriminant
Trafimow (2001) Regresi
Sheeran dan Orbell (1999) Manova
Terry et al. (1999) Regresi
7

Armitage et al. (1999) Regresi


Tkachev dan Kolvereid (1999) Korelasi
Chatzisarantis dan Biddle (1998) SEM
Trafimow dan Duran (1998) Regresi
Orbell, Hodgkins, & Sheeran (1997) Regresi
Perilaku belajar Leone, Perugini, & Ercolani (1999) SEM
Koslowsky (1993) Regresi
Randall (1994) Regresi
Pengurangan berat badan Sheeran dan Orbell (2000) Regresi
Bagozzi dan Kimmel (1995) SEM
Terry dan O'Leary (1995) SEM
Perugini dan Bagozzi (1992) SEM
Bagozzi dan Warshaw (1990) Regresi
Schifter dan Azjen (1985) Regresi
Pembelian George (2002) PLS
Dharmmesta dan Khasanah (1999) Regresi
Kalafatis, Pollard, East, & Tsogas SEM
(1999)
Kokkinaki (1999) Regresi
Kanler dan Todd (1998) SEM
Thompson dan Thompson (1996) Regresi
Keuangan Sahni (1994) Regresi
Perilaku komplain East (2000) Regresi
Perilaku organisasional Cordano dan Frieze (2000) SEM
Morris dan Venkatesh (2000) Regresi
Maurer dan Palmer (1999) Regresi
Aktivitas luar ruang Hrubes, Azjen, & Daigle (2001) Regresi
Sumber: disusun untuk penelitian ini berdasarkan peneliti-peneliti yang disebut diatas

Tabel 1.3 Aplikasi TT Dalam Beragam Lingkup Perilaku & Alat Analisis

Lingkup Perilaku Peneliti Alat Analisis


Perilaku belajar Dharmmesta (2002) Regresi
Berhenti merokok Kassaye dan Schumacher (1998) Markov
Berolah-raga Bagozzi dan Kimmel (1995) Regresi
Penggunaan teknologi Bagozzi, Davis, & Warshaw SEM**
(1992a)
Diet Bagozzi dan Warshaw (1990) Regresi
Bagozzi dan Kimmel (1995) Regresi
**: analisis hanya sampai dengan model pengukuran
Sumber: disusun untuk penelitian ini berdasarkan peneliti-peneliti yang disebut diatas

Dalam kaitannya dengan TPB, penelitian ini memperluas TPB dengan menambahkan

variabel perilaku lampau (yaitu, frekuensi dan resensi) sebagai prediktor niat dan
8

perilaku. Penambahan variabel ini untuk mengakomodir kritik terhadap TPB yang tidak

memasukan variabel perilaku lampau sebagai variabel yang signifikan untuk

memprediksi niat dan perilaku. Penelitian-penelitian yang berkenaan dengan perilaku

telah mengindikasikan bahwa perilaku lampau adalah variabel yang mampu memprediksi

niat dan perilaku (Chatzisaranti, Hagger, Biddle, Karageorghis, Smith, & Sage, in press;

Nordfalt & Soderlund, 2004; Soderlund et al., 2001; Ewing, 2000; Trafimow & Borrie,

1999; Miniard & Obermiller, 1981; Woodside & Bearden, 1981; Bentler & Speckart,

1979). Sejauh pemahaman penulis, hanya penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi dan

Kimmel (1995) yang telah mengaplikasikan TPB dan menambahkan variabel perilaku

lampau (frekuensi dan resensi) pada lingkup perilaku diet dan berolah-raga. Penelitian ini

mengaplikasikan TPB yang telah diperluas (selanjutnya disebut TPB-FR) pada perilaku

memilih satu merek.

Dalam kaitannya dengan analisis data, penelitian TPB umumnya dianalisis dengan

menggunakan analisis regresi (Tabel 1.2). Beberapa penelitian TPB dianalisis dengan

menggunakan Structural Equation Modeling (selanjutnya disebut SEM), misalnya:

penelitian yang dilakukan oleh Perugini dan Bagozzi (2001), penelitian Lin, Hsu, Kuo

dan Sun (1999), penelitian Kanler dan Todd (1998), serta penelitian Bagozzi dan

Kimmel (1995). Di lain pihak, dengan jumlah penelitian TT yang terbatas (Tabel 1.3),

teknik analisis yang digunakan pada penelitian-penelitian tersebut adalah dengan

menggunakan analisis regresi (misalnya: Dharmmesta, 2002; Bagozzi & Kimmel, 1995;

Bagozzi & Warshaw, 1990).

Hanya satu penelitian TT yang menggunakan SEM tetapi hanya digunakan sampai

pada model pengukuran (yaitu, penelitian Bagozzi et al., 1992a). Padahal, SEM
9

merupakan suatu alat analisis yang mempunyai keunggulan-keunggulan dibandingkan

analisis regresi, misalnya: kemampuan alat analisis tersebut untuk digunakan pada topik

keperilakuan yang seringkali kompleks (Cheng, 2001) dan SEM mampu mengontrol

kesalahan pengukuran sehingga hubungan antar konstruk dapat diuji tanpa bias

(MacKenzie, 2001; Steenkamp & Van Trijp, 1991). Dengan demikian, penelitian ini

mencoba mengisi celah (fill the gap), khususnya untuk penelitian TT, dengan

menggunakan SEM sebagai alat analisis.

1.3. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini memberikan kontribusi baik secara teori maupun praktis. Kontribusi

penelitian ini secara teori adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan pendekatan antar disiplin (yaitu, pemasaran, psikologi

dan perilaku konsumen) dalam memahami perilaku memilih merek. Penelitian

dengan pendekatan multidispliner adalah penelitian yang memfokuskan pada upaya

memahami fenomena secara lebih lengkap yang dapat meningkatkan penelitian ilmu-

ilmu sosial (Deshpande, 1999; Murray & Evers, 1989; Horton, 1984). Lebih lanjut,

penelitian ini menguji teori-teori sikap, yaitu TPB dan TT, untuk memahami

fenomena memilih satu merek. Dengan demikian, penelitian ini berimplikasi pada

teori yaitu mendukung daya prediksi kedua teori tersebut dalam menjelaskan

fenomena memilih merek.

2. Berkaitan dengan pengujian teori, penelitian ini berusaha meningkatkan validitas

eksternal dengan mengaplikasikan kedua teori tersebut dalam lingkup perilaku dan

budaya yang beragam (Chan, 1999; Davis, 1996, Alden et al., 1989; Fishbein &
10

Ajzen, 1975; Triandis, Malpass, & Davidson., 1972 dalam Craig & Douglas 2000),

yaitu perilaku memilih merek dalam budaya Indonesia. Validitas eksternal merupakan

faktor utama dalam setiap penelitian, baik penelitian korelasional atau eksperimental,

yang dapat dilakukan dengan mengaplikasikan suatu teori pada beragam lingkup

perilaku, budaya, dan populasi (Chan, 1999; Davis, 1996; Durvasula, Andrews,

Lysanski, & Netemeyer, 1993; Schmitt & Klimoski, 1991; Calder, Phillips, &

Tybout, 1982; Jacoby, 1978; Fishbein & Ajzen, 1975).

3. Penelitian ini menguji validasi konstruk ‘sikap’ pada TT, yaitu sikap sebagai

multidimensi. Validitas konstruk adalah sentral dalam proses ilmiah (Carmines &

Zeller, 1979; Churchill, 1979) dan merupakan syarat mutlak dalam pengujian teori

(Steenkamp & Van Trijp, 1991; Peter, 1981; Bagozzi, 1980). Terlebih lagi, Eagly dan

Chaiken (1993) menunjukkan terbatasnya penelitian yang menguji validitas konstruk

sikap sebagai multidimensi. Tidak hanya itu, penelitian yang menguji konstruk sikap

sebagai multidimensi pada TT juga sangat terbatas dan kesemuanya dilakukan oleh

pengembang teori tersebut (Bagozzi & Kimmel, 1995; Bagozzi et al., 1992a; Bagozzi

& Warshaw, 1990)

4. Penelitian ini memperluas TPB dengan menambahkan dan menguji variabel perilaku

lampau (yaitu, frekuensi dan resensi) sebagai variabel penentu niat dan perilaku.

Penelitian ini menambahkan variabel lampau dengan didasarkan pada kritik terhadap

TRA dan TPB mendapat kritik berkenaan dengan adanya variabel yang relevan untuk

menjelaskan niat dan perilaku tetapi tidak dimasukan dalam model, yaitu variabel

perilaku lampau (Bagozzi et al., 1992a; Bagozzi & Warshaw, 1990; Fredricks &

Dosswtt, 1983; Manstead et al., 1983; Bagozzi, 1981; Bentler & Speckart, 1979).
11

5. Penelitian ini menggunakan dua pengukuran dalam mengukur konstruk sikap, yaitu

pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung (belief-based measure). Sangat

terbatas penelitian yang menggunakan dan memperbandingkan dua pengukuran

tersebut (Giles & Cairns 1995; Terry & O’Leary, 1995) serta menjelaskan persamaan

atau perbedaan hasil dari kedua pengukuran. Sikap dengan pengukuran tidak

langsung merupakan hasil perkalian antara keyakinan dan evaluasi. Perkalian ini

dapat menjadi masalah dalam hal pengukuran karena perkalian tersebut dapat

menimbulkan masalah potensial, misalnya: reliabilitas (Ajzen, 2002) dan validitas

(Ajzen, 2002; Churchill, et al., 1993). Penelitian ini memberikan bukti empiris

perbedaan hasil pengukuran langsung dan tidak langsung. Perbedaan hasil

pengukuran mendukung penelitian atau pendapat (misalnya, Churchill et al., 1993)

yang menyatakan bahwa perkalian variabel (misalnya A x B) dapat mengukur

variabel yang berbeda dengan variabel aktual yang ingin diukur.

Penelitian ini juga memberikan kontribusi terhadap bidang praktis sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi praktisi untuk menggunakan TPB atau

TT untuk memahami hubungan sikap, niat, norma subyektif, kontrol kerilakuan yang

dirasakan dan perilaku lampau untuk memahami niat atau perilaku. Konstruk-

konstruk yang teruji dapat digunakan dengan lebih yakin oleh para praktisi dalam

memahami suatu fenomena (Garver & Mentzer, 1999; Petty & Cacioppo, 1996;

Brinberg & Hirschman, 1986; Lynch, 1982).

2. Penelitian ini juga mengidentifikasikan keyakinan-keyakinan konsumen yang penting

(salient modal beliefs) yang digunakan konsumen dalam memilih merek, khususnya

merek Ponds. Keyakinan-keyakinan tersebut merupakan keyakinan-keyakinan yang


12

paling dipikirkan (top-of-the-head) oleh konsumen (Tuck, 1976). Keyakinan-

keyakinan ini berguna bagi pemasar untuk meningkatkan dan memperbaiki program-

program pemasaran mereka. Terlebih lagi, berdasarkan pemahaman akan keyakinan-

keyakinan konsumen tersebut, pemasar dapat menambahkan atribut-atribut baru yang

belum dipunyai oleh produk mereka.

3. Kontribusi praktis lainnya adalah pada pengembangan skala penelitian ini. Butir-butir

(items) pada kuesioner penelitian ini belum dikembangkan sebelumnya dalam budaya

Indonesia. Dengan menggunakan dua tahap penelitian (sesi 3.3.7), penelitian ini

mengembangkan butir-butir kuesioner yang akurat dan valid. Pengembangan

instrumen yang akurat dan valid dapat memberikan manfaat tidak hanya pada

pengembangan pemasaran sebagai ilmu tetapi juga pada peningkatkan kualitas

penelitian (Summers, 2001; Churchill, 1979). Tidak hanya itu, pengembangan

instrumen baru perlu dilakukan di berbagai negara atau budaya (misalnya, Indonesia)

untuk melihat apakah ada hubungan antar konstruk yang spesifik (culturally specific)

pada budaya tertentu (Steenkamp & Baumgartner, 1998).

4. Penelitian ini memberikan profil pengguna produk pelembab pemutih merek Ponds.

Tidak hanya itu, penelitian ini memberikan informasi mengenai sikap responden

terhadap pelembab pemutih Ponds, referensi (orang lain) yang mempengaruhi

pembelian Ponds, dan kontrol pribadi dalam pembelian Ponds.

Tidak hanya kontribusi pada teori dan praktis, penelitian ini juga diharapkan

memberikan kontribusi bagi konsumen itu sendiri dan bagi bangsa Indonesia. Kontribusi

penelitian ini bagi konsumen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kontribusi bagi

konsumen secara tidak langsung dan langsung. Kontribusi secara tidak langsung adalah
13

melalui produsen / praktisi. Konsumen adalah titik sentral dalam pemasaran. Produk atau

jasa yang dihasilkan produsen bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

konsumen. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, pemahaman akan faktor-faktor yang

mempengaruhi konsumen terhadap niat pembelian (yaitu: sikap, norma subyektif,

kontrol, dan pengalaman lampau) pelembab pemutih Ponds maka produsen akan

berusaha meningkatkan manfaat produk yang dapat meningkatkan manfaat bagi

konsumen. Kontribusi penelitian ini bagi konsumen secara langsung adalah membantu

konsumen untuk menjadi konsumen yang lebih baik melalui pembelajaran bagaimana

orang berkonsumsi dan bagaimana memahami pemasar menjual produknya.

Penelitian ini juga memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia khususnya dalam

kaitannya dengan hubungan antara pemerintah, pemasar, peneliti pemasaran, dan

konsumen Indonesia. Edukasi dan pemberdayaan diri konsumen (Dharmmesta, 2003b)

baik yang dilakukan oleh peneliti pemasaran dan konsumen itu sendiri membantu

konsumen dalam mengambil keputusan pembelian yang dibuat dengan rencana yang

matang. Keputusan pembelian tersebut adalah untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

Kebutuhan konsumen tersebut ‘ditangkap’ pemasar dengan penciptaan produk atau jasa.

Penciptaan produk atau jasa tersebut kemudian diawasi oleh pemerintah agar produk dan

jasa yang tersedia tidak merugikan konsumen. Dengan demikian, perlindungan konsumen

melibatkan semua pihak, baik konsumen itu sendiri, pemasar, dan pemerintah.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini

bertujuan untuk:
14

1. Mengaplikasikan dan memperbandingkan teori-teori sikap, yaitu TPB dan TT, untuk

memahami hubungan niat dan perilaku memilih merek.

2. Mengembangkan skala penelitian mengenai sikap dan perilaku yang akurat dan valid

dengan mengaplikasikan metode ilmiah yang setepat-tepatnya (rigorous scientific

methods).

3. Mengaplikasikan pengukuran langsung dan tidak langsung dalam TPB dan TT, dan

membahas hasil kedua pengukuran tersebut.

4. Mengetahui keyakinan-keyakinan menonjol (salient modal beliefs) responden

terhadap produk pelembab pemutih Ponds.

1.5. Jastifikasi Penelitian

Ada lima alasan pentingnya penelitian ini sebagai berikut: (a) pilihan merek dan sikap

konsumen adalah topik-topik penting dalam pemasaran; (b) keterbatasan penelitian sikap

konsumen yang berkaitan dengan pilihan merek; (c) pentingnya validasi empiris terhadap

teori-teori sikap yang ada (yaitu, TPB dan TT) dalam berbagai lingkup perilaku dan

kultur budaya; (d) pentingnya menguji dan memperbandingkan teori-teori; dan (e)

besarnya pasar produk pelembab pemutih di Indonesia.

1.5.1. Pilihan Merek dan Sikap Konsumen Adalah Topik-Topik Penting Dalam

Pemasaran

Perilaku pilihan merek merupakan isu yang penting tidak hanya bagi peneliti

pemasaran tetapi juga bagi pemasar (Baltas, 1998; Dhar, 1992; Day, 1970). Dengan kata
15

lain, mengapa orang lebih memilih barang elektronik dengan merek X dibandingkan

merek Y adalah merupakan isu penting bagi peneliti dan pemasar.

Merek mempengaruhi pilihan seseorang (Kohli & Thakor, 1997). Lebih lanjut, pilihan

merek yang dilakukan oleh seseorang meliputi seleksi dari beragam alternatif,

mengkonsumsi merek pilihan tersebut, dan menolak merek-merek lainnya (Bettman et

al., 1998). Pilihan merek merupakan tema penting dalam bidang perilaku konsumen

(Assael, 1998; Bettman, Luce, & Payne, 1998), dan juga merupakan isu utama dalam

sektor ekonomi (Nicosia, 1978) dan dalam bidang pemasaran (Bearden, Ingram, & La

Forge, 2001; Heilman, Bowman, & Wright, 2000; Baltas, 1998), dan merupakan suatu

tujuan utama dalam pengembangan teori pemasaran (Farley & Kuehn, 1965).

Pilihan merek dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku atau pendekatan sikap.

Pendekatan sikap merupakan sentral dalam penelitian didasarkan pada empat alasan.

Pertama, sikap konsumen adalah salah satu faktor penting dalam pilihan merek (Arnould

et al., 2002; Bearden et al., 2001). Disadari atau tidak, pilihan merek seseorang

seringkali dipengaruhi oleh sikap orang tersebut terhadap merek. Lebih lanjut, walaupun

ada banyak faktor yang mempengaruhi pilihan merek seseorang, sikap orang tersebut

dapat menyederhanakan proses pengambilan keputusan (Kardes, 1999) yang

menentukan hasil akhir, yaitu pilihan merek (Berkman & Gilson, 1986).

Selanjutnya, usaha untuk memprediksi perilaku konsumen dari sikap konsumen

didasarkan pada karakteristik sikap yang cenderung konsisten (Eiser & Van Der Plight,

1988; Ajzen & Fishbein, 1977; Crespi, 1965). Ketiga, teori-teori sikap seperti TPB dan

TT merupakan teori yang menggunakan konstruk-kontruk spesifik, misalnya sikap,

norma subjektif dan niat, untuk memprediksi perilaku seseorang (Bagozzi, 1992).
16

Penggunaan konstruk-konstruk spesifik dalam teori menunjukkan sifat parsimoni dalam

teori tersebut. Sifat parsimoni ini dapat dipahami dalam konteks efisiensi (Neuman, 2000;

Doyle, 1995; Wheten, 1989). Ajzen dan Fishbein (1980) menunjukan bahwa model

perilaku konsumen yang memfokuskan pada beragam variabel eksternal (misalnya,

karakteristik demografi) daripada variabel-variabel internal konsumen mengalami

kesulitan dalam menjelaskan beragam topik perilaku. Dengan kata lain, dibutuhkan

variabel-variabel yang berbeda untuk menjelaskan perilaku yang berbeda seperti

menurunkan berat badan atau perilaku memilih merek. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa model atau teori yang berusaha untuk mengunakan keseluruhan

konstruk-konstruk dan proses psikologi biasanya kurang dalam hal parsimoni (Doyle,

1995; Hauser, 1986; Ajzen & Fishbein, 1980; Bettman, 1971).

Terakhir, usaha untuk mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen merupakan tujuan

utama baik bagi peneliti pemasaran dan pemasar. Banyak perusahan menginvestasikan

uangnya untuk berusaha merubah konsumen dalam berpikir, merasakan dan bertindak

atas produk-produknya (Boninger, Krosnick, & Berent, 1995; Engel, et al., 1995). Dari

keempat alasan diatas, dapat dikatakan bahwa pemahaman akan sikap merupakan kunci

utama untuk memahami perilaku konsumen.

1.5.2. Keterbatasan Penelitian Yang Menggunakan Teori Sikap untuk Memahami

Pilihan Merek

Walaupun pilihan merek merupakan salah satu tema penelitian pemasaran yang sering

dilakukan, namun hanya sedikit penelitian yang menggunakan variabel sikap sebagai

variabel utama (misalnya, penelitian Mathur, 1998; penelitian Wilson, Mathews dan
17

Harvey, 1975). Dalam kaitannya dengan teori sikap (yaitu, TRA, TPB, dan TT),

penelitian hubungan sikap dan perilaku lebih banyak dilakukan dalam bidang psikologi

sosial sebagaimana telah disampaikan pada Tabel 1.2 dan 1.3 di depan. Dengan

demikian, penelitian mengenai memilih merek dengan menggunakan teori sikap (yaitu,

TPB dan TT) akan berimplikasi pada teori, yaitu (1) membantu memahami fenomena

tersebut secara lebih lengkap, dan (2) mendukung daya prediksi kedua teori dalam

menjelaskan niat dan perilaku memilih merek.

1.5.3. Pentingnya Validasi Empiris Terhadap Teori-Teori Sikap yang Eksis (yaitu,

TPB dan TT) Dalam Berbagai Lingkup Perilaku dan Kultur Budaya

Penelitian ini berusaha memperluas aplikasi TPB dan TT dalam konteks memilih

merek (lingkup perilaku) dalam budaya Indonesia (budaya yang berbeda) sebagaimana

yang disarankan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) dan Triandis, Malpass, dan Davidson

(1972, dikutip oleh Craig & Douglas, 2000). Tepatnya, penelitian ini akan dilakukan di

Yogyakarta.

Validasi empiris terhadap perilaku dan budaya yang beragam perlu dilakukan. Alasan

utama adalah Indonesia mempunyai budaya yang berbeda dengan Amerika Serikat

dimana banyak teori-teori sikap atau teori-teori perilaku konsumen diciptakan dan

dikembangkan (Craig & Douglas, 2000; Lee & Green, 1991; Tuck, 1976; Van Raaij,

1978). Dengan kata lain, perilaku konsumen di negara maju dapat saja berbeda dengan

perilaku konsumen pada negara berkembang (Usunier, 2000; Raju, 1995). Dalam

kaitannya dengan teori-teori sikap (misalnya, TRA, TPB, dan TT), validasi empiris pada

budaya yang berbeda perlu dilakukan karena budaya mempengaruhi keyakinan seseorang
18

dan norma-norma yang dianutnya (Malhotra & McCort 2001; Sojka & Tansuhaj 1995;

Czinkota, Ronkainen, & Moffett, 1994).

Perbedaan utama antara bangsa Indonesia dan Amerika adalah pada pandangannya

terhadap nilai-nilai (Sarwono, 1998). Bangsa Amerika umumnya memiliki nilai-nilai

kebebasan dan fokus pada diri sendiri (individual). Sebaliknya, bangsa Indonesia

cenderung untuk memilihara harmoni dan keseimbangan. Nilai-nilai ini dapat membuat

bangsa Indonesia dan Amerika berbeda dalam pola konsumsinya dan berbeda dalam

pengaruh prediktor berkonsumsi. Contohnya, konsumen Indonesia cenderung lambat dan

menjaga harmoni dalam berkonsumsi (Sarwono, 1998; Hadipranata & Koswara, 1981)

sedangkan konsumen Amerika lebih bebas berekspresi mengkonsumsi apapun yang

mereka inginkan (Sarwono, 1998).

Dari pembahasan di atas, validasi empiris teori-teori yang eksis perlu dilakukan di

negara berkembang dengan melakukan replikasi penelitian dan kemudian

mempertimbangkan hasil penelitian yang berbeda sebagai hasil adanya perbedaan budaya

(Bottomley & Holden, 2001; Durvasula et al., 1993; Lee & Green, 1990; Manrai &

Manrai, 1996; van Raaij, 1978). Lebih lanjut, Brown & Caulder (1982) menunjukan

bahwa validasi empiris teori-teori yang eksis pada lingkup perilaku yang berbeda atau

setting yang beragam dapat mendukung teori-teori tersebut menjadi semakin beralasan

(well-grounded).

1.5.4. Pentingnya Menguji Teori dan Memperbandingkan Teori-Teori Sikap

Penelitian ini merupakan penelitian untuk menguji teori atau yang dikenal juga

sebagai penelitian ‘aplikasi teori’ (Calder et al., 1981) atau ‘penelitian dasar’ atau
19

‘penelitian yang diarahkan ke teori’ (Petty & Cacioppo, 1996). Fokus penelitian ini

adalah menguji dua teori, yaitu TPB dan TT, serta memperbandingkan kedua teori

tersebut dalam konteks memilih merek.

Ada empat alasan pentingnya pengujian teori. Pertama, pengujian teori menitik-

beratkan pada hubungan antar konstruk, misalnya kontruk sikap, norma subyektif, dan

niat. Konstruk-konstruk terpilih tersebut dapat memberikan implikasi untuk menjelaskan

beragam perilaku (Lynch, 1982; Bentler & Speckart, 1979; Goode & Hatt, 1952). Lebih

lanjut, Lynch (1982) juga menunjukkan bahwa penelitian konstruk pilihan atau aplikasi

teori dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya, yaitu penelitian ‘aplikasi akibat’

(effects application).

Alasan kedua adalah pengujian teori sebagai ‘science-type work’ (Olson, 1982).

Dengan kata lain, untuk memahami bidang perilaku konsumen, bekerja dengan

membangun, menguji, serta memodifikasi teori merupakan syarat untuk mencapai

pemahaman tersebut. Lebih lanjut, pengujian teori dalam beragam keadaan

(circumstances) diperlukan untuk proses konfirmasi (Hunt, 1991) dan agar teori menjadi

semakin grounded (Brown & Gaulden, 1982).

Alasan ketiga adalah pengujian teori merupakan evolusi yang tidak pernah berhenti

(Bagozzi,1992). Teori-teori yang lulus falsifikasi atau yang dimodifikasi dapat dikatakan

sebagai teori-teori yang dapat menjelaskan fenomena dengan parsimoni, terintegrasi,

kredibel, dapat dipercaya, dan memperoleh status ilmiah (Bagozzi, 1992; Schemlkin &

Pedhazur, 1991; Zaltman et al., 1982; Calder et al., 1981). Selanjutnya, pengujian teori

yang dilakukan pada beragam perilaku dan populasi dapat menggeneralisasi teori tersebut

(Fredricks & Dossett, 1982).


20

Akhirnya, pengujian teori membantu para praktisi karena teori yang teruji dan dapat

digunakan untuk membantu memahami suatu fenomena dengan yakin (Garver &

Mentzer, 1999; Petty & Cacioppo, 1996; Brinberg & Hirschman, 1986) sebagaimana

yang disampaikan Lewin (1946, dalam Zuber-Skerritt 1991) “there is no so practical as

a good theory.”

Ada empat alasan pentingnya memperbandingkan kedua teori tersebut. Pertama, setiap

teori adalah bermanfaat dalam memberikan pemahaman akan fenomena, akan tetapi,

masing-masing teori hanya mampu menjelaskan sebagian fenomena saja (Barker,

Nancorrow, & Spackman, 2001; Halonen & Stantrock, 1999). Alasan kedua, tiap teori

menggunakan variabel-variabel tertentu untuk menjelaskan fenomena (Schelmelkin &

Pedhazur, 1991; Goode & Hatt, 1952). Lebih lanjut, pengujian teori terbaik adalah jika

dilakukan komparasi antara dua atau lebih teori (Platt, 1964 dikutip oleh Petty &

Cacioppo, 1996) karena akan dihasilkan teori mana yang lebih baik untuk memahami

suatu fenomena (Bagozzi & Baumgartner, 1994).

Alasan ketiga adalah teori-teori eksis saat ini tidaklah tetap sepanjang waktu. Akan

tetapi, teori-teori tersebut akan semakin berkembang misalnya melalui modifikasi atau

perbaikan-perbaikan dalam teori tersebut jika banyak penelitian empiris yang

mendukungnya (Neuman, 2000; Bagozzi, 1992). Terakhir, berpikir komparasi adalah

merupakan suatu pemikiran ilmiah sebagaimana disampaikan oleh Swanson (1971,

dikutip oleh Ragin, 1987, h.1):

Thinking without comparison is unthinkable. And, in the absence of comparison,

so is all scientific thought and scientifc research.


21

Beberapa penelitian yang melakukan perbandingan teori-teori, misalnya, penelitian

Leone et al. (1999), penelitian Bagozzi dan Kimmel (1995), dan penelitian Bagozzi dan

Warshaw (1990). Penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990)

memperbandingkan TPB dan TT serta theory of self-regulation (selanjutnya disebut TSR)

untuk memahami perilaku menurunkan badan. Penelitian yang lain, yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Bagozzi dan Kimmel (1995), memperbandingkan TRA, TPB, TT, dan

TSR untuk memahami perilaku diet dan berolah-raga.

Hanya sedikit penelitian yang memperbandingkan TPB dan TT (misalnya, Bagozzi &

Kimmel, 1995; Bagozzi & Warshaw, 1990). Terlebih lagi, kedua penelitian tersebut baru

diaplikasikan pada konteks perilaku diet dan berolah-raga. Menurut pemahaman penulis

hingga saat ini, belum ada penelitian yang menggunakan dan memperbandingkan TPB

dan TT dalam konteks memilih merek. Dengan demikian, ada kebutuhan untuk menguji

dan memperbandingkan kedua teori tersebut dalam konteks memilih merek.

1.5.5. Besarnya Pasar Kosmetik dan Produk Pelembab Pemutih di Indonesia

Industri kosmetika di Indonesia terus berkembang dan tumbuh dengan mengesankan.

Menurut data Cosmetic Industry Statistic (Cakram, 1996) menunjukan bahwa rata-rata

pertumbuhan per tahun adalah sekitar 16-17 persen yang berarti selalu lebih tinggi dari

laju pendapatan per kapita nasional Indonesia. Hingga tahun 1996, ada sekitar 500

pemain dalam bisnis kosmetika di Indonesia. Peningkatan kesadaran wanita akan

pentingnya perawatan diri mendorong pertumbuhan industri kosmetika (Christiastuti,

1997; Palupi, 1997). Sebagai contoh, Mustika Ratu terus mengembangkan berbagai

pabrik-pabriknya baik yang ada di dalam negeri dan di luar negeri (Chriatiastuti, 1997)
22

dan berbagai merek-merek asing banyak dijumpai di berbagai toko-toko di Indonesia

(Palupi, 1997).

Khususnya mengenai produk pemutih, berbagai penelitian menunjukan bahwa 55%

dari 85% wanita Indonesia yang berkulit gelap ingin agar kulitnya menjadi lebih putih.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa 70%-80% perempuan di Asia (yaitu: Cina,

Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin mempunyai kulit yang lebih putih. Sebagai

contoh, besarnya keinginan untuk mempunyai kulit putih bagi perempuan di Thailand

juga dapat dilihat dari penjualan pelembab pemutih untuk muka lebih besar dari

penjualan pelembab dasar (tidak menggunakan bahan pemutih).

Besarnya harapan perempuan Asia, khususnya Indonesia, akan kulit yang putih

disebabkan oleh pengaruh globalisasi yang membawa dampak homogenisasi dan

westernisasi (Subagyo, 2002). Globalisasi adalah fenomena yang tidak dapat dihindari

dan diingkari. Akibat globalisasi, terjadi perubahan dalam pemahaman konsep cantik

bagi banyak negara. Sebagai contoh, pada waktu lalu, perempuan cantik menurut versi

orang Afrika adalah perempuan yang tubuhnya besar yang menandakan kesuburan. Akan

tetapi, saat ini perempuan cantik menurut versi Afrika adalah perempuan yang langsing

cenderung kurus (Kompas, 2002).

Perempuan cantik menurut versi orang Kenya (Gatra, 2002) dan India (Kotabe &

Helsen, 2001) saat ini adalah perempuan yang memiliki kulit putih. Hal yang sama juga

terjadi di Indonesia, kulit yang cantik tidak lagi kulit yang kuning langsat yang dahulu

sering diiklankan oleh produsen kosmetika nasional. Saat ini, kulit yang cantik bagi

perempuan Indonesia adalah kulit yang putih (Iswara, 2002; Kompas, 2002). Akibatnya,

industri kosmetika Indonesia (seperti Sari Ayu, Viva, Biokos, Citra, dan sebaginya) ikut-
23

ikutan memproduksi krim pemutih dengan membungkusnya sebagai ramuan tradisional

(Iswara, 2002).

Pada suatu laporannya, Kompas (2001a) menyajikan suatu artikel mengenai penelitian

produk kosmetik pemutih wajah di Asia sebagai berikut:

• Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan kosmetik asal Prancis, L’Oreal, di Jakarta,

Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan pada tahun 1997 menunjukkan bahwa

85% perempuan Indonesia diperkirakan mempunyai kulit yang cenderung gelap

dimana 55% persennya ingin mempunyai kulit yang lebih putih.

• Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan kosmetik Procter & Gamble (tahun tidak

disebutkan) menunjukkan bahwa 70%-80% perempuan di Asia (yaitu: Cina,

Thailand, Taiwan, dan Indonesia) ingin mempunyai kulit yang lebih putih.

• Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Miho Saitoh dari Universitas Waseda – Jepang

(tahun tidak disebutkan) yang menggunakan responden mahasiswi Universitas

Indonesia juga menunjukkan bahwa kebanyakan responden ingin memiliki kulit yang

lebih putih.

Beberapa alasan mengapa perempuan Asia dan khususnya Indonesia ingin mempunyai

kulit putih dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, kulit putih identik dengan kulit

orang yang berkelas. Lebih lanjut, kulit putih dianggap lebih baik dari kulit yang gelap.

Ketiga, adanya pandangan bahwa kulit yang cantik adalah kulit yang putih. Pandangan-

pandangan tersebut semakin dipertegas dengan digunakannya para model dalam iklan-

iklan kecantikan dimana model tersebut umumnya adalah perempuan yang berkulit putih

Kulit putih telah menjadi citra kecantikan yang disebarkan oleh industri kosmetik. Lebih

lanjut, industri kosmetik nasional sering menggunakan citra perempuan Kaukasia, yaitu
24

perempuan yang berkulit putih, berhidung mancung, dan bertubuh tinggi (Gatra, 2002;

Iswara, 2002; Kompas, 2002; Kompas, 2001b).

Ada berbagai produk pemutih yang beredar di Indonesia, yaitu produk pembersih

muka, pelembab muka, dan pelembab badan. Dari ketiga jenis produk pemutih itu,

pelembab muka merupakan yang paling banyak dibeli konsumen. Misalnya saja, 46%

dari produk pemutih yang dijual L’Oreal dikontribusikan dari pelembab pemutih muka.

Tidak hanya itu penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Retail Audit (tahun tidak

disebutkan) di Thailand menunjukan bahwa penjualan pelembab pemutih untuk muka

lebih besar dari penjualan pelembab dasar (tidak menggunakan bahan pemutih). Studi

eksplorasi yang dilakukan peneliti pada tanggal dua hingga empat Mei 2002

menunjukkan beragam merek pelembab muka yang beredar di Yogyakarta, misalnya:

Ponds, Sari Ayu, Oil of Olay, Plenitude White Perfect, Extraderm Lite, Tull Jye, Biokos,

Revlon, Nivea, Avon, Chun Mien , Pixy, Hidroquenon, Citra, dan Hazeline White &

Natural.

1.6. Alur Penulisan

Penulisan disertasi ini terbagi atas lima bab (Gambar 1.1). Bab pertama

memperlihatkan latar belakang penelitian, masalah penelitian, jastifikasi penelitian,

metodologi yang digunakan dan keterbatasan penelitian. Kemudian, tinjauan literatur

mengenai merek dan sikap pada bab dua merupakan landasan dalam mengembangan

hipotesa penelitian. Bab tiga membahas mengenai paradigma penelitian dan desain

penelitian. Kemudian, bab empat memaparkan hasil analisis data. Akhirnya, bab lima

membahas kesimpulan penelitian dan implikasi penelitian baik bagi teori maupun praktis.
25

Gambar 1.1 Garis Besar Penulisan Disertasi

P e n d a h u lu a n
(B a b 1 )

T in ja u a n P u s ta k a M e to d o lo g i P e n e litia n
(B a b 2 ) (B a b 3 )

A n a lis is D a ta S im p u la n d a n S a ra n
(B a b 4 ) (B a b 5 )

Catatan: --- berarti materi bab 2 adalah dasar bagi pengembangan kontribusi pada bab 5

Sumber: dibangun untuk penelitian ini.

1.7. Simpulan

Bab ini menjelaskan secara ringkas isi dari disertasi ini. Alur pembahasan

digambarkan dalam gambar 1.1. Jastifikasi penelitian serta keterbatasan penelitian juga

dipaparkan dalam bab ini. Bab selanjutnya, bab dua, akan membahas tinjauan pustaka

yang berkenaan dengan merek dan sikap.


26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Bab satu telah menjelaskan masalah penelitian yaitu bagaimana TPB dan TT dapat

diaplikasikan untuk memahami fenomena memilih satu merek, dan teori mana yang lebih

mampu memprediksi fenomena tersebut. Bab dua bertujuan untuk mengembangkan

fondasi teoritis dan hipotesis penelitian untuk menjawab masalah penelitian.

Bab ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: merek (2.2), perilaku (2.3), dan

budaya Indonesia (2.4) sebagaimana tergambar pada Gambar 2.1. Dalam bagian merek

dibahas mengenai terminologi merek (2.2.1), kekuatan merek (2.2.2), dan pilihan merek

(2.2.3). Kemudian, pada bagian perilaku, dijelaskan mengenai pendekatan sikap untuk

memahami perilaku (2.3.1) dan teori-teori sikap, khususnya theory of planned behavior

(2.3.2) dan theory of trying (2.3.3). Lalu, pentingnya pemahaman akan budaya (2.4)

disampaikan. Pada pembahasan ini meliputi penelitian lintas budaya (2.4.1) serta budaya

Indonesia dan jastifikasi penggunaan responden di Yogyakarta (2.4.2).

Gambar 2.1 Alur Pembahasan Bab 2

2.1. Pendahuluan

2.2. Terminologi merek 2.3. Perilaku 2.4. Budaya


2.2.1. Kekuatan merek dalam 2.3.1. Sikap 2.4.1. Penelitian Lintas Budaya
pemasaran & perilaku 2.3.2. Theory of Planned 2.4.2. Budaya Indonesia dan Jasti-
konsumen Behavior fikasi Penggunaan Respon-
2.2.2. Pilihan merek 2.3.3. Theory of Trying den di Yogyakarta

2.5. Simpulan
27

2.2 Terminologi Merek

Suatu merek didefinisikan sebagai nama, tanda, terminologi, simbol, desain, atau

kombinasinya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari satu

penjual dengan penjual lainnya dan mampu membedakan barang atau jasa tersebut dari

kompetitor (Kotler, 2003). Lebih lanjut, merek adalah juga merupakan janji kepada

konsumen atas nilai tambah barang atau jasa tersebut (Doyle, 2000).

Merek yang sukses adalah merek yang mampu membuat perbedaan (Clow & Baack,

2002; Doyle, 2000). Artinya, pada saat banyak merek-merek yang tidak terlalu berbeda

satu dengan yang lainnya, merek yang sukses adalah merek yang mampu membuat

perbedaan yang menonjol (salient) bagi pembelinya. Lebih lanjut, suatu merek adalah

menonjol jika pembeli menyadari adanya merek tersebut, lalu mempertimbangkan merek

tersebut, dan kemudian membeli serta merekomendasikan merek tersebut pada orang lain

(Clow & Baack, 2002).

Merek dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu: merek atribut, merek yang menjadi

aspirasi, dan merek pengalaman (Doyle, 2000). Merek atribut (attribute brands) adalah

merek yang memiliki citra yang mampu memberikan keyakinan kepada pembelinya akan

atribut-atribut yang dimiliki produk tersebut. Misalnya, Volvo dipercaya sebagai mobil

yang aman dan dibuat dengan kualitas yang tinggi.

Lalu, merek tipe kedua adalah merek aspirasi (aspirational brands), yaitu merek yang

memberikan citra bagi pembeli merek tersebut. Citra ini biasanya dikaitkan dengan gaya

hidup, status, dan penghargaan diri. Sebagai contoh, merek jam tangan Rolex

memberikan citra profesional dan status diri. Kemudian, merek tipe ketiga adalah merek

pengalaman (experience brands). Merek ini diasosiakan dengan emosi yang melebihi dari
28

sekedar aspirasi. Merek pengalaman mampu mengekspresikan individualitas, personal,

dan ide-ide dalam hidup. Salah satu contoh merek pengalaman adalah Nike yang mampu

mengekspresikan ‘just do it’. Akan tetapi, lebih dari merek pengalaman, Kotler (2003)

menunjukkan bahwa merek yang terkuat adalah merek yang dibungkus secara emosional.

Merek tipe ini dikenal dengan merek emosional (emotional branding), yaitu merek yang

terhubung dengan konsumennya pada level yang mendalam dan adanya sentuhan emosi.

2.2.1. Kekuatan Merek dalam Pemasaran dan Perilaku Konsumen

Merek memainkan peranan penting dalam pemasaran karena merek merupakan salah

satu alat utama yang dapat digunakan pemasar untuk membedakan satu produk dengan

produk lainnya (Kotler, 2002). Merek merupakan salah satu topik penelitian penting bagi

peneliti maupun pemasar (misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Del Rio et al., 2001;

Law & Lamb, 2000; Heath, 1999; Fournier, 1998; Keller, 1993; Urde, 1994). Bagi

praktisi pemasaran, khususnya manajer pemasaran, merek adalah aset bisnis yang

berharga yang dapat digunakan sebagai inti dari strategi perusahaan (Del Rio et al., 2001;

Calderon, Cervera, & Molla, 1997; Urde, 1994).

Merek juga merupakan faktor utama dalam kesuksesan suatu perusahaan dalam

persaingan yang kompetitif (Wood, 2000; Urde, 1994). Tambahan lagi, citra perusahaan

dapat dibangun dari merek-merek karena merek mencerminkan kualitas dan besarnya

perusahaan (Kotler, 2002). Bagi peneliti, hubungan antara merek dan konsumen

mendorong niat peneliti untuk memahami mengapa, kapan, dan bagaimana konsumen

membeli merek (Fournier, 1998; Webster, 1992). Terlebih lagi, topik mengenai merek

seperti loyalitas merek (misalnya, Ewing, 2000; Ha, 1998; Rundle-Thiele & Bennett,
29

2001), sikap terhadap merek (misalnya, Aaker & Jacobson, 2001; Fairclothet al., 2001;

Woodside et al., 1975), ekuitas merek (misalnya, Lassar, Mittal, & Sharma, 1995; Pitta &

Katsanis, 1995; Keller, 1993; Aaker, 1991) dan citra merek (misalnya, Faircloth et al.,

2001) merupakan topik-topik penting dalam bidang pemasaran dan perilaku konsumen.

Kekuatan merek bagi pemasar dapat digambarkan dalam beberapa cara. Pertama,

suatu merek adalah sumber perbedaan yang dapat mengidentifikasikan produk atau jasa

dari produsen yang satu dengan produsen lainnya (Kotler, 2002; Kohli & Thakor, 1997;

Lamb, Hair, & McDaniel, 1992), dan membantu pembeli untuk merekomendasikan

kepada orang lain atau bahkan menolak merek tersebut (Murphy, 1990). Tambahan lagi,

merek melindungi produsen dari kompetitor-kompetitornya yang berusaha untuk mebuat

produk yang identik (Kotler, 2002).

Kedua, merek adalah sesuatu yang dapat diiklankan dan dapat dikenali pada saat suatu

produk dipajang di dalam toko (Lamb et al., 1992). Lebih lanjut, suatu merek yang

terkenal dapat menciptakan citra yang kuat dan baik dalam pikiran konsumen (Shocker,

Srivasta, & Ruekert, 1994; Keller, 1993) dan citra tersebut merupakan isyarat yang lebih

kuat dibandingkan dengan harga pada saat konsumen mengevaluasi kualitas produk

(Temporal, 2000).

Ketiga, merek-merek yang terkenal mempunyai keuntungan emosional (Mudambi,

2000; Temporal 2000). Dengan kata lain, seorang pembeli akan membeli merek yang

familiar atau merek yang terkenal karena dapat mengurangi resiko dan ketidak-pastian

yang akan diterimanya. Merek juga akan meningkatkan kepuasan pelanggan, loyalitas

pelanggan, dan dengan demikian akan memberikan kepastian pada produsen akan
30

permintaan-permintaan produknya pada masa yang akan datang (Mudambi, 2000; De

Chernatony & McDonald, 1992; Murphy, 1990).

Akhirnya, merek juga meningkatkan nilai tambah pada produk atau jasa (De

Chernatony & McDonald, 1992). Dengan demikian, produsen dapat meraih tingkat

keuntungan yang lebih karena mereka menetapkan harga yang lebih tinggi dan karena

konsumen menghargai merek tersebut. Akhirnya, merek adalah aset bisnis yang penting

(Calderon et al., 1997; Kohli & Thakor, 1997; Pitta & Katsanis, 1995; Davis, 1995) yang

dapat meningkatkan neraca perusahaan (Farquhar et al., 1991) sehingga dapat

meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan posisi kompetisi perusahaan (Del Rio et

al., 2001; Mudambi, 2000; Urde, 1994).

Merek juga memberikan keuntungan bagi pembeli. Keuntungan pertama, suatu merek

memberikan tanda atau sinyal mengenai kualitas produk atau jasa (Kotler, 2002). Lebih

lanjut, merek dapat meningkatkan efisiensi dan keyakinan pembeli dalam keputusan-

keputusan pembelian saat pembeli dihadapkan oleh beragamnya pilihan merek yang

tersedia. Dengan kata lain, pembeli memilih produk atau jasa dengan merek yang lebih

dikenalnya daripada mencoba merek baru (Kotler, 2002; Mudambi, 2000; Murphy, 1990;

Temporal, 2000).

Keuntungan kedua, merek dapat memungkinkan pembeli yang puas untuk melakukan

pembelian ulang (De Chernatony & McDonald, 1992). Tidak hanya itu, merek membantu

tingkat inovasi perusahaan, yaitu dengan membuat berbagai produk dengan berbagai

merek, sehingga pembeli mempunyai banyak pilihan dan membeli sesuai dengan

kebutuhan mereka (Kotler, 2002).


31

2.2.2. Pilihan Merek

Salah satu hal nyata yang dihadapi oleh konsumen setiap harinya adalah membuat

pilihan dari beragam produk, jasa, dan merek yang ada (Luoviere et al., 2000; Sheppard

et al., 1988; Tuck, 1976). Dalam kaitannya dengan merek, proses memilih dari beragam

merek yang dilanjutkan dengan mempertimbangkan beberapa merek dan lalu memilih

satu merek adalah isu sentral dalam perilaku konsumen (Assael, 1998). Lebih lanjut,

pilihan merek juga mempengaruhi sektor ekonomi secara keseluruhan sebagaimana

ditunjukkan oleh Nicosia (1978, h.12):

Choices-and changes in these choices- of toothpaste brands, car makes, types of


houses, forms of protection, and kinds of entertainment have an impact that
spreads from the social miliea of consumers through retailers, middleman, and
manufacturers, up to industrial an extrative sectors of the economy.

Pilihan merek yang dilakukan konsumen dapat didefinisikan sebagai suatu merek

tertentu yang dipilih dari beragam alternatif, dibeli, dan dikonsumsi oleh konsumen

(Olson & Reynolds, 2001). Pilihan merek juga dapat didefinisikan sebagai respon

konsumen untuk memilih merek tertentu dan menolak merek yang lain (Bettman et al.,

1998; Louviere et al., 2000). Para pemasar selalu berusaha untuk mengetahui merek-

merek apa yang dipilih konsumen. Dengan kata lain, kegiatan pemasaran yang dibuat

oleh pemasar berusaha menarik perhatian konsumen agar produk-produk pemasar dipilih

oleh konsumen (Bettman et al., 1998).

Beragam penelitian telah dilakukan untuk memahami pilihan merek. Penelitian merek

umumnya menekankan pada variabel-variabel eksternal seperti harga (Krishnamurti et

al., 1997; Roy et al., 1996; Raj & Sivakumar, 1995; Bucklin & Gupta, 1992),

karakteristik demografik (Murthi & Srinivasan, 1999; John & Laksmi-Rata, 1999),
32

kualitas produk (Sivakumar & Raj, 1997), iklan (Tellis, 1988), referensi kelompok

(Hadipranata & Koswara, 1981), keluarga (Hadipranata & Koswara, 1982), dan waktu

(Dhar & Nowlis, 1999; Pieters & Warlop, 1999).

Nicosia (1978) menunjukkan bahwa salah satu alasan penelitian pilihan merek

umumnya menggunakan variabel-variabel eksternal adalah karena variabel-variabel

tersebut lebih mudah diukur dibandingkan dengan variabel-variabel mental. Di lain

pihak, sedikit penelitian yang menggunakan variabel-variabel mental konsumen untuk

memahami pilihan merek. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel mental karena

perilaku manusia adalah hasil dari proses mental (Ellis & Hunt, 1993). Penjelasan

selanjutnya mengenai perilaku dibahas pada sub bab berikut ini .

2.3. Perilaku

Perilaku didefinisikan sebagai: (1) segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dan

(2) perubahan dalam materi atau non materi yang disebabkan langsung oleh manusia

(Bagozzi, 1980; Fishbein & Ajzen, 1975). Perilaku juga merupakan hasil dari proses

mental. Sikap dan niat adalah contoh dari variabel-variabel mental yang mempengaruhi

perilaku (Ellis & Hunt, 1993).

Munurut Bagozzi (1980), perilaku dapat dibedakan menjadi tindakan, kegiatan, dan

hubungan. Tindakan adalah pergerakan fisik dalam waktu yang pendek. Kegiatan

didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang berulang kali dalam waktu yang relatif

panjang. Sedangkan hubungan didefinisikan sebagi pertukaran antara memberi dan

menerima.
33

Perilaku manusia adalah perilaku yang kompleks (Hauser, 1986). Dalam memahami

perilaku manusia, ada dua pendekatan yang dapat digunakan: (1) pendekatan yang fokus

pada variabel-variabel eksternal, dan (2) pendekatan yang memfokuskan pada variabel-

variabel internal dalam mempengaruhi perilaku (Pratt, 1978). Pendekatan yang pertama,

adalah pendekatan yang fokus pada variabel eksternal disebut pendekatan perilaku atau

disebut juga pendekatan stimulus – respon (selanjutnya disebut S-R).

Di lain pihak, pendekatan yang kedua adalah pendekatan yang fokus pada variabel

mental disebut sebagai pendekatan sikap atau disebut juga pendekatan stimulus –

organism – respon (selanjutnya disebut S-O-R) seperti pada Gambar 2.2. Dalam

kaitannya dengan perilaku konsumen, perilaku beli konsumen dimulai dari kesadaran

akan suatu kebutuhan, yaitu melalui proses pencarian dan evaluasi alat pemuas

kebutuhan, serta tindakan pembelian itu sendiri dan evaluasi atas barang/jasa yang

dibelinya tersebut. Dengan kata lain, perilaku konsumen meliputi pikiran, perasaan, dan

tindakan konsumen (Dharmmesta, 2003b).

Gambar 2.2 Pendekatan S-O-R untuk Memahami Perilaku Manusia

variabel -
variabel mental
* sikap
* motif
stimulus * keyakinan perilaku
* emosi
* dll
Sumber: Pratt (1978, h.107)

Perbedaan mendasar antara dua pendekatan tersebut adalah adanya variabel-variabel

mental dalam pendekatan S-O-R yang dipertimbangkan sebagai variabel-variabel yang


34

dapat mempengaruhi perilaku manusia. Dengan kata lain, jika suatu stimulus diberikan

sama kepada dua orang (misalnya potongan harga) tetapi perilaku kedua orang tersebut

dapat saja berbeda. Mungkin kedua-duanya membeli atau kedua-duanya tidak membeli

atau hanya salah satu yang membeli (Pratt, 1978).

Variabel-variabel mental yang tercakup dalam teori sikap menjadi sentral penelitian

ini. Teori-teori sikap (misalnya, theory of reasoned action, theory of planned behavior,

dan theory of trying) adalah teori-teori reduksi yang menggunakan variabel-variabel yang

mampu merangkumkan variabel psikologis lainnya (Bagozzi, 1992). Bagozzi (1992) juga

menunjukkan bahwa variabel sikap, norma subyektif, dan niat merupakan contoh dari

variabel-variabel sentral dalam menjelaskan perilaku. Lebih lanjut, teori sikap adalah

teori deterministik (Hansen, 1976) yang memiliki sifat parsimoni (Bagozzi, 1992).

2.3.1. Sikap

Variabel sikap merupakan salah satu variabel utama dalam psikologi sosial. Lebih

lanjut, sikap memainkan peranan penting dalam banyak penelitian di bidang psikologi

sosial (Allport, 1967). Pemahaman akan hubungan sikap dan perilaku merupakan tema

yang krusial bagi peneliti dan praktisi pemasaran. Ada dua alasan utama pentingnya

pemahaman hubungan sikap dan perilaku bagi peneliti dan praktisi pemasaran. Pertama,

sadar atau tidak sadar, keputusan beli konsumen umumnya dipengaruhi oleh sikap

konsumen (Berkman & Gilson, 1986). Walaupun ada faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi keputusan beli tersebut, keputusan akhir tetap ditentukan oleh sikap

konsumen. Dengan kata lain, sikap dipertimbangkan sebagai salah satu variabel utama
35

dalam memprediksi pembelian karena karakteristik sikap yang cenderung konsisten

(Ajzen & Fishbein, 1977; Crespi, 1965).

Kedua, bagaimana mempengaruhi sikap konsumen adalah salah satu tugas terpenting

bagi pemasar dan peneliti pemasaran. Hal ini karena banyak perusahaan

menginvestasikan dananya untuk dapat mengubah atau mendorong konsumen untuk

berpikir, merasakan, dan bertindak sesuai dengan harapan pemasar (Engel et al., 1995).

Pemahaman akan hubungan sikap dan perilaku juga dapat membantu peneliti dan

pemasar untuk memprediksi dan mengubah sikap (Ajzen, 2001; Wright, 1998). Tidak

hanya itu, konstruk sikap akan terus menjadi fokus sentral teori dan penelitian dalam ilmu

sosial dan keperilakuan (Ajzen, 2001).

Pentingnya pemahaman hubungan sikap dan perilaku juga dapat diringkaskan sebagai

berikut:

• Sikap adalah suatu konsep penjelasan (an explanatory concept) yang dapat membantu

peneliti dan praktisi untuk memahami perilaku, baik perubahan perilaku atau perilaku

yang konsisten. Pemahaman akan perubahan dan perilaku konsumen memberikan

kontribusi bagi penelitian pemasaran (Crespi, 1965).

• Dalam konteks pemasaran, sikap sering digunakan untuk memprediksi pilihan

konsumen (Smith & Swinyard, 1983). Sedangkan dalam konsteks ilmu ekonomi,

sikap dapat mengukur utilitas produk (Vodopivec, 1992).

• Sikap mempengaruhi proses belajar konsumen yang akhirnya mempengaruhi

konsumen dalam mengambil keputusan (McCarthy, 1978). Secara khusus, sikap

memainkan peranan penting dalam membentuk preferensi konsumen dalam

memutuskan merek mana yang akan dibeli. Konsumen biasanya memilih merek yang
36

paling berkenan (Wells & Prensky, 1996; Engel et al., 1995; Berkman & Gilson,

1986; Zaltman & Wallendorf, 1979).

• Sikap juga merepresentasikan gaya hidup konsumen (Hawkins, Best, & Coney,

1994).

• Sikap konsumen dapat digunakan untuk memutuskan efektif atau tidaknya aktifitas

pemasaran dan pengembangan produk baru (Peter & Olson 1999; Burton,

Lichtenstein, & Netemeyer, 1998; Engel et al., 1995; Aaker, Batra, & Myers, 1992).

2.3.2. Theory of Planned Behavior

Pembahasan mengenai TPB dimulai dari pembahasan theory of reasoned action

(selanjutnya disebut TRA) karena dasar TPB adalah TRA (Ajzen, 1988). TRA yang

dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) merupakan salah satu teori sikap yang

sering diteliti dan diaplikasikan (Bagozzi, 1992). Lebih lanjut, TRA merupakan salah satu

teori yang dikenal sebagai teori fundamental dalam menjelaskan perilaku. Dari perspektif

teori, TRA adalah teori yang parsimoni yang mampu menjelaskan perilaku manusia yang

kompleks (Bagozzi, 1992).

Dari perspektif praktis, TRA telah diaplikasikan dalam beragam konteks seperti:

pembelian (Thogersen, 1998; Netemeyer & Bearden, 1992; Bagozzi, Baumgartner, & Yi,

1992b), konsumsi (Thompson & Thompson, 1996), loyalitas merek (Ha, 1998), strategi

pemasaran hotel (Buttle & Bok, 1996), penjualan (Candel & Pennings, 1999), perilaku

tidak etis (Chang, 1998), perilaku organisasi (Elliot, Jobber, & Sharp, 1995), lingkungan

(Bang, Ellinge, & Hardjimarcou, 2000; Dahab, Gentry, & Su, 1995), penggunaan

mariyuana dan obat-obat keras (Bentler & Speckart, 1979), niat untuk hidup di jalan
37

(Wright, 1998), berolah-raga (Bagozzi & Kimmel, 1995), dan pengurangan berat badan

(Bagozz & Kimmel, 1995; Saltzer, 1981).

Akan tetapi, walaupun TRA diakui dalam teori dan praktis, TRA juga mendapat kritik.

Kritik yang utama adalah TRA hanya dapat diaplikasikan untuk memahami perilaku yang

mudah dilakukan atau tidak ada hambatan dalam melakukan perilaku tersebut (Bagozzi,

1992; Ajzen, 1988). Dengan kata lain, TRA hanya membatasi perilaku dalam konteks

perilaku yang memerlukan sedikit sumber dan ketrampilan. Padahal, tidak sedikit

perilaku konsumen yang merupakan perilaku yang kompleks yang membutuhkan kontrol

keperilakuan atau kemampuan konsumen tersebut dalam berperilaku (Dharmmesta,

2003a).

Ajzen (1988), salah satu pengembang TRA, merevisi TRA menjadi TPB dengan

menambahkan variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan (perceived behavioral

control, selanjutnya disebut PBC). Ajzen mengakomodasi kritik-kritik terhadap TRA

utamanya yang berkaitan dengan bahwa TRA hanya tepat diaplikasikan pada perilaku

yang mudah atau dibawah kendali kemauan orang tersebut. Padahal, perilaku seseorang

dapat saja dihadapkan pada situasi yang tidak mudah untuk berperilaku, misalnya karena

kurang atau tidak ada sumber daya (misalnya, uang, waktu, ketrampilan, dll).

Penambahan PBC dalam TRA dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa niat dan

perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif seseorang. Akan tetapi,

juga dijelaskan oleh mudah atau tidaknya seseorang berperilaku. Dengan kata lain, jika

seseorang yakin bahwa dia tidak punya sumber daya (misalnya, uang) maka orang

tersebut kecil kemungkinannya mempunyai niat membeli suatu produk walaupun orang

tersebut mempunyai sikap positif untuk membeli produk tersebut. PBC merefleksikan
38

juga pengalaman lampau seseorang termasuk didalamnya rintangan dan halangan untuk

berperilaku (Ajzen, 1988, h.132). Lebih lanjut, PBC dapat mempengaruhi langsung

perilaku atau dapat juga mempengaruhi perilaku melalui niat (Ajzen, 1988). Gambar 2.3

memperlihatkan TRA dan ditambahkannya satu variabel PBC sehingga menjadi TPB.

Gambar 2.3 Theory of Reasoned Action dan Theory of Planned Behavior

Sikap terhadap
perilaku (A)

Norma Niat (I) Perilaku (B)


subyektif (SN)

Kontrol keperilakuan
yang dirasakan (PBC)

Sumber: Ajzen (1988, h. 133)

Perilaku dalam TPB diasumsikan sebagai fungsi dari keyakinan (beliefs). Keyakinan

dalam TPB dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) keyakinan keperilakuan (behavioral

beliefs) yang diasumsikan mempengaruhi sikap terhadap perilaku, (2) keyakinan normatif

(normatif beliefs) sebagai determinan norma subyektif, dan (3) keyakinan kontrol

(control beliefs) yang diasumsikan mempengaruhi PBC. Lebih lanjut, keyakinan-

keyakinan ini bisa didasarkan pada pengalaman lampau atau dipengaruhi oleh faktor-

faktor atau informasi lainnya (Dharmmesta, 1998).

Untuk memprediksikan sikap pada TPB, keyakinan keperilakuan (b) dikalikan dengan

evaluasi atas perilaku yang dimaksud (e). Dengan demikian, sikap terbentuk dari

keyakinan dan evaluasi (Σbe). Sedangkan norma subyektif (ΣNbMC) terbentuk dari
39

keyakinan normatif (Nb) dan motivasi untuk mengikuti saran dari orang-orang yang

dianggap penting (MC). Lalu, PBC (Σpc) terbentuk keyakinan kontrol (p) dan akses ke

faktor kontrol tersebut (c) (Dharmmesta, 1998).

Berbagai hasil studi mendukung TPB dimana teori tersebut telah digunakan untuk

memprediksi niat dan perilaku pada berbagai bidang, misalnya: perilaku organisasional

(Morris & Venkatesh, 2000; Cordano & Frieze, 2000; Maurer & Palmer, 1999; Shani,

1994), dan pembelian (George, 2002; Dharmmesta & Khasanah, 1999; Kalafis et al.,

1999; Kokkinaki, 1999; Kanler & Todd, 1998).

Berdasarkan bahasan mengenai TPB diatas, maka dihipotesiskan sebagai berikut:

H1: Sikap memilih merek mempengaruhi niat memilih merek.

H2: Norma subyektif mempengaruhi niat memilih merek.

H3a:Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempengaruhi niat memilih merek.

H3b:Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempengaruhi perilaku memilih merek.

H4: Niat memilih merek mempengaruhi perilaku memilih merek.

Dalam tinjauan literatur sebelumnya telah disampaikan mengenai pentingnya

pemahaman akan variabel sikap. Sikap mampu menjelaskan tindakan-tindakan manusia

(Ajzen & Fishbein, 1980, h.13). Terlebih lagi, Myer (1999, h.130) menunjukkan bahwa

sikap mengarahkan perilaku sebagaimana ditunjukan sebagai berikut “Attitudes as as

efficient way to size-up the world. When we have to respond quickly to something, how

we feel about it can guide how we react.” Tinjauan literatur yang dilakukan oleh Ajzen

(1988) pada Tabel 2.2 dan 2.3 memperlihatkan bahwa sikap seringkali mampu
40

menjelaskan perilaku dibandingkan dengan norma subyektif dan kontrol keperilakuan

yang dirasakan.

Tabel 2.2 Memprediksi Niat Dari Sikap Terhadap Perilaku dan Norma Subyektif
Dengan Menggunakan TRA
Korelasi
Koefisien korelasi Koefisien regresi berganda
Niat A SN A SN R
Kooperasi dalam prisoner's dilemma game 0.75 0.69 0.53 0.40 0.82
(Ajzen, 1971)
Melakukan aborsi (Smetana dan Adler, 1980) 0.50 0.69 0.21 0.46 0.76
Menggunakan pil KB (Ajzen dan Fishbein, 1980) 0.81 0.68 0.64 0.41 0.89
Niat untuk menyusui sendiri bayinya 0.73 0.60 0.61 0.22 0.78
(Manstead et al., 1983)
Menggunakan mariyuana (Ajzen et al., 1982) 0.79 0.45 0.74 0.13 0.80
Datang ke gereja (King, 1975) 0.74 0.59 0.62 0.20 0.76
Melakukan pilihan suara 0.81 0.71 0.61 0.27 0.79
(Ajzen dan Fishbein, 1980)
Niat untuk mempunyai anak lagi 0.65 0.83 0.19 0.70 0.85
(Vinokupar-Kaplan, 1978)
Membeli bir (Ajzen dan Fishbein, 1980) 0.76 0.63 0.60 0.27 0.79
Bergabung pada rehabilitasi alkohol 0.69 0.67 0.43 0.37 0.73
(Ajzen dan Fishbein, 1980)

Sumber: Ajzen (1988, h.119)

Tabel 2.3 Memprediksi Niat Dari Sikap Terhadap Perilaku, Norma Subyektif, dan
Kontrol Keperilakuan yang Dirasakan Dengan Menggunakan TPB
Korelasi
Koefisien korelasi Koefisien regresi berganda
Niat A SN PBC A SN PBC R
Mencari pekerjaan 0.63 0.55 0.20 0.48 0.35 0.07 0.71
(van Ryn dan Vinokur, 1990)
Bermain video game 0.92 0.54 0.87 0.46 0.17 0.43 0.94
(Doll dan Ajzen, 1990)
Menjadi mabuk 0.63 0.41 0.58 0.41 0.15 0.36 0.72
(Schlegel et al., 1990)
Niat untuk santai 0.59 0.7 0.80 0.28 0.09 0.62 0.85
(Ajzen dan Driver, in press)
Partisipasi untuk pemilihan 0.39 0.13 0.30 0.32 0.03 0.20 0.43
(Watters, 1989)
Pemilihan umum 0.91 0.67 0.89 0.54 0.06 0.39 0.94
(Watters, 1989)
Pemilihan umum 0.33 0.34 0.62 0.10 0.10 0.54 0.64
41

Tabel 2.3. Lanjutan Memprediksi Niat Dari Sikap Terhadap Perilaku, Norma
Subyektif, dan Kontrol Keperilakuan yang Dirasakan Dengan
Menggunakan TPB
(Netemeyer et al., 1990)
Menurunkan berat badan 0.33 0.14 0.31 0.24 0.02 0.47 0.56
(Netemeyer et al., 1990)
Menurunkan berat badan 0.62 0.44 0.36 0.79 0.17 0.30 0.74
(Schifter dan Ajzen, 1985)
Melakukan aktifitas 0.52 0.36 0.37 0.43 0.22 0.26 0.63
(Madden et al., in press)
Niat untuk masuk kelas 0.51 0.35 0.57 0.32 0.36 0.44 0.68
(Aizen dan Madden, 1986)
Niat untuk mendapat nilai A 0.48 0.11 0.44 0.50 0.09 0.45 0.65
(Ajzen dan Madden, 1986)
Niat untuk mencuri 0.68 0.40 0.77 0.29 0.05 0.59 0.81
(Beck dan Ajzen, in press)
Memberikan hadiah 0.51 0.38 0.44 0.36 0.08 0.20 0.56
(Netemeyer et al., 1990)
Melakukan pelanggaran lalu- 0.26 0.48 0.44 0.15 0.28 0.33 0.60
Lintas (Parker et al., 1990)
Membatasi menyusui 0.43 0.33 0.52 0.26 0.16 0.40 0.60
(Beale dan Manstead, 1991)
Berolah-raga (Godin et al., 0.50 0.01 0.60 0.76 0.24 0.84 0.94
1989)
Berolah-raga (Godin et al., 0.42 0.13 0.50 0.25 0.01 0.39 0.55
1990)
Menggunakan kondom 0.62 0.42 0.29 0.52 0.26 0.17 0.69
(Otis et al., in press)
Sumber: Ajzen (1991, h.12-13)

Penelitian yang diringkaskan oleh Ajzen (1991, 1988) diatas memperlihatkan bahwa

sikap seringkali menjadi prediktor yang berpengaruh lebih besar terhadap niat

dibandingkan norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Akan tetapi,

hasil penelitian tersebut tidak dapat dijadikan dasar bahwa pengujian teori pada negara

atau budaya yang berbeda dapat memberikan hasil yang sama. Dengan kata lain, perilaku

manusia dapat berbeda antara satu negara dengan negara lainnya karena perbedaan

budaya sebagaimana diperlihatkan oleh Dayakisni dan Yuniardi (2002, h.50) sebagai

berikut:
42

Gambar 2.4 Pengaruh Budaya terhadap Sikap dan Perilaku

Nilai-Nilai
Pribadi
Nilai-Nilai Keyakinan Perilaku
Budaya dan Sikap
Kebutuhan-
Kebutuhan

Sumber: didaptasi dari Dayakisni dan Yanuardi (2003, h.50)

Indonesia adalah negara dengan budaya kolektivism yang menekankan pada harmoni,

toleransi, dan gotong royong. Di lain pihak, Amerika, negara dimana TPB dan TT

dikembangkan merupakan negara dengan budaya individualism (Hofstede, 1994).

Pembahasan mengenai perbedaan budaya ini dibahas dengan lebih rinci pada sesi 2.4

(bahasan mengenai budaya). Dengan didasarkan pada pemahaman akan perbedaan

budaya, yaitu Indonesia yang kolektivism, maka penelitian menghipotesiskan bahwa:

H5: Norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan

sikap memilih merek dan kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap niat

memilih merek.

Perilaku Lampau Sebagai Prediktor Niat dan Perilaku. Penelitian-penelitian yang

berkenaan dengan perilaku (Chatzisarantis et al., in press; Nordfalt & Soderlund, 2004;

Soderlund, et al., 2001; Ewing, 2000; Trafimow & Borrie, 1999; Miniard & Obermiller,

1981; Woodside & Bearden, 1981; Bentler & Speckart, 1979) telah mengindikasikan

bahwa perilaku lampau adalah variabel yang mampu memprediksi niat dan perilaku

selanjutnya (future behavior). Hubungan antara perilaku lampau dengan niat dan perilaku
43

selanjutnya dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan kognitif, yaitu teori

kognitif konsistensi (cognitive consistency theory) dan teori persepsi diri (self-perception

theory).

Teori kognitif konsistensi menjelaskan bahwa seseorang cenderung berperilaku secara

konsisten. Misalnya, seseorang yang menggunakan helm pada perilaku sebelumnya

cenderung akan menggunakan helm juga perilaku selanjutnya. Sedangkan teori persepsi

diri menunjukan bahwa kinerja suatu perilaku dapat menyebabkan seseorang

mengasumsikan bahwa dia harus mempunyai sikap yang konsisten atau dia tidak akan

melakukan perilaku tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang membeli koran Kompas

setiap harinya, dia akan menyimpulkan dirinya bahwa dia menyukai koran Kompas

(Nordfalt & Soderlund, 2004; Schiffman & Kanuk, 2000; Outlette & Wood, 1998).

Outlette dan Wood (1998) melakukan meta analisis mengenai perilaku lampau dan

kaitannya dengan niat dan perilaku selanjutnya. Menurut mereka, perilaku terjadi dari

dua proses, yaitu: (1) perilaku terjadi karena repetisi otomatis akibat perilaku lampau, dan

(2) perilaku terjadi karena niat berperilaku yang disadari dan dikontrol.

Perilaku yang terjadi karena niat berperilaku dipengaruhi oleh perilaku lampau baik

secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, perilaku lampau

mempengaruhi niat melalui keinginan untuk konsisten dan persepsi diri. Secara tidak

langsung, perilaku lampau mempengaruhi niat melalui pengaruhnya terhadap sikap,

norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Dengan kata lain, keinginan

untuk konsisten dan persepsi diri dapat menghasilkan kesimpulan mengenai sikap,

tekanan normatif, dan kontrol yang dirasakan yang konsisten dengan frekuensi perilaku

lampau (Outlette & Wood, 1998, h. 58).


44

Berdasarkan bahasan mengenai perilaku lampau, penelitian ini memperluas TPB

dengan menambahkan variabel perilaku lampau (yaitu: frekuensi dan resensi) dengan

alasan-alasan sebagai berikut:

1. TRA dan TPB mendapat kritik berkenaan dengan adanya variabel yang relevan untuk

menjelaskan niat dan perilaku tetapi tidak dimasukan dalam model, yaitu variabel

perilaku lampau (Bagozzi et al., 1992a; Bagozzi & Warshaw, 1990; Fredricks &

Dosswtt, 1983; Manstead et al., 1983; Bagozzi, 1981; Bentler & Speckart, 1979).

2. Perilaku lampau dapat menjadi salah satu input bagi seseorang untuk berperilaku

(Bagozzi et al., 1992a). Lebih lanjut, perilaku lampau merefleksikan terkontrolnya

beragam faktor, baik internal maupun eksternal, pada saat itu (Nordfalt & Soderlund,

2004).

3. Pada saat ketidakmampuan seseorang mengakses sikap, maka perilaku lampau

merupakan prediktor perilaku. Lebih lanjut, kemampuan sikap memandu perilaku

lebih berhasil jika sikap terbentuk secara keperilakuan (yaitu, pertalian antara obyek

dan evaluasi) daripada sikap yang terbentuk secara tidak langsung. Dengan kata lain,

informasi yang diperoleh melalui perilaku atau observasi perilaku dianggap lebih

terpercaya daripada informasi dari orang lain (Dharmmesta, 2003; 2000).

4. Alasan metode penelitian, yaitu penghilangan variabel perilaku lampau dapat

mengarah pada prediksi yang berlebihan atas pengaruh sikap terhadap niat

berperilaku sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5 (Bagozzi, 1994; Bagozzi et al.,

1992a).
45

Gambar 2.5 Konsekuensi Atas Dihilangkannya Variabel-Variabel

Model dasar Dihilangkan variabel interve- Dihilangkan penyebab umum


.24 (.1) ning Attitude (commom cause)
Past Attitude Past
behavior behavior

.86(.13) .15(.16) .90(.13) .45(.20)


Intention Intention Intention
2 2 2
R = .45 R = .44 R = .08

Sumber: Bagozzi (1994, h.370)

Berdasarkan bahasan mengenai perilaku lampau sebagai prediktor yang signifikan

terhadap niat dan perilaku, maka dapat dihipotesiskan bahwa:

H6a : Perilaku lampau (frekuensi) mempengaruhi niat memilih merek.

H6b: Perilaku lampau (frekuensi) mempengaruhi perilaku memilih merek.

H6c : Perilaku lampau (resensi) mempengaruhi perilaku memilih merek.

2.3.3. The Theory of Trying

Theory of trying merupakan modifikasi dari theory of reasoned action (Bagozzi &

Warshaw, 1990). Dalam teori tersebut, Bagozzi dan Warshaw mengubah variabel

perilaku dengan variabel mencoba (trying). Kemudian, variabel mencoba ini ditentukan

oleh variabel niat untuk mencoba yang mana variabel itu dipengaruhi oleh sikap untuk

mencoba, norma sosial, dan frekuensi mencoba lampau (frequency of past trying).

Variabel mencoba juga dipengaruhi oleh resensi mencoba lampau (recency of past trying)

sebagaimana terlihat pada Gambar 2.6.

Persamaan utama antara TPB dan TT adalah kedua teori tersebut dikembangkan dari

TRA. Sedangkan ada tiga perbedaan antara TPB dan TT sebagai berikut. Perbedaan
46

Gambar 2.6 Theory of Trying

Sikap terhadap
sukses
Frekuensi Resensi
Harapan akan mencoba lampau mencoba lampau
sukses

Sikap terhadap Sikap terhadap Niat untuk Mencoba


gagal mencoba mencoba

Harapan akan
gagal Norma
sosial
Sikap terhadap terhadap
proses mencoba TRA

Sumber: Bagozzi dan Warshaw (1990, h..131)

pertama berkenaan dengan pemahaman akan perilaku. Perilaku dalam TRA dan TPB

dibedakan menjadi perilaku dalam kontrol seseorang (TRA) dan tidak di dalam kontrol

seseorang (TPB). Hal ini yang dikritik oleh Bagozzi (1992, h.181) dengan menunjukkan

bahwa masalah filosofis yang tidak terselesaikan oleh TPB adalah apakah perilaku dapat

dipisahkan menjadi perilaku yang mudah dan tidak mudah. Kritik yang sama juga

disampaikan oleh Eagly & Chaiken (1993) bahwa kebanyakan perilaku berada diantara

ekstrim perilaku mudah dan perilaku tidak mudah.

Dalam TT, Bagozzi dan Warshaw (1990) serta Bagozzi (1992) menyatakan bahwa

pemahaman perilaku dalam TT sebagai perilaku yang diarahkan tujuan (goal-directed

behavior). Lebih lanjut, perilaku yang diarahkan tujuan tersebut dapat dipahami sebagai

perilaku diniati yang terdapat rintangannya (bisa sedikit atau banyak) untuk mencapai

tujuan. Selain perilaku yang diniati, ada juga perilaku yang tidak diniati yaitu perilaku

yang tidak didasarkan pada alasan-alasan dan bisa karena kebiasaan (Bagozzi, 1992;

Bagozzi & Warshaw, 1990).


47

Masih dalam kaitannya dengan perilaku, perbedaan antara TPB dan TT adalah TPB

tidak mempertimbangkan adanya ‘proses’ dalam mencapai tujuan. Di lain pihak, TT

mempertimbangkan proses tersebut yang direfleksikan dalam ‘sikap terhadap proses’.

Lebih lanjut, konsekeunsi berperilaku dalam TPB adalah berperilaku atau tidak

berperilaku. Sedangkan konsekeunsi berperilaku dalam TT adalah sukses setelah

mencoba dan gagal walaupun sudah mencoba. Akhirnya, tindakan atau perilaku dianggap

sebagai kinerja akhir (final performance) dalam TPB sedangkan dalam TT tindakan

adalah suatu rangkaian usaha untuk mencapai kinerja akhir (Dharmmesta, 2002; Bagozzi,

1992).

Perbedaan kedua adalah perbedaan dalam konseptualisasi sikap (Bagozzi, 1992;

Bagozzi & Warshaw, 1990). Sikap dalam theory of trying didefinisikan sebagai multi

dimensi yang terdiri dari sikap terhadap mencoba dan sukses (As), sikap terhadap

mencoba dan gagal (Af), dan sikap terhadap proses (Ap). Sebaliknya, sikap dalam theory

of planned behavior didefinisikan sebagai unidimensi, yaitu evaluasi seseorang terhadap

obyek (Ajzen, 1988).

Dalam kaitannya dengan konsep sikap, banyak definisi sikap yang ditawarkan oleh

peneliti-peneliti. Sebagai contoh adalah definisi sikap yang ditawarkan oleh Allport

(1935) adalah sikap sebagai kondisi mental dan neural atas kesiapan, yang terorganisir

melalui pengalaman, yang pengaruhnya terarah pada semua obyek dan situasi yang

terkait. Di lain pihak, Ajzen (1988) mendefinisikan sikap sebagai pembawaan

(disposition) untuk merespon berkenan atau tidak berkenan, suka atau tidak suka,

terhadap suatu obyek, orang, atau situasi. Definisi sikap lainnya terdapat pada Tabel 2.4.

Akan tetapi, walaupun sikap dapat didefinisikan dengan banyak pendekatan (Antonides,
48

1991), dapat dikatakan bahwa sikap sering didefinisikan sebagai evaluasi seseorang

terhadap obyek psikologis. Evaluasi ini mencakup rasa senang-tidak senang, pro-kontra,

suka-tidak suka, dan (Ajzen, 2001). Definisi ini sering digunakan karena alasan sebagai

berikut:

• Orang sering mengembangkan sikapnya didasarkan pada perasaan dan emosi

dibandingkan sikap yang didasarkan pada evaluasi rasional (Aaker et al., 1992).

Tabel 2.4 Definisi-Definisi Sikap


Peneliti Tahun Definisi

Thomas dan Znaniecki (1918, dikutip oleh Sikap adalah proses mental individual yang menentukan
Ajzen dan Fishbein respon potensial dan aktual individu tersebut.
1980)

Allport 1935 Sikap sebagai kondisi mental dan neural atas kesiapan, yang
terorganisir melalui pengalaman, yang pengaruhnya terarah
pada semua obyek dan situasi yang terkait.

Doob 1947 Sikap adalah:


(1) suatu respon implisit,
(2) yang (a) diantisipasi dan (b) memediasi dalam hubungan
dengan respon,
(3) yang dibangkitkan oleh (a) beragam stimulus, (b)
sebagai hasil dari pembelajaran sebelumnya atau atas
naik-turunnya generalisasi dan diskriminasi,
(4) yang merupakan isyarat dan dorongan,
(5) dan yang dipertimbangkan sebagai sebagai hal yang
signifikan dalam masyarakat.

Chein 1948 Sikap adalah pembawaan untuk mengevaluasi obyek-obyek ,


tindakan, dan situasi tertentu.

Rosenberg dan Hovland 1960 Sikap digambarkan sebagai mencakup tiga komponen utama:
komponen kognitif (pikiran), komponen afektif (perasaan),
dan Komponen konatif (tindakan).

Crespi 1965 Sikap adalah kecenderungan berperilaku dalam cara yang


spesifik.

Oppenheim 1966 Sikap adalah kondisi kesiapan, yang merupakan juga tendensi
untuk bertindak atau bereaksi dalam cara tertentu pada saat
dikonfrontasikan dengan stimulus.

Rokeach 1968 Sikap adalah organisasi keyakinan yang konsisten terhadap


obyek atau situasi tertentu., dan sikap merupakan
kecenderungan untuk merespon dalam suatu cara tertentu.

Fishbein dan Ajzen 1975 Sikap adalah afek atau evaluasi seseorang terhadap obyek.

White 1975 Sikap adalah pilihan yang dieksternalkan yang merefleksikan


49

kecenderungan seseorang untuk memilih dan


mengorganisasikan pengalamannya dalam cara yang kontinyu
dan dapat diprediksi.

Bagozzi dan Burnkrant 1979 Sikap adalah konstruk yang kompleks yang mencakup
komponen kognitif dan afektif.

Berkman dan Gilson 1986 Sikap adalah evaluasi seseorang.

Eagly dan Chaiken 1993 Sikap adalah tendensi psikologis yang diekspresikan melalui
evaluasi suka tidak suka terhadap obyek tertentu.

Schiffman et al.. 1997 Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk


berperilaku dalam cara suka atau tidak suka yang konsisten
terhadap suatu obyek.
Sumber: diringkaskan dari peneliti yang disebut diatas

• Banyak peneliti di bidang psikologi sosial setuju bahwa sikap adalah evaluasi

seseorang terhadap obyek (Schiffman, Bednall, Cowley, Watson, & Kanuk, 1997;

Eagyl & Chaiken, 1993; Berkman & Gilson, 1986; Fishbein & Ajzen, 1975; Chein,

1948). Lebih lanjut, teknik pengukuran sikap yang standard (misalnya, Likert,

Guttman, skala semantik diferensial Osgood dan Thurstone) mengukur sikap melalui

evaluasi orang terhadap obyek sikap (Engel et al., 1995; Ajzen 1988)

• Afek (perasaan) adalah bagian paling esensial dari sikap (Fishbein & Ajzen 1975).

Lebih lanjut, keyakinan (kognitif) dan niat (konatif) terlihat erat kaitannya dengan

sikap, akan tetapi, komponen-komponen tersebut adalah konsep yang berbeda dan

bukan merupakan bagian dari sikap itu sendiri (Fishbein 1980; Chaiken & Baldwin,

1981). Fishbein dan Ajzen (1975, h.21) menolak konsep sikap sebagai

multikomponen karena sikap sebagai multikomponen tidak dapat menjelaskan dan

meningkatkan hubungan sikap dan perilaku.

Ringkasnya, sebagaimana disampaikan diatas bahwa sikap dalam TRA dan TPB

didefinisikan sebagai unidimensi atau sikap sebagai afektif. Akan tetapi, sikap dalam TT

diperlakukan sebagai multidimensi yang ditegaskan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990,
50

h.135) sebagai berikut “The introduction of multiple attitude is a central feature of the

model.”

Perbedaan yang terakhir antara TPB dan TT adalah dimasukannya variabel perilaku

lampau (past behavior) dalam TT. Mengacu pada Bagozzi dan Warshaw (1990),

pengaruh perilaku lampau dalam TT dibedakan menjadi dua: frekuensi dan resensi

(recency). Lebih lanjut, Bagozzi dan Warshaw mendefinisikan frekuensi, misalnya

frekuensi pembelian, sebagai pembelian yang dilakukan pada waktu-waktu yang lampau

dalam kurun waktu yang panjang. Sedangkan resensi pembelian adalah pembelian yang

baru saja dilakukan. Konsep frekuensi dan resensi, menurut Bagozzi dan Warshaw

(1990), merupakan konsep yang berbeda (distinct).

Bagozzi dan Kimmel (1995, p. 442-443) menjelaskan tiga pengaruh frekeunsi dan

resensi terhadap perilaku. Pertama, frekeunsi perilaku lampau dapat mempunyai dua

pengaruh, yaitu (1) pengaruh frekeunsi sebagai proksi (proxy) untuk kontrol aktual saat

terjadi rintangan internal dan eksternal dan (2) frekuensi dapat memprediksi perilaku

yang akan datang lebih baik dibandingkan variabel niat khususnya pada saat seseoramg

belum mempunyai niat. Kedua, resensi mempunyai pengaruh langsung terhadap perilaku.

Ketiga, frekuensi mempengaruhi niat. Berkaitan dengan variabel perilaku lampau,

variabel ini tidak tersurat secara eksplisit dalam TPB. Akan tetapi, perilaku lampau

diasumsikan direfleksikan dalam variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan (Ajzen,

2001; 1988). Perbedaan antara TPB dan TT diringkaskan dalam Tabel 2.5.
51

Tabel 2.5 Perbedaan TPB dan TT

Isu kritikal Theory of planned behavior Theory of trying

Perilaku
* dalam pencapaian TRA ---> kemauan sendiri v( olitional) Perilaku dibedakan menjadi
tujuan (goal), perilaku yg dapat dikontrol tindakan yg diniati (intended behavior)
tindakan dibedakan dan tindakan yang tidak diniati u( nintended
menjadi: TPB ---> nonvolitional, tidak dalam behavior), misalnya kebiasaan
kontrol seseorang
TT ---> perilaku yang diniati = perilaku
yang dirasakan seseorang bahwa ter-
dapat rintangan-rintangan (banyak atau
sedikit) untuk mencapai hasil

* dalam pencapaian Tidak mempertimbangkan 'proses' Mempertimbangkan 'proses' yang direfleksi-


tujuan: sebagai faktor yang dapat mereflek- kan dalam 'sikap terhadap proses'.
sikan kesuksesan atau kegagalan
dalam berperilaku.

* konsekuensi Berperilaku - Tidak berperilaku Sukses setelah mencoba


berperilaku Gagal walaupun sudah mencoba

* tindakan (action) Satu tindakan sebagai kinerja akhir Tindakan adalah suatu usaha, atau sebagai
(final performance) suatu rangkaian usaha / percobaan
(attempts) dalam rangka mencapai kinerja
akhir.

Sikap Unidimensional Multidimensional (sikap meliputi sikap


terhadap mencoba dan sukses, sikap ter-
hadap mencoba dan gagal, sikap terhadap
proses).

Perilaku lampau Tersirat secara implisit dalam Eksplisit, perilaku lampau diukur dengan
variabel kontrol keperilakuan yang dua cara: frekuensi dan resensi. Perilaku
dirasakan (perceived behavioral con- lampau mempengaruhi niat untuk men-
trol). coba dan mencoba.

Sumber: Darmmesta (2002), Bagozzi (1992), Bagozzi dan Warshaw (1990), Ajzen (1988)

Berdasarkan pembahasan mengenai TT, maka hipotesis tujuh sampai 12

dikembangkan berkaitan dengan TT. Disampaikan kembali bahwa hipotesis sepuluh

dikembangkan dengan didasarkan akan perbedaan budaya Indonesia dan Amerika.

Hipotesis sepuluh sama dengan dengan hipotesis lima pada pengujian TPB.
52

H7: Sikap mencoba memilih merek mempengaruhi niat mencoba memilih merek.

H8: Norma subyektif mempengaruhi niat mencoba memilih merek.

H9: Frekuensi mencoba lampau mempengaruhi niat dan perilaku mencoba

memilih merek.

H10: Norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan

sikap mencoba memilih merek dan frekuensi mencoba lampau terhadap niat

mencoba memilih merek.

H11: Sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses, sikap terhadap gagal dan
harapan akan gagal, dan sikap terhadap proses mempengaruhi sikap
mencoba memilih merek.
H12a: Niat mencoba memilih merek mempengaruhi perilaku mencoba memilih
merek.
H12b: Frekuensi mencoba lampau mempengaruhi perilaku mencoba memilih
merek.
H12c: Resensi mencoba lampau mempengaruhi perilaku mencoba memilih merek.

Berdasarkan pembahasan mengenai TPB dan TT, khususnya berkaitan dengan

perbedaan-perbedaan kedua teori tersebut (Tabel 2.5), penelitian ini menghipotesiskan

bahwa TT lebih mampu memprediksi hubungan sikap dan perilaku memilih satu merek

dibandingkan dengan TPB dengan dua alasan utama sebagai berikut:

1. TT memasukan variabel perilaku lampau yang mempunyai status yang sama dengan

sikap dan norma sosial dalam memprediksi niat untuk mencoba dan mencoba itu

sendiri. Penelitian-penelitian perilaku telah memperlihatkan pengaruh perilaku

lampau terhadap niat dan perilaku selanjutnya (Chatzisarantis et al., in press; Nordfalt

& Soderlund, 2004; Soderlund et al., 2001; Ewing, 2000; Trfimow & Borrie, 1999;

Miniard & Obermiller, 1981; Woodside & Bearden, 1981; Bentler & Speckart, 1979).
53

TPB, di lain pihak, merefleksikan perilaku lampau pada kontrol keperilakuan yang

dirasakan (Ajzen, 1988). Lebih lanjut, variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan

terbentuk dari keyakinan kontrol dan akses ke faktor kontrol tersebut.

2. Konsep sikap dalam TT adalah konsep yang terinci dan jelas yang mampu

menjelaskan tendensi seseorang dalam mencapai tujuan (Dharmmesta, 2003b; 2000;

Bagozzi & Kimmel, 1995).

Dengan didasarkan pada pembahasan ini, maka penelitian ini menghipotesiskan bahwa:

H13: Theory of trying lebih fit dalam menjelaskan fenomena memilih satu merek
dibandingkan dengan theory of planned behavior.

2.4. Budaya

Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana theory of planned behavior dan

theory of trying dapat menjelaskan niat dan perilaku memilih merek produk pelembab

pemutih di Indonesia, dan teori mana yang lebih mampu memprediksi fenomena

tersebut.” Lebih lanjut, salah satu kontribusi praktis dalam penelitian ini adalah

pengembangan skala penelitian yang memasukan budaya Indonesia. Di satu sisi,

responden yang digunakan pada penelitian ini adalah responden yang berdomisili di

Yogyakarta. Penjelasan lebih lanjut di bawah membahas mengenai budaya (2.4),

penelitian lintas budaya (2.4.1), dan bahasan mengenai jastifikasi terhadap penggunaan

responden di Yogyakarta yang dapat mewakili budaya Indonesia (2.4.2).

Budaya didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil buah

budi manusia dalam kehidupan bermasyarakat (Koentjaraningrat, 1980). Lebih lanjut,

Koentjaraningrat menjelaskan bahwa gagasan ataupun naluri manusia adalah merupakan


54

bahan dasar suatu tindakan. Tindakan dan hasil karya manusia merupakan tolak ukur

budaya manusia. Sependapat dengan Koentjaraningrat, Sastrosupono (1982)

mendefinisikan budaya sebagai tindakan atau perilaku manusia, misalnya duduk, tidur,

berbicara dan sebagainya. Hofstede (1994) juga mendefinisikan budaya sebagai pikiran,

perasaan, dan tindakan manusia. Menurutnya, budaya adalah piranti lunak jiwa manusia

(software of the mind). Peneliti lain, Matsumoto (1996, dalam Dayakisni & Yuniardi,

2003) mendefinisikan budaya sebagai suatu set dari sikap, nilai-nilai, keyakinan, dan

perilaku yang dimiliki oleh suatu kelompok orang. Dengan demikian, dari beberapa

definisi di atas, konsep budaya meliputi pikiran atau gagasan manusia (termasuk di

dalamnya sikap, nilai-nilai, dan keyakinan), tindakan, dan hasil karya manusia.

Setidaknya, ada tiga karakteristik budaya (Kayam, 1997; Sastrosupono, 1982).

Pertama, kebudayaan itu bersifat menyejarah, berkembang, dan senantiasa berjalan terus

sehingga ada perubahan dari waktu ke waktu. Lebih lanjut, kebudayaan adalah suatu

‘bentuk’ yang merupakan hasil dari suatu proses yang dinamis dan panjang (Kayam,

1997). Kedua, kebudayaan itu berada dan berkembang dalam geografis tertentu. Dengan

kata lain, kebudayaan itu berada di dalam suatu masyarakat tertentu dengan latar

belakang dan warna tertentu. Terakhir, kebudayaan berpusat pada perwujudan nilai-nilai.

Pemahaman akan budaya penting tidak hanya bagi peneliti tetapi juga praktisi

pemasaran. Pentingnya pemahaman budaya terutama dalam membuat strategi pemasaran

(Doran, 2001; Tse, Wong, & Wong, 1988; O’Connor, Sullivan, & Pogorzelski., 1985;

Munson & McIntyre, 1979; Van Raaij, 1978). Contohnya, Indonesia memiliki mayoritas

penduduk yang beragama Islam, sehingga produk atau makanan yang ditawarkan

haruslah halal. Sekalipun suatu supermarket menawarkan produk yang non-halal, maka
55

penempatannya harus terpisah. Contoh lainnya adalah makanan yang ditawarkan oleh

McDonald di India tidak menggunakan daging sapi.

Speece (1986, dalam Tan, McCullogh, & Teoh, 1987) menyatakan bahwa perilaku

konsumen merupakan fungsi dari karakteristik universal dan karakteristik budaya yang

spesifik. Dengan kata lain, perilaku konsumen di Indonesia mempunyai karakteristik

yang mirip dengan konsumen di negara lain tetapi juga mempunyai perbedaan yang tidak

ditemui di negara lainnya. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Green

(1991) menunjukkan bahwa konsumen di Amerika dan Korea memilih merek A sebagai

merek sepatu yang dibeli. Akan tetapi, pembelian yang dilakukan responden di Korea

sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial. Sedangkan pembelian yang dilakukan oleh

responden di Amerika lebih banyak dipengaruhi oleh sikap. Dengan kata lain, konsumen

di Amerika adalah konsumen yang fokus pada dirinya sendiri (self-centered) sedangkan

konsumen di Korea mempertimbangkan orang lain, khususnya orang-orang dalam

kelompoknya (group-oriented). Lebih lanjut, Usunier (2000) juga menunjukkan bahwa

kebanyakan perilaku beli konsumen di negara-negara Asia Tenggara dipengaruhi oleh

keluarga.

2.4.1 Penelitian Lintas Budaya

Salah satu tujuan utama penelitian pengujian teori adalah untuk memeriksa apakah

teori atau model tersebut dapat diaplikasikan di suatu negara atau konteks budaya yang

berbeda (Chan, 1999). Hasil dari pengujian teori tersebut diharapkan dapat memberikan

pemahaman akan adanya perbedaan atau persamaan antar negara atau budaya (Craig &

Douglas, 2000).
56

Pengujian teori dapat dikatakan sebagai salah satu penelitian lintas budaya jika (1)

penelitian tersebut dilakukan di luar negara Amerika Serikat, atau (2) memasukan

terminologi budaya dalam judul penelitian, atau (3) berkaitan erat dengan konsumen dan

perilaku konsumen (Sojka & Tansuhaj, 1995). Penelitian lintas budaya juga meliputi: (1)

penelitian pada satu wilayah , (2) penelitian di beberapa wilayah, (3) penelitian pengaruh

eksternal, dan (4) penelitian transional (Craig & Douglas, 2000; Kumar, 2000).

Penelitian tipe pertama, yaitu penelitian pada satu wilayah, merupakan penelitian yang

dilakukan di satu negara tertentu dan komparasi dengan budaya lain yang dapat dilakukan

secara eksplisit atau implisit. Jika dilakukan secara implisit, penelitian ini biasanya tidak

membahas secara eksplisit hal-hal yang berkaitan dengan komparasi dan ekuivalen (Craig

& Douglas, 2000). Tabel 2.6 memperlihatkan beberapa penelitian yang menggunakan

tipe satu wilayah. Tipe penelitian satu ini yang diaplikasikan dalam disertasi ini karena

penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teori TPB dan TT dalam lingkup perilaku

memilih merek di Yogyakarta. Hasil analisis penelitian ini kemudian dikomparasikan

dengan beberapa penelitian sejenis yang dilakukan di negara lain (misalnya Amerika dan

Korea).

Penelitian tipe kedua merupakan penelitian yang dilakukan di beberapa wilayah dan

merupakan penelitian yang lebih banyak dilakukan dalam penelitian lintas budaya (Craig

& Douglas, 2000). Penelitian ini secara eksplisit menguji perbedaan budaya atau wilayah.

Beberapa penelitian perilaku konsumen yang menggunakan tipe penelitian ini misalnya:

Malhotra dan McCort (2001), Kalafatis et al. (1999), Lee dan Green (1991), Alden et al.

(1989), dan Tse et al. (1988) sebagaimana terlihat pada Tabel 2.7.
57

Tabel 2.6 Penelitian Lintas Budaya pada Satu Wilayah

Peneliti Tema Responden Lokasi Penelitian

Doran (2001) Perbedaan Konsumen Montreal – Kanada


konsumen Amerika 25 Amerika
dan Cina 25 Cina

Daghfous, Petrof, & Nilai dan adopsi Mahasiswa Kanada


Pons (1999) inovasi 83 Kanada
68 Perancis
85 Afrika

Evers & Day (1997) Peranan budaya Mahasiswa Sydney – Australia


dalam penerimaan 38 Australia
software komputer 75 Indonesia
66 Cina

Chaudhuri (1994) Difusi inovasi di Studi Kasus Indonesia


Indonesia 1 perusahaan
minyak kelapa sawit

Tan dan Farley Pengaruh budaya Mahasiswa Singapura


(1987) pada hubungan 108 Singapura
sikap terhadap iklan
dan niat beli

Tan et al. (1987) Aplikasi model Konsumen Singapura


multi-atribut 129 Singapura
Sumber: diringkaskan dari peneliti yang disebutkan diatas

Tabel 2.7 Penelitian Lintas Budaya pada Beberapa Wilayah

Peneliti Tema Responden Lokasi Penelitian

Malhotra dan Komparasi Model Mahasiswa Hong Kong


McCort (2001) Niat di Hong Kong 215 Hong Kong Amerika
dan Amerika 225 Amerika

Kalafatis et al. Aplikasi TPB pada Konsumen


(1999) pemasaran hijau di 170 Yunani Yunani
UK dan Yunani 175 UK UK

Lee dan Green Aplikasi TRA; Mahasiswa


(1991) komparasi di 212 Amerika Amerika
58

Amerika dan Korea 217 Korea Korea

Alden et al. (1989) Hubungan antara Mahasiswa


keterlibatan dan 264 Amerika Amerika
pengambilan 115 Jerman Jerman
keputusan 93 Thailand Thailand

Tse et al. (1988) Nilai-nilai konsumsi Konsumen Jepang


di 5 negara +/- 200 konsumen di Taiwan
masing-masing Singapura
negara: Jepang, Korea Selatan
Taiwan, Singapura, Hong Kong
Korea Selatan,
Hong Kong
Sumber: diringkaskan dari peneliti yang disebutkan diatas

Penelitian tipe ketiga, yaitu penelitian pengaruh eskternal, merupakan penelitian yang

memfokuskan pada pengujian pengaruh eksternal pada perilaku. Pengaruh tersebut dapat

secara langsung maupun tidak langsung muncul pada individu pada saat individu tersebut

tinggal untuk sementara waktu pada budayanya yang berbeda. Akhirnya, penelitian tipe

transional adaah penelitian yang berkaitan erat dengan transisi dari satu budaya ke

budaya yang lain, misalnya melalui migrasi ke negara lain (Craig & Douglas, 2000).

2.4.2. Budaya Indonesia dan Jastifikasi Penggunaan Responden di Yogyakarta yang

Mewakili Budaya Indonesia

Ada dua pendapat mengenai budaya Indonesia, yaitu: (1) kebudayaan Indonesia itu

belum ada atau masih merupakan pembicaraan tentang cita-cita dan (2) kebudayaan

Indonesia itu sudah ada (Gunadi, Sutarno, Handayani, & Lutfiah, 1995; Sastrosupono,

1982). Beberapa pakar kebudayaan (misalnya: Kayam, 1997; Gunadi et al., 1995; Hassan

1989; Joesoef, 1987; Suriasumantri, 1986; Sastrosupono, 1982) menyatakan bahwa

kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan suku-suku yang memuncak pada suatu saat.
59

Atau dengan perkataan lain, kebudayaan Indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan

suku. Kebudayaan Indonesia juga merupakan suatu sintesa dari berbagai macam budaya

suku sehingga melahirkan sesuatu yang baru. Adapun beberapa indikator budaya

Indonesia adalah: (1) bahasa nasional (Bahasa Indonesia), (2) Pancasila, (3) Undang

Undang Dasar 1945, (4) pembangunan dan modernisasi Indonesia, (5) lagu-lagu nasional,

dan (6) karya seni nasional.

Penjelasan singkat mengenai dua contoh budaya Indonesia adalah sebagai berikut.

Contoh yang pertama adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan

pengejawantahan budaya Indonesia yang menjadi penjalin kesatuan dan pengikat ke-

kitaan Indonesia (Hassan 1989, h.21). Contoh yang kedua adalah Pancasila. Pancasila

ditentukan oleh nilai-nilai yang hidup dan berkembang di Indonesia. Manusia Indonesia

rata-rata mengenalnya- disudut manapun mereka berada pada bumi Nusantara- walaupun

dengan derajat penghayatan yang berbeda dan wujud pengamalan yang berlainan, sesuai

dengan kondisi alami dan keadaan zaman masing-masing (Joesoef, 1987, h.14).

Berbeda dengan beberapa pakar yang disebutkan sebelumnya, Magnis-Suseno (1996)

mendefinisikan budaya Indonesia sebagai budaya yang majemuk yang terdiri dari lebih

200 budaya seperti budaya Jawa, Sunda, Batak, dan beragam budaya lainnya. Lebih

lanjut, Magnis-Suseno (1996) berpendapat bahwa budaya Jawa (ataupun beragam

lainnya) mencerminkan budaya Indonesia.

Sarwono (1998) menjelaskan bahwa walaupun ada banyak budaya di Indonesia, tetapi

ada nilai-nilai utama (core values) bangsa Indonesia yang dominan. Nilai-nilai utama

tersebut didasarkan pada kriteria bahwa nilai-nilai itu harus diterima dan diamalkan baik
60

dalam sikap maupun perilaku sebagian besar rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut adalah:

harmonis, toleransi, gotong-royong, dan religius.

Harmoni dan toleransi berarti menjaga kesimbangan dalam bermasyarakat. Sebagai

contoh, ambisi seseorang untuk mendapatkan sesuatu tidak diekspresikan secara lugas,

melainkan orang cenderung untuk bertindak dan berkata-kata secara tidak langsung untuk

menghindari adanya friksi dengan pihak lain. Sedangkan gotong-royong merupakan nilai

bangsa Indonesia yang telah dikenal sejak lama. Misalnya, masyarakat suatu wilayah atau

kampung umumnya sering bergotong-royong untuk melaksanakan suatu acara tertentu

seperti acara hari kemerdekaan Republik Indonesia. Harmoni, toleransi dan gotong

royong ini juga dikenal sebagai budaya kolektif, atau budaya “kita” (Hofstede, 1994).

Nilai yang lain, religius, dalam kaitannya dengan bidang perilaku konsumen merupakan

nilai yang mempengaruhi seseorang dalam berkonsumsi. Sebagai contoh, McDonald

tidak menjual makanan yang mengandung babi atau kandungan-kandungan lain yang

diharamkan oleh ajaran agama. Lebih lanjut, banyak gerai makanan yang tutup atau buka

setengah hari untuk menghormati orang yang berpuasa.

Penelitian yang dilakukan Hofstede (1994) di banyak negara memperlihatkan

karakteristik atau tipikal orang masing-masing negara tersebut. Hosftede membedakan

dimensi budaya menjadi empat, yaitu: jarak kekuasaan (power distance, selanjutnya

disebut PD), invidualisme (individualism, selanjutnya disebut IDV), maskulin

(masculinity, selanjutnya disebut MAS), dan penghindaran ketidakpastian (uncertainty

avoidance, selanjutnya disebut UAI). Tabel 2.8 memperlihatkan tipikal orang Indonesia

dibandingkan dengan orang Amerika.


61

Tabel 2.8 Perbedaan budaya Indonesia dan USA

Indonesia USA
Dimensi Peringkat Nilai Peringkat Nilai
budaya skor skor

Power distance (PDI) 8/9 78 38 40


Individualism (IDV) 47/48 14 1 91
Masculinity (MAS) 30/31 46 15 62
Uncertainty 41/42 46 43 48
avoidance (UAI)
Sumber: diringkaskan dari Hofstede (1994)

Secara ringkas, PD didefinisikan sebagai seberapa besar ketidak-seimbangan terjadi

pada masyarakat. Salah satu contoh bentuk PD adalah misalnya di Indonesia sebagai

negara dengan nilai PD yang besar. Artinya, di Indonesia, anak harus patuh kepada orang

tua dan guru dimana anak di Amerika (negara dengan nilai PD kecil) memperlakukan

orang tua dan guru seimbang dengan dirinya.

Kemudian, IDV adalah seberapa besar hubungan antar individual dalam masyarakat

adalah longgar. Indonesia dengan nilai IDV tinggi menunjukan bahwa hubungan antar

individual dalam masyarkat adalah erat. Hubungan yang erat ini meletakan harmoni

sebagai kunci dalam menjaga hubungan.

Lebih lanjut, MAS berkaitan dengan perbedaan peran gender dan preferensi individu.

Negara dengan nilai MAS tinggi (misalnya Amerika) membedakan dengan jelas bahwa

laki-laki harus lebih agresif dibanding perempuan. Laki-laki harus memfokuskan pada

kesuksesan material dan perempuan harus lebih sederhana dan memperhatikan kualitas

hidup. Akan tetapi, negara dengan nilai MAS rendah mempunyai pandangan bahwa laki-
62

laki dan perempuan haruslah berlaku sederhana dan memperhatikan kualitas hidup. MAS

juga berkaitan dengan preferensi individu dalam masyarakat. Negara dengan MAS tinggi

menekankan pada pencapaian nilai-nilai heroik dan tegas. Sebaliknya, negara dengan

MAS rendah menekankan individu untuk menjaga hubungan, yaitu dengan

memperhatikan orang lain.

Akhirnya, UAI adalah toleransi atas ketidak-jelasan. Dalam dimensi ini, Indonesia dan

Amerika mempunyai nilai yang mirip atau mempunyai perspektif yang hampir sama

(Hofstede, 1994).

Data yang digunakan oleh Hosftede (1994) dalam menyusun peringkat tersebut adalah

data yang dikumpulkan dari beragam negara. Negara yang dipilih tersebut mempunyai

karakteristik sebagai berikut. Pertama, negara tersebut mempunyai satu bahasa yang

dominan, misalnya bahasa Indonesia untuk negara Indonesia. Kedua, mempunyai sistem

pendidikan nasional. Terakhir, negara tersebut mempunyai sistem politik nasional.

Dengan demikian, data yang didapat dari suatu negara, misalnya Indonesia, dapat

dikatakan sebagai tipikal Indonesia. Atau, data yang didapat dari negara Amerika, dapat

dikatakan tipikal Amerika (Hosftede, 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Hofstede

menggunakan pekerja IBM sebagai respondennya. Karena pekerja juga merupakan

konsumen, maka tabel tersebut dapat digunakan untuk memahami perilaku konsumen

(Milner, Fodness, & Seece, 1993).

Berdasarkan definisi budaya Indonesia, pemahaman akan penelitian lintas budaya,

serta Tabel 2.8 yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini menggunakan

pemahaman bahwa responden penelitian, yang keseluruhannya adalah berprofesi sebagai

mahasiswi di beberapa universitas di Yogyakarta, dapat mencerminkan budaya Indonesia


63

dengan tiga alasan utama. Pertama, bahwa mahasiswi Yogyakarta mengenal dan

mengamalkan beberapa budaya Indonesia terutama seperti menggunakan bahasa

Indonesia dan mengamalkan Pancasila walaupun dengan derajat yang berbeda-beda.

Kedua, ada nilai-nilai utama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia seperti

harmonis, toleransi, gotong-royong, dan religius. Nilai-nilai ini juga diajarkan kepada

sebagian besar penduduk Indonesia sejak usia dini. Ketiga, sebagaimana Magnis-Suseno

(1996) menyatakan bahwa budaya Jawa yang mendominasi masyarakat di Yogyakarta

juga dapat mencerminkan budaya Indonesia.

2.6. Simpulan

Bab ini telah memaparkan tinjauan literatur mengenai merek, perilaku, dan teori-teori

sikap, dan budaya sebagai fondasi teoritis dalam pengembangan hipotesis penelitian. Bab

selanjutnya membahas metodologi penelitian yang diaplikasikan pada penelitian ini.


64

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendahuluan

Pada bab sebelumnya telah disampaikan konsep-konsep yang berkenaan dengan

perilaku, sikap, dan pilihan merek. Pada bab tersebut juga disampaikan hipotesis-

hipotesis untuk menjawab masalah penelitian. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan

dengan metodologi penelitian untuk menguji hipotesis-hipotesis penelitian.

Bab ini terdiri dari tujuh sub-bab sebagaimana pada Gambar 3.1. Bab ini dimulai

dengan pendahuluan (3.1) yang diikuti dengan bahasan mengenai paradigma penelitian

(3.2). Lalu, pembahasan mengenai survai (3.3) yang diikuti dengan pembahasan

mengenai pengukuran (3.4). Kemudian, dilanjutkan dengan proses sampling yang

diaplikasikan pada penelitian ini (3.5). Akhirnya, analisis data disampaikan (3.6) yang

diikuti dengan kesimpulan (3.7).

3.2. Jastifikasi Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian ini adalah paradigma post-positivism (Guba & Lincoln, 1994)

atau dikenal juga sebagai paradigma modern empiricism (Hunt, 1991) atau paradigma

scientific realism (Perry, Riege, & Brown, 1999; Dooley, 1995). Perbedaan utama

paradigma ini dengan paradigma lainnya (yaitu: positivism, critical theory, dan

relativism) adalah pada pemahaman akan sifat realitas (nature of reality), tujuan

pertanyaan (inqury aim), dan metodologinya (Tabel 3.1). Secara singkat, paradigma
65

Gambar 3.1. Alur Pembahasan Bab 3

Pendahuluan
(3.1)

Paradigma penelitian
(3.2)

Survai
(3.3)
3.3.1 Justifikasi penggunaan metode survai
3.3.2 Justifikasi pengguaan teknik kuesioner dilakukan
sendiri
3.3.3 Mengatasi kesalahan-kesalahan dalam survai
3.3.4 Pertimbangan etika dalam survai
3.3.5 Pengembangan kuesioner penelitian

Pengukuran
(3.4)

Proses sampling
(3.5)

Analisis data
(3.6)
3.6.1 Proses pra-analisis
3.6.2 Analisis deskriptif
3.6.3 Analisis inferensial

Kesimpulan
(3.7)

scientific realism menyadari bahwa ilmu mencoba menemukan kebenaran walaupun

kebenaran yang absolut adalah tidak mungkin. Lebih lanjut, ilmu digunakan untuk

memberikan penjelasan, memprediksi, dan mengontrol fenomena. Metode yang

digunakan dalam mengumpulkan data umumnya kuantitatif (misalnya survai) walaupun

metode kualitatif dapat juga digunakan (misalnya studi kasus).


66

Tabel 3.1 Karakteristik Paradigma yang Digunakan Dalam Penelitian Ini


Pendekatan objektif Pendekatan subjektif
dalam ilmu sosial dalam ilmu sosial
Kriteria Positivism Postpositivism/ Critical theory Relativism/
Scientific realism Constructivism
Sifat realitas Ilmu menemukan si- Ilmu mencoba untuk me- Kenyataan dibentuk oleh Ilmu menciptakan bera-
fat kenyataan yang nemukan sifat kenyata- banyak faktor seperti sosial gam kenyataan yang di-
sesungguhnya. an tetapi kebenarannya dan budaya, dan dikristali- dasarkan pada sosial
tidak dapat diketahui sasi sepanjang waktu. dan pengalaman.
secara sempurna.
Ilmu adalah obyektif. Ilmu yang 100% ob- Adanya tekanan antara Ilmu adalah subyektif.
yektif adalah tidak subyek dan obyek.
mungkin, tetapi ilmu
lebih obyektif dalam
menjustifikasi pe-
ngetahuan daripada
yg bukan ilmu

Tujuan Penjelasan, prediksi Penjelasan, prediksi Kritik, transformasi Memahami dan


pertanyaan dan kontrol. dan kontrol. dan emansipasi. rekonstruksi.

Ilmu dan Hanya logika justifika- Prosedur-prosedur dibe- Kritik, transformasi Banyak prosedur dapat
metodologi si yang dibutuhkan dakan antara penemuan dan emansipasi diciptakan dan dijustifika-
untuk memahami dan justifikasi pengeta- sikan untuk memahami
ilmu. huan. ilmu.

Pendekatan Umumnya kuantitatif, Pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif.


kuantitatif. tetapi dapat juga meli- (dialog/dialektikal)
puti pendekatan kuali-
tatif.
Data menyediakan Teori harus dibangun, Prosedur dialektikal: Data diciptakan dan diin-
tujuan untuk menguji kemudian dikonfirmasi mencari kontradiksi-kon terpretasikan oleh ilmu-
teori. atau tidak dikonsfirma- tradiksi antara pemahaman wan dalam lingkup ber-
si. intersubjektif dan kondisi bagai teori.
sosial yang objektif.

Metode yang Eksperimen, survey. Survey, studi kasus. Interview mendalam Interview mendalam
biasa diguna- analisa sejarah.
kan

Kriteria Validitas, realibilitas, Validitas, realibilitas, Peningkatan kualitas Dapat dipercaya,


evaluatif objektif. objektif. hidup. otentik

Nilai (value) Bebas nilai (value- Sadar nilai (value- Value-laden Value-laden
free ) aware )
Penulis Bagozzi (1980); Healy dan Perry (2000); Murray danOzanne (1991); Anderson (1983, 1986);
Perry, Riege dan Brown Fleming (1997) Hudson & Ozanne (1988);
(1999); Hunt (1991); Evered dan Louis (1981)
Muncy dan Fisk (1987);
Peter dan Olson (1983)
Anderson (1988; 1983);
Stern dan Schroeder
(1993); Stern (1989, 1993)
Hirschman (1988); Hol-
brook dan O'Shaughnessy
(1988); O'Shaughnessy
(1985); Morgan (1980)
67

3.3. Survai

Penelitian ini meliputi penelitian eksplorasi dan deskriptif. Ada dua penelitian

eksplorasi yang akan dilakukan pada penelitian ini. Penelitian pertama bertujuan untuk

mengetahui merek-merek pelembab pemutih yang digunakan responden dan jangka

waktu pembelian produk. Hasil penelitian pertama ini adalah merek dominan (yaitu

Ponds) yang dipakai responden dan jangka waktu pembelian produk tersebut. Kemudian,

setelah diketahui merek yang dominan, penelitian kedua bertujuan untuk mengetahui

keyakinan-keyakinan menonjol (salient beliefs) responden terhadap perilaku memilih

produk pelembab pemutih Ponds. Keyakinan-keyakinan tersebut lalu dihitung frekuensi

dan persentasenya. Lebih lanjut, keyakinan yang dipilih oleh setidaknya sepuluh persen

dari responden yang akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kuesioner pada

survai 4 dan 5 (Ajzen & Fishbein, 1980).

Penelitian deskriptif meliputi tiga survai, yaitu: survai ketiga, survai keempat, dan

survai kelima (Gambar 3.2). Survai ketiga bertujuan untuk memahami proses keputusan

beli konsumen (consumer decision making) terhadap produk pelembab pemutih Ponds.

Survai ini dilakukan dengan menggunakan model proses keputusan pilihan merek

(Hawkins et al, 1998), yaitu proses yang meliputi keputusan ini terdiri dari empat tahap:

adanya kebutuhan, pencarian informasi, kriteria-kriteria evaluatif alternatif hingga

akhirnya memilih satu merek (Gambar 3.3).


68

Gambar 3.2. Tahapan Survai Dalam Penelitian Ini

eksplorasi deskripsi
1 2 3 4 5
Survey Survey Survey Survey Survey
merek & salient proses sikap - perilaku
jangka modal beliefs keputusan niat
waktu konsumen
pembelian
Mei 2002 Juli 2002 Febuari 2003 Febuari 2003 April 2003

Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini

Gambar 3.3. Proses Keputusan Pilihan Merek

Kebutuhan Mencari informasi Evaluasi Memilih


alternatif merek

Sumber: diadaptasi dari Hawkins et al. (1998, h. 499

Survai keempat dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang memuat butir-butir

yang disusun berdasarkan keyakinan-keyakinan responden yang didapat dari survai

kedua yang meliputi variabel-variabel yang ada pada TPB dan TT. Akan tetapi, variabel

perilaku pada TPB dan TT tidak ditanyakan pada survai keempat. Pertanyaan-pertanyaan

tersebut ditanyakan pada survai kelima yang dilakukan satu hingga satu setengah bulan

sesudah survai kedua. Jangka waktu satu hingga satu setengah bulan tersebut merupakan

hasil penelitian survai pertama yang dilakukan pada tanggal dua hingga empat Mei 2002.

Lebih lanjut, ada tiga kriteria responden pada survai keempat dan kelima, yaitu: (1)

mahasiswi yang berumur 18 – 25 tahun, (2) telah menggunakan produk tersebut minimal

6 minggu, dan (3) berdomisili di Yogyakarta. Alasan untuk ketiga kriteria ini dijelaskan

lebih lanjut pada sub bagian 3.4 (proses sampling).


69

3.3.1. Jastifikasi Penggunaan Metode Survai

Data untuk penelitian deskriptif dapat dilakukan melalui beberapa teknik: survai,

eksperimen, data sekunder, dan observasi (Zikmund, 1997). Survai merupakan teknik

pengumpulan data yang tepat untuk penelitian ini dengan didasarkan pada kriteria yang

disarankan oleh Malhotra (2002) dan Sekaran (2000), yaitu: tujuan penelitian, keakuratan

metode tersebut, ketersediaan sumber data, ketersediaan fasilitas penelitian, waktu yang

diperlukan untuk penelitian, dan biaya yang akan dikeluarkan.

Alasan pertama penggunaan metode survai adalah berkaitan dengan tujuan penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan fenomena memilih merek dengan

menggunakan teori-teori sikap. Metode survai merupakan metode yang tepat untuk

mendapatkan data mengenai sikap, motivasi dan preferensi konsumen dalam suatu

penelitian deskriptif (Aaker & Day, 2001; Malhotra, 1999;). Lebih lanjut, metode ini

dapat digunakan untuk mencari hubungan antar variabel (Sonquist & Dunkelberg, 1977).

Alasan kedua adalah metode survai memberikan hasil yang akurat dan ilmiah

(Zikmund, 1997). Alasan ketiga, data yang dibutuhkan untuk penelitian ini dapat

dilakukan dengan melaksanakan survai terhadap pembeli dan pembeli potensial produk

pelembab pemutih. Kemudian, survai digunakan pada penelitian ini karena tersedianya

fasilitas-fasilitas pendukung untuk metode tersebut (misalnya komputer untuk mengolah

data). Selanjutnya, waktu yang tersedia untuk melakukan survai telah direncanakan

dengan seksama sehingga data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan selama satu setengah

bulan. Terakhir, biaya yang dikeluarkan untuk penelitian ini telah diperhitungkan dengan

cermat.

Metode survai juga dipilih karena pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:


70

• Survai merupakan metode yang dapat memberikan hasil yang cepat, efisien dan

meliput sampel dalam jumlah yang besar (Zikmund, 1997; Davis, 1996);

• Pemberian kode, analisis dan interpretasi data relatif mudah (Malhotra, 1999);

• Metode ini dapat digunakan dan diaplikasikan dalam berbagai keadaan (Aaker &

Day, 2001; Davis, 1996); dan

• Data yang didapat dari metode ini dapat diandalkan (Aaker & Day, 2001; Malhotra,

1999).

3.3.2. Jastifikasi Penggunaan Teknik Kuesioner Dilakukan Sendiri (personally

administered questionnaire)

Ada lima tipe metode survai, yaitu: wawancara tatap muka (face-to-face interviews),

kuesioner dilakukan sendiri, kuesioner melalui surat, kuesioner melalui telepon, dan

kuesioner melalui media elektronik (internet), atau kombinasi dari kelima tipe tersebut

(Aaker et al., 2001; Sekaran, 2000; Malhotra, 1999). Dari kelima tipe tersebut, kuesioner

dilakukan sendiri merupakan teknik yang paling tepat dalam penelitian ini dengan

mengacu pada keunggulan-keunggulan metode tersebut (Tabel 3.3) dibandingkan metode

lainnya sebagaimana ditunjukkan Malhotra (2002, h.207, penekanan ditambahkan)

sebagai berikut:

When evaluating the various survey methods within the context of specific
research project, one has to consider the salient factors relevant to data collection.
For example, if a new perishable food product has to be tested, respondents would
have to taste the product before answering the questionnaire. This would involve
interviewing at central locations, leading to mall intercept as the natural choices. If
no method is clearly superior, the choice must be based on an overall
consideration of the advantages and disadvantages of the various methods.
71

Tabel 3.3. Perbandingan Teknik Kuesioner

Kriteria Interview muka- Dilakukan sen- Surat Telepon Elektronik


ke-muka diri ( personally
administered)
1. Tingkat respon Baik sekali Baik sekali Cukup Buruk Buruk

2. Kerjasama responden Baik sekali Baik sekali Buruk Cukup Buruk

3. Kerahasiaan Buruk Baik sekali Baik sekali Cukup Baik sekali


responden

4. Mendapatkan perta- Buruk Baik sekali Baik sekali Baik sekali Baik sekali
nyaan sensitif

5. Keberagaman Baik sekali Baik sekali Cukup Buruk Buruk


pertanyaan

6. Jumlah data yang Baik sekali Baik sekali Cukup Cukup Buruk
dapat dikumpulkan

7. Fleksibilitas dalam Baik sekali Baik sekali Buruk Cukup Baik sekali
pengumpulan data

8. Kemampuan untuk Baik sekali Baik sekali Buruk Buruk Buruk


tindakan lanjut

9 . Fleksibilitas geografi Buruk Buruk Baik sekali Baik sekali Baik sekali

10. Kecepatan Cukup Baik sekali Buruk Baik sekali Baik sekali

11. Potensi bias dari Buruk Cukup Tidak Cukup Tidak


interviewer ada ada

12. Biaya Buruk Buruk Baik sekali Cukup Baik sekali

13. Kontrol thdp petugas Buruk Buruk Baik sekali Cukup Baik sekali
lapangan
14. Kontrol thdp lingku-
ngan pengumpulan data Baik sekali Baik sekali Buruk Buruk Buruk

15. Penggunaan stimulus


fisik Baik sekali Baik sekali Buruk Buruk Buruk

16. Kontrol terhadap Baik sekali Baik sekali Buruk Cukup Buruk
sampel
17. Kemampuan utk me- Baik sekali Baik sekali Buruk Baik sekali Buruk
minimalkan item yg
tidak dijawab
18. Social desirability Buruk Buruk Baik sekali Cukup Baik sekali

Jumlah baik sekali 10 13 6 4 8


Sumber: dibangun untuk penelitian ini berdasarkan dari Aaker, Kumar and Day (2001); Cooper &
Schindler (1998); Davis (1996); Malhotra (1999); Neuman (2000); Oppenheim (1992); Sekaran (2000);
Zikmund (1997).
72

Dari Tabel 3.3 memperlihatkan keunggulan-keunggulan metode kuesioner dilakukan

sendiri, misalnya:

• Kuesioner dilakukan sendiri memberikan tingkat respon yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kuesioner melalui surat, telepon dan elektonik (Malhotra, 1999;

Oppenheim, 1992);

• Beragam pertanyaan dapat ditanyakan karena responden dapat melihat dan membaca

kuesioner tersebut dan dapat menanyakan pertanyaan yang tidak jelas kepada peneliti

(Aaker et al., 2001; Malhotra, 1999; Oppenheim, 1992); dan

• Teknik ini sangat fleksibel dalam mendapatkan data (Malhotra, 1999).

3.3.3. Mengatasi Kesalahan-Kesalahan Dalam Survai

Peneliti berusaha mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam survai,

yaitu: kesalahan non respon, kesalahan akibat bias, dan kesalahan administratif,

sebagaimana yang ditunjukan oleh Zikmund (1997) yang dibahas sebagai berikut.

Kesalahan tipe pertama, yaitu kesalahan non respon, direduksi dengan mengaplikasikan

beberapa metode yang disarankan oleh Malhotra (1999) serta Sudman dan Blair (1999)

untuk mengurangi kesalahan non-respon seperti: pemberitahuan awal kepada responden,

memotivasi responden, membuat kuesioner yang baik, memberikan insentif kepada

responden, dan melakukan tindakan lanjutan (follow up). Kesalahan non-respon juga

direduksi dengan memberitahukan kepada asisten-asisten penelitian agar melakukan

pengecekan pada saat menerima kuesioner yang diberikan oleh responden. Asisten

penelitian harus memastikan bahwa semua butir telah diisi dengan lengkap sebelum
73

diberikan kepada peneliti. Kuesioner dapat diisi oleh responden pada saat diberikan oleh

asisten atau dapat dibawa pulang.

Kesalahan tipe kedua, yaitu kesalahan yang diakibatkan bias, meliputi kesalahan

akibat bias yang disetujui (acquisencece bias), bias interviewer, dan bias perlindungan

(auspices bias). Kesalahan akibat bias yang disetujui merupakan salah satu faktor

penyebab common method variance (Podsakoff, MacKenzie, Lee, & Podsakoff, 2003).

Kesalahan ini dapat dihindari dengan menggunakan butir positif dan negatif dengan

jumlah yang sama. Akan tetapi, penggunaan butir positif dan negatif secara bersamaan

dapat mempengaruhi keakuratan pengukuran (Herche & Engelland, 1996). Dengan

demikian, penelitian ini mengaplikasikan saran yang direkomendasikan oleh Schmitt dan

Stults (1985, dikutip oleh Schriesheim & Eisenbach, 1995) untuk mereduksi bias

tersebut. Saran tersebut adalah memberikan informasi awal disampaikan kepada

responden bahwa ada butir-butir yang negatif yang mengisyaratkan agar responden dapat

membaca dengan lebih teliti.

Kesalahan akibat bias interviewer direduksi dengan membangun kuesioner setepat-

tepatnya sehingga dapat menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak spesifik dan

tidak diperlukan. Selanjutnya, kesalahan akibat bias perlindungan dihindari dengan

mengidentifikasikan Universitas Gadjah Mada University sebagai lembaga dimana

peneliti bernaung agar penelitian tidak diragukan sebagai penelitian komersial oleh

responden.

Kesalahan tipe ketiga, yaitu kesalahan administratif, meliputi kesalahan dalam

memproses data, kesalahan seleksi sampel, kesalahan interviewer, dan kesalahan akibat

interviewer berbohong. Kesalahan dalam memproses data dihindari dengan membuat


74

prosedur memproses data yang seksama seperti melakukan pemberian kode dan

mengkategorikan data. Kemudian, kesalahan pemilihan sampel dihindari dengan

mengaplikasikan desain sampling yang tepat bagi penelitian ini (yaitu, purposive

sampling). Lalu, kesalahan interviewer dihindari dengan membangun kuesioner yang

tepat yang dapat menjawab masalah penelitian dan menghindari pertanyaan yang tidak

spesifik. Akhirnya, kesalahan akibat kebohongan interviewer dihindari dengan

memberikan informasi kepada interviewer (asisten penelitian) bahwa hasil kuesioner

akan diperiksa ulang oleh peneliti (Zikmund, 1997). Tepatnya, peneliti melakukan

kunjungan ulang secara acak ke responden yang telah mengisi kuesioner. Pada kunjungan

tersebut, peneliti memfokuskan pada informasi karakteristik responden dan meminta

penegasan apakah responden tersebut benar pernah mengisi kuesioner.

3.3.4. Pertimbangan Etika Dalam Survai

Etika merupakan salah satu bagian penting dalam survai yang mempengaruhi hak-hak

responden dan kualitas data yang akan didapat (Davis, 1996). Beberapa isu etika

dipertimbangkan dalam penelitian ini. Pertama, hak-hak responden dihargai (Sekaran,

2000; Davis, 1996). Tepatnya, peneliti akan bertanya kepada calon responden apakah

mereka bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Kemudian, peneliti akan

menjelaskan tujuan penelitian kepada responden. Lebih lanjut, responden dapat saja tidak

menjawab atau menolak menjawab dalam kuesioner. Peneliti akan menerima semua

jawaban responden pada kuesioner dengan tidak mempertanyakan responden mengenai

jawaban-jawaban tersebut. Terakhir, peneliti memastikan bahwa semua pertanyaan pada

kuesioner adalah tepat dan tidak ada pertanyaan yang tidak relevan.
75

3.3.5. Pengembangan Kuesioner Penelitian

Pengembangan kuesioner penelitian dilakukan melalui tujuh tahap yang disarankan

oleh Aaker et al. (1998), yaitu: (1) merencanakan apa yang akan diukur, (2) membuat

format kuesioner, (3) membuat butir-butir dalam kuesioner, (4) membuat lay-out

kuesioner, (5) hasilkan kuesioner, (6) kuesioner diuji-cobakan, dan (7) membuat

kuesioner baru yang telah direvisi (Gambar 3.4.).

Gambar 3.4 Pengembangan Kuesioner Untuk Penelitian Ini

Konstruk
Langkah 1 Merencanakan
apa yang akan Konstitutif (constitutive )
diukur dan definisi operasional
Pengembangan
skala
Langkah 2 Membuat
format kuesioner

Langkah 3 Membuat pernyataan-


pernyataan dalam
kuesioner

Langkah 4 Lay-out kuesioner

Langkah 5 Hasilkan kuesioner

Langkah 6 Uji coba kuesioner

Langkah 7 Membuat kuesioner


yang telah direvisi
Sumber: dibangun untuk penelitian ini berdasarkan pada Aaker et al. (1998, h.307)

Pemahaman akan variabel-variabel dalam CDM, TPB, dan TT didasarkan pada

tinjauan pustakan pada Bab dua. Kemudian, format kuesioner dibuat dengan
76

memasukkan butir-butir (items) yang berkaitan dengan CDM, TPB, dan TT pada masing-

masing kuesioner. Lay-out kuesioner dibuat sebagai berikut. Butir-butir yang mengukur

konstruk yang sama diletakan pada boks yang sama dengan tujuan agar memudahkan

responden informasi dan mereduksi kebingungan responden (Harrison & McLaughlin,

1996; Bagozzi & Warshaw, 1990: Fishbein & Ajzen, 1980). Tidak hanya itu, butir-butir

yang diletakan dalam 1 grup dapat mendukung validitas diskriminan konstruk-konstruk

yang diuji (Harrison & McLaughlin 1996). Pada penelitian ini, setiap konstruk yang

akan digunakan ditulis dengan huruf tebal dan diberikan instruksi dalam menjawab

pertanyaan (Bagozzi & Warshaw, 1990). Setelah kuesioner selesai dibuat, kuesioner

kemudian diuji-cobakan untuk menghasilkan kuesioner yang sesungguhnya.

Dalam pengembangan kuesioner TT, ada satu butir pernyataan yang didesain dalam

pertanyaan tertutup dan terbuka. Butir pernyataan itu adalah resensi pembelian.

Pertanyaan tertutup menanyakan jumlah produk yang baru saja dibeli dan digunakan

dalam kurun waktu enam minggu terakhir. Pilihan jawaban adalah nol hingga enam.

Pertanyaan terbuka menanyakan tanggal dan bulan pembelian. Manfaat dengan

penggunaan pertanyaan terbuka adalah untuk mereduksi jawaban tidak jujur (Waters,

1991). Lebih lanjut, tanggal dan bulan yang telah disebutkan akan menjadi dasar untuk

pemeriksaan ulang pada pertanyaan perilaku (membeli atau tidak membeli) pada

kuesioner terakhir (Kuesioner 5). Dengan kata lain, jika responden A mengatakan

membeli tetapi tanggal atau bulan pembelian terakhir sama dengan yang ditulisnya pada

kuesioner sebelumnya, maka responden A dianggap tidak melakukan pembelian.


77

3.3.6. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Konseptualisasi dan operasionalisasi variabel-variabel perlu dilakukan sebelum data

dikumpulkan (Davis, 1996). Definisi konseptual dan operasional setiap konstruk pada

penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.4. Definisi-definisi konseptual dipresentasikan

dengan mengacu pada pengembang masing-masing teori. Sebagai contoh, definisi

konseptual untuk variabel-variabel TPB mengacu pada Fishbein dan Ajzen (1980, 1975)

dan Ajzen (1988). Variabel-variabel pada TT mengacu pada Bagozzi dan Warshaw

(1990).

Tabel 3.4. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Hipotesis Konstruk Definisi konseptual Definisi operasional


Theory of planned behavior
H1. Sikap memilih merek Sikap memilih Evaluasi seseorang bahwa Keyakinan dan evaluasi seseorang
mempengaruhi niat merek melakukan perilaku memilih me- untuk membeli merek X satu bulan
memilih merek. rek adalah baik atau jelek, yaitu mendatang.
bahwa orang tersebut berkenan
atau tidak berkenan melakukan
perilaku tersebut (Ajzen & Fish-
bein 1980, h.6).

Niat memilih merek Kecenderungan seseorang bahwa Niat seseorang untuk membeli
ia akan berperilaku memilih me- merek X satu bulan mendatang.
rek (Ajzen & Fishbein 1980, h.42).

H2. Norma subyektif Norma subyektif Persepsi seseorang atas tekanan Keyakinan dan kemauan sese-
mempengaruhi niat sosial yang diletakan padanya orang untuk menuruti saran kelu-
memilih merek. untuk berperilaku atau tidak ber- arga atau teman untuk membeli
perilaku (Ajzen & Fishbein 1980, merek X.
h.6).

Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada


H1. H1.

H3a. Kontrol keperilakuan Kontrol keperilaku- Mudah atau sulitnya seseorang Keyakinan kontrol seseorang dan
yang dirasakan mem- an yang dirasakan berperilaku (Ajzen 1988, h.132). akses ke kontrol tersebut untuk
pengaruhi niat. membeli merek X.
H3b. Kontrol keperilakuan
yang dirasakan mem- Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
pengaruhi perilaku H1. H1.
78

Tabel 3.4. Lanjutan Definisi Konseptual dan Definisi Operasional


H4. Niat memilih merek Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
mempengaruhi peri- H1. H1.
laku memilih merek.
Perilaku memilih Respon seseorang yang dapat Membeli atau tidak membelinya
merek diamati dalam memilih merek merek X satu bulan mendatang.
Fishbein & Ajzen 1975, h.53).

H5. Norma subyektif mem- Sikap memilih me- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
punyai pengaruh yang rek H1. H1.
lebih besar dibandingkan
dengan sikap memilih Norma subyektif sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
merek dan kontrol keperi- H2. H2.
lakuan yang dirasakan
terhadap niat memilih Kontrol keperilakua sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
merek. yang dirasakan H3. H3.

Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada


H1. H1.

H6a. Perilaku lampau (fre- Perilaku lampau Perilaku lampau meliputi frekuen- Frekeunsi seseorang membeli me-
kuensi) mempengaruhi si pengalaman seseorang dalam rek X satu tahun yang lalu.
niat memilih merek. memilih merek dan resensi orang
H6. Perilaku lampau (fre- tersebut terhadap frekeunsi men- Resensi seseorang membeli me-
kuensi) mempe- coba lampau (Bagozzi & War- rek X enam bulan yang lalu.
ngaruhi perilaku shaw 1990, h.130).
memilih merek.
H6b. Perilaku lampau (re-
sensi) mempengaruhi Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
perilaku memilih H1. H1.
merek.
Perilaku memilih sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
merek H5. H5.

Theory of trying
H7. Sikap mencoba memi- Sikap mencoba Sikap seseorang terhadap suk- Sikap seseorang untuk membeli
lih merek mempengaruhi memilih merek ses, gagal, dan proses dalam merek X satu bulan mendatang.
niat mencoba memilih memilih merek (Bagozzi & War-
merek. sahwa 1990, h.130).

Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada


H1. H1.

H8. Norma subyektif mem- Norma subyektif sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
pengaruhi niat mencoba H2. H2.
memilih merek.
Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
H1. H1.

H9. Frekuensi mencoba Frekuensi menco- Frekuensi seseorang dalam Seberapa banyak produk merek X
lampau mempengaruhi ba lampau percobaan masa lampau (Bagozzi yang dibeli seseorang.
niat dan perilaku & Warshaw 1990, h.131).
mencoba memilih
merek. Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
H1. H1.

Perilaku memilih sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada


merek H5. H5.
79

Tabel 3.4. Lanjutan Definisi Konseptual dan Definisi Operasional


H10. Norma sosial mempu- Sikap mencoba sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
nyai pengaruh yang lebmemilih merek H7. H7.
besar dibandingkan de-
ngan sikap mencoba Norma subyektif sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
memilih merek dan H1. H1.
frekeunsi mencoba
lampau terhadap niat Frekuensi menco- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
mencoba memilih me- ba lampau H9. H9.
rek.
Niat mencoba me- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
milih merek H1. H1.

H11. Sikap terhadap sukses Sikap untuk men- Keyakinan dan evaluasi sese- Keyakinan dan evaluasi seseorang
dan harapan akan suk- coba dan sukses orang terhadap konsekuensi untuk membeli merek X satu bulan
ses, sikap terhadap yang berkaitan dengan sukses mendatang, dan sukses.
gagal dan harapan (Bagozzi & warshaw 1990,
akan gagal, dan sikap h.131).
terhadap proses mem- Sikap untuk men- Keyakinan dan evaluasi sese- Keyakinan dan evaluasi seseorang
pengaruhi sikap men- coba dan gagal orang terhadap konsekuensi untuk membeli merek X satu bulan
coba memilih merek. yang berkaitan dengan gagal mendatang, tapi gagal.
(Bagozzi & warshaw 1990,
h.131).
Sikap terhadap Keyakinan dan evaluasi sese- Keyakinan dan evaluasi seseorang
proses orang terhadap konsekuensi terhadap proses untuk membeli
yang berkaitan dengan proses merek X satu bulan mendatang.
(Bagozzi & warshaw 1990,
h.131).
H12a. Niat mencoba memilih Niat mencoba me- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
merek mempengaruh milih merek H1. H1.
perilaku mencoba
memilih merek. Frekuensi menco- sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
H12b. Frekuensi mencoba ba lampau H9. H9.
memilih merek
mempengaruhi peri- Resensi mencoba Resensi seseorang terhadap Resensi seseorang membeli me-
laku mencoba lampau coba lampau (Bagozzi & Wars- rek X enam bulan yang lalu.
H12c. Resensi mencoba shaw 1990, h.132).
memilih merek
mempengaruhi peri-
laku mencoba

Theory of planned behavior


dan theory of trying
H13. Theory of trying lebih Niat memilih merek sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
mampu memprediksi H1. H1.
fenomena memilih satu
merek dibandingkan Perilaku memilih sebagaimana didefinisikan pada sebagaimana didefinisikan pada
dengan theory of planne merek H5. H5.
behavior

3.3.7. Pengembangan Skala

Pengembangan skala dilakukan melalui delapan langkah sebagaimana pada Gambar

3.5. Kedelapan langkah tersebut dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu: tahap eksplorasi
80

dan tahap kuantitatif. Tahap eksplorasi meliputi langkah untuk menghasilkan butir-butir

butir pernyataan (statement items) dan validitas isi (content validity). Tahap yang kedua,

yaitu tahap kuantitatif, meliputi langkah-langkah yang bertujuan untuk membersihkan

ukuran (purify measures). Pengembangan skala penelitian ini mengacu pada Churchill

(1979) dan DeVellis (1991).

Gambar 3.5. Pengembangan skala pada penelitian ini

Tahap 1: eksplorasi

Langkah 1 Hasilkan butir-


butir ( items ) Langkah 5 Pengumpulan data
aktual

Analisis butir-
Langkah 2 butir untuk Menilai reliabilitas
validitas isi Langkah 6 * coefficient alpha
(content validity ) * reliabilitas konstruk
* AVE

Tahap 2: kuantitatif Menilai validitas


Langkah 3 Pengumpulan Langkah 7 * covergent validity
data awal * discriminant validity
* criterion validity
* predictive validity
Pembersihan
Langkah 4 ukuran ( purify
measure )
* coefficient alpha
* EFA

Sumber: Churchill (1979), Devellis (1991)

3.3.7.1 Tahap Eksplorasi

Tahap pertama dalam tahap eksplorasi adalah membuat kelompok butir-butir yang

berkaitan dengan tema penelitian. Tepatnya, tahap ini dimulai dari pemahaman akan
81

keyakinan-keyakinan (beliefs) responden yang menonjol (salient) berkenaan dengan

pelembab pemutih Ponds. Fishbein (1967) menjelaskan mengenai definisi keyakinan-

keyakinan menonjol, yaitu keyakinan-keyakinan yang dominan dalam suatu masyarakat.

Dengan mengacu pada definsi tersebut, maka survai eksplorasi dilakukan untuk

mengetahui keyakinan-keyakinan tersebut. Semua jawaban kemudian ditabulasi (Ajzen

& Fishbein, 1980). Hasil studi eksplorasi merupakan dasar dalam pengembangan

kuesioner selanjutnya.

Tahap kedua adalah berkaitan dengan validitas isi (content validity). Validitas ini

memperlihatkan tingkatan suatu konstruk direpresentasikan oleh butir-butir yang

mengacu pada konstruk tersebut (Garver & Mentzer, 1999). Validitas ini lebih bersifat

kualitatif dibandingkan dengan kuantitatif (Parasuraman et al., 1988). Langkah ini

dilakukan dengan memberikan desain kuesioner kepada pembimbing-pembimbing

peneliti untuk diperiksa.

3.3.7.2. Tahap Kuantitatif

Tahap ketiga adalah mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner uji coba.

Churcill (1979) tidak mengidentifikasikan jumlah sampel yang tepat untuk sampel uji

coba (pilot test) dalam pengembangan skala. Beberapa peneliti misalnya DeVellis (1991)

menyarankan sampel berjumlah 300 sedangkan Spector (1992) menyarankan 100 – 200.

Peneliti lainnya, Summers (2001) menyarankan hanya 20 responden untuk uji coba

kuesioner. Dari beragam angka tersebut, penelitian ini menggunakan 100 responden

untuk uji coba kuesioner dengan pertimbangan bahwa jumlah 100 merupakan jumlah

yang cukup untuk menganalisis data uji coba kuesioner.


82

Skala perbedaan semantik (semantic differential) bipolar (yaitu, -3 hingga +3)

digunakan dalam kuesioner penelitian ini dengan mengacu pada Ajzen (2002) dan Ajzen

dan Fishbein (1980). Pada skala ini, nilai nol merupakan nilai netral. Skala bipolar,

dibandingkan dengan skala unipolar (misalnya satu hingga tujuh), merupakan skala yang

tepat untuk diaplikasikan pada penelitian sikap dan perilaku (Bettman et al., 1975). Salah

satu alasannya adalah skala bipolar memberikan hasil korelasi sikap ke perilaku yang

lebih baik dibandingkan dengan skala unipolar (Candel & Pennings, 1999).

Tahap keempat adalah membersihkan ukuran dengan menggunakan Cronbach α dan

exploratory factor analysis (selanjutnya disebut EFA). Cronbach α merupakan hasil ukur

yang sering digunakan oleh banyak peneliti dalam menilai reliabilitas ukuran. Batasan

nilai α yang digunakan pada penelitian ini adalah 0.70 (Hair et al., 1995). Lebih lanjut,

butir-butir dalam kuesioner akan dipertahankan atau dihilangkan dengan melihat nilai

item-to-total correlations (Parasuraman et al., 1988; Churchill, 1979). Batasan nilai yang

akan digunakan adalah > 0.30 (Azwar, 1999).

Penelitian ini menggunakan teknik ukur lain selain Cronbach α untuk menilai

reliabilitas ukuran. Hal ini karena Cronbach α mempunyai keterbatasan khususnya dalam

kaitannya dengan unidimensionalitas (Baumgartner & Homburg, 1996). Cronbach α

tidak membuktikan bahwa suatu ukuran adalah unidimensional walaupun mempunyai

nilai α yang tinggi (Baumgartner & Homburg, 1996). Oleh karena itu, Baumgartner &

Homburg (1996) serta Hulland et al. (1996) menyarankan untuk menggunakan

realibilitas komposit (composite reliability) dan average variance extracted (AVE) untuk

menilai reliabilitas konstruk. Dengan demikian, reliabilitas komposit dan AVE juga

dilaporkan pada hasil analisis data.


83

Pembersihan ukuran juga dilakukan dengan EFA. EFA berguna untuk menguji

validitas konstruk. Validitas ini menunjukkan suatu tingkatan dimana suatu konstruk

mencapai arti secara teoritis dan empiris. Validitas konstruk merupakan kondisi yang

diperlukan dalam menguji teori (Stennkamp & Van Trijp, 1991; Bagozzi, 1980), sentral

dari proses ilmiah (Churchill, 1979), dan sentral dari pengukuruan sebuah konsep

(Carmines & Zeller, 1979).

Analisis faktor merupakan metode yang kuat (powerful) dan yang harus ada

(indispensable) untuk menguji validitas konstruk (Kerlinger & Lee, 2000, h.679). Dalam

analisis faktor (factor analysis), rotasi yang digunakan adalah rotasi varimax. Rotasi ini

memberikan hasil yang baik dalam memaksimalkan jumlah variansi yang dapat

membedakan faktor-faktor dengan jelas (Hair et al., 1995). Hair et al. juga memberikan

arahan dalam menentukan nilai factor loading yang dianggap signifikan. Menurut

mereka, nilai loading terkait dengan jumlah sampel. Dengan didasarkan pada tabel yang

diringkaskan oleh Hair et al., maka dalam penelitian ini, factor loading yang signifikan

adalah factor loading yang mempunyai nilai lebih besar dari 0.35 dimana sampel yang

dibutuhkan agar signifikan adalah 250 (Hair et al., 1995). Sampel penelitian ini sendiri

adalah lebih dari 250, tepatnya 321 responden.

Dalam analisis faktor juga mengaplikasikan KMO (the Kaiser-Meyer-Olkin) untuk

mengukur seberapa jauh indikator-indikator suatu konstruk dalam kelompok yang sama.

Dengan kata lain, KMO mengukur homogenitas variabel (Sharma, 1996). Sharma juga

memberikan rekomendasi bahwa batasan nilai KMO yang memadai untuk penelitian

adalah KMO lebih besar atau sama dengan 0.70.


84

Selain analisis faktor, penelitian ini juga menggunakan confirmatory factor analysis

(selanjutnya disebut CFA) untuk menguji validitas konstruk. CFA juga merupakan alat

uji validitas konstruk yang lebih rigid dibandingkan dengan teknik lainnya (Garver &

Mentzer, 1999; Steenkamp & Van Trijp, 1991). CFA juga dapat dipahami sebagai model

pengukuran (measurement model) karena CFA fokus pada hubungan antar konstruk dan

ukuran (Bagozzi, 1994). Lebih lanjut, dengan mengacu pada Garver dan Mentzer (1999)

serta Bagozzi et al. (1992), validitas konstruk pada penelitian ini dinilai dari beberapa

cara: (1) reliabilitas, (2) validitas konverjen (convergent validity), (3) validitas

diskriminan (discriminant validity), dan (4) validitas kriteria (criterion validity). Validitas

konverjen juga merupakan salah satu cara untuk mereduksi common method variance

(Podsakoff & Organ, 1986).

3.4 Pengukuran

Variabel-variabel dalam TPB dan TT seperti sikap, norma subyektif, dan kontrol

keperilakuan yang dirasakan diukur dengan menggunakan pengukuran langsung dan

tidak langsung (Ajzen, 2002). Variabel lainnya seperti frekuensi, resensi, dan niat hanya

diukur dengan pengukuran langsung. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang

dikaitkan dengan keyakinan responden.

Penelitian ini menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung didasarkan pada

keunggulan masing-masing pengukuran. Keunggulan pengukuran langsung adalah

konsistensi internal atau reliabilitas yang tinggi dibandingkan dengan pengukuran tidak

langsung. Reliabilitas yang lebih rendah pada pengukuran tidak langsung karena

keyakinan seseorang dapat menjadi tidak pasti jika orang tersebut yakin bahwa
85

perilakunya dapat memberikan hasil yang negatif dan positif secara bersamaan (Ajzen,

2002, h.8).

Akan tetapi, pengukuran tidak langsung memberikan kontribusi pada praktis karena

pengukuran tidak langsung dapat mengidentifikasikan keyakinan-keyakinan konsumen

dalam menggunakan produk Ponds (Ajzen, 2002;1991; Engel et al., 1995; Aaker et al.,

1992; Fishbein & Ajzen, 1975). Dengan kata lain, pengukuran langsung sikap hanya

menanyakan apakah konsumen merasa, misalnya: positif atau bijaksana, dalam

menggunakan produk Ponds. Sedangkan dengan pengukuran tidak langsung diketahui

bahwa dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat memberikan hasil kulit

wajah yang lebih putih dan terlihat cerah yang berdampak positif pada peningkatan rasa

percaya diri. Hasil keyakinan-keyakinan tersebut disampaikan pada sub bab 4.2.2 (hasil

analisis survai kedua).

Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa hanya sedikit penelitian yang menggunakan dua

pengukuran sekaligus, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung, dalam aplikasi

TPB (misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Giles & Cairns, 1995; Terry & O’Leary,

1995). Beberapa penelitian hanya menggunakan pengukuran langsung saja (misalnya,

Weber & Gillespie, 1999; Chang, 1998; Trafimow & Duran, 1998; Koslowsky, 1993)

dan tidak langsung saja (misalnya, Hubres et al., 2001; East, 2000; Kanler & Todd,

1998). Beberapa penelitian lainnya menggunakan gabungan pengukuran langsung dan

tidak langsung (misalnya, Maurer & Palmer, 1999; Tkacher & Kolvereid, 1999; Parker et

al., 1995; Schifter & Ajzen, 1985). Dengan kata lain, untuk konstruk tertentu (misalnya

sikap) diukur dengan pengukuran langsung tetapi konstruk lainnya (misalnya kontrol

keperilakuan yang dirasakan) menggunakan pengukuran tidak langsung.


86

Tabel 3.5 Peneliti dan Pengukuran Yang Digunakan

Sumber: diringkaskan dari peneliti-peneliti diatas

Hanya Menggunakan Menggunakan & Memisahkan Menggunakan Gabungan


Pengukuran Pengukuran Pengukuran Langsung & Pengukuran Langsung &
Langsung Tidak Langsung Tidak Langsung Tidak Langsung

Weber & Gillespie, 1999 Hubres et al ., 2001 Giles & Cairns, 1995 Maurer & Palmer, 1999
Chang, 1998 East, 2000 Terry & O'Leary, 1995 Tkacher & Kolvereid, 1999
Trafimow & Duran, 1998 Kanler & Todd, 1998 Parker et al., 1995
Koslowky, 1993 Schifter & Ajzen, 1985

Ada perbedaan hasil antara pengukuran langsung dan tidak langsung (Engel et al.,

1995; Bagozzi, 1981). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi (1981) menunjukkan

bahwa pengukuran sikap dengan menggunakan pengukuran tidak langsung lebih baik

dibandingkan dengan pengukuran tidak langsung. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan

oleh oleh Giles dan Cairns (1995) serta Terry dan O’Leary (1995) menunjukkan hasil

yang berbeda, yaitu pengukuran langsung lebih baik dibandingkan dengan pengukuran

tidak langsung. Dengan didasarkan pada keunggulan masing-masing pengukuran,

penelitian ini menggunakan dua pengukuran dan telah mencoba kedua pengukuran

tersebut pada survai uji coba. Hasil survai uji coba yang baik mendorong penulis untuk

menggunakan kedua pengukuran tersebut pada survai aktual.

3.5. Proses Sampling

Proses sampling pada penelitian ini meliputi empat tahap yaitu tahap mendefinisikan

populasi, mendesain sampel, menentukan jumlah sampel dan melakukan rencana

pengambilan sampel (Gambar 3.6.).


87

Gambar 3.6. Proses sampling dalam penelitian ini

Langkah 1 Mendefinisikan populasi


Elemen : pengguna produk pelembab
pemutih
Unit analisa : pengguna produk pelembab
pemutih merek Ponds
Tempat penelitian : Yogyakarta

Langkah 2 Desain sampel


Sampel purposif
* 18 - 25 tahun
usia min. 18 thn (Sudman, 1983)
* mahasiswi
* telah menggunakan Ponds min. 6 minggu
* domisili Yogyakarta

Langkah 3 Jumlah sampel


N = 321

Langkah 4 Pengambilan sampel


Waktu penelitian : Febuari 2003 - April 2003
Produk : pelembab pemutih Ponds

Sumber: diadaptasi untuk penelitian ini berdasarkan Malhotra (1999)

Definisi populasi. Pada langkah awal proses sampling dalam penelitian ini adalah

mendefinisikan populasi penelitian yang terdiri atas elemen populasi dan unit analisis.

Elemen populasi adalah para pemakai produk pelembab pemutih. Lebih lanjut, unit

analisis penelitian ini adalah pemakai produk pelembab pemutih merek Ponds.
88

Desain sampel. Sampel purposif diaplikasikan pada penelitian ini. Dengan kata lain,

responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah responden yang memenuhi

persyaratan sebagai berikut: (1) mahasiswi yang berumur 18 – 25 tahun, (2) telah

menggunakan produk Ponds setidaknya 6 minggu, dan (3) berdomisili di Yogyakarta.

Penentuan usia minimal 18 tahun mengacu pada Sudman (1983) yang menyatakan bahwa

usia responden untuk penelitian sikap sebaiknya 18 tahun, yaitu usia yang dianggap

memasuki kedewasaan untuk dapat bersikap.

Ada tiga alasan penggunaan sampel purposif pada penelitian ini. Pertama, penelitian

ini menitikberatkan pada pengujian teori (yaitu, TPB dan TT). Dengan demikian,

penggunaan responden yang homogen merupakan sampel yang ideal untuk menguji teori

(Calder, et al. 1987; Lynch, 1982). Sampel homogen adalah sampel yang ideal karena

sampel yang homogen mampu memprediksi dengan lebih tepat dibandingkan sampel

yang heterogen. Dengan kata lain, sampel yang heterogen berarti ada banyak perbedaan-

perbedaan dalam responden yang mengakibatkan prediksi menjadi lebih sulit (Kerlinger

& Lee 2000; Calder et al., 1981). Lebih lanjut, sampel yang heterogen merupakan

ancaman dalam kesimpulan statistik. Sampel heterogen memungkinkan terjadinya

kesalahan Tipe II, yaitu, mengambil kesimpulan bahwa teori tidak dikonfirmasi padahal

hubungan teoretikal suatu variabel diganggu dengan adanya beragam data (Calder et al.,

1987; Cook & Campbell, 1975). Alasan kedua dalam penggunaan sampel purposif

adalah sampel ini mampu mereduksi non-respon (Melnick et al., 1991). Ketiga, biaya

untuk sampel purposif cenderung lebih rendah (Sudman & Blair, 1999).
89

Mahasiswi sebagai sampel penelitian. Penelitian ini menggunakan mahasiswi sebagai

sampel penelitian. Jastifikasi untuk penggunaan mahasiswi sebagai sampel adalah

sebagai berikut. Pertama, mahasiswi mudah mengikuti petunjuk pengisikian kuesioner

dibandingkan dengan responden non mahasiswi (Yavas, 1994).Kedua, mahasiswa/i juga

lebih kooperatif (Yavas, 1994). Lalu, biaya penelitian dengan menggunakan sampel

mahasiswi relatif lebih ringan (Yavas, 1994). Akhirnya, Petty dan Cacioppo (1996) serta

Calder et al. (1982) juga menunjukkan bahwa selama sampel mahasiswa/i relevan

terhadap teori yang digunakan maka sampel mahasiswa dapat digunakan untuk menguji

teori.

Penentuan jumlah sampel. Karena formula penentuan jumlah sampel tidak dapat

digunakan untuk sampel non-probabilitas maka penentuan jumlah sampel non-

probabilitas biasanya didasarkan pada subjektifitas peneliti atau komparasi terhadap

studi-studi terdahulu (Hair et al. , 2000). Pada penelitian ini, penentuan jumlah sampel

(N= 321) didasarkan pada komparasi terhadap studi-studi sikap-perilaku terdahulu

dimana jumlah sampel minimum adalah 53 orang dan jumlah sampel maksimum adalah

1.194 orang. Jumlah sampel rata-rata pada penelitian sikap dan perilaku yang

dirangkumkan pada lampiran A adalah 190 orang (untuk penelitian TPB) dan 212 (untuk

penelitian TT). Dengan demikian, jumlah sampel sebesar 321 orang adalah lebih besar

dan dapat diperbandingkan (comparable) dengan penelitian sejenis.

Penentuan jumlah sampel juga erat kaitannya dengan penggunaan SEM sebagai alat

analisis. Tidak ada arahan yang jelas untuk menentukan jumlah sampel yang tepat untuk

menggunakan SEM. Misalnya, Hulland et al. (1996) menyatakan bahwa sampel dengan
90

jumlah 100 – 200 merupakan jumlah yang cukup untuk menggunakan SEM. Sedangkan

menyatakan Dengan jumlah sampel sebesar 321 orang maka jumlah ini sesuai dengan

pertimbangan diatas. Lebih lanjut, interval keyakinan (confidence interval) pada

penelitian ini adalah 95 persen dengan nilai kritikal z = 1.96 (Hair et al. , 2000).

Pengambilan sampel. Pengambilan data akan dilakukan pada bulan Febuari hingga

April 2003. Delapan asisten peneliti membantu pengambilan data.

3.6. Analisis Data

Data pada penelitian ini dianalisis melalui tiga tahap: (1) proses pra-analisis, (2)

statistik deskriptif dan (3) statistik inferensial (Sekaran, 2000). Proses pra-analisis

meliputi memasukan dan membersihkan data. Sedangkan statistik deskriptif yang

digunakan adalah frekuensi dan persentase khususnya untuk menggambarkan profil

responden dan hasil analisis mengenai pilihan merek. Statistik inferensial pada penelitian

ini adalah digunakannya structural equation modeling sebagai teknik menganalisis data.

3.6.1. Proses Pra-Analisis

Pada tahap proses pra-analisis, data diperiksa baik oleh assisten penelitian dan oleh

peneliti sendiri. Pemeriksaan data ini meliputi kelengkapan jawaban dan profil

responden. Kuesioner yang tidak lengkap atau maksimal tidak mengisi lima butir tidak

diproses lebih lanjut. Kuesioner yang tidak diisi lengkap berkenaan dengan profil

responden juga tidak diproses lebih lanjut. Profil responden, khususnya nama, alamat

serta usia responden, adalah penting dalam studi longitudinal. Adanya assistan penelitian
91

mampu membantu meminimalkan kuesioner yang tidak terpakai karena jawaban yang

tidak lengkap. Proses pra-analisis pada penelitian ini dimulai dengan memeriksa jawaban

yang hilang, outliers, dan normalitas data.

Jawaban yang hilang (missing responses). Kuesioner pada penelitian ini diperiksa dua

kali, yaitu oleh asisten penelitian dan peneliti sendiri. Asisten peneliti diminta untuk

memeriksa apakah responden sudah mengisi dengan lengkap kuesioner tersebut sebelum

diserahkan kepada peneliti. Kemudian, peneliti memeriksa apakah kuesioner telah diisi

dengan lengkap. Kuesioner yang diproses lebih lanjut adalah kuesioner yang terisi

lengkap dan kuesioner dengan pembatasan maksimal lima jawaban hilang. Jawaban yang

hilang pada penelitian ini diperlakukan dengan memberikan nilai netral pada jawaban

yang hilang tersebut (Malhotra, 1999). Malhotra menunjukkan bahwa dengan

memberikan nilai netral tidak akan mengubah nilai tengah (mean) variabel tersebut.

sehingga uji statistik lainnya (misalnya, korelasi) tidak terlalu terpengaruh (Malhotra

1999).

Outliers. Hair et al. (1995) menunjukkan ada empat tipe outliers. Yang pertama adalah

outliers yang muncul karena kesalahan dalam memasukan data. Kemudian, tipe yang

kedua, adalah outliers yang muncul karena hal-hal yang ekstrim yang dapat dijelaskan.

Ketiga, outliers yang muncul karena hal-hal yang ekstrim tetapi tidak dapat dijelaskan.

Tipe yang terakhir adalah outliers yang muncul pada saat dikombinasikan dengan

variabel lain.

Deteksi adanya outliers dalam penelitian ini dimulai dengan menguji distribusi

univariat dari setiap variabel. Pengamatan yang berada diluar rentang distribusi dikatakan
92

sebagai outliers. Dengan kata lain, setiap nilai standardized variable yang melebihi 4

adalah outliers (Hair et al., 1995). Lebih lanjut, multivariate outliers diuji dengan

menggunakan Mahalanobis distance dengan menggunakan p > 0.001 (Hair et al., 1995).

Pengujian outliers dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

Beberapa peneliti (misalnya: Hair et al., 1995; Bagozzi & Baumgartner, 1994;

Schmelkin & Pedhazur, 1991) menunjukkan bahwa keputusan apakah outliers

dihilangkan atau dipertahankan adalah tidak sekedar untuk membersihkan data. Tetapi,

harus juga dipahami sebagai adanya individu-individu (responden) yang unik yang

berbeda dengan kebanyakan. Terlebih lagi, penghilangan outliers dapat menyebabkan

masalah baru, misalnya outliers yang baru (Schmelkin & Pedhazur, 1991). Oleh karena

itu, setelah peneliti yakin dengan memeriksa kembali apakah ada outliers yang muncul

karena kesalahan dalam memasukan data maka penelitian ini tetap menggunakan data

yang ada. Penelitian ini tidak menghilangkan outliers karena outliers tersebut dapat

karena perbedaan nilai yang ekstrim tetapi dari populasi yang sama sebagaimana yang

ditunjukkan oleh Hair et al. (1995, h. 60):

“But if they do represent a segment of the population, they should be retained to


ensure generalisability to the entire population. As outliers are deleted, the analyst is
running risk of improving the multivariate analysis but limiting its generalisability.”

Normalitas Data. Asumsi awal dalam menggunakan SEM adalah data mempunyai

distribusi normal (Hair et al., 1995).Pada penelitian ini, skewness dan kurtosis dapat saja

terdistribusi tidak normal. Distribusi dikatakan normal jika nilai skewness dan adalah

sama dengan nol (Tabachnick & Fidell, 1996). Akan tetapi, distribusi normal sulit dicapai

pada prakteknya (Joreskog & Sorbom, 1982). Dalam penelitian ini, semua variabel akan

diuji pada tingkat univariat and multivariat dengan menggunakan AMOS.


93

3.6.2. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif bertujuan untuk mentransformasi data mentah menjadi suatu

bentuk yang dapat memberikan informasi dalam menggambarkan faktor-faktor yang

digunakan dalam penelitian ini (Sekaran, 2000). Penelitian ini menggunakan alat

frekuensi dan persentase untuk menggambarkan profil responden. Lebih lanjut, hubungan

antar variabel akan menggunakan uji korelasi.

Analisis korelasi. Koefisien korelasi memperlihatkan kedekatan hubungan asosiasi

antara variabel dependen dan independen (Hair et al., 1995). Pada penelitian ini

digunakan korelasi Pearson sebagaimana Pearson tepat digunakan jika data penelitian

pada skala interval (Aaker et al., 1998).

3.6.3 Analisis Inferensial

Pada sub bab ini dibahas mengenai jastifikasi penggunaan SEM, metode estimasi

dalam SEM, dan uji χ2/df sebagai berikut.

Jastifikasi SEM. SEM merupakan alat analisis yang sesuai dengan paradigma yang

dianut pada penelitian ini, yaitu scientific realism (Bagozzi, 1994). Tidak hanya itu, SEM

diaplikasikan pada penelitian ini dengan didasarkan pada tujuh alasan sebagai berikut.

Pertama, penelitian ini fokus pada hubungan antar konstruk dalam menguji teori. SEM

tepat digunakan karena SEM adalah teknik konfirmasi (Tabachnick & Fidell, 1996) yang

didasarkan pada suatu teori (a theory-based approach) (Cheng, 2001; Garver & Mintzer,
94

1999; Bentler & Chou, 1987; Aaker & Bagozzi, 1979). Terlebih lagi, analisis dengan

menggunakan SEM meliputi analisis yang berkaitan dengan teori, metodologi, dan

statistik (Bagozzi, 1981).

Alasan kedua adalah SEM tepat digunakan pada hal-hal yang menyangkut topik

keperilakuan (behavioral) yang seringkali kompleks. Dengan kata lain, suatu dependen

variabel dapat saja merupakan independen variabel pada hubungan yang lain (Cheng,

2001). Ketiga, kemampuan SEM dalam mengukur hubungan antara variabel laten

(variabel yang tidak dapat diobservasi secara langsung) dengan variabel yang dapat

diobservasi secara langsung (Hoyle & Oanter, 1995).

Keempat, SEM mampu untuk mengontrol kesalahan pengukuran sehingga hubungan

antar konstruk dapat diuji tanpa bias (MacKenzie, 2001; Steenkamp & Van Trijp, 1991).

Kelima, SEM dapat digunakan untuk menguji variabel intervening (Bagozzi, 1994).

Keenam, SEM ideal untuk digunakan dalam menguji dan memperbandingkan teori

(Garver & Mentzer, 1999; Sauer & Dick, 1983). Terakhir, SEM dapat menyediakan

berbagai uji statistik sehingga dapat menilai suatu ukuran dengan lebih baik jika

dibandingkan dengan metode-metode lainnya (MacKenzie, 2001).

Metode estimasi dalam SEM. Ada beberapa metode estimasi yang dapat digunakan

dalam SEM. Pada program AMOS, misalnya, ada lima metode estimasi, yaitu: the

maximum likelihood (ML), generalized least squares (GLS), unweighted least squares

(ULS) and asymptotically distribution free (ADF) (Arbuckle & Wothke, 1999). GLS dan

ML Kemudian, ADF tepat digunakan jika sampel penelitian >1000 (Bryne, 1995).
95

Lebih lanjut, teknik estimasi ULS mempunyai keterbatasan khususnya dalam

memberikan beragam uji statistik.

Pemilihan teknik estimasi dalam SEM untuk penelitian ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa data penelitian ini mengandung outliers dan tidak normal. Dengan

demikian, teknik estimasi ML adalah teknik estimasi yang tepat karena ML dapat

digunakan walaupun asumsi normalitas tidak terpenuhi (Tabachnick & Fidell, 1996;

Hoyle & Panter 1995; Bagozzi & Baumgartner, 1994; Diamantopoulos, 1994). Lebih

lanjut, Purwanto (2002) menunjukkan bahwa teknik ML merupakan teknik estimasi yang

dapat menahan kritik mengenai ketepatan penggunaan SEM pada data sosial dan

perilaku. Akan tetapi, pada data yang tidak normal, uji χ2 dan standard error diragukan

ketepatannya (Bagozzi & Baumgartner, 1994). Penggunaan ML pada data yang tidak

normal harus disertai dengan χ2 yang telah dikoreksi (Steenkamp & van Trijp, 1991;

Bentler & Chou, 1987).

Chi-square test (χ2) and χ2/df. Keterbatasan utama uji χ2 adalah asumsi distribusi

normal dan jumlah sampel (Joreskog & Sorbom, 1982). Berkaitan dengan asumsi

distribusi normal, Joreskog dan Sorbom menjelaskan bahwa asumsi tersebut sering gagal

dilaksanakan dalam prakteknya. Sedangkan berkenaan dengan jumlah sampel, uji χ2

sensitif terhadap jumlah sampel ( Hair et al., 1995; Fredricks & Dossett, 1983; Joreskog

& Sorbom, 1982; Fornell & Larcker, 1981; Bentler & Bonett, 1980). Hair et al. (1995)

juga menunjukkan bahwa tepat digunakan bila jumlah sampel berkisar 100 – 200.

Dengan kata lain, jika jumlah sampel lebih besar dari 200 atau kurang dari 100 maka χ2

akan memberikan hasil yang signifikan.


96

Oleh karena keterbatasan utama tersebut, uji χ2 diperbaiki dengan membagi χ2 dengan

derajat kebebasan (degrees of freedom, selanjutnya disebut df) untuk mereduksi

sensitivitas χ2 terhadap jumlah sampel (Wheaton et al., 1977 dalam Bryne 2001). Tidak

ada batasan yang jelas mengenai nilai χ2/df untuk menunjukkan diterima atau tidaknya

suatu model. Kelloway (1998) menunjukkan bahwa nilai tersebut sebaiknya kurang dari

lima. Peneliti lain, Marsh dan Hocevar (1995, dalam Arbuckle & Worthe, 1999)

merekomendasikan nilai dua hingga lima sebagai nilai fit yang cukup beralasan

(reasonable fit). Dengan kata lain, nilai yang rendah menunjukkan ‘good fit’ sedangkan

nilai lebih dari lima adalah ‘poor fit’. Penelitian ini mengaplikasikan batasan nilai χ2/df

kurang dari lima. Tabel 3.6 memperlihatkan cut-off value untuk uji-uji dalam SEM.
97

Tabel 3.6. Cut-off Value Untuk Uji-Uji Dalam SEM

Goodness-of-fit Cut-off value Referensi


indexs
Absolute fit
GFI > 0.90 Kelloway (1998)

AGFI > 0.90 Hair, dkk (1995) ; Kelloway (1998)

CMIN/DF >5 Kelloway (1998)


2 - 5 (reasonable fit) Marsh & Hocevar (1985, dalam Arbuckle &
Worthe 1999)

RMR < 0.70 Bagozzi, dkk (1992)

0 (perfect fit) Hulland, dkk (1996)


<= 0.05 (good fit)
0.05-0.1 (adequate fit)

RMSEA < 0.08 Hair, dkk (1995)


<0.05 (close fit) Baumgartner & Homburg (1996)
0.05 - 0.08 (reasonable fit)
Incremental fit
NFI > 0.90 Hair, dkk (1995) ; Tabahnick & Fidell (1996) ;
Kelloway (1998)

RFI > 0.90 Kelloway (1998)

CFI > 0.90 Tabahnick & Fidell (1996) : good fitting model
Bagozzi & Kimmel (1995) : satisfactory - fit

IFI > 0.90 Kelloway (1998)


Parsimonious fit
PGFI Tidak ada cut-off value yang standar. Hair, dkk (1995)
Komparasi 2 teori dilakukan dengan
melihat nilai PGFI terbesar

PNFI Tidak ada cut-off value yang standar. Kelloway (1998)


Komparasi 2 teori dilakukan dengan Hair, dkk (1995)
melihat nilai PNFI terbesar

AIC Tidak ada cut-off value yang standar. Kelloway (1998)


Komparasi 2 teori dilakukan dengan Hair, dkk (1995)
melihat nilai AIC terkecil

CAIC Tidak ada cut-off value yang standar. Kelloway (1998)


Komparasi 2 teori dilakukan dengan
melihat nilai CAIC terkecil
98

Model pengukuran. CFA dapat dipahami dan disebut juga sebagai model pengukuran

karena CFA fokus pada hubungan antar konstruk dan ukuran (Kaplan, 1995; Bagozzi,

1994). Ada dua cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengevaluasi validitas model

pengukuran (Cheng, 2001). Pertama, model pengukuran dilakukan dengan melakukan uji

setiap konstruk secara terpisah. Kedua, pengujian dilakukan dengan memasukkan semua

konstruk bersama-sama. Penelitian ini mengaplikasikan pengujian model pengukuran

dengan memasukan semua konstruk secara bersama-sama untuk masing-masing teori.

Keunggulan dengan cara ini adalah dapat memberikan gambaran bahwa indikator-

indikator untuk masing-masing konstruk adalah berbeda. Dengan kata lain, validitas

diskriminan tiap ukuran dapat diasumsikan walaupun belum teruji secara statistik

(Cheng, 2001).

Dalam mengaplikasikan SEM, penelitian ini menggunakan AMOS 4.0 karena

keunggulan program tersebut yang mudah digunakan dan kemampuannya untuk

mengimpor data dari beragam program lainnya, misalnya data dari program SPSS atau

Excel (Arbuckle & Wothke, 1999).

Model struktural. Berdasarkan tinjauan literatur, maka model struktural untuk TPB dan

TT diperlihatkan pada Gambar 3.7 dan 3.8 sebagai berikut.


99

Gambar 3.7a Model Struktural TPB

x1 Att
H1
res1 res2

SN H2 Beh
x2 Int y2

H3a

PBC y1
x3 H3b

Gambar 3.7b Model Struktural TPB-FR

x4 x5

Frek Res

H6b
H6a H6c
x1 Att
H1
res1 res2

SN H2 Beh
x2 Int y2

H3a

PBC y1
x3 H3b
100

Gambar 3.8 Model Struktural TT

x7 x8

Frek Res

res1

x1 ATS H12b
H9
ATT H12c
x2 ETS
H7 res2 res3

H11
x3 ATF y1 H12a Try
Int y3

x4 ETF
H8
SN y2
ATP
x5

x6

3.7 Simpulan

Pada Bab 3 ini telah dijelaskan bagaimana metodologi penelitian diaplikasikan

penelitian. Dalam hal metodologi ini, langkah-langkah dalam desain sampel,

pengembangan kuesioner, hingga bagaimana pengembangan skala telah dijelaskan dan

dijastifikasi. Bab ini juga membahas etika penelitian dalam kaitannya dengan metode

survai yang diaplikasikan dalam penelitian ini. Akhirnya, bab ini ditutup dengan

pembahasan mengenai reliabilitas dan validitas pengukuran serta metode analisis data.
101

BAB IV

ANALISIS DATA

4.1. Pendahuluan

Bab sebelumnya telah membahas metodologi penelitian disertasi ini. Pada bab ini

disampaikan hasil analisis data. Pembahasan bab ini dimulai dengan hasil analisis survai

1 (4.2.1), survai 2 (4.2.2), survai 3 (4.2.3), profil responden dan tingkat pengembalian

kuesioner (4.3), hasil analisis data (4.4), dan diakhiri dengan kesimpulan (4.5)

sebagaimana tergambar pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Alur Pembahasan Bab Empat

4.1 Pendahuluan

4.2.1 Hasil analisis 4.2.2 Hasil analisis 4.2.3 1 Hasil analisis data uji coba
survai 1 (survai survai 2 (salient survai 3 (consumer decision
merek dan jangka beliefs Ponds) making)
waktu pembelian) 4.2.3.2 Hasil analisis data aktual

4.3 Hasil analisis data uji coba


TPB dan TT

4.4.1 Tingkat pengembalian 4.4.2 Hasil analisis data aktual


kuesioner data aktual 4.4.3 Pembahasan atas hasil
analisis

4.5 Simpulan
102

4.2.1 Hasil Analisis Survai Pertama

(Survai Merek dan Jangka Waktu Pembelian)

Survai ini bertujuan untuk mengetahui merek pelembab pemutih apa yang paling

banyak digunakan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memahami jangka

waktu pembelian produk tersebut. Jangka waktu pembelian ini berguna untuk

menetapkan rentang waktu antara survai keempat (survai sikap-niat) dan survai kelima

(survai perilaku). Adapun informasi lebih lanjut mengenai survai adalah sebagai berikut:

Tanggal pelaksanaan : dua hingga empat Mei 2002

Jumlah responden : 61 orang

Hasil survai menunjukan bahwa merek yang paling banyak digunakan adalah merek

Ponds (Gambar 4.2) dan lebih dari separuh responden membeli produk pelembab

pemutih setiap satu bulan sekali (Gambar 4.3). Dengan didasarkan pada hasil survai ini,

maka merek pelembab pemutih yang digunakan pada penelitian ini adalah merek Ponds.

Lebih lanjut, jangka waktu yang digunakan antara survai keempat dan kelima adalah satu

setengah bulan karena jumlah responden yang membeli setiap bulan atau antara satu

hingga dua bulan tidak terlalu berbeda jauh (Gambar 4.3).


103

Gambar 4.2 Merek-merek yang Pelembab Pemutih Digunakan Responden

Gizi 1
Hidroquenon 1
Oil of Ulay 3
Pixy 1
Extraderm 1
Citra white 2
Chun Mien 1
Merek

L'oreal 4
Avon 1
Nivea white 6
Hazeline snow 2
Revlon 3
Biokos 1
Sari Ayu 3
Tull Jie 3
Ponds 28

0 5 10 15 20 25 30
Jumlah responden
Sumber: hasil analisis data

Gambar 4.3 Jangka Waktu Pembelian

34
35 27
30
25
J u m la h 20
re s p o n d e n 1 5
10
0
5
0
> = 1 b u la n 1 - 2 b u la n < 2 b u la n
F r e k u e n s i p e m b e lia n

Sumber: hasil analisis data


104

4.2.2 Hasil Analisis Survai Kedua

(Survai Salient Beliefs)

Survai ini bertujuan untuk mengetahui keyakinan-keyakinan menonjol (salient beliefs)

responden membeli dan menggunakan pelembab pemutih merek Ponds. Adapun tanggal

pelaksanaan dan jumlah responden adalah sebagai berikut:

Tanggal pelaksanaan : 24 Juni – 24 Juli 2002

Jumlah responden : 131 mahasiswi, 18-25 tahun, domisili di Yogyakarta

Mengacu pada Ajzen dan Fishbein (1980), hasil survai mengenai keyakinan-

keyakinan tersebut lalu dihitung frekuensi dan persentasenya. Lebih lanjut, keyakinan

yang dipilih oleh setidaknya sepuluh persen oleh responden yang digunakan sebagai

dasar dalam penyusunan kuesioner keempat (kuesioner sikap-niat).

Hasil survai memperlihatkan bahwa keunggulan utama dalam membeli dan

menggunakan pelembab pemutih Ponds adalah dapat: (1) memutihkan kulit wajah secara

nyata, (2) membantu memberikan kesan wajah yang bersih, (3) membantu melindungi

kulit wajah dari sinar ultra violet, (4) membantu melembabkan kulit wajah, (5) membantu

memberikan kesan wajah yang cerah, (6) membantu meningkatkan rasa percaya diri, dan

(7) membantu menghilangkan flek-flek hitam di kulit wajah (Tabel 4.1). Hasil survai ini

juga memperlihatkan dua kelemahan dalam membeli dan menggunakan pelembab

pemutih Ponds, yaitu (1) harus menyisihkan uang agar dapat membeli dan (2) khawatir

tidak ada stok di toko (Tabel 4.2).


105

Tabel 4.1 Salient Behavioral Beliefs (advantages)


Membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan Frekuensi
depan

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 78%


memutihkan kulit wajah secara nyata.

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 39%


memberikan kesn wajah yang bersih.

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 32%


melindungi kulit wajah dari sinar ultra violet.

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 29%


melembabkan kulit wajah.

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 18%


memberikan kesan wajah yang cerah.

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 14%


meningkatkan rasa percaya diri.

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 11%


menghilangkan flek-flek hitam di wajah.

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 7%


menjadikan warna kulit wajah menjadi lebih rata.*

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 3%


memberikan kesan kulit wajah tidak kusam.*

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 2%


memberikan kesan kulit wajah bercahaya.*

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 2%


kulit wajah tidak menjadi kering.*

Dengan menggunakan pelembab pemutih Ponds dapat membantu 1%


memberikan kesan kulit wajah berseri. *

* tidak digunakan

Tabel 4.2 Salient Behavioral Beliefs (disadvantages)


Membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan Frekuensi
depan

Harus menyisihkan uang agar dapat membeli. 66%

Khawatir tidak ada stok di toko. 27%


106

Hasil survai memperlihatkan bahwa pembelian pelembab Ponds dipengaruhi oleh tiga

referensi utama, yaitu: (1) saudara, (2) teman, dan (3) ibu (Tabel 4.3). Selanjutnya,

keyakinan akan kontrol responden berkaitan dengan: (1) kemudahan mendapatkan

produk dan (2) harga produk yang terjangkau (Tabel 4.4).

Tabel 4.3 Salient Referents


Referents Frekuensi

Saudara (kakak atau adik) 72%

Teman 65%

Ibu 37%

Sales Promotion Girl (SPG)* 9%

Pacar* 5%

Suami* 2%

* tidak digunakan

Tabel 4.4 Salient Control


Membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan Frekuensi
depan

Kemudahan mendapatkan produk. 77%

Harga yang terjangkau. 52%

Penelitian ini mengeksplorasi keyakinan-keyakinan responden terhadap mencoba

membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan depan dan berhasil. Hasil

analisis memperlihatkan bahwa responden yakin jika dapat membeli dan menggunakan

Ponds bulan depan dan berhasil akan: (1) menjadikan mereka tetap percaya diri, (2) kulit
107

muka menjadi lebih putih, (3) tidak takut melakukan aktifitas di bawah sinar matahari,

dan (4) kulit muka akan menjadi lebih lembab dan halus (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab Pemutih Ponds


bulan depan dan berhasil
Keyakinan Frekuensi

Tetap percaya diri. 71%

Kulit muka menjadi lebih putih. 40%

Tidak takut melakukan aktifitas di bawah sinar matahari. 21%

Kulit muka menjadi lebih lembab dan halus. 17%

Tabel 4.6 memperlihatkan keyakinan-keyakinan responden terhadap mencoba

membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds bulan depan dan gagal. Hasil

analisis memperlihatkan bahwa responden yakin jika dapat membeli dan menggunakan

Ponds bulan depan dan gagal, maka: (1) tidak percaya diri dalam bergaul, (2) takut kulit

muka menjadi kusam, (3) takut kulit muka kembali ke warna sebelumnya, (4) takut

melakukan aktifitas dibawah sinar matahari, dan (5) takut kulit muka menjadi kering.

Tabel 4.6 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab Pemutih Ponds


bulan depan dan gagal
Keyakinan Frekuensi

Tidak percaya diri dalam bergaul. 58%

Takut kulit muka menjadi kusam. 23%

Takut kulit muka kembali ke warna sebelumnya. 21%

Takut melakukan aktifitas di bawah sinar matahari. 18%

Takut kulit menjadi kering. 18%


108

Hasil analisis memperlihatkan keyakinan-keyakinan responden terhadap mencoba

membeli dan menggunakan pelembab pemutih Ponds (Tabel 4.7). Hasil analisis adalah

sebagai berikut: (1) kulit muka menjadi lebih putih, (2) kulit muka terlihat lebih cerah, (3)

kulit muka terlihat lebih bersih, (4) kulit muka terlihat lebih halus, (5) harus menyisihkan

uang karena mahal, dan (6) kulit muka akan terasa pedih pada saat pertama kali pakai.

Tabel 4.7 Mencoba Membeli dan Menggunakan Pelembab Pemutih Ponds


bulan depan
Keyakinan Frekuensi

Kulit muka menjadi lebih putih. 56%

Kulit muka terlihat lebih cerah. 22%

Kulit muka terlihat lebih bersih. 18%

Kulit muka terlihat lebih halus. 14%

Harus menyisihkan uang karena harganya mahal. 50%

Kulit muka terasa pedih pada saat pertama kali pakai. 12%

4.2.3 Hasil Analisis Survai Ketiga

(Survai Consumer Decision Making)

Pengambilan keputusan konsumen (selanjutnya disebut CDM) adalah proses kognitif

yang digunakan individu pada saat individu tersebut harus memilih produk, jasa, atau

merek. Proses ini dimulai dari disadarinya suatu kebutuhan. Lalu, individu mulai mencari

informasi dan menentukan kriteria evaluatif untuk membedakan manfaat yang diberikan

oleh satu merek dengan merek lainnya. Akhirnya, individu sampai pada tahap pilihan

merek.
109

Tujuan dilakukannya survai CDM adalah didasarkan dua pertimbangan utama.

Pertama, kuesioner CDM adalah kuesioner yang berfungsi untuk menyaring calon

responden yang menggunakan pelembab Ponds. Dengan kata lain, penelitian ini tidak

menanyakan kepada calon responden apakah mereka menggunakan pelembab merek

Ponds. Tetapi, calon responden yang menulis pada jawaban merek yang digunakan

adalah Ponds yang akan dipertimbangkan sebagai responden penelitian. Nama, alamat,

dan usia responden pengguna merek Ponds kemudian dikumpulkan untuk menjadi

responden survey keempat dan kelima. Kedua, kuesioner CDM juga dilakukan sesuai

dengan judul disertasi ini yaitu memilih satu merek. Konsumen sampai pada pembelian

atau pemilihan suatu merek merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan.

Hasil analisis data CDM disampaikan dua bagian. Pertama, hasil analisis data uji

coba (4.2.3.1) yang akan disampaikan terlebih dahulu. Kedua, hasil analisis data aktual

disampaikan (4.2.3.2). Hasil analisis data memaparkan reliabilitas, validitas, dan korelasi

kuesioner CDM.

4.2.3.1 Hasil Analisis Survai CDM Uji Coba

(Reliabilitas,Validitas, dan Korelasi Variabel CDM)

Reliabilitas. Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa nilai corrected item-total correlation butir

dalam kuesioner CDM berkisar dari 0.2378 hingga 0.7814. Batasan yang digunakan

untuk menghilangkan suatu butir adalah 0.30 (Azwar, 1999). Satu butir, yaitu ev_8

(kemasan produk), mempunyai nilai lebih kecil dari 0.30. Dengan demikian butir tersebut

tidak digunakan pada kuesioner selanjutnya.


110

Tabel 4.8 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α CDM

Butir Corrected Item- Cronbach


Total Correlation α
NEED 0.8320
Need_1 (kulit wajah yang putih memberikan 0.6844
kesan wajah bersih)
Need_2 (kulit wajah harus terlindungi dari sinar 0.5440
UV)
Need_3 (kulit wajah yang putih memberikan 0.7814
kesan cerah)
Need_4 (kulit wajah yang putih meningkatkan 0.6057
rasa PD)
Need_5 (kulit wajah yang putih memberikan 0.5920
kesan wajah yang halus)

EXTERNAL 0.6928
Ext_1 (teman) 0.5220
Ext_2 (keluarga) 0.6239
Ext_3 (iklan) 0.3987
Ext_4 (SPG) 0.3785

INTERNAL 0.7133
Int_1 (memori) 0.5757
Int_2 (pengalaman lampau) 0.5757

EVALUATIVE CRITERIA
Ev_1 (harga) 0.4534 0.7436
Ev_2 (kemampuan produk untuk memutihkan) 0.5679
Ev_3 (kemampuan produk melindungi kulit) 0.5672
Ev_4 (kemampuan produk melembabkan wajah) 04546
Ev_5 (kemampuan produk untuk menghaluskan) 0.6384
Ev_6 (ketersediaan di pasar) 0.3562
Ev_7 (kecocokan dengan kulit) 0.5307
Ev_8 (kemasan produk) 0.2378
Sumber: hasil analisis data

Validitas. Setelah kuesioner diperiksa oleh para pembimbing (validitas isi) kemudian

kuesioner diberikan kepada responden yang sesuai dengan kriteria responden yang dituju.

Lalu, validitas konstruk variabel dalam CDM dilakukan dengan menggunakan analisis

faktor. Tabel 4.9 memperlihatkan hasil analisis faktor.


111

Tabel 4.9 Analisis faktor konstruk CDM

C omponent
1 2 3 4
N eed_1 0.822
N eed_2 0.548
N eed_3 0.860
N eed_4 0.690
N eed_5 0.767
Ext_1 0.733
Ext_2 0.797
Ext_3 0.428
Ext_4 0.715
Int_1 0.859
Int_2 0.793
Ev_1 0.622
Ev_2 0.770
Ev_3 0.774
Ev_4 0.519
Ev_5 0.637
Ev_6 0.463
Ev_7 0.624
Sumber: hasil analisis data

KMO = 0.756

Korelasi antar variabel. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat korelasi antar

variabel CDM. Hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan korelasi yang leih

besar dari 0.70 (Garver & Mentzer, 1999).

Tabel 4.10 Korelasi Antar Variabel CDM


Need External Internal Evaluative Choice
Need 1
External 0.287** 1
Internal 0.176 0.242* 1
Evaluative 0.456** 0.393** 0.265** 1
Choice 0.087 0.250* 0.271** 0.202* 1

** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)


* correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Sumber: hasil analisis data
112

4.2.3.2 Hasil Analisis Survai CDM Survai Aktual

(Reliabilitas,Validitas, dan Korelasi Variabel CDM)

Reliabilitas. Butir-butir yang digunakan dalam kuesioner survai aktual merupakan hasil

dari survai uji coba. Pembahasan akan dimulai dari dari reliabilitas ukuran yang meliputi:

corrected item-total correlation dan Cronbach α (Tabel 4.11), reliabilitas komposit, dan

AVE (Tabel 4.17). Hasil analisis pada tabel 4.16 menunjukkan bahwa Cronbach α

variabel CDM berkisar dari 0.6465 hingga 0.8595. Sedangkan pada tabel 4.12

memperlihatkan bahwa nilai reliabilitas komposit variabel CDM berkisar dari 0.66

hingga 0,87. Nilai komposit 0.6 hingga 0.8 dikategorikan sebagai nilai komposit yang

cukup baik (Bagozzi & Baumgartner, 1994).

Tabel 4.11 Nilai corrected item-to-total correlation dan Cronbach α CDM

Butir Corrected Item- Cronbach


Total Correlation α
NEED 0.8595
Need_1 (kulit wajah yang putih memberikan 0.7094
kesan wajah bersih)
Need_2 (kulit wajah harus terlindungi dari sinar 0.5745
UV)
Need_3 (kulit wajah yang putih memberikan 0.7750
kesan cerah)
Need_4 (kulit wajah yang putih meningkatkan 0.7082
rasa PD)
Need_5 (kulit wajah yang putih memberikan 0.6642
kesan wajah yang halus)

EXTERNAL 0.6465
Ext_1 (teman) 0.5292
Ext_2 (keluarga) 0.4706
Ext_3 (iklan) 0.3765
Ext_4 (SPG) 0.3609

INTERNAL 0.6626
Int_1 (memori) 0.5141
Int_2 (pengalaman lampau) 0.5141
113

EVALUATIVE CRITERIA
Ev_1 (harga) 0.4092 0.7941
Ev_2 (kemampuan produk untuk memutihkan) 0.5663
Ev_3 (kemampuan produk melindungi kulit) 0.5705
Ev_4 (kemampuan produk melembabkan wajah) 0.5485
Ev_5 (kemampuan produk untuk menghaluskan) 0.6611
Ev_6 (ketersediaan di pasar) 0.4365
Ev_7 (kecocokan dengan kulit) 0.5855
Sumber: hasil analisis data

Tabel 4.12 Reliabilitas Komposit dan AVE (CDM)

Konstruk Realibilitas AVE


Konstruk
Need 0.87 0.99
External 0.66 0.96
Internal 0.69 0.96
Evaluative 0.81 1
Sumber: hasil analisis data

Validitas. Hasil analisis faktor diperlihatkan dalam Tabel 4.13. Nilai KMO adalah 0.833

yang berarti indikator-indikator dari setiap konstruk adalah homogen (Sharma, 1996).

Tabel 4.13 Analisis faktor konstruk CDM

Component
1 2 3 4
Need_1 0 .8 3 2
Need_2 0 .6 7 6
Need_3 0 .8 7 1
Need_4 0 .7 9 9
Need_5 0 .7 7 0
E x t_ 1 0 .7 6 5
E x t_ 2 0 .7 4 5
E x t_ 3 0 .5 3 4
E x t_ 4 0 .6 6 3
In t_ 1 0 .8 3 2
In t_ 2 0 .8 0 0
Ev_1 0 .5 7 8
Ev_2 0 .7 2 4
Ev_3 0 .7 5 2
Ev_4 0 .6 3 2
Ev_5 0 .7 2 6
Ev_6 0 .5 1 1
Ev_7 0 .6 8 0
Sumber: hasil analisis data
KMO = 0.833
114

Korelasi. Hasil analisis korelasi pada Tabel 4.14 memperlihatkan bahwa semua nilai

signifikan pada p = 0.01.

Tabel 4.14 Korelasi Antar Variabel CDM

N eed E x te rn a l In te r n a l E v a lu a t iv e C h o ic e
N eed 1
E x te rn a l 0 .1 9 9 * * 1
In t e r n a l 0 .1 3 7 * * 0 .2 2 5 ** 1
E v a lu a t iv e 0 .3 1 0 * * 0 .3 0 8 ** 0 .3 9 2 * * 1
C h o ic e 0 .1 6 7 * * 0 .2 0 5 ** 0 .2 7 1 * * 0 .2 8 7 * * 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

Sumber: hasil analisis data

4.4.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner Survai 4 dan 5

(Survai Sikap – Niat dan Survai Perilaku)

Pada Bab 3 sebelumnya telah disampaikan bahwa kuesioner yang digunakan adalah

kuesioner yang diisi secara lengkap baik pada bagian mengenai profil responden dan

butir-butir yang berkaitan dengan TPB dan TT. Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa 321

kuesioner yang dapat digunakan dari 377 kuesioner yang disebarkan. Dengan demikian,

tingkat pengembalian kuesioner pada penelitian ini adalah 85.14 persen.

Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa ada perbedaan jumlah jumlah pada survai 1 dan

survai 2 dimana responden berkurang sebanyak 49 responden. Dua faktor utama

berkurangnya jumlah responden disebabkan: (1) responden tidak ditempat pada saat

kuesioner kedua diberikan (karena libur dan KKN) dan (2) kuesioner dikembalikan

terlambat. Responden yang tidak di tempat tersebut telah dicoba untuk ditemui hingga

tiga kali kunjungan.


115

Tabel 4.15 Tingkat Pengembalian Kuesioner

Uji coba Survai 1 Survai 2


(sikap – niat) (perilaku)
n(%) n(%) n(%)

Kuesioner yang dapat 100 (91.74%) 377 (95.69%) 321 (85.14%)


Digunakan

Kuesioner yang tidak 9 (8.26%) 17 (4.31%) 7 (1.86%)


Dapat digunakan

Kuesioner tidak kembali/ 0 (0%) 0 (0%) 49 (13%)


Terlambat dikembalikan

Total kuesioner tersebar 109 (100%) 394 (100%) 377 (100%)

Response rate 91.74% 95.69% 85.14%


Sumber: hasil analisis data

Hasil tingkat pengembalian kuesioner penelitian, yaitu sebesar 85.14 persen,

merupakan hasil tingkat pengembalian yang baik bila dibandingkan dengan penelitian

sejenis (penelitian TPB dan TT). Tabel 4.16 memperlihatkan tingkat pengembalian

kuesioner rata-rata adalah 70 persen. Lebih lanjut, mortalitas responden tersebut juga

diuji dengan menggunakan t-Test untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean usia.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa perbedaan mean adalah 20.87 dan 21.04 adalah

tidak signifikan yang berarti tidak ada perbedaan usia antara responden yang mengikuti

kuesioner keempat dan kelima dengan 49 responden yang tidak mengikuti kuesioner

kelima (tabel 4.17).


116

Tabel 4.16 Tingkat pengembalian Kuesioner Penelitian TPB dan TT

Peneliti Tingkat
Pengembalian
Kuesioner
Spatz et al. (2003) 64.30%
George (2002) 48%
Hrubes et al. (2001) 87%
Cordano dan Frieze (2000) 52.20%
Dharmmesta (2000) 94.00%
Sheeran dan Orbell (2000) 58%
Dharmmesta dan Khasanah (1999) 90%
Corner dan McMillan (1999) 47%
Lin et al. (1999) 89%
Sheeran dan Orbell (1999) 76%
Terry et al. (1999) 80%
Chatzisarantis dan Biddle (1998) 20.40%
Orbell et al. (1997) 82%
Thompson & Thompson (1996) 20%
Bagozzi dan Kimmel (1995) 90%
Parker et al. (1995) 96%
Terry dan O'Leary (1995) 92%
Randall (1994) 80%
Sahni (1994) 70%
Perugini dan Bagozzi (1992) 90%
Randall dan Gibson (1991) 33%
Bagozzi dan Warshaw (1990) 90%

Rata-rata 70%
Sumber: direkapitulasi dari peneliti-peneliti disebut diatas

Tabel 4.17 Tabel t-Test

T-Test
Group Statistics

Std. Error
RESP_KOD N Mean Std. Deviation Mean
USIA 1.00 321 20.8785 1.7838 9.956E-02
2.00 49 21.0408 1.7673 .2525
117

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Mean Std. Error Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed)Difference Difference Lower Upper
USIA Equal varianc
.035 .852 -.594 368 .553 -.1623 .2733 -.6997 .3750
assumed
Equal varianc
-.598 63.859 .552 -.1623 .2714 -.7045 .3799
not assumed

4.3. 2. Profil Responden

Distribusi frekuensi digunakan untuk menggambarkan profil responden. Tabel 4.18

memperlihatkan bahwa kebanyakan responden berusia tahun 20 tahun (76 orang = 23,7

persen). Jumlah responden terbesar adalah mahasiswi UGM (116 orang = 36,1 persen).

Umumnya responden membeli produk Ponds ukuran 20 ml (133 orang = 41,4 persen)

dan ukuran 50 ml (132 orang = 41,1persen). Responden kebanyakan membeli setiap satu

setengah bulan (101 orang = 31.5 persen). Lebih lanjut, produk tersebut telah digunakan

oleh responden sejak tahun 1999 (66 orang = 20,6 persen) dan hanya lima responden

(lima orang = 1,6 persen) yang baru menggunakan produk tersebut di tahun 2003.

Tabel 4.18 Profil Responden

usia frek (%) univ frek (%) frek. frek (%) size frek (%) awal frek (%)
pembelian pemakaian
18 25 (7.8%) UGM 116 (36.1%) 0.5 bln 7 (2.2%) 20 ml 133 (41.4%) 1995 12 (3.7%)
19 51(15.9%) Janabadra 14 (4.4%) 1 bln 90 (28%) 50 ml 132 (41.1%) 1996 14 (4.4%)
20 76 (23.7%) UMY 49 (15.3%) 1.5 bln 101 (31.5) 70 ml 56 (17.4%) 1997 29 (9%)
21 53 (16.5%) UPN 20 (6.2%) 2 bln 71 (22.1%) 1998 54 (16.8%)
22 53 (16.5%) Unwama 25 (7.8%) 2.5 bln 6 (1.9%) 1999 66 (20.6%)
23 32 (10%) UTY 19 (5.9%) 3 bln 34 (10.6%) 2000 56 (17.4%)
24 22 (6.9%) Lain-lain 78 (24.3%) 4 bln 11 (3.4%) 2001 41 (12.8%)
25 9 (2.8%) 5 bln 1 (0.3%) 2002 44 (13.7%)
2003 5 (1.6%)
Sumber: hasil analisis data
118

4.4. Hasil Analisis Data

Pada sub bab 4.4 ini akan dipaparkan hasil analisis data. Pertama, hasil analisis data

uji coba (4.4.1) yang akan disampaikan terlebih dahulu. Pada bagian ini akan

memaparkan reliabilitas dan validitas baik untuk kuesioner CDM dan kuesioner TPB dan

TT. Kemudian, hasil korelasi antar variabel CDM, TPB, dan TT disampaikan. Pada

bagian kedua (4.4.2) dipaparkan hasil analisis data aktual yang juga meliputi reliabilitas,

validitas, dan korelasi antar variabel CDM, TPB, dan TT. Pada bagian ini disampaikan

hasil analisis model pengukuran (measurement model) dan model struktural (structural

model) TPB dan TT.

4.4.1. Hasil Analisis Data Uji Coba

Kuesioner yang diuji-cobakan adalah kuesioner pengambilan keputusan konsumen

(CDM), TPB, dan TT. Jumlah kuesioner yang dapat diolah pada survai uji coba adalah

100 dari total 109 kuesioner yang disebar. Hasil analisis data uji coba dipaparkan sebagai

berikut. Pertama, reliabilitas, validitas, dan kemudian korelasi antar variabel CDM.

Kemudian, reliabilitas, validitas, dan kemudian korelasi antar variabel TPB. Akhirnya,

reliabilitas, validitas, dan kemudian korelasi antar variabel TT.

4.4.1.1.Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TPB

Reliabilitas. Nilai corrected item-total correlation untuk masing-masing butir dalam

kuesioner TPB, baik pengukuran langsung dan tidak langsung, berkisar dari 0.5112

hingga 0.8527. Lebih lanjut, nilai Cronbach α berkisar 0.7551 hingga 0.9205. Tidak ada
119

butir yang dibuang pada pengukuran langsung (Tabel 4.19). Akan tetapi, dua butir pada

pengukuran tidak langsung tidak digunakan untuk proses selanjutnya (Tabel 4.20).

Tabel 4.19 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TPB (pengukuran
langsung)
Butir Corrected Item- Cronbach
Total Correlation α
ATT 0.9137
Berguna – tidak berguna (att_a) 0.7651
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_b) 0.7535
Bijaksana – tidak bijaksana (att_c) 0.6916
Positif – negatif (att_d) 0.8735
Baik – buruk (att_e) 0.8248

SN 0.7683
Setuju – tidak setuju (ns_a) 0.6258
Mungkin – tidak mungkin (ns_b) 0.6258

PBC 0.8400
Terkontrol – tidak terkontrol (pbc_a) 0.6673
Sulit – tidak sulit (pbc_b) 0.7887
Mungkin – tidak mungkin (pbc_c) 0.6664

INT 0.9205
Mungkin – tidak mungkin (int_a) 0.8527
Setuju – tidak setuju (int_b) 0.8527

Tabel 4.20 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TPB (pengukuran
tidak langsung)
Butir Corrected Item- Cronbach
Total Correlation α
ATT 0.7902
bexev_a 0.8072
bexev_b 0.7222
bexev_c 0.7112
bexev_d 0.6771
bexev_e 0.8348
bexev_f 0.7528
bexev_g 0.5112
bexev_h -0.0943
bexev_I -0.0329

SN 0.7578
nbxmc_a 0.6790
nbxmc_b 0.7092
nbxmc_c 0.5641
120

PBC 0.7551
pxc_a 0.6068
pxc_b 0.6068

Sumber: hasil analisis data

Validitas. Analisis faktor digunakan untuk menilai validitas konstruk TPB. Hasil faktor

analisis pada tabel 4.21 (pengukuran langsung) dan tabel 4.22 (pengukuran tidak

langsung) menunjukkan bahwa semua butir mempunyai nilai loading lebih besar dari

0.70 dengan nilai KMO = 0.813 (pengukuran langsung) dan KMO = 0.861 (pengukuran

tidak langsung).

Tabel 4.21 Analisis faktor konstruk TPB (pengukuran langsung)

Component
1 2 3 4
att_a 0.802
att_b 0.789
att_c 0.813
att_d 0.889
att_e 0.849
sn_a 0.789
sn_b 0.919
pbc_a 0.852
pbc_b 0.884
pbc_c 0.766
int_a 0.866
int_b 0.844
KMO = 0.813
Sumber: hasil analisis data
121

Tabel 4.22 Analisis Faktor Konstruk TPB (Pengukuran Tidak Langsung)

Component
1 2 3 4
bexev_a 0.867
bexev_b 0.787
bexev_c 0.776
bexev_d 0.804
bexev_e 0.868
bexev_f 0.781
bexev_g 0.743
nbxmc_a 0.825
nbxmc_b 0.812
nbxmc_c 0.825
pxc_a 0.766
pxc_b 0.910
int_a 0.912
int_b 0.881
KMO = 0.861
Sumber: hasil analisis data

Korelasi antar variabel. Tabel 4.23 memperlihatkan korelasi antar variabel TPB baik

dengan pengukuran langsung maupun tidak langsung. Tidak ada nilai korelasi yang

melebihi 0.70.

Tabel 4.23 Korelasi Antar Variabel TPB (Pengukuran Langsung dan Tidak
Langsung)
ATT BEXEV SN NBXMC PBC PXA INT
ATT 1
BEXEV 0.615** 1
SN 0.474** 0.465** 1
NBXMC 0.473** 0.296** 0.495** 1
PBC 0.208* 0.393** 0.180 0.152 1
PXA 0.266** 0.366** 0.279** 0.305** 0.305** 1
INT 0.449** 0.482** 0.398** 0.318** 0.318** 0.545** 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

Sumber: hasil analisis data


122

4.4.1.2 Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Variabel TT

Reliabilitas. Nilai corrected item-total correlation untuk masing-masing butir dalam

kuesioner TT (pengukuran langsung dan tidak langsung) berkisar dari 0.5732 hingga

0.8540. Lebih lanjut, nilai Cronbach α berkisar 0.6589 hingga 0.9113. Dari tabel 4.24

(pengukuran langsung) terlihat bahwa tidak ada butir yang harus dihilangkan. Akan

tetapi, ada 1 butir yang harus dihilangkan pada pengukuran tidak langsung (Tabel 4.25).

Tabel 4.24 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TT (Pengukuran


Langsung)
Butir Corrected Item- Cronbach
Total α
Correlation
ATT 0.9007
Berguna – tidak berguna (att_a) 0.6327
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_b) 0.7515
Bijaksana – tidak bijaksana (att_c) 0.7951
Positif – negatif (att_d) 0.7921
Baik – buruk (att_e) 0.8015

ATS 0.9113
Berguna – tidak berguna (att_s_a) 0.7854
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_s_b) 0.7321
Bijaksana – tidak bijaksana (att_s_c) 0.7984
Positif – negatif (att_s_d) 0.8040
Baik – buruk (att_s_e) 0.7978

ATF 0.8992
Berguna – tidak berguna (att_f_a) 0.7548
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_f_b) 0.6955
Bijaksana – tidak bijaksana (att_f_c) 0.8510
Positif – negatif (att_f_d) 0.8540
Baik – buruk (att_f_e) 0.6150

ATP 0.8892
Berguna – tidak berguna (att_p_a) 0.6541
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_p_b) 0.7137
Bijaksana – tidak bijaksana (att_p_c) 0.7574
Positif – negatif (att_p_d) 0.7977
Baik – buruk (att_p_e) 0.7637

Sumber: hasil analisis data


123

Tabel 4.25 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TT (Pengukuran


Tidak Langsung)
Butir Corrected Item- Cronbach
Total Correlation α
BXES 0.8431
BXE_S_A 0.7051
BXE_S_B 0.5939
BXE_S_C 0.5732
BXE_S_D 0.6382
BXE_S_E 0.6327
BXE_S_F 0.6662
0.9107
BXEF
BXE_F_A 0.7841
BXE_F_B 0.8228
BXE_F_C 0.8093
BXE_F_D 0.7875
0.6589
BXEP
BXE_P_A 0.7490
BXE_P_B 0.8171
BXE_P_C 0.7255
BXE_P_D 0.7379
BXE_P_E -0.3448

Validitas. Tabel 4.26 (pengukuran langsung) dan 4.27 (pengukuran tidak langsung)

memperlihatkan bahwa nilai loading untuk butir-butir pada kuesioner TT. Nilai KMO

untuk pengukuran langsung adalah 0.841 dan 0.789 untuk tidak langsung.
124

Tabel 4.26 Analisis Faktor Konstruk TT (Pengukuran Langsung)

C om ponent
1 2 3 4 5 6
a tt_ a 0 .5 8 8
a tt_ b 0 .7 0 7
a tt_ c 0 .7 8 8
a tt_ d 0 .8 4 7
a tt_ e 0 .8 9 5
a tt_ s _ a 0 .7 8 7
a tt_ s _ b 0 .7 3 9
a tt_ s _ c 0 .7 2 6
a tt_ s _ d 0 .7 8 2
a tt_ s _ e 0 .7 0 7
a tt_ f_ a 0 .7 7 9
a tt_ f_ b 0 .7 3 1
a tt_ f_ c 0 .8 8 6
a tt_ f_ d 0 .9 1 0
a tt_ f_ e 0 .6 3 3
a tt_ p _ a 0 .6 1 9
a tt_ p _ b 0 .6 2 9
a tt_ p _ c 0 .7 7 6
a tt_ p _ d 0 .8 0 7
a tt_ p _ e 0 .8 0 6
sn_a 0 .6 7 3
sn_b 0 .7 9 4
in t_ a 0 .9 1 6
in t_ b 0 .9 3 4

KMO = 0.841
Sumber: hasil analisis data

Tabel 4.27 Analisis Faktor Konstruk TT (Pengukuran Tidak Langsung)

Component
1 2 3 4 5
bxe_s_a 0.669
bxe_s_b 0.701
bxe_s_c 0.41
bxe_s_d 0.777
bxe_s_e 0.812
bxe_s_f 0.546
bxe_f_a 0.872
bxe_f_b 0.894
bxe_f_c 0.886
bxe_f_d 0.859
bxe_p_a 0.833
bxe_p_b 0.852
bxe_p_c 0.857
bxe_p_d 0.858
nbxmc_a 0.927
nbxmc_b 0.899
nbxmc_c 0.937
int_a 0.923
int_b 0.891
KMO = 0.789
Sumber: hasil analisis data
125

Korelasi antar variabel. Nilai koefisien korelasi untuk variabel-variabel dalam TT

(pengukuran langsung dan tidak langsung) diperlihatkan dalam tabel 4.28. Tidak ada nilai

korelasi yang melebihi 0.70.

Kesimpulan. Kuesioner CDM, TPB, dan TT telah diuji-cobakan sebelum kuesioner

tersebut digunakan pada survai aktual. Hasil reliabilitas, validitas, dan korelasi antar

variabel CDM, TPB, dan TT telah diperlihatkan pada tabel 4.18 hingga tabel 4.28 yang

hasilnya menunjukkan bahwa kuesioner dapat digunakan untuk survai aktual dengan

revisi minor. Lebih lanjut, karena hasil analisis data pengukuran langsung dan tidak

langsung adalah baik, maka kedua pengukuran tersebut digunakan bersamaan pada survai

aktual (Ajzen, 2002).

Tabel 4.28 Korelasi Antar Variabel TT

F R Att Ats Atf Atp BXES Exp_s BXEF Exp_f BXEP SN NBXMC Int
F 1
R 0.608** 1
Att 0.269** 0.215 1
Ats 0.337** 0.179 .618** 1
Atf -0.249* -0.014 -0.386** -0.413** 1
Atp 0.173 0.121 0.478** 0.618** -0.399** 1
BXES 0.275** 0.245* 0.461** 0.628** -0.255** 0.445** 1
Exp_s 0.188 0.083 0.305** 0.488** -0.256** 0.241** 0.479** 1
BXEF -0.129 -0.063 -0.160 -0.236* 0.302** -0.124 -0.193* -0.242* 1
Exp_f -0.177 0.007 -0.176 -0.247* 0.336** -0.186 -0.161 -0.271** 0.113 1
BXEP 0.079 0.113 0.362** 0.497** -0.194 0.490** 0.666** 0.349** -0.317** -0.156 1
SN 0.262** 0.191 0.253* 0.354** -0.297** 0.466** 0.300** 0.308** -0.239* -0.123 0.312** 1
NBXMC 0.045 0.002 0.182 0.220** -0.101 0.332** 0.156 0.126 -0.123 -0.123 0.145 0.449** 1
Int 0.260** 0.148 0.210* 0.317** -0.008 0.287** 0.334** 0.452** -0.127 -0.240* 0.337 0.389** 0.305** 1

** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)


* correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Sumber: hasil analisis data
126

4.4.2 Hasil Analisis Data Aktual

Jumlah kuesioner yang diolah pada survai aktual ini adalah 321 untuk kuesioner TPB

dan TT. Sama seperti pemaparan pada analisis data sebelumnya, maka hasil analisis data

aktual ini akan dimulai dari reliabilitas, validitas, dan korelasi antar variabel TPB

(4.4.2.1.). Selanjutnya, dipaparkan reliabilitas, validitas, dan korelasi antar variabel TT

(4.4.2.2.).

4.4.2.1. Reliabilitas, Validitas, dan Korelasi Varibel TPB

Reliabilitas. Hasil reliabilitas kuesioner aktual TPB dianalisis dengan melihat nilai item-

to-total correlation dan Cronbach α untuk hasil pengukuran langsung diperlihatkan pada

Tabel 4.29 dan tidak langsung pada Tabel 4.30. Reliabilitas komposit dan AVE

ditampilkan pada Tabel 4.31 sebagai berikut.

Tabel 4.29 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TPB (pengukuran
langsung)
Butir Corrected Item- Cronbach
Total Correlation α
ATT 0.8971
Berguna – tidak berguna (att_a) 0.6385
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_b) 0.7626
Bijaksana – tidak bijaksana (att_c) 0.7399
Positif – negatif (att_d) 0.8025
Baik – buruk (att_e) 0.8120

SN 0.7339
Setuju – tidak setuju (ns_a) 0.5804
Mungkin – tidak mungkin (ns_b) 0.5804

PBC 0.7363
Terkontrol – tidak terkontrol (pbc_a) 0.5332
Sulit – tidak sulit (pbc_b) 0.5485
127

Mungkin – tidak mungkin (pbc_c) 0.6147

INT 0.8844
Mungkin – tidak mungkin (int_a) 0.7932
Setuju – tidak setuju (int_b) 0.7932
Sumber: hasil analisis data

Tabel 4.30 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TPB (pengukuran
tidak langsung)
Butir Corrected Item- Cronbach
Total Correlation α
ATT 0.8804
bexev_a 0.6196
bexev_b 0.7679
bexev_c 0.7099
bexev_d 0.5491
bexev_e 0.7764
bexev_f 0.6850
bexev_g 0.5882

SN 0.8709
nbxmc_a 0.7360
nbxmc_b 0.7973
nbxmc_c 0.7927

PBC 0.6922
pxc_a 0.5293
pxc_b 0.5293

Sumber: hasil analisis data

Tabel 4.31 Reliabilitas Komposit dan AVE (TPB)

Konstruk Realibilitas AVE


Konstruk
Pengukuran langsung

ATT (attitude) 0.9136 0.99


SN (subjective norm) 0.7436 0.88
PBC (perceived behavioral 0.7431 0.88
control)
INT (intention) 0.8846 0.98

Pengukuran tidak langsung

BEXEV (attitude) 0.8855 0.91


NMXMC (subjective norm) 0.9027 0.78
PXC (perceived behavioral 0.9184 0.98
control)
Sumber: hasil analisis data
128

Validitas. Validitas variabel-variabel TPB dianalisis dengan menggunakan analisis faktor

(Tabel 4.32 dan 4.33) dan confirmatory factor analysis (CFA) pada Tabel 4.34. Analisis

CFA dilakukan dengan menggunakan AMOS 4.0.

Tabel 4.32 Analisis faktor variabel TPB (pengukuran langsung)

Component
1 2 3 4
att_a 0.680
att_b 0.798
att_c 0.819
att_d 0.862
att_e 0.882
sn_a 0.794
sn_b 0.879
pbc_a 0.811
pbc_b 0.775
pbc_c 0.686
int_a 0.887
int_b 0.857
KMO = 0.852
Sumber: hasil analisis data

Tabel 4.33 Analisis Faktor Variabel TPB (Pengukuran Tidak Langsung)

Component
1 2 3 4
bexev_a 0.736
bexev_b 0.79
bexev_c 0.745
bexev_d 0.590
bexev_e 0.802
bexev_f 0.730
bexev_g 0.715
nbxmc_a 0.805
nbxmc_b 0.880
nbxmc_c 0.868
pxc_a 0.738
pxc_b 0.851
int_a 0.902
int_b 0.894
KMO = 0.875
Sumber: hasil analisis data
129

Tabel 4.34 memperlihatkan hasil analisis CFA terhadap variabel-variabel TPB, baik

pengukuran langsung maupun tidak langsung. Hasil pada Tabel memperlihatkan bahwa

semua nilai CR lebih besar dari 1,96 yang menunjukkan signifikan pada p = 0,05 (Hox &

Bechger, 2003). Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa pengukuran langsung dan

tidak langsung memberikan hasil yang baik.

Tabel 4.34 Confirmatory Factor Analysis TPB (Pengukuran Langsung dan Tidak
Langsung)
Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung
Path Standardized CR Path Standardized CR
Regression Regression
Weight Weight
att_a <-- Att 0.679 bexev_a <-- bexev 0.667
att_b <-- Att 0.799 12.899 bexev_b <-- bexev 0.834 12.914
att_c <-- Att 0.780 12.635 bexev_c <-- bexev 0.767 12.069
att_d <-- Att 0.877 13.948 bexev_d <-- bexev 0.598 9.699
att_e <-- Att 0.884 14.033 bexev_e <-- bexev 0.839 12.976
bexev_f <-- bexev 0.736 11.645
bexev_g <-- bexev 0.610 9.868

sn_a <-- SN 0.852 nbxmc_a <-- nbxmc 0.828


sn_b <-- SN 0.681 8.296 nbxmc_b <-- nbxmc 0.883 17.155
nbxmc_c <-- nbxmc 0.795 15.651

pbc_a <-- PBC 0.601 pxc_a <-- pxc 0.807


pbc_b <-- PBC 0.636 8.745 pxc_b <-- pxc 0.656 9.192
pbc_c <-- PBC 0.852 9.711

int_a <-- Int 0.878 int_a <-- Int 0.881


int_b <-- Int 0.903 16.830 int_b <-- Int 0.900 13.449
Absolute fit: Absolute fit:

GFI : 0.939 (good fit ) GFI : 0.945 (good fit )


AGFI : 0.901(good fit ) AGFI : 0.918 (good fit )
CMIN/DF : 2.630 (reasonable fit ) CMIN/DF : 1.834 (good fit )
RMR : 0.044 (good fit ) RMR : 0.330 (poor fit )
RMSEA : 0.071 (reasonable fit ) RMSEA : 0.051 (reasonable fit )
Sumber: hasil analisis data
130

Korelasi. Hasil analisis korelasi pada Tabel 4.35 memperlihatkan nilai korelasi antar

variabel TPB, baik pengukuran langsung maupun tidak langsung.

Tabel 4.35 Korelasi Antar Variabel TPB – Survai Aktual (Pengukuran Langsung
dan Tidak Langsung)
ATT BEXEV SN NBXMC PBC PXA INT BEH
ATT 1
BEXEV 0.610** 1
SN 0.448** 0.473** 1
NBXMC 0.361** 0.423** 0.499** 1
PBC 0.311** 0.305** 0.158** 0.240** 1
PXA 0.394** 0.479** 0.312** 0.437** 0.365** 1
INT 0.409** 0.411** 0.397** 0.315** 0.428** 0.457** 1
BEH 0.133* 0.049 0.038 0.014 -0.022 0.056 0.109 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Sumber: hasil analisis data

4.4.2.2. Reliabilitas, Valididtas, dan Korelasi Variabel TT

Reliabilitas. Tabel 4.36 sampai 4.38 memperlihatkan nilai item-to-total correlation,

Cronbach α, reliabilitas komposit, dan AVE baik untuk pengukuran langsung maupun

tidak langsung.

Tabel 4.36 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TT (Pengukuran


Langsung)
Butir Corrected Item- Cronbach
Total α
Correlation
ATT 0.8975
Berguna – tidak berguna (att_a) 0.7016
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_b) 0.7187
Bijaksana – tidak bijaksana (att_c) 0.7225
Positif – negatif (att_d) 0.8073
Baik – buruk (att_e) 0.7848

ATS 0.8897
Berguna – tidak berguna (att_s_a) 0.7232
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_s_b) 0.7368
Bijaksana – tidak bijaksana (att_s_c) 0.6574
Positif – negatif (att_s_d) 0.7684
Baik – buruk (att_s_e) 0.7777

ATF 0.9227
Berguna – tidak berguna (att_f_a) 0.7368
131

Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_f_b) 0.7397


Bijaksana – tidak bijaksana (att_f_c) 0.8300
Positif – negatif (att_f_d) 0.8499
Baik – buruk (att_f_e) 0.8121

ATP 0.9059
Berguna – tidak berguna (att_p_a) 0.6949
Menyenangkan – tidak menyenangkan (att_p_b) 0.7927
Bijaksana – tidak bijaksana (att_p_c) 0.7408
Positif – negatif (att_p_d) 0.7984
Baik – buruk (att_p_e) 0.8009

SN 0.7339
Setuju – tidak setuju (ns_a) 0.5804
Mungkin – tidak mungkin (ns_b) 0.5804

INT 0.8844
Mungkin – tidak mungkin (int_a) 0.7932
Setuju – tidak setuju (int_b) 0.7932

Sumber: hasil analisis data

Tabel 4.37 Nilai corrected item-total correlation dan Cronbach α TT (Pengukuran


Tidak Langsung)
Butir Corrected Item- Cronbach
Total Correlation α
BXES 0.8532
BXE_S_A 0.6479
BXE_S_B 0.6574
BXE_S_C 0.5463
BXE_S_D 0.7260
BXE_S_E 0.6966
BXE_S_F 0.5885
0.8962
BXEF
BXE_F_A 0.7349
BXE_F_B 0.8120
BXE_F_C 0.8071
BXE_F_D 0.7352
0.9221
BXEP
BXE_P_A 0.7714
BXE_P_B 0.8788
BXE_P_C 0.8727
BXE_P_D 0.7652

SN 0.8709
NBXMC_A 0.7360
NBXMC_B 0.7973
NBXMC_C 0.7927
132

PBC 0.6922
PXC_A 0.5293
PXC_B 0.5293
Sumber: hasil analisis data

Tabel 4.38 Reliabilitas Komposit dan AVE (TT)

Konstruk Realibilitas AVE


Konstruk
Pengukuran langsung

ATT (attitude toward trying) 0.8989 0.9927


ATS (attitude toward success) 0.8938 0.9616
ATF (attitude toward fail) 0.9240 0.9888
ATP (attitude toward process) 0.9084 0.9915
SN (subjective norm) 0.7396 0.8967
INT (intention) 0.8851 0.9808

Pengukuran tidak langsung

BXE_S (attitude toward success) 0.8580 0.9285


BXE_F (attitude toward fail) 0.8993 0.8239
BXE_P (attitude toward process) 0.9250 0.9222
NBXMC (subjective norm) 0.8740 0.7672
INT (intention) 0.8851 0.9785

Sumber: hasil analisis data

Hasil analisis CFA terhadap variabel-variabel TT diperlihatkan pada Tabel 4.39 di

bawah ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa CR lebih besar dari 1.96 yang

mengindikasi semua loading adalah signifikan.


133

Tabel 4.39 Confirmatory Factor Analisis TT (pengukuran langsung dan tidak


langsung)

Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung


Path Standardized CR Path Standardized CR
Regression Regression
Weight Weight
att_a <-- Att 0.740 bxe_s_a <-- bxes 0.712
att_b <-- Att 0.758 13.560 bxe_s_b <-- bxes 0.763 12.680
att_c <-- Att 0.769 13.780 bxe_s_c <-- bxes 0.551 9.242
att_d <-- Att 0.874 15.800 bxe_s_d <-- bxes 0.820 13.531
att_e <-- Att 0.853 15.415 bxe_s_e <-- bxes 0.783 12.983
bxe_s_f <-- bxes 0.599 10.025
att_s_a <-- Ats 0.768
att_s_b <-- Ats 0.778 14.550 bxe_f_a <-- bxef 0.793
att_s_c <-- Ats 0.690 12.669 bxe_f_b <-- bxef 0.874 17.166
att_s_d <-- Ats 0.836 15.842 bxe_f_c <-- bxef 0.864 16.955
att_s_e <-- Ats 0.858 16.331 bxe_f_d <-- bxef 0.791 15.220

att_f_a <-- Atf 0.807 bxe_p_a <-- bxef 0.808


att_f_b <-- Atf 0.765 15.343 bxe_p_b <-- bxef 0.934 20.721
att_f_c <-- Atf 0.870 18.341 bxe_p_c <-- bxef 0.926 20.468
att_f_d <-- Atf 0.905 19.386 bxe_p_d <-- bxef 0.802 16.572
att_f_e <-- Atf 0.856 17.916
nbxmc_a <-- nbxmc 0.812
att_p_a <-- Atp 0.733 nbxmc_b <-- nbxmc 0.900 16.890
att_p_b <-- Atp 0.832 14.877 nbxmc_c <-- nbxmc 0.793 15.380
att_p_c <-- Atp 0.794 14.161
att_p_d <-- Atp 0.863 15.474 int_a <-- Int 0.836
att_p_e <-- Atp 0.851 15.235 int_b <-- Int 0.949 10.864

sn_a <-- SN 0.824


sn_b <-- SN 0.704 8.979

int_a <-- Int 0.852


int_b <-- Int 0.931 12.890
Absolute fit: Absolute fit:

GFI : 0.854 (reasonable fit ) GFI : 0.913 (good fit )


AGFI : 0.815 (reasonable fit ) AGFI : 0.884 (reasonable fit )
CMIN/DF : 2.620 (reasonable fit ) CMIN/DF : 2.161 (reasonable fit )
RMR : 0.035 (good fit ) RMR : 0.283 (poor fit )
RMSEA : 0.071 (reasonable fit ) RMSEA : 0.060 (reasonable fit )
Sumber: hasil analisis data
134

Korelasi. Korelasi antar variabel TT baik pengukuran langsung dan tidak langsung

diperlihatkan pada Tabel 4.40. Tidak ada nilai korelasi yang melebihi 0.70.

Tabel 4.40 Korelasi Antar Variabel TT – Survai Aktual (Pengukuran Langsung


dan Tidak Langsung)
F R Att Ats Atf Atp BXES Exp_s BXEF Exp_f BXEP SN NBXMC Int B
F 1
R 0.583** 1
Att 0.173** 0.202** 1
Ats 0.124* 0.185** .690** 1
Atf -0.083 -0.097 -0.390** -0.407** 1
Atp 0.042 0.153** 0.674** 0.694** -0.398** 1
BXES 0.146** 0.171** 0.506** 0.549** -0.294** 0.446** 1
Exp_s 0.184** 0.187** 0.429** 0.444** -0.167** 0.408** 0.445** 1
BXEF -0.108 -0.132* -0.171** -0.253** .244** -0.250** -0.224** -0.080* 1
Exp_f -0.112* -0.137* -0.253** -0.306** .292** -0.342** -0.294** -0.259** 0.093 1
BXEP 0.054 0.126* 0.383** 0.463** -0.247** 0.500** 0.617** 0.415** -0.248** -0.300** 1
SN 0.183** 0.212** 0.401** 0.410** -0.253** 0.464** 0.311** 0.317** -0.151** -0.180** 0.387** 1
NBXMC 0.132* 0.205** 0.297** 0.352** -0.205** 0.366** 0.315** 0.265** -0.077 -0.176** 0.410** 0.496** 1
Int 0.254** 0.262** 0.382** 0.405** -0.218** 0.406** 0.363** 0.403** -0.111* -0.184** 0.304** 0.399** 0.316** 1
B 0.121* 0.084 0.105 0.068 -0.068 0.160** 0.07 0.148** -0.032 -0.095 0.01 0.041 0.012 0.108 1
** correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
* correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Sumber: hasil analisis data

4.4.2.3. Model Struktural dan Pengujian Hipotesis

Pada bagian ini dipaparkan hasil pengujian hipotesis yang telah dibangun dalam Bab

2. Hipotesis dikatakan didukung atau tidak didukung dengan melihat nilai critical ratio

(selanjutnya disebut CR). Lebih lanjut, CR lebih besar dari 1.96 mengindikasikan

signifikansi pada p = 0.05 (Hox & Bechger, 2003). Hasil pengujian hipotesis

disampaikan lebih dahulu dengan menggunakan pengukuran langsung dan tidak

langsung. Kemudian, posisi yang diambil penulis untuk menentukan diterima atau

ditolaknya suatu hipotesis adalah dengan menggunakan pengukuran langsung dengan

keunggulan pengukuran tersebut, yaitu: keakuratan dan keandalan pengukuran tersebut

dibandingkan dengan pengukuran tidak langsung (Ajzen, 2002, h.8). Hipotesis satu
135

sampai hipotesis enam berkaitan dengan TPB dan hipotesis tujuh sampai hipotesis

duabelas berkaitan dengan TT.

Tabel 4.41 memperlihatkan hasil model struktural untuk pengujian hipotesis TPB

dengan menggunakan pengukuran langsung. Selanjutnya, Tabel 4.42 memperlihatkan

hasil model struktural TPB dengan menggunakan pengukuran tidak langsung.

Berdasarkan hasil model struktural tersebut maka hasil pengujian hipotesis 1 hingga 6

disampaikan.

Tabel 4.41 Estimasi parameter untuk jalur struktural TPB (pengukuran langsung)

Hipotesis Path Standardized CR Absolute fit Parsimonius fit


regresion
weight

H1 int <-- att 0.076 1.138* GFI = 0.940 (gf) PGFI = 0.599
H2 int <-- sn 0.258 3.582 AGFI = 0.906 (gf) PNFI = 0.695
H3a int <-- pbc 0.566 7.308 CMIN/DF = 2.355 (rf) AIC = 202.615
H3b behavior <-- pbc -0.114 -1.183* RMR = 0.055 (rf) CAIC = 360.073
H4 behavior <-- int 0.195 2.123 RMSEA = 0.065 (rf)

H6a int <-- frequenc 0.157 3.343 GFI = 0.944 (gf) PGFI = 0.590
H6b behavior <-- frequenc 0.085 1.218* AGFI = 0.910 (gf) PNFI = 0.668
H6c behavior <-- recency 0.004 0.051* CMIN/DF = 1.971 (gf) AIC = 237.851
RMR = 0.050 (rf) CAIC = 452.565
RMSEA = 0.055 (rf)

Keterangan: gf = good fit ; rf = resonable fit ; pf = poor fit

* tidak signifikan
Sumber: hasil analisis data

Hipotesis 1: Sikap memilih merek mempengaruhi niat memilih merek.

Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung) dan didukung (pengukuran tidak

langsung)

standardized regression weight = 0.076 dengan CR = 1.138 (tidak signifikan)

untuk pengukuran langsung


136

standardized regression weight = 0.180 dengan CR = 2.275 (signifikan) untuk

pengukuran tidak langsung

Tabel 4.42 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TPB (Pengukuran Tidak
Langsung)
Hipotesis Path Standardized CR Absolute fit Parsimonius fit
regresion
weight

H1 int <-- att 0.180 2.275 GFI = 0.943(gf) PGFI = 0.653


H2 int <-- sn 0.024 0.326* AGFI = 0.918 (gf) PNFI = 0.743
H3a int <-- pbc 0.451 4.237 CMIN/DF = 1.735 (gf) AIC = 218.004
H3b behavior <-- pbc -0.006 -0.073* RMR = 0.315 (pf) CAIC = 394.548
H4 behavior <-- int 0.119 1.508* RMSEA = 0.048 (gf)

H6a int <-- frequenc 0.168 3.210 GFI = 0.940 (gf) PGFI = 0.639
H6b behavior <-- frequenc 0.093 1.345* AGFI = 0.912 (gf) PNFI = 0.713
H6c behavior <-- recency 0.007 0.103* CMIN/DF = 1.664 (gf) AIC = 271.075
RMR = 0.286 (pf) CAIC =504.876
RMSEA = 0.046 (gf)

Keterangan: gf = good fit ; rf = reasonable fit ; pf = poor fit


* tidak signifikan
Sumber: hasil analisis data

Hipotesis 2: Norma subyektif mempengaruhi niat memilih merek.

Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung) dan tidak didukung (pengukuran tidak

langsung)

standardized regression weight = 0.258 dengan CR = 3.582 (signifikan) untuk

pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.024 dengan CR = 0.326 (tidak signifikan)

untuk pengukuran tidak langsung


137

Hipotesis 3a: Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempengaruhi niat memilih

merek.

Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.566 dengan CR = 7.308 (signifikan) untuk

pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.451 dengan CR = 4.237 (signifikan) untuk

pengukuran tidak langsung

Hipotesis 3b: Kontrol keperilakuan yang dirasakan mempengaruhi perilaku

memilih merek.

Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = -0.114 dengan CR = -1.183 (tidak signifikan)

untuk pengukuran langsung

standardized regression weight = -0.06 dengan CR = -0.073 (tidak signifikan)

untuk pengukuran tidak langsung

Hipotesis 4: Niat memilih merek mempengaruhi perilaku memilih merek.

Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung) dan tidak didukung (pengukuran tidak

langsung)

standardized regression weight = 0.195 dengan CR = 2.123 (signifikan) untuk

pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.119 dengan CR = 1.508 (tidak signifikan)

untuk pengukuran tidak langsung


138

Hipotesis 5: Norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan

dengan sikap memilih merek dan kontrol keperilakuan yang dirasakan

terhadap niat memilih merek.

Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight norma subyektif (0.258) > standardized

regression weight sikap (0.076) tetapi norma subyektif < kontrol keperilakuan

yang dirasakan (0.566) untuk pengukuran langsung

standardized regression weight norma subyektif (0.024) < standardized

regression weight sikap (0.180) dan kontrol keperilakuan yang dirasakan (0.451)

untuk pengukuran tidak langsung

Hipotesis 6a: Frekuensi mempengaruhi niat memilih merek.

Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.157 dengan CR = 3.343 (signifikan) untuk

pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.168 dengan CR = 3.210 (signifikan) untuk

pengukuran tidak langsung

Hipotesis 6b: Frekuensi mempengaruhi perilaku memilih merek.

Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.085 dengan CR = 1.218 (tidak signifikan)

untuk pengukuran langsung


139

standardized regression weight = 0.093 dengan CR = 1.345 (tidak signifikan)

untuk pengukuran tidak langsung

Hipotesis 6c: Resensi mempengaruhi perilaku memilih merek.

Hasil : hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.004 dengan CR = 0.051 (tidak signifikan)

untuk pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.007 dengan CR = 0.103 (tidak signifikan)

untuk pengukuran tidak langsung

Tabel 3.43 (pengukuran langsung) dan Tabel 3.44 (pengukuran tidak langsung)

memperlihatkan hasil model struktural untuk pengujian hipotesis 7 sampai hipotesis 12

yang berkaitan dengan theory of trying.

Tabel 4.43 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT (Pengukuran Langsung)

Hipotesis Path Standardized CR Absolute fit Parsimonius fit


regresion
weight

H7 int <-- att 0.246 4.696 GFI = 0.970 (gf) PGFI = 0.259
H8 int <-- sn 0.273 5.147 AGFI = 0.888 (rf) PNFI = 0.317
H9 int <-- frequenc 0.163 3.269 CMIN/DF = 3.773 (rf) AIC = 111.274
H12a behavior <-- int 0.082 1.432* RMR = 0.133 (pf) CAIC = 268.732
H12b behavior <-- frequenc 0.096 1.393* RMSEA = 0.093 (pf)
H12c behavior <-- recency 0.007 0.102*
Keterangan: gf = good fit; rf = reasonable fit ; pf = poor fit
* tidak signifikan
Sumber: hasil analisis data
140

Hipotesis 7: Sikap mencoba memilih merek mempengaruhi niat mencoba memilih

merek.

Hasil : hipotesis diterima (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.246 dengan CR = 4.696 (signifikan) untuk

pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.292 dengan CR = 5.726 (signifikan) untuk

pengukuran tidak langsung

Tabel 4.44 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT (Pengukuran Tidak


Langsung)

Hipotesis Path Standardized CR Absolute fit Parsimonius fit


regresion
weight

H7 int <-- att 0.292 5.726 GFI = 0.976 (gf) PGFI = 0.260
H8 int <-- sn 0.208 4.065 AGFI = 0.910 (gf) PNFI = 0.315
H9 int <-- frequenc 0.178 3.533 CMIN/DF = 3.016 (rf) AIC = 102.186
H12a behavior <-- int 0.081 1.429* RMR = 0.155 (pf) CAIC = 259.644
H12b behavior <-- frequenc 0.096 1.391* RMSEA = 0.079 (rf)
H12c behavior <-- recency 0.007 0.102*
Keterangan: gf = good fit ; rf = reasonable fit ; pf = poor fit
* tidak signifikan
Sumber: hasil analisis data

Hipotesis 8: Norma subyektif mempengaruhi niat mencoba memilih merek.

Hasil : hipotesis diterima (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.273 dengan CR = 5.147 (signifikan) untuk

pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.208 dengan CR = 4.065 (signifikan) untuk

pengukuran tidak langsung


141

Hipotesis 9: Frekuensi mempengaruhi niat mencoba memilih merek.

Hasil : hipotesis diterima (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.163 dengan CR = 3.269 (signifikan) untuk

pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.178 dengan CR = 3.533 (signifikan) untuk

pengukuran tidak langsung

Hipotesis 10: Norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan

dengan sikap mencoba memilih merek dan frekuensi mencoba

lampau terhadap niat mencoba memilih merek.

Hasil : hipotesis didukung (pengukuran langsung) dan ditolak (pengukuran tidak

langsung)

standardized regression weight norma sosial (0.273) > standardized regression

weight sikap (0.246) dan frekuensi mencoba lampau (0.163) untuk pengukuran

langsung

standardized regression weight norma sosial (0.208) < standardized regression

weight sikap (0.292) tetapi norma sosial < frekuensi mencoba lampau (0.178)

untuk pengukuran tidak langsung

Tabel 4.45 memperlihatkan hasil estimasi parameter untuk variabel sikap (baik untuk

pengukuran langsung dan tidak langsung) untuk pengujian hipotesis 11 yang berbunyi:

“Sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses, sikap terhadap gagal dan harapan akan

gagal, dan sikap terhadap proses mempengaruhi sikap mencoba memilih merek.”
142

Tabel 4.45 Estimasi Parameter untuk Variabel Sikap (Pengukuran Langsung dan
Tidak Langsung)

Path Standardized CR
regresion
weight
pengukuran langsung

Att <-- atsxexp 0.246 7.830


Att <-- atfxexp 0.273 0.997*
Att <-- Atp 0.163 7.573
pengukuran tidak langsung

Att <-- bxesxexp 0.491 8.349


Att <-- bxefxexp 0.071 1.446*
Att <-- bxep 0.065 1.098*
Keterangan: * tidak signifikan
Sumber: hasil analisis data

Hipotesis 11: Sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses, sikap terhadap gagal

dan harapan akan gagal, dan sikap terhadap proses mempengaruhi

sikap mencoba memilih merek.

Hasil : hipotesis didukung, kecuali sikap terhadap gagal dan harapan akan gagal (Atfexp)

untuk pengukuran langsung

hipotesis didukung, kecuali sikap terhadap gagal dan harapan akan gagal

(bxefxexp) dan sikap terhadap proses (bxep) untuk pengukuran tidak langsung

Pengujian hipotesis 12 disampaikan dengan didasarkan pada hasil model struktural

pada Tabel 4.43 dam 4.44 yang telah ditampilkan sebelumnya. Tabel tersebut

diringkaskan kembali (Tabel 4.46) untuk memudahkan penyampaian hasil pengujian.


143

Tabel 4.46 Estimasi Parameter untuk Jalur Struktural TT untuk hipotesis 12


(Pengukuran Langsung dan Tidak Langsung)

Hipotesis Path Standardized CR


Regression weight

Pengukuran langsung

H12a behavior Å int 0.082 1.432*


H12b behavior Å frequenc 0.096 1.393*
H12c behavior Å recency 0.007 0.102*

Pengukuran tidak langsung

H12a behavior Å int 0.082 1.429*


H12b behavior Å frequenc 0.096 1.391*
H12c behavior Å recency 0.007 0.102*

Keterangan: * tidak signifikan


Sumber: hasil analisis data

Hipotesis 12a: Niat mencoba memilih merek mempengaruhi perilaku mencoba

memilih merek.

Hasil: hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.082 dengan CR = 1.432 (tidak signifikan)

untuk pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.081 dengan CR = 1.429 (tidak signifikan)

untuk pengukuran tidak langsung

Hipotesis 12b: Frekuensi mencoba memilih merek mempengaruhi perilaku

mencoba memilih merek.

Hasil: hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)
144

standardized regression weight = 0.096 dengan CR = 1.393 (tidak signifikan)

untuk pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.096 dengan CR = 1.391 (tidak signifikan)

untuk pengukuran tidak langsung

Hipotesis 12c: Resensi mencoba memilih merek mempengaruhi perilaku mencoba

memilih merek.

Hasil: hipotesis tidak didukung (pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung)

standardized regression weight = 0.007 dengan CR = 0.102 (tidak signifikan)

untuk pengukuran langsung

standardized regression weight = 0.007 dengan CR = 0.102 (tidak signifikan)

untuk pengukuran tidak langsung

Hipotesis 13 berkaitan dengan teori mana yang lebih mampu menjelaskan niat dan

perilaku memilih merek. Tabel 4.47 memperlihatkan hasil model struktural TPB dan TT

sebagai berikut.

Tabel 4.47 Hasil Komparasi TPB dan TT

Peng ukuran lang sung Peng ukuran tid ak lang sung


T heo ry o f T heo ry o f T heo ry o f T heo ry o f
p lanned T rying p lanned T rying
b ehavio r b ehavio r

GFI 0.940 0.970 GFI 0.943 0.976


CFI 0.961 0.962 CFI 0.973 0.960
PG F I 0.599 0.259 PG F I 0.653 0.260
PN F I 0.695 0.317 PN F I 0.743 0.315
AIC 202.615 111.274 AIC 218.004 102.186
C AIC 360.073 268.732 C AIC 394.548 259.644
Sumber: hasil analisis data
145

Hipotesis 13: Theory of trying lebih mampu memprediksi fenomena memilih satu

merek dibandingkan dengan theory of planned behavior.

Hasil: hipotesis didukung (pengukuran langsung dan tidak langsung).

Tabel 4.47 memperlihatkan hasil yang bahwa theory of trying mempunyai nilai uji-uji

statistik yang lebih dibandingkan dengan theory of planned behavior baik untuk

pengukuran langsung dan tidak langsung. Lebih lanjut, hasil analisis memperlihatkan

bahwa theory of trying unggul pada uji statistik GFI, CFI, AIC, dan CAIC untuk

pengukuran langsung. Sedangkan untuk pengukuran tidak langsung, theory of trying

unggul pada GFI, AIC, dan CAIC.

Hasil pengujian hipotesis diringkaskan dalam Tabel 4.48. Tabel tersebut

memperlihatkan adanya hasil pengujian hipotesis yang berbeda sebagai hasil perbedaan

pengukuran yang digunakan, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Akan tetapi,

sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, posisi yang diambil penulis untuk

menentukan suatu hipotesis diterima atau ditolak didasarkan pada pengukuran langsung

(Tabel 4.49).
146

Tabel 4.48 Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesis Hasil
Pengukuran Pengukuran
langsung tidak langsung
Theory of planned behavior
H1 (pengaruh sikap terhadap niat) ditolak didukung
H2 (pengaruh norma subyektif terhadap niat) didukung ditolak
H3a (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan didukung didukung
terhadap niat)
H3b (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan ditolak ditolak
terhadap perilaku)
H4 (pengaruh niat terhadap perilaku) didukung ditolak
H5 (noma subyektif mempunyai pengaruh yang ditolak ditolak
dibandingkan dengan sikap dan kontrol
keperilakuan yang dirasakan)
H6a (pengaruh frekuensi terhadap niat) didukung didukung
H6b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku) ditolak ditolak
H6c (pengaruh resensi terhadap perilaku) ditolak ditolak
Theory of trying
H7 (pengaruh sikap terhadap niat) didukung didukung
H8 (pengaruh norma subyektif terhadap niat didukung didukung
H9 (pengaruh frekuensi terhadap niat) didukung didukung
H10 (norma sosial mempunyai pengaruh yang didukung ditolak
dibandingkan dengan sikap dan frekuensi
terhadap niat mencoba memilih)
H11 (pengaruh sikap terhadap sukses dan harapan akan didukung didukung
(AsEs), sikap terhadap gagal dan harapan (AfEf), (kecuali (kecuali
sikap terhadap gagal dan harapan AfEf) AfEf dan Ap)
dan sikap terhadap proses (Ap) pada sikap
mencoba memilih (At).
H12a (pengaruh niat terhadap perilaku mencoba memilih) ditolak ditolak
H12b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku mencoba ditolak ditolak
memilih)
H12c (pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba ditolak ditolak
memilih)
Theory of planned behavior
dan theory of trying
H13 (Theory of trying lebih mampu memprediksi didukung didukung
fenomena memilih merek dibandingkan sebagian
dengan theory of planned behavior)

Sumber: hasil analisis data


147

Tabel 4.49 Hasil Pengujian Hipotesis (Akhir)

Hipotesis Hasil

Theory of planned behavior


H1 (pengaruh sikap terhadap niat) ditolak
H2 (pengaruh norma subyektif terhadap niat) didukung
H3a (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan didukung
Terhadap niat)
H3b (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan ditolak
Terhadap perilaku)
H4 (pengaruh niat terhadap perilaku) didukung
H5 (norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar ditolak
Dibandingkan dengan sikap dan kontrol
Keperilakuan yang dirasakan)
H6a (pengaruh frekuensi terhadap niat) Didukung
H6b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku) Ditolak
H6c (pengaruh resensi terhadap perilaku) Ditolak
Theory of trying
H7 (pengaruh sikap terhadap niat) Didukung
H8 (pengaruh norma subyektif terhadap niat Didukung
H9 (pengaruh frekuensi terhadap niat) Didukung
H10 (norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar Didukung
Dibandingkan dengan sikap dan frekuensi
terhadap niat mencoba memilih)
H11 (pengaruh sikap terhadap sukses dan harapan akan didukung (kecuali AfEf)
(AsEs), sikap terhadap gagal dan harapan (AfEf),
sikap terhadap gagal dan harapan
dan sikap terhadap proses (Ap) pada sikap
mencoba memilih (At).
H12a (pengaruh niat terhadap perilaku mencoba memilih) ditolak
H12b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku mencoba ditolak
memilih)
H12c (pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba ditolak
memilih)
Theory of planned behavior
dan theory of trying
H13 (Theory of trying lebih mampu memprediksi didukung
Fenomena memilih merek dibandingkan
dengan theory of planned behavior )
148

4.4.3. Pembahasan Atas Hasil Analisis

Pembahasan mengenai hasil analisis masing-masing hipotesis didasarkan pada

tinjauan literatur yang telah dibahas pada Bab 2 dan persamaan serta perbedaan hasil

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dipaparkan.

4.4.3.1. Theory of Planned Behavior

Hipotesis 1- pengaruh sikap terhadap niat. Hasil analisis data dengan menggunakan

pengukuran langsung menunjukkan nilai critical ratio yang tidak signifikan (CR= 1.138).

Artinya, dengan menggunakan pengukuran langsung maka hipotesis yang menyatakan

bahwa ada pengaruh sikap terhadap niat tidak didukung.

Di lain pihak, dengan menggunakan pengukuran tidak langsung, hipotesis ini

didukung dengan nilai critical ratio yang signifikan (CR = 2.275). Adanya hubungan

sikap terhadap niat yang signifikan ini dapat disebabkan karena penggunaan butir-butir

keyakinan yang tepat. Dengan kata lain, butir-butir keyakinan dalam kuesioner penelitian

ini mampu menangkap keyakinan-keyakinan responden terhadap memilih merek Ponds.

Penggunaan butir-butir keyakinan yang tepat dapat menjelaskan hubungan sikap dan niat

berperilaku (Fishbein & Ajzen, 1975).

Akan tetapi, hipotesis hubungan sikap dan perilaku tidak didukung dengan

pengukuran langsung pada penelitian ini. Ada tiga alasan yang mungkin untuk hubungan

yang tidak signifikan tersebut. Dua alasan pertama didasarkan pada perspektif teoritis dan

alasan terakhir dilihat dari perspektif pengukuran variabel (kuantitatif).

Alasan pertama adalah seseorang berperilaku untuk mencapai suatu tujuan (goal)

tertentu. Tujuan tersebut dalam TPB dipengaruhi salah satunya oleh sikap. Akan tetapi,
149

sikap dalam TPB hanya mencakup tendensi untuk berperilaku secara keseluruhan

(Bagozzi & Kimmel, 1995, h.456). Sebagai komparasi, sikap dalam TT meliputi sikap

terhadap sukses, sikap terhadap gagal, dan sikap terhadap proses. Dengan kata lain, sikap

dalam TT lebih terinci dan eksplisit untuk menjelaskan tendensi seseorang dalam

mencapai tujuan (Dharmmesta,2003b, 2002; Bagozzi & Kimmel, 1995).

Alasan kedua, konsep sikap dengan pengukuran langsung dalam TPB bisa dicampur-

aduk (confounded) dengan konsep norma subyektif (Manstead, 2000; Bagozzi &

Kimmel, 1995). Disampaikan kembali bahwa sikap dengan pengukuran langsung adalah

sikap sebagai afek atau evaluasi global responden terhadap menggunakan produk tersebut

(Schiffman et al., 1997; Ajzen, 1991). Penelitian Bagozzi & Kimmel (1995) dalam

menguji TPB juga menggunakan sikap dengan pengukuran langsung. Hasil penelitian

mereka menunjukan sikap berpengaruh positif terhadap niat tetapi tidak ada pengaruh

norma subyektif terhadap niat. Ketidak-konsistenan norma subyektif menurut Bagozzi &

Kimmel (1995, h.456, penekanan ditambahkan) dimungkinkan karena konsep sikap

tercampuraduk dengan konsep norma subyektif sebagaimana disampaikan sebagai

berikut:

“What could account for the inconsistent performance subjective norms in


test of theory of planned behavior, and the successful result under the theory
of trying? One possibility lies in the way attitudes are conceived and
measured in TPB are global, unidimensional evaluation of overall acts,
while attitudes under TT are specific appraisals of three well-defined
aspects of goal pursuit. It is conceivable that the less focused
representation of attitudes under TPB gets confounded with subjective
norm, but attitudes under the TT are distinctive enough to avoid
confounding.”

Masih terkait dengan alasan kedua, penggunaan kata sifat untuk mengukur sikap

secara langsung biasanya adalah bijaksana-tidak bijaksana, baik-buruk, positif-negatif,


150

dan sebagainya. Pemilihan kata sifat pada penelitian ini (Tabel 4.50) mengikuti kata sifat

yang digunakan pada penelitian Bagozzi dan Warshaw (1990), Bagozzi dan Kimmel

(1995), Ajzen (2001), dan Dharmmesta (2002). Akan tetapi, pemilihan kata sifat yang

menggambarkan evaluasi global ini mungkin harus dilakukan penelitian lebih dahulu.

Artinya, kata sifat yang digunakan yang dapat digunakan pada penelitian-penelitian lain,

mungkin tidak dapat digunakan pada penelitian ini. Ringkasnya, perlu penelitian

eksplorasi sebelumnya untuk menentukan kata sifat yang tepat digunakan pada penelitian

memilih merek produk pelembab pemutih.

Tabel 4.50 Penggunaan Kata Sifat Pada Penelitian Ini

Kata sifat pada penelitian ini Acuan

Tidak berguna – berguna Bagozzi dan Kimmel (1995)

Tidak menyenangkan – menyenangkan Bagozzi dan Warshaw (1990)

Tidak bijaksana – bijaksana Bagozzi dan Kimmel (1995)

Negatif – positif Ajzen (2002), Bagozzi dan


Kimmel (1995)

Buruk – baik Ajzen (2002), Dharmmesta


(2002), Bagozzi dan Warshaw
(1990)
Sumber: dari peneliti yang disebutkan diatas

Penelitian ini juga telah mengaplikasikan kata sifat yang paling tepat menggambarkan

sikap sebagai evaluasi global, yaitu, kata sifat ‘baik - buruk’ (Ajzen, 2002). Ajzen (2002)

menunjukkan bahwa kata sifat tersebut merupakan kata sifat yang paling baik untuk

menggambarkan evaluasi global. Akan tetapi, Manstead (2000) menyatakan bahwa kata

sifat ‘baik – buruk’, dibandingkan dengan beragam kata sifat lainnya, merupakan kata
151

sifat yang mengandung makna moral. Dengan kata lain, seseorang mempunyai sikap

positif untuk memakan makanan yang mengandung daging karena baik bagi kesehatan.

Tetapi, menjadi seorang yang vegetarian dapat didasarkan pada pertimbangan moral

(Manstead, 2000, h.13). Dengan demikian, Manstead menunjukkan bahwa konstruk sikap

(jika diukur dengan pengukuran langsung dan menggunakan kata sifat ‘baik-buruk’) dan

konstruk norma menjadi tidak terlalu berbeda. Tetapi perbedaan konstruk tersebut akan

nyata jika sikap diukur dengan menggunakan pengukuran tidak langsung (Manstead,

2000). Ringkasnya, konsep sikap dengan pengukuran langsung tercampur-aduk dengan

konsep norma subyektif.

Alasan ketiga untuk perbedaan hasil dalam menguji hubungan sikap dan niat dengan

menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung bisa didasarkan pada perspektif

pengukuran variabel. Hasil analisis lanjutan menunjukan bahwa konstruk sikap dengan

pengukuran langsung dan tidak langsung adalah konstruk yang berbeda (Tabel 4.51).

Artinya, sikap dengan pengukuran langsung mengukur komponen afektif sedangkan

pengukuran sikap dengan tidak langsung mengukur komponen kognitif. Hal ini memang

sesuai dengan definisi sikap secara langsung dan tidak langsung. Permasalahannya adalah

bahwa mengukur sikap dengan menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung

dapat memberikan hasil yang berbeda sebagaimana hasil penelitian ini dan penelitian

Giles dan Cairns (1995) serta Terry dan O’Leary (1995).

Dari pembahasan mengenai hipotesis 1 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

hubungan sikap dan niat pada penelitian ini tidak didukung karena konsep sikap pada

TPB adalah konsep yang tidak terinci atau eksplisit untuk menjelaskan mampu

menjelaskan niat berperilaku. Konsep sikap pada TPB juga dapat tercampuraduk dengan
152

Tabel 4.51 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Sikap Secara Langsung dan Tidak

Langsung dengan Exploratory Factor Analysis

Rotated Component Matrixa

Component
1 2
ATT_A .383 .654
ATT_B .255 .818
ATT_C .234 .813
ATT_D .274 .843
ATT_E .269 .851
BEXEV_A .650 .336
BEXEV_B .780 .318
BEXEV_C .796 .182
BEXEV_D .625 .208
BEXEV_E .801 .292
BEXEV_F .737 .258
BEXEV_G .664 .199
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.

konsep norma subyektif. Kemudian, perbedaan hasil dengan menggunakan pengukuran

sikap secara langsung dan tidak langsung menunjukan bahwa konsep sikap harus

diperlakukan secara bijaksana sebagaimana disampaikan oelh Giles & Cairns (1995,

h.179):

“Clearly, the assumption that the direct and belief-based measure of attitude and
subjective norm are synonymous must not be taken for granted.”

Hipotesis 2 – pengaruh norma subyektif terhadap niat. Hasil analisis hipotesis dua ini

sama dengan hipotesis satu dimana hasil yang berbeda dengan menggunakan pengukuran

yang berbeda. Intinya, hipotesis ini didukung jika menggunakan pengukuran langsung
153

(CR = 3.582) dan tidak didukung jika menggunakan pengukuran tidak langsung (CR =

0.326). Pengukuran tidak langsung merupakan interaksi antara keyakinan normatif

(normative beliefs) dan motivasi untuk menuruti (motivation to comply). Dengan

didasarkan pada pengukuran langsung, hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh

norma subyektif terhadap niat berperilaku.

Hasil analisis untuk hipotesis 1 dan 2 menunjukkan adanya perbedaan hasil jika

menggunakan pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Serupa dengan

pembahasan untuk hipotesis 1. Tabel 4.52 memperlihatkan bahwa pengukuran langsung

dan tidak langsung dapat mengukur hal yang berbeda.

Tabel 4.52 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Norma Subyektif Secara Langsung
dan Tidak Langsung dengan Exploratory Factor Analysis

Rotated Component Matrixa

Component
1 2
SN_A .330 .807
SN_B .124 .909
NBXMC_A .866 .184
NBXMC_B .866 .276
NBXMC_C .864 .184
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.

Dalam kaitannyan dengan hipotesis 1 dan 2, dapat disampaikan bahwa pengukuran

tidak langsung yang didasarkan pada keyakinan memang dapat memberikan hasil yang

berbeda dengan pengukuran langsung (Giles & Cairns, 1995; Terry & O’Leary, 1995).
154

Hal tersebut telah disadari oleh Ajzen sebagai pengembang teori TPB (1991, h.19 dan

h.28) sebagai berikut:

…inquiries into the role of beliefs as the foundation of attitude toward a behavior,
subjective norm, and perceived behavioral control have been only partly successful.

…there are still many issues that remain unresolved. The theory of planned behavior
traces attitudes, subjective norms, and perceived behavioral control to an underlying
foundation of beliefs about the behavior. Although there is plenty of evidence for
significant relations between behavioral beliefs and attitude toward the behavior,
between normative beliefs and subjective norms, and between control beliefs and
perception of behavioral control, the exact form of these relations is still
uncertain…there is clearly much room for improvement.

Hipotesis 3a – pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap niat. Hasil

penelitian, baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 7.308) dan tidak

langsung (CR = 4.237), memberikan hasil yang sama, yaitu mendukung hipotesis

tersebut. Kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan variabel tambahan pada theory

of reasoned action untuk mengakomodir kritik terhadap TRA bahwa TRA hanya dapat

diaplikasikan pada perilaku yang mudah. Penambahan variabel tersebut membentuk suatu

teori baru yang dikenal dengan theory of planned behavior (Ajzen, 1988).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa, baik dengan menggunakan pengukuran

langsung dan tidak langsung, kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan determinan

utama terhadap niat berperilaku. Dengan kata lain, pengaruh kontrol keperilakuan yang

dirasakan lebih besar bila dibandingkan dengan sikap dan norma subyektif terhadap niat.

Hasil penelitian ini (yaitu, pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan lebih besar

dibandingkan variabel lainnya) sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dharmmesta

dan Khasanah (1999), Tkachev dan Kolvereid (1999), Chatzisarantis dan Biddle (1998),

serta Giles dan Cairns (1995). Beragam penelitian yang mengaplikasikan TPB juga
155

menunjukkan hubungan yang signifikan antara kontrol keperilakuan yang dirasakan

dengan niat (Maurer & Palmer, 1999; Kanler & Todd, 1998; Giles & Cairns, 1995;

Parker et al., 1995). Di lain pihak, penelitian lain menunjukkan hasil hubungan kontrol

keperilakuan yang dirasakan dan niat yang tidak signifikan (Bagozzi & Kimmel, 1995;

Terry & O’Leary, 1995).

Hipotesis 3b – pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan terhadap perilaku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis 3b tidak didukung baik dengan

menggunakan pengukuran langsung (CR = -1.183) maupun tidak langsung (CR = -

0.073). Dengan kata lain, penelitian ini tidak menemukan hubungan antara kontrol

keperilakuan yang dirasakan dengan perilaku.

Ada dua versi posisi kontrol keperilakuan yang dirasakan dalam TPB (Dharmmesta,

2000). Versi yang pertama adalah variabel tersebut sebagai prediktor terhadap niat.

Selanjutnya, versi yang kedua adalah variabel tersebut sebagai prediktor bagi perilaku.

Versi yang pertama telah diuji pada hipotesis 3a. Pada hipotesis 3b ini, yaitu versi kedua

posisi variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan dalam TPB, tidak didukung secara

empiris. Walaupun beberapa penelitian yang mengaplikasikan TPB membuktikan

hubungan positif antara kontrol keperilakuan yang dirasakan (misalnya, Dharmmesta &

Khasanah, 1999; Terry & O’Leary, 1995), namun beberapa penelitian lain tidak

menemukan hubungan tersebut (misalnya, East, 2000; Bagozzi & Kimmel, 1995; Giles &

Cairns, 1995).

Alasan yang mungkin untuk hubungan yang tidak signifikan antara kontrol

keperilakuan yang dirasakan dan perilaku dapat disebabkan karena kurangnya atau
156

ketidak-cukupan sumber daya atau kesempatan seseorang untuk berperilaku (Ajzen,

1988). Ajzen (1988) menyadari bahwa dalam situasi tertentu, variabel kontrol

keperilakuan yang dirasakan tidaklah terlalu realistik untuk memprediksi perilaku. Situasi

tersebut adalah jika seseorang dalam kondisi tidak punya sumber daya yang cukup,

misalnya uang, untuk membeli suatu produk. Dengan kata lain, jika seseorang tidak

punya cukup uang, maka motivasinya untuk membeli produk (yaitu, berperilaku) menjadi

berkurang atau tidak jadi membeli. Ajzen (1988) juga menyampaikan beberapa kondisi

yang memungkinkan tidak terjadinya hubungan antara kontrol keperilakuan yang

dirasakan dan perilaku: (1) kurangnya sumber daya (misalnya: tidak punya uang), (2)

kurangnya kesempatan (misalnya, tidak dapat membeli karena sibuk), (3) adanya sumber

daya yang berubah (misalnya: saat akan membeli tidak punya uang, atau uang terpakai

untuk hal yang lain), (4) adanya informasi baru atau adanya kondisi-kondisi yang baru

(misalnya: ada produk baru yang sejenis yang ingin dicoba).

Hipotesis 4 – pengaruh niat terhadap perilaku. Hasil analisis menunjukkan bahwa

hipotesis ini didukung jika menggunakan pengukuran langsung (CR = 2.123) dan tidak

didukung jika menggunakan pengukuran tidak langsung (CR = 1.508). Variabel niat

dibangun dengan mengacu beragam literatur (misalnya, Ajzen, 2001; Ajzen & Fishbein,

1980; Fishbein & Ajzen, 1975), Niat, pada penelitian ini, diukur dengan menggunakan

dua butir pernyataan “Saya berniat untuk membeli dan menggunakan pelembab pemutih

Ponds bulan depan” dan “Saya akan membeli dan menggunakan pelembab pemutih

Ponds bulan depan”.


157

Kembali disampaikan bahwa perbedaan hasil dengan pengukuran langsung dan tidak

langsung merupakan konsekuensi dari penggunaan pengukuran langsung dan tidak

langsung pada variabel sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan.

Artinya, permasalahan pada pengukuran variabel independen mempengaruhi variabel

dependen sebagaimana telah diperlihatkan pada Tabel 4.51 dan Tabel 4.52 sebelumnya,

serta Tabel 4.53 berikut ini.

Tabel 4.53 Hasil Analisis Lanjutan Pengukuran Kontrol Keperilakuan Yang


Dirasakan Secara Langsung dan Tidak Langsung dengan Exploratory
Factor Analysis

Rotated Component Matrixa

Component
1 2
PCB_A .823
PCB_B .753 .239
PCB_C .791 .275
PXC_A .376 .776
PXC_B .909
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.

Penelitian ini mengalami kendala dalam melakukan komparasi terhadap penelitian

lain yang mengaplikasikan TPB dengan menggunakan pengukuran tidak langsung, yaitu

penelitian yang dilakukan oleh East (2000) serta Kanler dan Todd (1998). Kendala

tersebut karena penelitian yang dilakukan oleh East serta Kanler dan Todd hanya

memprediksi niat saja dan tidak memprediksi perilaku. Ringkasnya, alasan yang mungkin

atas pengaruh niat dan perilaku yang tidak signifikan dengan menggunakan pengukuran
158

tidak langsung adalah konsekuensi dari permasalahan dalam variabel-variabel

independen.

Hipotesis 5 – norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap niat

dibandingkan dengan sikap dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Hipotesis ini

dikembangkan dengan pemahaman bahwa dalam budaya kolektivism, noma subyektif

lebih berpengaruh dibandingkan dengan sikap dan kontrol keperilakuan yang dirasakan.

Akan tetapi, penelitian ini tidak memberikan hasil yang mendukung hipotesis tersebut

baik dengan menggunakan pengukuran langsung maupun tidak langsung.

Dalam temuan penelitian ini, variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan lebih besar

besar pengaruhnya (standardized regression weight = 0.566) dibandingkan sikap

(standardized regression weight = 0.076) dan norma subyektif (standardized regression

weight = 0.258) dengan menggunakan pengukuran langsung. Hasil analisis dengan

menggunakan pengukuran tidak langsung juga memberikan hasil yang sama

(standardized regression weight = 0.451 untuk kontrol keperilakuan yang dirasakan,

0.180 untuk sikap, dan 0.024 untuk norma subyektif). Hasil penelitian ini sama dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Dharmmesta & Khasanah (1999) dalam penelitian

mengenai pembelian jasa angkutan kereta api, dimana kontrol keperilakuan yang

dirasakan merupakan variabel dominan penentu niat berperilaku.

Hipotesis norma subyektif yang lebih berpengaruh terhadap niat dibandingkan

prediktor lainnya didukung pada TT (hipotesis sepuluh) tetapi tidak pada TPB. Hal ini

dimungkinkan karena penggunaan variabel-variabel yang berbeda. Dengan kata lain,

TPB menggunakan variabel sikap, norma subyektif dan kontrol keperilakuan yang

dirasakan. Dari ketiga variabel tersebut, kontrol keperilakuan yang dirasakan


159

memberikan pengaruhnya yang lebih besar terhadap niat. Hal ini dimungkinkan karena

responden penelitian ini adalah mahasiswi, yang mungkin lebih mempertimbangkan

faktor sumber daya (uang) dibandingkan pengaruh teman dan sikapnya sendiri dalam

membeli Ponds.

Di lain pihak, TT menggunakan variabel sikap, norma sosial, dan frekuensi mencoba

lampau sebagai prediktor niat untuk mencoba. Dari ketiga variabel tersebut, norma sosial

terbukti mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dua prediktor lainnya.

Artinya, jika sumber daya tidak diperhitungkan, maka responden dalam budaya

kolektivism lebih mempertimbangkan norma sosial dalam pembeliannya dibandingkan

sikapnya sendiri.

Hipotesis 6a – pengaruh frekuensi terhadap niat. Hasil penelitian ini, baik pengukuran

langsung (CR = 3.343) dan tidak langsung (CR = 3.210), mendukung hipotesis bahwa

frekuensi mempengaruhi niat secara signifikan. Hasil penelitian sama dengan penelitian

yang dilakukan oleh Bagozzi dan Kimmel (1995). Pada penelitian tersebut, mereka

menambahkan variabel frekuensi dan resensi pada TPB. Hasil penelitian mereka

menunjukkan bahwa frekuensi mempengaruhi niat berperilaku.

Pengaruh yang signifikan juga dikemukakan oleh Bagozzi (1981) dan Bagozzi et al.

(1992a). Bagozzi et al. (1992a) mengaplikasikan theory of reasoned action (TRA) yang

ditambah dengan variabel baru ‘perilaku lampau’ (past behavior). Walaupun perilaku

lampau pada Bagozzi et al. (1992a) tidak dibedakan antara ‘frekuensi’ dan ‘resensi’,

tetapi perilaku lampau pada penelitian tersebut didefinisikan sebagai seberapa sering

responden menggunakan kupon. Dengan kata lain, seberapa sering dapat dianggap
160

sebagai frekuensi. Demikian juga pada penelitian Bagozzi (1981) dimana frekuensi juga

didefinisikan sebagai seberapa sering seseorang menyumbang darah.

Hipotesis 6b – pengaruh frekuensi terhadap perilaku. Frekuensi, pada penelitian ini,

ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku. Hasil analisis pengukuran

langsung (CR = 1.218) dan tidak langsung memberikan hasil yang sama (CR = 1.345),

yaitu menolak hipotesis tersebut. Walaupun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil

penelitian Bagozzi dan Kimmel (1995) di mana frekuensi berpengaruh secara positif

terhadap perilaku, tetapi hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Bagozzi (1981) dan Bagozzi et al. (1992a). Pada dua penelitian tersebut, frekuensi hanya

mempengaruhi niat berperilaku tetapi tidak perilaku aktual.

Alasan yang mungkin terhadap tidak berpengaruhnya frekuensi terhadap perilaku pada

penelitian ini adalah dapat disebabkan karena adanya faktor situasional dan lingkungan

belanja tertentu (misalnya, antrian yang panjang dan lingkungan belanja yang tidak

menyenangkan) yang dapat mengakibatkan gagalnya konsumen dalam melakukan

pembelian (Negara & Dharmmesta, 2001). Faktor lain yang mungkin adalah banyaknya

beragam produk sejenis dan iklan-iklan produk tersebut yang memberikan informasi

mengenai keunggulan mereknya. Akibatnya, konsumen bisa saja berpindah merek atau

konsumen selalu mempertimbangkan merek-merek lainnya sebelum melakukan

pembelian (Assael, 1998).

Hipotesis 6c – pengaruh resensi terhadap perilaku. Bagozzi dan Warshaw (1990)

membedakan perilaku lampau menjadi frekuensi dan resensi. Menurut mereka, frekuensi
161

dan resensi adalah variabel yang berbeda yang dapat mempengaruhi perilaku. Hasil

penelitian ini, baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 0.051) dan tidak

langsung (CR = 0.103), tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa resensi

mempengaruhi perilaku secara signifikan.

Penelitian empiris penambahan variabel perilaku lampau lebih diuji-cobakan pada

TRA (misalnya: Bagozzi et al., 1992a; Fredricks & Dossett, 1983; Manstead et al., 1983;

Bentler & Speckart, 1979) dibandingkan TPB (misalnya: Bagozzi & Kimmel, 1995). Jika

Bagozzi (1981) dan Bagozzi et al. (1992a) mendefinisikan perilaku lampau sebagai

frekuensi, maka penelitian Fredricks dan Dossett (1983) serta Bentler dan Speckart

(1979) mendefinisikan perilaku lampau sebagai resensi (contohnya: ‘Apakah dalam 2

minggu terakhir anda masuk kelas?). Hasil penelitian Fredricks dan Dossett (1983) serta

Bentler dan Speckart (1979) menunjukkan bahwa resensi mempengaruhi perilaku aktual.

Lebih lanjut, dalam penelitian yang mengaplikasikan TPB, Bagozzi dan Kimmel (1995)

juga menunjukkan bahwa resensi mempengaruhi perilaku aktual.

Penelitian ini mengalami kendala dalam melakukan komparasi hasil penelitian ini

karena terbatasnya penelitian lainnya yang menggunakan resensi sebagai prediktor

perilaku aktual (Bagozzi & Kimmel, 1995; Fredricks & Dossett, 1983; Bentler &

Speckart, 1979). Walaupun penelitian ini memberikan hasil yang berbeda dengan ketiga

penelitian yang telah disebutkan, dimungkin perbedaan ini sebagai dampak dari target

perilaku pada penelitian ini. Dengan kata lain, seseorang membeli produk pelembab pada

penelitian ini bukan karena sebagai akibat dia baru saja membeli (resensi) tetapi

disebabkan sikap positif orang tersebut terhadap membeli pelembab pemutih, norma –
162

norma yang dianut oleh orang itu, dan karena orang tersebut mempunyai uang untuk

membeli produk tersebut.

Target perilaku yang berkesinambungan dapat mendukung daya prediksi resensi

terhadap perilaku aktual. Sebagai contoh, target perilaku pada penelitian Bagozzi dan

Kimmel (1995) adalah perilaku berolah-raga dan melakukan diet, perilaku yang diteliti

pada penelitian Fredricks dan Dossett (1983) adalah perilaku menghadiri kelas, dan

perilaku pada penelitian Bentler dan Speckart (1979) adalah perilaku meminum minuman

beralkohol dan menggunakan obat-obat keras dan mariyuana. Ringkasnya, perilaku pada

penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya kesinambungan perilaku. Misalnya,

seseorang yang menggunakan alkohol atau mariyuana biasanya tidak dapat dilakukan

pada waktu-waktu tertentu saja. Seseorang yang menggunakan mariyuana biasanya akan

melanjutkannya kembali dalam waktu dekat dan bukannya dengan jarak waktu yang

lama. Demikian juga dengan perilaku berolah-raga dan meminum minuman beralkohol.

Dalam kaitannya dengan hipotesis 6, penambahan variabel frekuensi dan resensi pada

TPB atau TPB + frekuensi + resensi (selanjutnya disebut model TPB-FR) memberikan

hasil yang lebih baik dalam absolute fit-nya dibandingkan dengan model TPB saja, untuk

pengukuran langsung. Sedangkan untuk pengukuran tidak langsung, model TPB lebih

baik dibandingkan dengan model TPB-FR. Ukuran yang digunakan untuk menyatakan

adanya perbedaan yang substansial dalam komparasi model adalah nilai perbedaan

setidak-tidaknya 0.06 (Williams & Hazer, 1986 dalam Hair et al., 1995).

Bagozzi dan Kimmel (1995, h. 450) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa model

TPB-FR (GFIe = 0.91 ; CFIe = 0.96 dan GFId = 0.91 ; CFId = 0.98) lebih fit dibandingkan

dengan model TPB saja (GFIe = 0.91 ; CFIe = 0.94 dan GFId = 0.91 ; CFId = 0.97) dengan
163

menggunakan pengukuran langsung. Notasi e menjelaskan penelitian yang dilakukan

pada tema berolah-raga dan d pada penelitian mengenai melakukan diet. Hasil penelitian

tersebut sama dengan hasil penelitian ini sebagaimana terlihat pada Tabel 4.54.

Tabel 4.54 Komparasi Hasil Penelitian Bagozzi dan Kimmel (1995) dan Penelitian
Ini
TPB + FR TPB
Bagozzi & Kimmel (1995) GFIe = 0.91 GFIe = 0.91
CFIe = 0.96 CFIe = 0.94

GFId = 0.91 GFId = 0.91


CFId = 0.98 CFId = 0.97

Penelitian ini (2003) GFI = 0.944 GFI = 0.940


CFI = 0.966 CFI = 0.961
Sumber: Bagozzi dan Kimmel (1995) dan hasil analisis data

4.4.3.2. Theory of Trying

Karena terbatasnya penelitian yang menguji TT (misalnya: Dharmmesta, 2002;

Kassaye & Schumacher, 1998; Bagozzi & Kimmel, 1995; Bagozzi et al., 1992b; Bagozzi

& Warshaw, 1990) maka pembahasan hasil temuan penelitian ini hanya dikomparasi

pada penelitian yang dilakukan Dharmmesta (2002), Bagozzi dan Kimmel (1995), serta

Bagozzi dan Warshaw (1990). Penelitian ini tidak diperbandingkan dengan penelitian

Bagozzi et al. (1992b) karena penelitian tersebut hanya menguji validitas konstruk sikap

pada TT. Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga tidak dikomparasikan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Kassaye & Schumarcher (1998) karena penelitian tersebut tidak

menguji hubungan antar variabel dalam TT.


164

Hipotesis 7 – pengaruh sikap terhadap niat. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis

bahwa sikap adalah sebagai prediktor niat berperilaku. Hipotesis ini didukung baik

dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 4.696) maupun tidak langsung (CR =

5.726). Pengaruh sikap terhadap niat dalam TT juga dapat ditemukan pada penelitian

Bagozzi dan Warshaw (1990) serta Dharmmesta (2002). Kembali disampaikan, sikap

dalam TT mampu memprediksi niat berperilaku bila dibandingkan dengan TPB karena

sikap dalam TT merupakan variabel yang eksplisit yang mencakup sikap terhadap sukses,

sikap terhadap gagal, dan sikap terhadap proses dalam pencapaian suatu tujuan.

Hipotesis 8 – pengaruh norma subyektif terhadap niat. Temuan penelitian ini

mendukung bahwa norma subyektif sebagai prediktor yang signifikan terhadap niat

berperilaku baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 5.147) dan tidak

langsung (CR = 4.065). Hasil temuan ini juga sama dengan penelitian TT yang dilakukan

oleh Bagozzi dan Warshaw (1990), Bagozzi dan Kimmel 1995) serta Dharmmesta

(2002).

Hipotesis 9 – pengaruh frekuensi terhadap niat. Hasil penelitian mendukung bahwa

frekuensi mempengaruhi niat berperilaku secara positif baik dengan menggunakan

pengukuran langsung (CR = 3.269) dan tidak langsung (CR = 3.533). Hasil ini sama

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990), Bagozzi dan

Kimmel (1995) serta Dharmmesta (2002).


165

Hipotesis 10 – norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan

dengan sikap dan frekuensi mencoba lampau terhadap niat mencoba. Hasil temuan

penelitian ini mendukung hipotesis tersebut yaitu pengaruh norma subyektif yang lebih

besar (standardized regression weight = 0.273) dibandingkan sikap (standardized

regression weight = 0.246) dan frekuensi (standardized regression weight = 0.163)

terhadap niat mencoba.

Hipotesis 11 – pengaruh sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses (AsEs),

sikap terhadap gagal dan harapan akan gagal (AfEf), dan sikap terhadap proses

(Ap) terhadap sikap mencoba memilih (At). Dengan menggunakan pengukuran

langsung, maka hanya AfEf yang tidak signifikan (CR = 0.997). Di lain pihak, jika

menggunakan pengukuran tidak langsung maka selain AfEf (CR = 1.446) juga Ap (CR =

1.098) tidak signifikan.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi

dan Warshaw (1990) dan Bagozzi dan Kimmel (1995) dimana hasil penelitian mereka

menunjukkan hasil yang tidak signifikan untuk interaksi antara sikap terhadap gagal dan

harapan akan gagal. Tabel 4.55 memperlihatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Bagozzi dan Warshaw (1990), Bagozzi dan Kimmel (1995), dan penelitian ini sendiri.
166

Tabel 4.55 Komparasi Hasil Penelitian Bagozzi &Warshaw (1990), Bagozzi &
Kimmel (1995), dan Penelitian Ini

Peneliti (tahun) regression


weight
Bagozzi & Warshaw (1990) AfEf = 0.11

Bagozzi & Kimmel (1995) AfEfe = 0.04


AfEfd = -0.04

Penelitian ini (2003) AfEf = 0.273


(pengukuran langsung)
AfEf = 0.071
(pengukuran tidak langsung)
Keterangan e = olah-raga ; d = diet pada B&K (1995)

Sumber: hasil analisis data

Sebagaimana telah disampaikan pada Bab dua bahwa perbedaan utama antara TPB

dan TT adalah perbedaan pada konseptualisasi sikap. Sikap dalam TPB adalah

unidimensi, sedangkan sikap pada TT adalah sebagai multidimensi. Terlebih, Bagozzi

dan Warshaw (1990) menyatakan bahwa diperkenalkannya sikap sebagai multidimensi

merupakan fitur sentral dari theory of trying. Maka penelitian ini membuktikan apakah

sikap dalam TT adalah multidimensi.

Pembuktian ini dilakukan dengan menggunakan model tiga faktor dan model empat

faktor untuk menguji validitas konverjen, diskriminan, dan kriterion dari konstruk sikap

dalam TT (Bagozzi & Kimmel, 1995; Bagozzi et al., 1992; Bagozzi & Warshaw, 1990).

Hasil dari beragam uji statistik tersebut memperlihatkan bahwa validitas konverjen untuk

konstruk sikap terpenuhi (Tabel 4.56).


167

Tabel 4.56 Validitas Konverjen Konstruk Sikap

Model 3 Faktor Model 4 Faktor


(ATS, ATF, ATP) (ATT, ATS, ATF, ATP)
GFI 0.886 0.849
AGFI 0.842 0.807
CMIN/DF 3.664 3.254
RMR 0.035 0.036
RMSEA 0.091 0.084
CFI 0.935 0.924
Sumber: hasil analisis data

Lebih lanjut, Tabel 4.57 memperlihatkan korelasi antara ATT, ATS, ATF, dan ATP.

Tidak ada nilai yang sama dengan 1. Validitas diskriminan tercapai jika nilai korelasi > 1

(Bagozzi & Kimmel, 1995; Bagozzi et al., 1992b; Bagozzi & Warshaw, 1990). Peneliti

yang lain, Fornell dan Larker (1981) menyatakan validitas diskriminan tercapai jika AVE

lebih besar dari 0.50. Tabel 4.58 memperlihatkan bahwa nilai AVE, baik untuk

pengukuran langsung maupun tidak langsung, untuk masing-masing faktor adalah lebih

besar dari 0.50. Dengan kata lain, validitas diskriminan untuk konstruk sikap terpenuhi.

Tabel 4.57 Korelasi ATT,ATS,ATF, ATP

ATS ATF ATP ATT


ATS 1
ATF -0.530 1
ATP 0.709 -0.507 1
ATT 0.763 -0.540 0.728 1
Sumber: hasil analisis data
168

Tabel 4.58 Nilai AVE Dimensi-Dimensi Sikap

Konstruk AVE

Pengukuran langsung

ATT (attitude toward trying) 0.9927


ATS (attitude toward success) 0.9616
ATF (attitude toward fail) 0.9888
ATP (attitude toward process) 0.9915

Pengukuran tidak langsung

BXE_S (attitude toward success) 0.9285


BXE_F (attitude toward fail) 0.8239
BXE_P (attitude toward process) 0.9222

Sumber: hasil analisis data

Bagozzi et al. (1992) juga menyatakan validitas kriterion terpenuhi jika korelasi-

korelasi tersebut signifikan dan hubungannya diarahkan teori. Hasil Tabel 4.56 juga

memperlihatkan nilai korelasi yang signifikan dan sesuai arahnya, yaitu korelasi positif

antara ATT-ATS dan ATT-ATP dan korelasi negatif antara ATT-ATF. Pada Tabel 4.56

juga memperlihatkan adanya korelasi yang tinggi (yaitu, korelasi >0.70) antara ATS dan

ATP (0.709), ATS dan ATT (0.763), serta ATP dan ATT (0.728). Garver dan Mentzer

(1999) menyatakan jika nilai korelasi melebihi 0.70, maka konstruk tersebut harus dilihat

sebagai variabel second-order. Jika korelasi kurang dari 0.70, maka konstruk tersebut

adalah variabel first-order.

Korelasi yang tinggi antar variabel atau multikolinier adalah masalah yang dapat

muncul pada penelitian yang menggunakan konstruk-konstruk mental sebagai variabel

independen. Hal ini dikarenakan adanya hubungan korelasi yang tinggi antara pikiran dan

perasaan yang muncul sebagai fungsi dari memori manusia dan reaksi psikologis
169

(Bagozzi & Burnkrant, 1985, h.53). Bagozzi dan Burnkrant pada halaman yang sama

juga menunjukkan bahwa:

“Multicollinearity is an aspect of one’s data and the limitations of analytic


procedures and not the theory under scrutinity, per se.”

Penelitian ini menggunakan variabel second-order (second-order variable) sebagai

cara untuk mengatasi masalah multikolinier (Garver & Mentzer, 1999; Bagozzi &

Burnkrant, 1985). Tabel 4.59 memperlihatkan hasil analisis sikap sebagai first-order dan

sikap sebagai second-order. Hasil menunjukkan bahwa loading masing-masing indikator

pada second-order lebih besar nilainya dibanding loading pada first-order kecuali untuk

indikator-indikator sikap terhadap gagal. Nilai loading yang lebih tinggi pada second-

order menunjukkan tercapainya validitas konverjen (Bagozzi et al., 1991). Bagozzi et al.

(1991) juga menyatakan bahwa validitas diskriminan pada second-oder tercapai jika

korelasi masing-masing indikator lebih kecil dari satu. Analisis data second-order pada

penelitian ini memberikan hasil bahwa semua nilai korelasi masing-masing indikator

adalah kurang dari 1. Ringkasnya, penelitian ini menunjukkan bahwa sikap pada TT

adalah sebagai second-order variable.

Kembali pada pembahasan mengenai sikap sebagai multidimensi, hasil penelitian

sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990) yaitu terhadap

gagal dan harapan akan gagal (AfEf) tidak signifikan sebagai parameter sikap. Bagozzi

dan Warshaw memperikirakan bahwa AfEf tidak signifikan karena target perilaku dalam

penelitian yang tidak mempertimbangkan kegagalan sebagai suatu penentu utama.


170

Tabel 4.59 Sikap Sebagai First-Order vs Second-Order

FIRST-ORDER SECOND-ORDER
Path Standardized CR Path Standardized CR
Regression Regression
Weight Weight
att_s_a <-- Ats 0.767 att_s_a <-- Ats 0.814
att_s_b <-- Ats 0.778 14.513 att_s_a <-- Ats 0.800 16.647
att_s_c <-- Ats 0.691 12.668 att_s_c <-- Ats 0.707 14.003
att_s_d <-- Ats 0.836 15.814 att_s_d <-- Ats 0.836 17.747
att_s_e <-- Ats 0.857 16.273 att_s_e <-- Ats 0.864 18.603

att_f_a <-- Atf 0.807 att_f_a <-- Atf 0.686


att_f_b <-- Atf 0.765 15.333 att_f_b <-- Atf 0.744 13.699
att_f_c <-- Atf 0.870 18.346 att_f_c <-- Atf 0.855 16.090
att_f_d<-- Atf 0.905 19.389 att_f_d<-- Atf 0.894 16.911
att_f_e <-- Atf 0.856 17.918 att_f_e <-- Atf 0.842 15.806

att_p_a <-- Atp 0.729 att_p_a <-- Atp 0.758


att_p_b <-- Atp 0.830 14.727 att_p_b <-- Atp 0.833 16.175
att_p_c <-- Atp 0.794 14.053 att_p_c <-- Atp 0.792 15.184
att_p_d<-- Atp 0.865 15.358 att_p_d<-- Atp 0.869 17.043
att_p_e <-- Atp 0.853 15.151 att_p_e <-- Atp 0.860 16.826

att <-- Att 0.738


att <-- Att 0.758 13.523
att <-- Att 0.769 13.745
att<-- Att 0.875 15.761
att <-- Att 0.853 15.359

Absolute fit: Absolute fit:

GFI : 0.849 (rf) GFI : 0.863 (rf)


AGFI : 0.807 (rf) AGFI : 0.816 (rf)
CMIN/DF : 3.254 (rf) CMIN/DF : 4.414 (rf)
RMR : 0.036 (gf) RMR : 0.079 (rf)
RMSEA : 0.084 (pf) RMSEA : 0.103 (pf)
Keterangan: gf = good fit ; rf = reasonable fit ; pf = poor fit

Sumber: hasil analisis data

Misalnya, jika seseorang gagal melakukan olah raga, maka orang tersebut dapat

mencobanya lagi di lain waktu. Demikian juga dengan target perilaku pada penelitian ini,
171

yaitu memilih dan menggunakan pelembab pemutih Ponds. Seseorang yang gagal

membeli produk tersebut dapat mencobanya kembali di waktu yang lain. Akan tetapi, jika

target perilaku adalah menyelesaikan program S3, maka sikap terhadap gagal dan

harapan akan gagal (AfEf) dapat menjadi prediktor yang signifikan terhadap sikap

terhadap mencoba (At) (Bagozzi & Warshaw, 1990, h.138). Tidak signifikannya AfEf

pada penelitian ini juga dapat digambarkan dari pendapat seorang responden dalam

mengisi kuesioner penelitian:

Menurut saya berhasil atau gagalnya kulit wajah saya menjadi lebih putih
dengan memakai produk Ponds ini, mungkin tidak terlalu berpengaruh untuk
saya. Karena saya ngerasa cocok dengan menggunakan Ponds, makanya saya
masih menggunakannya. Kulit wajah saya tidak putih, juga tidak hitam (sawo
matang kali yah…). Setelah memakai Ponds, wajah saya berwarna aslinya, tetapi
saya merasa lebih bersih dan cerah (tidak kusam). Jadi menurut saya, berhasil
atau gagalnya dalam memakai Ponds, bukan karena putih, tetapi menjadikan
kulit wajah saya bersih dan cerah, tidak kusam.

Hipotesis 12a – pengaruh niat terhadap perilaku mencoba memilih. Hasil penelitian

ini tidak mendukung hipotesis tersebut baik dengan menggunakan pengukuran langsung

(CR = 1.432) maupun tidak langsung (CR = 1.429). Hasil penelitian ini sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Dharmmesta (2002) dan Bagozzi dan Kimmel (1995)

pada target perilaku melakukan olah raga. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Bagozzi dan Kimmel (1995) pada target perilaku melakukan diet, niat merupakan

prediktor yang signifikan terhadap perilaku mencoba melakukan diet. Demikian juga

dengan penelitian yang dilakukan Bagozzi dan Warshaw (1990), niat berpengaruh

terhadap perilaku mencoba. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang

dilakukan oleh Bagozzi dan Warshaw (1990) serta Bagozzi dan Kimmel (1995) dapat
172

disebabkan oleh rentang waktu yang cukup lama pada penelitian ini (1,5 bulan dimana

Bagozzi & Warshaw = 1 minggu dan Bagozzi dan Kimmel = 2 minggu).

Hipotesis 12b – pengaruh frekuensi terhadap perilaku mencoba memilih. Temuan

penelitian ini tidak mendukung bahwa frekeunsi berpengaruh terhadap perilaku mencoba

baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 1.393) dan tidak langsung (CR =

1.391). Hasil temuan ini sama dengan temuan Bagozzi dan Warshaw (1990) tetapi

berbeda dengan Dharmmesta (2002) serta Bagozzi dan Kimmel (1995). Tidak

signifikannya pengaruh frekuensi terhadap perilaku mungkin disebabkan target perilaku,

yaitu memilih dan menggunakan Ponds. Banyaknya beragam produk kosmetik dan iklan-

iklan yang memberikan informasi keunggulan beragam merek dapat menjadi faktor

frekuensi pembelian Ponds tidak menentukan perilaku untuk membeli Ponds kembali.

Dengan kata lain, ada variabel keinginan mencari variasi lain karena pengaruh iklan atau

display produk yang dapat menarik niat konsumen (Assael, 1998). Faktor lain yang

mungkin adalah faktor situasional dan lingkungan belanja, misalnya, antrian yang

panjang akan mengakibatkan seseorang tidak jadi melakukan transaksi pembelian

(Negara & Dharmmesta, 2001).

Hipotesis 12c – pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba memilih. Hasil

penelitian ini menolak hipotesis pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba memilih

baik dengan menggunakan pengukuran langsung (CR = 0.102) dan tidak langsung (CR =

0.102). Hasil temuan ini berbeda dengan temuan yang dilakukan oleh Dharmmesta

(2002), Bagozzi dan Kimmel (1995), serta Bagozzi dan Warshaw (1990). Hampir sama
173

dengan penjelasan untuk hipotesis 12b, target perilaku penelitian ini dapat menjadi faktor

tidak signifikannya variabel resensi dalam memprediksi mencoba membeli Ponds.

Membeli Ponds beberapa saat yang lalu (resensi) dapat menjadi variabel yang tidak

utama dalam menentukan pembelian selanjutnya mungkin karena adanya produk baru.

Atau, responden pada penelitian ini tidak mempertimbangkan resensi sebagai penentu

pada pembelian selanjutnya.

Pembahasan hipotesis 12b dan 12c berkenaan dengan pengaruh frekuensi (F) dan

resensi (R) terhadap perilaku mencoba memilih. Penelitian yang dilakukan Dharmmesta

(2002) membuktikan bahwa frekuensi dan resensi merupakan prediktor perilaku mencoba

belajar. Lebih lanjut, dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa frekuensi dan resensi

merupakan variabel yang identik dengan variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan

(PBC) dalam TPB karena unsur utama dalam ketiga variabel adalah pengalaman lampau.

Hasil analisis penelitian ini, walaupun tidak menguji apakah FR = PBC, memperlihatkan

hasil bahwa tidak mendukung hipotesis pengaruh PBC terhadap perilaku (hipotesis 3b)

dan tidak mendukung hipotesis pengaruh frekuensi dan resensi terhadap perilaku

(hipotesis 12b dan 12c). Dengan kata lain, dapat dimungkinkan bahwa FR adalah identik

dengan PBC (Dharmmesta, 2002, h.63).

Hipotesis 13 – TT lebih mampu memprediksi fenomena memilih satu merek

dibandingkan TPB. Hasil analisis dengan menggunakan SEM memperlihatkan bahwa

nilai-nilai uji statistik TT lebih baik dibandingkan dengan TPB jika menggunakan

pengukuran langsung. Baumgartner dan Homburg (1995) serta Hair et al. (1995)

menunjukkan bahwa program-program komputer yang dilakukan untuk menjalankan


174

SEM (misalnya, AMOS 4.0, LISREL, EQS, dsb) memberikan banyak uji statistik yang

dapat digunakan untuk mengambil keputusan.

Penggunaan uji statistik yang tampak pada Tabel 4.60 didasarkan pada penelitian

sejenis (yaitu komparasi TPB dan TT) yang dilakukan Bagozzi dan Kimmel (1995) dan

uji statistik untuk memperbandingkan model yang disarankan oleh Hair et al. (1995).

Hasil analisis menunjukkan bahwa theory of trying unggul pada uji statistisk GFI, CFI,

AIC, dan CAIC untuk pengukuran langsung. Sedangkan untuk pengukuran tidak

langsung, theory of trying unggul pada GFI, AIC, dan CAIC. Dengan kata lain, pada

pengukuran tidak langsung, uji statistik memberikan hasil yang sama baiknya bagi theory

of trying dan theory of planned behavior. Kembali disampaikan bahwa nilai perbedaan

yang dianggap signifikan adalah 0.06.

Tabel 4.60 Hasil Komparasi TPB dan TT

Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung


Theory of Theory of Theory of Theory of
planned Trying planned Trying
behavior behavior

GFI 0.940 0.970 GFI 0.943 0.976


CFI 0.961 0.962 CFI 0.973 0.960
PGFI 0.599 0.259 PGFI 0.653 0.260
PNFI 0.695 0.317 PNFI 0.743 0.315
AIC 202.615 111.274 AIC 218.004 102.186
CAIC 360.073 268.732 CAIC 394.548 259.644
Sumber: hasil analisis data

TT dapat dikatakan teori yang lebih mempunyai kemampuan prediktif dibandingkan

dengan TPB karena TT adalah teori yang menjelaskan perilaku yang didasarkan tujuan

(goal-directed behavior) yang memahami akan adanya kendala-kendala dalam


175

pencapaian tujuan. Pemahaman akan adanya kendala tersebut memunculkan konsep

sikap sebagai multi dimensi, yaitu konsep sikap mencakup sikap terhadap sukses dan

harapan akan sukses, sikap terhadap gagal dan harapan akan gagal, dan sikap terhadap

proses. Artinya, sikap dalam TT adalah konsep yang terinci dan eksplisit yang mampu

memprediksi tendensi niat berperilaku. Tidak hanya itu, TT juga memasukan variabel

perilaku lampau sebagai variabel yang signifikan terhadap niat berperilaku dan

berperilaku.

Di lain pihak, Ajzen (1991, h.21), yang merupakan konseptor TPB, juga tidak

menutup kemungkinan adanya perubahan atau perbaikan dalam TPB sebagaimana yang

disampaikannya berikut ini:

The theory of planned behavior is, in principle, open to the inclusion of additional
predictors if it can be shown that they capture a significant proportions of the
variance in intention or behavior after the theory variables have been taken into
account. The theory of planned behavior in fact expanded the original theory of
reasoned action by adding the concept of perceived behavioral control.

Perubahan dan perbaikan yang kontinyu dalam mengembangkan teori-teori sikap juga

merupakan salah satu keunggulan teori sikap dalam memprediksi perilaku sebagaimana

yang diungkapkan oleh Eagly (1992, h.705):

One of the admirable feature of attitude theories is their tendency to cumulate in


the sense that newer theories have built on some of the themes of older ones and
often developed some theme that remained underdeveloped in an earlier theory.

4.4. Simpulan

Bab ini telah melaporkan hasil analisis data. Pertama, tingkat pengisian kuesioner

dilaporkan. Kemudian, profil responden disampaikan. Kemudian, hasil analisis data yang
176

berkaitan dengan reliabilitas dan validitas ukuran disampaikan. Terakhir, hasil pengujian

hipotesis dipaparkan dan hasilnya diringkas pada Tabel 4.49. Hasil pengujian

menunjukkan adanya hipotesis yang diterima atau ditolak baik dengan menggunakan

pengukuran langsung maupun tidak langsung. Bab selanjutnya, yaitu Bab lima,

menyampaikan simpulan hasil penelitian serta implikasi temuan bagi teori dan praktek.
177

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Pendahuluan

Masalah penelitian ini , yaitu: “Bagaimana theory of planned behavior dan theory of

trying dapat menjelaskan hubungan antara niat dan perilaku memilih satu merek di

Indonesia, dan apakah TT lebih fit dibandingkan TPB dalam menjelaskan femonena

tersebut?” telah dipaparkan pada bab satu. Lebih lanjut, latar belakang dan jastifikasi

penelitian serta organisasi penulisan disertasi ini juga telah dipaparkan pada bab satu.

Kemudian, bab dua telah memberikan fondasi teoritis mengenai merek, pilihan merek,

dan teori-teori sikap untuk membangun hipotesis-hipotesis penelitian. Bab berikutnya,

yaitu bab tiga, menggambarkan metodologi penelitian yang diaplikasikan pada penelitian

ini. Pada bab ini, dijelaskan bagaimana instrumen penelitian dibangun dan dinilai

reliabilitas serta validitasnya. Sampel penelitian didesain sebagai sampel bertujuan untuk

mendapatkan responden yang homogen sebagai suatu syarat dalam pengujian teori.

Selanjutnya, bab empat menyampaikan hasil analisis data yang meliputi hasil survai

uji coba dan survai aktual. Lebih lanjut, pada hasil survai aktual, disampaikan dua hasil

analisis data: (1) data dari pertanyaan langsung dan (2) data dari pertanyaan tidak

langsung (belief-based questionnaire). Akhirnya, pada bab lima ini disampaikan

simpulan hasil penelitian serta implikasi temuan bagi teori dan praktis. Pada bagian ini

juga disampaikan keterbatasan penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Alur penulisan bab lima diperlihatkan pada Gambar 5.1.


178

Gambar 5.1 Alur Pembahasan Bab 5

5.1 Pendahuluan

5.2 Simpulan atas hipotesis-


hipotesis penelitian
5.3 Keterbatasan penelitian

5.4 Implikasi terhadap teori 5.5 Implikasi terhadap praktis

5.6 Rekomendasi untuk


penelitian selanjutnya

Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini

5.2. Simpulan atas Hipotesis-Hipotesis Penelitian

Dengan didasarkan pada hasil analisis data, simpulan penelitian ini dibatasi oleh

responden, produk, dan merek yang digunakan, serta hanya di dalam lingkup perilaku

memilih satu merek. Ada tujuh simpulan dapat disampaikan dari hasil penelitian ini yang

berkenaan dengan “bagaimana theory of planned behavior dan theory of trying dapat

menjelaskan hubungan niat dan perilaku memilih satu merek di Indonesia, dan apakah

theory of trying lebih fit dalam menjelaskan fenomena tersebut dibandingkan theory of

planned behavior?

Pertama, hasil analisis data dengan menggunakan pengukuran langsung dan tidak

langsung dapat memberikan hasil yang berbeda yang juga dialami oleh Giles dan Cairns

(1995) serta Terry dan O’Leary (1995). Walaupun penelitian ini menyampaikan dan
179

membahas hasil dari dua pengukuran (yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung)

tersebut, tetapi posisi yang diambil penulis adalah menggunakan pengukuran

langsung sebagai penentu akhir pengujian hipotesis. Artinya, hipotesis didukung atau

tidak didukung hanya didasarkan pada pengukuran langsung dengan pertimbangan pada

keakuratan dan keandalan pengukuran tersebut dibandingkan dengan pengukuran tidak

langsung. Dengan demikian, hasil akhir hasil pengujian hipotesis adalah sebagaimana

pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil pengujian Hipotesis

Hipotesis Hasil

Theory of planned behavior


H1 (pengaruh sikap terhadap niat) ditolak
H2 (pengaruh norma subyektif terhadap niat) didukung
H3a (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan didukung
Terhadap niat)
H3b (pengaruh kontrol keperilakuan yang dirasakan ditolak
Terhadap perilaku)
H4 (pengaruh niat terhadap perilaku) didukung
H5 (norma subyektif mempunyai pengaruh yang lebih besar ditolak
Dibandingkan dengan sikap dan kontrol
Keperilakuan yang dirasakan)
H6a (pengaruh frekuensi terhadap niat) didukung
H6b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku) ditolak
H6c (pengaruh resensi terhadap perilaku) ditolak
Theory of trying
H7 (pengaruh sikap terhadap niat) didukung
H8 (pengaruh norma subyektif terhadap niat didukung
H9 (pengaruh frekuensi terhadap niat) didukung
H10 (norma sosial mempunyai pengaruh yang lebih besar didukung
Dibandingkan dengan sikap dan frekuensi
terhadap niat mencoba memilih)
H11 (pengaruh sikap terhadap sukses dan harapan akan didukung (kecuali AfEf)
(AsEs), sikap terhadap gagal dan harapan (AfEf),
sikap terhadap gagal dan harapan
dan sikap terhadap proses (Ap) pada sikap
mencoba memilih (At).
H12a (pengaruh niat terhadap perilaku mencoba memilih) ditolak
H12b (pengaruh frekuensi terhadap perilaku mencoba ditolak
memilih)
H12c (pengaruh resensi terhadap perilaku mencoba ditolak
memilih)
180

Theory of planned behavior


dan theory of trying
H13 (Theory of trying lebih mampu memprediksi didukung
Fenomena memilih merek dibandingkan
dengan theory of planned behavior )

Kedua, dengan menggunakan Tabel 5.1 tersebut, maka penelitian ini mendukung

bahwa norma subyektif, kontrol keperilakuan yang dirasakan, dan frekuensi sebagai

prediktor yang signifikan terhadap niat dalam TPB. Lebih lanjut, hasil penelitian ini

mendukung bahwa norma sosial, frekuensi, dan sikap sebagai prediktor yang signifikan

terhadap niat dalam TT. Tidak didukungnya hipotesis pengaruh sikap terhadap niat dalam

TPB tetapi didukung didalam TT disebabkan oleh konsep sikap dalam TT sebagai konsep

yang terinci dan eksplisit. Dengan kata lain, ketegasan konsep sikap dalam TT mampu

memprediksi tendensi seseorang dalam berperilaku.

Ketiga, resensi bukan sebagai prediktor yang signifikan terhadap niat baik dalam TPB

maupun TT. Hal ini dapat disebabkan oleh target perilaku. Dengan kata lain, jika target

perilaku adalah target perilaku yang berkesinambungan seperti mempelajari bahan

perkuliahan (Dharmmesta, 2002), berolah-raga (Bagozzi & Kimmel, 1995), dan perilaku

menggunakan obat-obat keras dan mariyuana (Fredricks & Dossett, 1983) maka resensi

adalah prediktor yang signifikan.

Keempat, hasil analisis memperlihatkan bahwa norma sosial merupakan faktor yang

dominan sebagai faktor yang mempengaruhi niat seseorang untuk membeli dalam TT

tetapi tidak dalam TPB. Prediktor yang berpengaruh lebih besar dalam TPB adalah

kontrol keperilakuan yang dirasakan. Perbedaan hasil ini dapat dimungkinkan karena

penggunaan variabel yang berbeda dalam masing-masing teori. Dengan kata lain, bagi

responden penelitian ini, variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan lebih berpengaruh

jika dibandingkan dengan sikap dan norma subyektif (TPB). Tetapi, dalam TT, karena
181

tidak ada variabel kontrol yang menjelaskan sumber daya seseorang untuk membeli,

maka norma sosial lebih berpengaruh dibandingkan sikap dan frekuensi mencoba

lampau.

Kelima, penelitian ini mendukung konstruk sikap sebagai multidimensi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap terbukti merupakan variabel yang

multidimensi yang terdiri atas sikap terhadap sukses dan harapan akan sukses dan sikap

terhadap proses. Analisis model pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini

menunjukan validitas konverjen dan diskriminan masing-masing dimensi tersebut.

Keenam, hasil penelitian memperlihatkan bahwa niat sebagai prediktor yang

signifikan dalam TPB tetapi tidak dalam TT. Penggunaan kontruk-konstruk tertentu dan

berbeda baik dalam TPB dan TT mempengaruhi perbedaan hasil analisis kedua teori

tersebut. Ketujuh, penelitian ini memperlihatkan hasil uji statistik TT lebih fit

dibandingkan dengan TPB.

Secara umum, dari tujuh simpulan tersebut dapat disampaikan bahwa pada penelitian

ini TT lebih fit untuk menjelaskan hubunga sikap dan perilaku memilih satu merek

dibandingkan TPB. Keberhasilan TT dalam menjelaskan fenomena memilih satu merek

karena TT didukung oleh konstruk-kontruk dalam TT yang mencakup tujuan tersebut dan

terinci. Sebagai contoh, konstruk sikap dalam TT adalah konsep yang multidimensi yang

meliputi sikap terhadap keberhasilan, kegagalan, dan proses. Dalam TPB, sikap

merupakan konstruk yang berdimensi satu. Dengan kata lain, sikap dalam TPB

merupakan evaluasi seseorang terhadap perilaku yang mengarah pada tujuan secara

umum.

Selain konstruk sikap, variabel perilaku lampau juga merupakan variabel yang terinci

dalam TT. Konsep ini dibedakan menjadi frekuensi perilaku lampau dan resensi perilaku

lampau. Walaupun hasil analisis penelitian ini hanya mendukung hipotesis hubungan
182

frekuensi dan niat, penelitian TT ini mendukung adanya peranan perilaku lampau

terhadap niat seseorang. Hal ini dapat terlihat pada model TPB-FR (perluasan TPB

dengan menambahkan frekuensi dan resensi).

Secara ringkas, walaupun hasil penelitian ini tidak ditujukan untuk digeneralisir, hasil

penelitian mendukung pentingnya suatu teori memasukkan variabel-variabel yang tegas

dan rinci untuk menjelaskan suatu fenomena. Penelitian TT dan TPB serta komparasi

kedua teori tersebut masih diperlukan pada lingkup perilaku yang sama atau berbeda agar

simpulan teori mana yang lebih fit dapat didukung dengan kuat.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tiga keterbatasan utama. Pertama, penelitian ini hanya

menggunakan satu produk dan satu merek, yaitu produk pelembab pemutih merek Ponds.

Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak ditujukan untuk digeneralisasikan pada merek

dan produk lainnya. Penggunaan satu produk adalah cukup beralasan sebagaimana tujuan

penelitian ini adalah pengujian teori. Tidak hanya itu, dengan menggunakan satu merek

yang spesifik merupakan salah satu kriteria agar hubungan sikap dan perilaku dapat

ditingkatkan (Ajzen & Fishbein, 1980).

Dalam kaitannya dengan generalisasi hasil penelitian, perbedaan karakteristik

responden karena perbedaan karakteristik demografis dan psikografis responden juga

membatasi generalisasi temuan penelitian ini pada konsumen merek Ponds tetapi di

wilayah yang lain. Lebih lanjut, perbedaan keyakinan responden terhadap masing-masing

merek pelembab pemutih membatasi generalisasi temuan penelitian ini pada merek

pelembab pemutih lainnya.

Keterbatasan kedua adalah responden yang digunakan, yaitu mahasiswi di

Yogyakarta. Walaupun penggunaan sampel yang homogen adalah ideal dalam pengujian
183

teori, akan tetapi kesimpulan dan implikasi penelitian akan lebih dikuatkan jika dilakukan

penelitian-penelitian lanjutan dengan sampel yang berbeda.

Keterbatasan ketiga adalah berkaitan dengan personally administered questionnaire

yang digunakan pada penelitian ini. Penggunaan kuesioner yang dilakukan sendiri

tersebut dapat menyebabkan common method variance yang dapat mengarahkan kepada

kesimpulan yang menyesatkan (Campbell & Fiske, 1959 dalam Podsakoff Organ, 1986).

Jastifikasi atas penggunaan kuesioner yang dilakukan sendiri telah disampaikan pada Bab

tiga sebelumnya. Secara ringkas, self-report memberikan keunggulan-keunggulan seperti

waktu, tenaga, dan biaya yang yang lebih sedikit dibandingkan observasi langsung

(Ajzen & Fishbein, 1980). Penelitian ini telah melakukan pengembangan skala yang rigid

yang dapat mereduksi potensi terjadinya common method variance tersebut, misalnya:

dengan mempertimbangkan item-trimming (Podsakoff & Organ, 1986) dan mereduksi

acquiescence bias (Podsakoff et al., 2003).

5.4. Implikasi Terhadap Teori

Temuan pada penelitian ini memberikan implikasi pada teori. Ada tiga implikasi pada

teori adalah sebagai berikut. Pertama, hasil penelitian ini memberikan bukti empiris

pengaruh variabel perilaku lampau pada niat. Perilaku lampau, menurut Bagozzi dan

Warshaw (1990) dibedakan menjadi frekuensi dan resensi. Walaupun hanya variabel

frekuensi yang signifikan mempengaruhi niat baik dalam TPB dan TT, penelitian ini

mendukung pentingnya variabel perilaku lampau sebagai prediktor niat selain variabel

sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan.

Pengaruh frekuensi perilaku lampau terhadap niat dapat terjadi walaupun seseorang

mempunyai sikap yang jelas atau sikap yang tidak jelas. Dengan kata lain, pada saat

seseorang mempunyai sikap yang jelas, pengaruh frekuensi lampau adalah usaha untuk
184

konsisten dalam berperilaku. Demikian juga halnya pada saat seseorang tidak jelas

dengan sikapnya, frekuensi perilaku lampau memberikan pengaruh yang lebih besar

terhadap niat. Seseorang yang tidak mempunyai sikap jelas dapat disebabkan kurangnya

informasi untuk membentuk suatu keyakinan, atau karena tidak adanya evaluasi, atau

karena ada hal yang memang tidak jelas (Dharmmesta, 2000; Bagozzi & Warshaw,

1990). Secara ringkas, hasil yang signifikan pengaruh frekuensi perilaku lampau terhadap

dapat mendukung pemahaman pentingnya perilaku lampau dalam analisis perilaku

konsumen.

Kedua, model-model perilaku konsumen yang dikembangkan di negara barat

menunjukan sikap sebagai faktor utama yang mampu mempengaruhi proses pembelian

konsumen. Akan tetapi, penelitian ini menghipotesiskan bahwa norma subyektif sebagai

prediktor yang memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan prediktor lainnya.

Walaupun hanya pada TT, hasil penelitian ini mendukung hipotesis tersebut. Dengan

demikian, dapat disampaikan bahwa perbedaan prediktor yang memberikan pengaruhnya

lebih besar dapat dipengaruhi oleh faktor budaya sebagai salah satu karakteristik

konsumen yang mampu mempengaruhi proses mental konsumen dalam melakukan

pengambilan keputusan pembelian (Wells & Prensky, 1996).

Ketiga, hasil analisis yang memperlihatkan bahwa pengaruh sikap terhadap niat tidak

signifikan dalam TPB menunjukan bahwa konstruk sikap bukan konsep yang terinci dan

eksplisit untuk menjelaskan niat seseorang dalam mencapai tujuan. Sebaliknya, hasil

penelitian ini memperlihatkan bahwa konstruk sikap dalam TT adalah konsep yang

terinci yang menjelaskan niat seseorang dalam mencapai tujuan. Konseptualisasi sikap

yang jelas ini memberikan implikasi teoritis yaitu konsep sikap yang terinci

mempengaruhi tendensi seseorang untuk berperilaku (Dharmmesta 2003b; 2002; Bagozzi

& Kimmel, 1995).


185

Ringkasnya, implikasi teori atas hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Penelitian ini mendukung bahwa ada prediktor penjelas lain selain sikap, norma

subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan yang dapat memprediksi niat.

Prediktor penjelas niat tersebut adalah frekuensi perilaku lampau.

• Norma subyektif sebagai prediktor yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap

niat dibandingkan prediktor lainnya dalam budaya kolektivism.

• Penelitian ini mendukung bahwa konstruk sikap dalam TT adalah konsep yang terinci

yang jelas yang mampu dibedakan dengan konsep norma subyektif. Tegasnya sikap

seseorang akan memperngaruhi tendensi seseorang untuk berperilaku.

5.5. Implikasi Manajerial

Temuan penelitian ini memberikan implikasi-implikasi bagi produsen, khususnya

bagian pemasaran pelembab pemutih Ponds. Implikasi-implikasi tersebut berkaitan

dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, keyakinan-keyakinan

konsumen terhadap produk pelembab pemutih Ponds, dan skala pengukuran yang

dikembangkan dalam penelitian ini.

Variabel-variabel penelitian. Praktisi dapat menggunakan variabel-variabel penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini pada penelitian sejenis dengan lebih yakin. Dengan

kata lain, variabel-variabel telah teruji dapat membantu praktisi untuk memahami

fenomena dengan kokoh.

Keyakinan-keyakinan konsumen. Implikasi praktis atas identifikasi keyakinan-

keyakinan responden akan dikaitkan dengan strategi pemasaran yang difokuskan pada
186

strategi promosi. Ada empat implikasi yang berkaitan dengan strategi promosi,

khususnya penekanan pada strategi iklan, yang mengandung pesan akan produk, harga,

dan distribusi.

Pertama, penelitian ini mengindentifikasi keyakinan-keyakinan utama responden

terhadap memilih dan menggunakan pelembab pemutih Ponds. Keyakinan-keyakinan

yang positif yang dipercayai oleh responden dapat terus dipelihara oleh bagian pamasaran

Ponds dengan iklan-iklan yang menggambarkan keyakinan-keyakinan tersebut. Misalnya,

keyakinan responden bahwa Ponds dapat memutihkan dan mencerahkan kulit wajah.

Maka, iklan-iklan yang akan dibuat sebaiknya menggambarkan perbedaan warna kulit

sesudah menggunakan Ponds.

Kedua, selain memelihara keyakinan-keyakinan positif yang dipercayai konsumen,

bagian pemasaran Ponds dapat juga memperkenalkan keyakinan baru kepada konsumen

melalui iklan. Keyakinan baru ini misalnya Ponds adalah produk yang aman bagi kulit

dan cocok bagi semua jenis kulit.

Ketiga, keyakinan-keyakinan negatif menurut responden penelitian ini adalah harga

Ponds yang cukup mahal dan ketidak-tersediaan produk ukuran kecil pada saat akan

dibeli. Keyakinan harga Ponds yang mahal ini dapat direduksi dengan iklan yang

berkaitan dengan strategi produk. Dengan kata lain, produsen Ponds dapat membuat

produk dengan beragam ukuran sehingga dengan adanya ukuran yang kecil akan

membantu harga produk tersebut terjangkau konsumen, khususnya mahasiswa. Atau,

keyakinan akan harga Ponds yang cukup mahal dapat direduksi dengan iklan yang

menitik-beratkan pada manfaat produk dengan harga yang terjangkau.

Terakhir, dalam kaitannya dengan keyakinan negatif responden atas ketersediaan

produk, produsen Ponds harus lebih memperhatikan ketersediaan barangnya. Hal ini

dapat dilakukan dengan pengelolaan saluran distribusi dan kontrol yang kontinyu dari
187

tenaga penjual terhadap ketersediaan barang dan segera memesan sebelum produk

tersebut habis di rak pajangan (display).

Instrumen penelitian. Penelitian ini mengembangkan instrumen penelitian melalui

proses yang rigid dapat digunakan oleh praktisi baik untuk memahami sikap konsumen

dalam memilih dan menggunakan Ponds. Penelitian yang dilakukan secara kontinyu juga

dapat memperlihatkan jika ada terjadi perubahan sikap. Lebih lanjut, informasi yang

diperoleh dari instrumen penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang berharga

yang lebih baik dibandingkan jika praktisi hanya mengandalkan informasi penjualan

produk saja yang turun-naiknya penjualan dipengaruhi beragam variabel.

Secara ringkas, implikasi terhadap praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menguji konstruk-konstruk pada TPB dan TT dimana konstruk-konstruk yang teruji

dapat digunakan oleh praktisi dengan lebih yakin untuk memahami perilaku memilih

dan menggunakan merek Ponds atau merek lainnya.

2. Mengidentifikasi keyakinan-keyakinan penting konsumen terhadap produk pelembab

pemutih Ponds.

3. Mengembangkan instrumen penelitian yang dapat digunakan produsen Ponds untuk

mengamati sikap atau perubahan sikap dalam membeli dan menggunakan Ponds.

5.6. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya

Penelitian ini memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Pertama, sebagaimana telah dikemukakan pada sub bab keterbatasan penelitian,

penelitian ini hanya menggunakan satu merek produk pelembab pemutih. Penelitian

selanjutnya sebaiknya mereplikasi penelitian ini pada merek lain dalam kategori produk
188

yang sama sebelum generalisasi penelitian yang lebih kokoh disampaikan. Demikian

juga halnya dengan responden mahasiswi yang digunakan pada penelitian ini. Penelitian

selanjutnya sebaiknya menggunakan responden yang bukan mahasiswi sehingga hasil

penelitian dapat digeneralisir.

Kedua, penelitian ini menggunakan pengukuran langsung dan tidak langsung untuk

menguji TPB dan TT. Akan tetapi, beberapa temuan mendapatkan hasil yang berbeda

pada hipotesis yang sama, misalnya hipotesis didukung dengan menggunakan

pengukuran langsung tetapi ditolak jika menggunakan pengukuran tidak langsung.

Penelitian sejenis selanjutnya sebaiknya juga menggunakan pengukuran yang sama

(pengukuran langsung dan tidak langsung) sehingga dapat diketahui pengukuran mana

yang lebih stabil dan mampu menjelaskan fenomena memilih merek.

Ketiga, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap tidak berpengaruh terhadap niat

dalam menguji TPB jika menggunakan pengukuran langsung. Penelitian ini

menggunakan kata sifat yang diacu dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian

selanjutnya sebaiknya melakukan studi eksplorasi terlebih dahulu untuk menentukan kata

sifat apa yang tepat untuk digunakan pada penelitian memilih merek.

Keempat, hasil penelitian memperlihatkan hasil yang tidak signifikan “sikap terhadap

gagal dan harapan akan gagal” (AfEf) sebagai dimensi sikap dalam TT. Penelitian

selanjutnya dapat mencoba pada target perilaku yang sama (yaitu, memilih merek) untuk

melihat apakah AfEf dapat menjadi prediktor sikap yang signifikan.

Kelima, penelitian ini menggunakan tenggang waktu satu setengah bulan antara

kuesioner keempat (sikap dan niat) dan kuesioner kelima (perilaku) dimana tenggang

waktu tersebut merupakan hasil temuan dari penelitian eksplorasi. Akan tetapi, Ajzen dan

Fishbein (1980), Ajzen (1988), dan penelitian yang dilakukan Dharmmesta (2002)

merekomendasikan waktu yang singkat antara kuesioner sikap dan kuesioner perilaku.
189

Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat mencoba dengan mengaplikasikan tenggang

waktu yang lebih singkat dibandingkan satu setengah bulan.

Terakhir, penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode self-report tetapi dengan

mempertimbangkan usaha-usaha yang dapat mereduksi common method variance

(Podsakoff et al, 2003; Avolio, Yammarino, & Bass, 1991; Podsakoff & Organ, 1986).
190

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, D.A. and Jacobson, R.J., 2001, “The Value Relevance of Brand Attitude in High-
Technology Markets,” Journal of Marketing Research, 38, 485-493.

Aaker, D.A, Kumar, V. and Day, D.S., 2001, Marketing Research, 7th edn., NY: John
Wiley & Sons.

--------------, Batra, R. and Myers, J.G., 1992, Advertising Management, 4th edn., New
Jersey: Prentice Hall.

-------------- and Bagozzi, R.P., 1979, “Unobservable Variables in Structural Equation


Models with an Application in Industrial Selling,” Journal of Marketing
Research, 16, 147-158.

Ajzen, I., 2002, “Constructing a TPB Questionnaire: Conceptual and Methodological


Considerations,” http:/www-unix.oit.umass.edu/~aizen/pdf/tpb.measurement.pdf

----------, 2001, “Nature and Operation of Attitudes,” Annual Review of Psychology, 52,
27-58.

----------, 1991, “The Theory of Planned Behavior,” Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50, 179-211.

----------, 1988, Attitudes, Personality, and Behavior, Britain: Open University Press.

----------, Timko, C. and White, J.B., 1982, “Self-Monitoring and the Attitude-Behavior
Relation,” Journal of Personality and Social Psychology, 42, 3, 426-435.

---------- and Fishbein, M., 1980, Understanding Attitudes and Predicting Social
Behavior, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Alden, D.L., Hoyer, W.D. and Wechasara, G., 1989, “Choice Strategies and Involvement:
a Cross-Cultural Analysis,” Advances in Consumer Research, 5, 693-701.

Allport, G.W., 1967, ‘Attitudes,’ in Readings in Attitude Theory and Measurement,


Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons.

Amoo, T. and Friedman, H.H., 2000, “Overall Evaluation Rating Scales: An


Assessment,” International Journal of Market Research, 42, 3, 301-310.

Anderson, P.F., 1986, “On Method in Consumer Research: A Critical Relativist


Perspective,” Journal of Consumer Research, 13, 155-173.
191

--------------------, 1983, “Marketing, Scientific Progress, and Scientific Method,” Journal


of Marketing, 47, 18-31.

Angelmar, R., Zaltman, G. and Pinson, C., 1972, “An Examination of Concept Validity,”
Proceedings of the Third Annual Conference of the Association for Consumer
Research, 586-593.

Antonides, G., 1991, Psychology in Economics and Business, The Netherland: Kluwer
Academic Publisher.

Aogoustinos, M. and Walker, I., 1995, Social Cognition: An Integrated Introduction,


London: Sage.

Arbuckle, J.L. and Worthe, W., 1999, AMOS 4.0 User’s Guide, Chicago: SmallWaters
Corporation.

Armitage, C.J., Conner, M., and Norman, P., 1999, “Differential Effects of Mood on
Information Procesing: Evidence from the Theory of Reasoned Action and
Planned Behavior,” European Journal of Social Psychology, 29, 4, 419-433.

Arnould, E., Price, L. and Zinkhan, G., 2002, Consumers, NY: McGraw-Hill.

Assael, H., 1998, Consumer Behavior and Marketing Action, Ohio: South-Western
College Publishing.

Avolio, B.J., Yammarino, F.J., and Bass, B.M., 1991, “Identifying Common Methods
Variance with Data Collected from a Single Source; an Unresolved Sticky Issue,”
Journal of Management, 17, 3, 571-587.

Azwar, S., 1995, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Edisi ke 2, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Bagozzi, R.P., 2000, “On the Concept of Intentional Social Action in Consumer
Behavior,” Journal of Consumer Research, 27, 388-396.

------------------- and Dholakia, U., 1999, “Goal Setting and Goal Striving in Consumer
Behavior,” Journal of Marketing, 63, 19-32.

-------------------- and Kimmel, S.K., 1995, “A Comparison of Leading Theories for the
Prediction of Goal-Directed Behaviors,” British Journal of Social Psychology, 34,
437-461.

--------------------, 1994, “Structural Equation Models in Marketing Research: Basic


Principles,” in Principles of Marketing Research, R.P. Bagozzi (ed.),
Masschusetts: Blackwell Publishers.
192

--------------------, 1992, “The Self-Regulation of Attitudes, Intentions, and Behavior,”


Social Psychology Quarterly, 55, 2, 178-204.

--------------------, Baumgartner, H. and Yi, Y., 1992a, “State versus Action Orientation
and the Theory of Reasoned Action: An Application to Coupon Usage,” Journal
of Consumer Research, 18, 505-518.

--------------------, Davis, R.P. and Warshaw, P.R., 1992b, “Development and Test of a
Theory of Technological Learning and Usage,” Human Relations, 45, 659-664.

--------------------, Yi, Y. and Phillips, L.W., 1991, “Assessing Construct Validity in


Organizational Research, Administration Science Quarterly, 36, 421-458.

---------------------- and Warshaw, P.R., 1990, “Trying to Consume,” Journal of Consumer


Research, 17, 127-140.

---------------------- and Burnkrant, R.E., 1985, “Attitude Organization and the Attitude-
Behavior Relation: A Reply to Dillon and Kumar,” Journal of Personality and
Social Psychology, 49, 1, 47-57.

----------------------, 1981, “Attitudes, Intentions, and Behavior: A Test of Some Key


Hypotheses,” Journal of Personality and Social Psychology, 41, 4, 607-627.

----------------------, 1980, Causal Models in Marketing, New York: John Wiley & Sons.

----------------------- and Burnkrant, R.E., 1979, “Attitude Organization and the Attitude-
Behavior Relationship,” Journal of Personality and Social Psychology, 37, 6,
913-929.

---------------------, Tybout, A.M., Craig, C.S. and Sternthal, B., 1979, “The Construct
Validity of the Triparte Classification of Attitudes”, Journal of Marketing
Research, 16, 88-95.

---------------------, 1977, “Convergent and Discriminant Validity by Analysis of


Covariance Structures: The Case of the Affective, Behavioral, and Cognitive
Components of Attitude,” Advances in Consumer Research, 4, 11-17.

Baltas, G., 1998, “An Integrated Model on Category Demand and Brand Choice”,
Journal of the Market Research Society, 40, 295-306.

Bang, H., Ellinger, A.E., Hadjimarcou, J., and Traichal, P.A., 2000, “Consumer Concern,
Knowledge, Belief, and Attitude Toward Renewals Energy: An Application of the
Reasoned Action Theory, Psychology & Marketing, 17, 6, 458-468.
193

Barker, A., Nancorrow, C. and Spackman, N., 2001, “Informed Eclecticism: A Research
Paradigm for the Twenty-First Century,” International Journal of Market
Research, 3, 3-27.

Baumgartner, H. and Homburg, C., 1996, “Applications of Structural Equation modeling


in Marketing and Consumer Research: A Review,” International Journal of
Research in Marketing, 13, 139-161.

Bawa, K. and Shoemaker, R.W. 1987. “The Effects of a Direct Mail Coupon on Brand
Choice Behavior,” Journal of Marketing Research, 24, 370-376.

Bearden, W.O., Ingram, T.N. and LaForge, R.W., 2001, Marketing: Principles &
Perspectives, 3rd edn., New York: McGraw-Hill.

Bem, D.J., 1967, “Self-Perception: An Alternative Interpretation of Cognitive Dissonance


Phenomena,” Psychological Review, 74, 183-200.

Bentler, P.M and Chou, C., 1987, “Practical Issues in Structural Modeling,” Sociological
Methods & Research, 16, 1, 78-117.

--------------- and Bonett, D.G., 1980, “Significance Tests and Goodness of Fit in the
Analysis of Covariance Structures,” Psychological Bulletin, 88, 3, 588-606.

--------------- and Speckart, G., 1979, “Models of Attitude-Behavior Relations,”


Psychological Review, 86, 5, 452-464.

Berkman, H.W. and Gilson, C., 1986, Consumer Behavior: Concepts and Strategies, 3rd
edn., Boston: Kent Publishing Company.

Berkowitz, L. and Devine, P.G., 1995, “Has Social Psychology Always Been Cognitive?
What is “Cognitive” Anyhow?,” Personality and Social Psychology Bulletin, 21,
6, 696-703.

Bettman, J.R., Luce, M.F. and Payne, J.W., 1998, “Constructive Consumer Choice
Processes,” Journal of Consumer Research, 25, 187-217.

------------------, Capon, N. and Lutz, R.J., 1975, ‘Multiattribute Measurement Models and
Multiattribute Attitude Theory: A Test of Construct Validity,” Journal of
Consumer Research, 1, 1-15.

------------------, 1971, “Methods for Analyzing Consumer Information Processing


Models,” Proceedings of the Second Annual Conference of the Association for
Consumer Research, 197-207.

Blackston, M., 1992, “Observations: Building Brand Equity by Managing the Brand’s
Relationships,” Journal of Advertising Research, May/June, 79-83.
194

Bless, H. and Mackie, D.M., 1992, “Mood Effects on Attitude Judgment: Independent
Effects of Mood Before and After Message Elaboration,” Journal of Personality
and Social Psychology, 63, 4, 585-595.

Bloemer, J.M.M., 1998, “Brand Choice Involvement and Commitment: Two Different
Though Related Concepts,” European Advances in Consumer Research, 3, 21-31.

Bollen, K.A. and Long, J.S, 1993, Testing Structural Equation Models, California: Sage.

---------------, 1989, Structural Equations With Latent Variables, NY: Wiley.

Boninger, D.A., Krosnick, J.A. and Berent, M.K., 1995, “Origins of Attitude Importance:
Self-Interest, Social Identification, and Value Relevance,” Journal of Personality
and Social Psychology, 68, 1, 61-80.

Borgida, E. and Campbell, B., 1982, “Belief Relevance and Attitude-Behavior


Consistency: The Moderating Role of Personal Experience,” Journal of
Personality and Social Psychology, 42, 2, 239-247.

Bottomley, P.A. and Holden, S.J.S., 2001, “Do We Really Know How Consumers
Evaluate Brand Extensions? Empirical Generalizations Based on Secondary
Analysis of Eight Studies,” Journal of Marketing Research, 38, 494-500.

Brekler, S.J., 1984, “Empirical Validation of Affect, Behavior, and Cognition as Distinct
Components of Attitude,” Journal of Personality and Social Psychology, 47, 6,
1191-1205.

Brinberg, D. and Hirschman, E.C., 1986, “Multiple Orientations for the Conduct of
Marketing Research: An Analysis of the Academic/Practitioner Distinction,”
Journal of Marketing, 50, 161-173.

Bristor, J.M., 1985, “Consumer Behavior from a Contemporary Philosophy of Science


Perspective: an Organizational Framework,” Advances in Consumer Research,
12, 300-304.

Brown, S.W. and Gaulden, C.F., 1982, “Replication and Theory Development,” in
Theoretical Developments in Marketing, C.W. Lamb and P.M. Dunne (eds.),
Chicago: American Marketing Association.

Brownlie, D., Saren, M., Whittington, R. and Wensley, R. (1994), “The New Marketing
Mypio: Critical Perspectives on Theory and Research in Marketing –
Introduction,” 28,3, 6-12.

Brucks, M. and Zeithmal, V., 1991, “Price and Brand Name as Indicators of Quality
Dimensions,” MSI Working Paper, 91-130.
195

Bucklin, R.E. and Gupta, S., 1992, “Brand Choice, Purchase Incidence, and
Segmentation: An Integrated Modeling Approach,” Journal of Marketing
Research, 29, 201-215.

Burton, S., Lichtenstein, D.R., Netemeyer, R.G. and Garretson, J.A., 1998, “A Scale for
Measuring Attitude Toward Private Label Products and an Examination of Its
Psychological and Behavioral Correlates,” Journal of the Academy of Marketing
Science, 26, 4, 293-306.

------------ and Lichtenstein, D.R., 1988, “The Effect of Ad Claims and Ad Context on
Attitude Toward the Advertisement,” Journal of Advertising, 17, 1, 3-11.

Buttle, F. and Bok, B., 1996, “Hotel Marketing Strategy and the Theory of Reasoned
Action,” International Journal of Contemporary Hospitality Management, 8, 3, 5-
10.

Byrne, B.M., 2001, Structural Equation Modeling with AMOS: Basic Concepts,
Applications, and Programming, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Calder, B.J. and Tybout, A.M., 1999, “A Vision of Theory, Research, and the Future of
Business Schools,” Journal of the Academy of Marketing Science, 27, 3, 359-366.

Calder, B.J., Phillips, L.W. and Tybout, A.M., 1982, “The Concept of External Validity,”
Journal of Consumer Research, 9, 241-244.

-------------------------------------------------------, 1981, “Designing Research for


Application,” Journal of Consumer Research, 8, 197-207.

Calderon, H., Cervera, A. and Molla, A., 1997, “Brand Assessment: A Key Element of
Marketing Strategy,” Journal of Product & Brand Management, 6, 5, 293-304.

Candel, M.J.J.M. and Pennings, J.M.E., 1999, “Attitude-based Models for Binary
Choices: A Test for Choices Involving an Innovation,” Journal of Economic
Psychology, 20, 547-569.

Carmines, E.G. & Zeller, R.A., 1979, Reliability and Validity Assessment, California:
Sage University Press.

Chaiken, S. and Baldwin, M.W., 1981, “Affective-Cognitive Consistency and the Effect
of Salient Behavioral Information on the Self-Perception of Attitudes,” Journal of
Personality and Social Psychology, 41, 1, 1-12.

Chan, R.Y.K., 1999, “Environmental Attitudes and Behavior of Consumers in China:


Survey Findings and Implications, Journal of International Consumer Marketing,
11,4, 25-52.
196

Chang, M.K., 1998, “Predicting Unethical Behavior: A Comparison of the Theory of


Reasoned Action and the Theory of Planned behavior,” Journal of Business
Ethics, 17, 1825-1834.

Chatterjee, S., Heath, T.B. and Basuroy, S., 2000, “Cross-Coupons and Their Effect on
Asymmetric Price Competition Between National and Store Brands,” Advances in
Consumer Research, 27, 24-29.

Chatzisarantis, N.L.D., Hagger, M.S., Biddle, S.J., Karageorghis, C.I., Smith, B.M., and
Sage, L., in press, “The Influences of Perceived Autonomy Support on Physical
Activity within the Theory of Planned Behavior,” Journal of Sport and Exercise
Psychology, http://www.

-------------------------- and Biddle, S.J.H., 1998, “Functional Significance of


Psychological Variables that are Included in the Theory of Planned Behavior: A
Self-Determination Theory Approach to the Study of Attitudes, Subjective
Norms, and Perceptions of Control and Intentions, European Journal of Social
Psychology, 28, 303-322.

Chattopadhyay, A. and Nedungadi, P., 1992, “Does Attitude toward the Ad Endure? The
Moderating Effects of Attention and Delay,” Journal of Consumer Research, 19,
26-33.

Chaudhuri, A., 1994, “The Diffusion and Innovation in Indonesia,” Journal of Product
and Brand Management, 3, 3, 19-26.

Chein, I., 1948, “Behavior Theory and the Behavior of Attitudes: Some Critical
Comments,” in Readings in Attitude Theory and Measurement, Martin Fishbein
(ed.), New York: John Wiley & Sons.

Cheng, E.W.L., 2001, “SEM Being More Effective than Multiple Regression in
Parsimonious Model Testing for Management Development Research,” Journal
of Management Development,” 20,7,650-667.

Chernev, A., 1997, “The Effect of Common Features on Brand Choice: Moderating Role
of Attribute Importance,” Journal of Consumer Research, 23, 304-311.

Christiastuti, G., 1997, “Mengincar Segmen Kosmetik Malaysia,” Warta Ekonomi, 47,
29.

Churchill, G.A., 1979, “A Paradigm for Developing Better Measure of Marketing


Constructs,” Journal of Marketing Research, 16, 64-73.
197

Clark, J.M. and Paivio, A., 1989, “Observational and Theoretical Terms in Psychology:
A Cognitive Perspective on Scientific Language,” American Psychologist, 44, 3,
500-512.

Clow, K.E. and Baack, D., 2002, Integrated Advertising, Promotion, and marketing
Communications, New Jersey: Pearson Education.

Conner, M. and McMillan, B., 1999, “Interaction effects in the Theory of Planned
Behavior: Studying Cannabis Use,” British Journal of Social Psychology, 38,
195-222.

Cooper, D.R. and Schindler, P.S., 1998, Business Research Methods, Boston: McGraw-
Hill.

Cordano, M. and Frieze, I.H., 2000, “Pollution Reduction Preferences of U.S.


Environmental managers: Applying Ajzen’s Theory of Planned Behavior,”
Academy of Management Journal, 43, 4, 627-642.

Cote, J.A. and Buckley, M.R., 1988, “Measurement Error and Theory Testing in
Consumer Research: An Illustration of the Importance of Construct Validity”,
Journal of Consumer Research, 14, 579-582.

Craig, C.S. and Douglas, S.P. (2000), International Marketing Research, 2nd edn.,
Chichester: Prentice Hall, Inc.

Craig-Lees, M., Joy, S. and Browne, B., 1995, Consumer Behaviour, Australia: John
Wiley & Sons.

Crespi, I., 1974, “General Concepts,” in Handbook of Marketing, Robert Ferber (ed.),
New York: McGraw-Hill.

--------, 1965, Attitude Research, New York: American Marketing Association.

Czinkota, M.R., Ronkainen, I.A., and Moffett, M.H., 1994, International Business, 3rd
ed., Harcourt: The Dryden Press.

Dahab, D.J., Gentry, J.W., and Su, W., 1995, “New Ways to Reach Non-Recyclers: an
Extension of the Model of Reasoned Action to Recycling Behaviors,’ Advances in
Consumer Research, 22, 251-256.

Day, G.S. and Deutscher, T., 1982, “Attitudinal Predictions of Choices of Major
Appliance Brands,” Journal of Marketing Research, 29, 192-198.

------------, 1970, Buyer Attitudes and Brand Choice Behavior, NY: The Free Press.
198

Davidson, A.R., Yantis, S., Norwood, M. and Monatno, D.E., 1985, “Amount of
Information About the Attitude Object and Attitude-Behavior Consistency,”
Journal of Personality and Social Psychology, 49, 5, 1184-1198.

-------------------- and Jaccard, J.R., 1979, “Variables That Moderate the Attitude-
Behavior Relation: Results of a Longitudinal Survey,” Journal of Personality and
Social Psychology, 37, 8, 1364-1376.

--------------------- and Morrison, D.M., 1983, “Predicting Contraceptive Behavior From


Attitudes: A Comparison of Within- Versus Across-Subjects Procedures,”
Journal of Personality and Social Psychology, 45, 5, 997-1009.

Davis, D., 1996, Business Research for Decision Making, 4th edn., California: Warsworth
Publishing Company.

Davis, S., 1995, “A Vision for the Year 2000: Brand Asset Management,” Journal of
Consumer Marketing, 12, 4, 65-82.

Davis & Cosenza, R.M (1988), Business Research for Decision Making, New York,
Harper and Row.

Dayakisni, T. and Yuniardi, S., 2003, Psikologi Lintas Budaya, Malang: UMM Press.

DeBono, K.G. and Snyder, M., 1995, “Acting on One’s Atitudes: the Role of a History of
Choosing Situations,” Personality and Social Psychology Bulletin, 21, 6, 629-636.

De Chernatony, L., 1996, “Integrated Brand Building Using Brand Taxonomies,”


Marketing Intelligence & Planning, Vol. 14, No. 7, pp. 40-45.

Del Rio, A.B., Vazquez, B. and Iglesias, V., 2001, “The Role of the Brand Name in
Obtaining Differential Advantages,” Journal of Product & Brand Management,
10, 7, 452-465.

Deshpande, R., 1999, “Foreseeing Marketing”, Journal of Marketing, 63, 164-167.

-----------------, 1983, “Paradigma Lost: On Theory and Method in Research in Marketing,


Journal of Marketing, 47, 101-110.

DeVellis, R.F., 1991, Scale Development, California: Sage Publications.

Dhar, R. and Simonson, I., 1999, “Making Complementary Choices in Consumption


Episodes: Highlighting versus Balancing,” Journal of Marketing Research, 36,
29-49.

-----------, 1992, “To Choose or Not to Choose: This is the Question,” Advances in
Consumer Research, 19, 735-738.
199

Dharmmesta, B.S., 2003a, “Sikap dan Perilaku Konsumen dalam Pemasaran: Sebuah
Tinjauan Sosial-Kognitif,” Kajian Bisnis, 29, 1-25.

----------------------, 2003b, Pemasaran Yang Berkeadilan Menuju pemberdayaan


Konsumen, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, 6 September, Yogyakarta:
Fakultas Ekonomi UGM.

----------------------, 2002, “Trying To Act: An Empirical Study of Investigating Higher


Education Consumers,” Gadjah Mada International Journal of Business, 4, 1, 45-
66.

----------------------, 2000, “Perilaku Mencoba Membeli: Sebuah Kajian Analitis Model


Bagozzi-Warshaw Untuk Panduan Peneliti,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, 15, 4, 453-470.

----------------------, and Khasanah, U., 1999, “Theory of Planned Behavior: An


Application to Transport Service Consumers,” Gadjah Mada International
Journal of Business, 1, 1, 83-96.

----------------------, 1998, “Theory of Planned Behavior Dalam Penelitian Sikap, Niat dan
Perilaku Konsumen,” Kelola, 18, 85-103.

----------------------, 1997, “Keputusan Keputusan Stratejik Untuk mengeksplorasi Sikap


dan Perilaku Konsumen,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Insonesia, 12, 3, 1-19.

Dhar, R. and Wertenbroch, K., 2000, “Consumer Choice Between Hedonic and
Utilitarian Goods,” Journal of Marketing Research, 37, 60-71.

Diamantopoulos, A., 1994, “Modelling with LISREL: A Guide for the Uninitiated,”
Journal of Marketing Management, 10, 105-136.

Doghfus, N., Petrof, J.V., and Pons, F., 1999, “Values and Adaption of Innovations: A
Cross-Cultural Study,” Journal of Consumer Marketing, 16, 4, 314-331.

Doll, J. and Ajzen, I., 1992, “Accessibility and Stability of Predictors in the Theory of
Planned Behavior,” Journal of Personality and Social Psychology, 63, 5, 754-
765.

Doob, L.W., 1947, “The Behavior of Attitudes,” in Readings in Attitude Theory and
Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons.

Dooley, D., 1995, Social Research Methods, 3rd edn., New Jersey: Prentice-Hall.
200

Doran, K.B., 2001, “Methodological Issues in Cross-Cultural Research: Lessons Learned


in a Study of Chinese and North American Consumers,” Asia Pacific Advances in
Consumer Research, 4, 239-242.

Doyle, P., 2000, “Building Successful Brands : The Strategic Options,” The Journal of
Consumer Marketing, Vol. 7, no.2, pp. 5-14.

-----------, 1990, Value Based Marketing: Marketing Strategies for Corporate Growth and
Shareholder Value, Oxford: John Wiley & Sons.

Durvasula, S., Andrews, J.C., Lysanski, S. and Netemeyer, R.G., 1993, “Assessing the
Cross-National Applicability of Consumer Behavior Models: A Model of Attitude
toward Advertising in General,” Journal of Consumer Research, 19, 626-636.

Eagly, A.H. and Chaiken, S., 1993, The Psychology of Attitude, Forth Worth: Harcout
Brace Jovanovich College Publishers.

Eagly, A.H., 1992, “Uneven Progress: Social Psychology and the Study of Attitudes,”
Journal of Personality and Social Psychology, 63, 5, 693-710.

East, R., 2000, “Complaining as Planned Behavior,” Psychology and Marketing, 17, 12,
1077-1095.

Eastman, J.K., Goldsmith, R.R. and Flynn, L.R., 1999, “Status Consumption in
Consumer Behavior: Scale Development and Validation,” Journal of Marketing
Theory and Practice, Summer, 41-55.

Eiser, J. R. and van der Plight, J., 1988, Attitudes and Decision, London: Routledge.

Eliashberg. J., Gary, L. and Kim, N., 1995, “Searching for Generalizations in Business
Marketing Negotiations,” Marketing Science, 14, G47-G60.

Ellis,, H.C. and Hunt, R.R., 1993, Fundamentals of Cognitive Psychology, 5th ed.,
Dubuque: Brown & Benchmark.

Elliot, R., Jobber, D. and Sharp, J., 1995, “Using the Theory of Reasoned Action to
Understand Organizational Behavior: The Role of Beliefs Salience,” British
Journal of Social Psychology, 34, 161-172.

Engel, J.F., Blackwell, R.D. and Miniard, P.W., 1995, Consumer Behavior, 8th ed., Forth
Worth: The Dryden Press.

Evers, V. and Day, D., 1997, “The Role of Culture in Interface Acceptance, “ in Human
Interaction, Howard, S., Hammond, J. and Undegaard, G. (ed.), London:
Chapman & Hall.
201

Ewing, M.T., 2000, “Brand and Retailer Loyalty: Past Behavior and Future Intentions,”
Journal of Product & Brand Management, 9, 2, 120-127.

Farley, J.U., Lehmann, D.R. and Mann, L.H, 1998, “Designing the Next Study for
Maximum Impact,” Journal of Marketing Research, 35, 496-501.

--------------, --------------------- and Sawyer, A., 1995, “Empirical Marketing


Generalizations Using Meta-Analysis,” Marketing Science, 14, G36-G46.

-------------- and Kuehn, A.A., 1965, “Stochastic Models of Brand Switching,” in Science
in Marketing, George Schwartz (ed.), New York: John Wiley & Sons.

Farquhar, P.H., 1990, “Managing Brand Equity,” Journal of Advertising Research, 30, 7-
11.

Fazio, R.H., Powell, M.C. and Herr, P.M., 1983, “Toward a Process Model of the
Attitude-Behavior Relation: Accessing One’s Attitude Upon Mere Observation of
the Attitude Object,” Journal of Personality and Social Psychology, 44, 4, 723-
735.

---------------, Sanbonmatsu, D.M., Powell, M.C. and Kardes, F.R., 1986, “On the
Automatic Activation of Attitudes,” Journal of Personality and Social
Psychology, 50, 2, 229-238.

Fishbein, M. & Ajzen, I., 1975, Belief, Attitudes, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research, Massachusetts: Addison-Wesley
Publishing.

---------------, 1975, “Attitude, Attitude Change, and Behavior: A Theoretical Overview,”


in Attitude Research Bridges the Atlantic, P. Levine (ed.), American Marketing
Association.

---------------, 1967, “Attitude and the Prediction of Behavior,” in Readings in Attitude


Theory and Measurement, New York: John Wiley & Sons.

Fisher, R.J. and Tellis, G.J., 1998, “Removing Social Desirability Bias With Indirect
Questionning: Is the Cure Worse than the Disease?,” Advances in Consumer
Research, 25, 563-567.

Flynn, L.R. and Pearcy, D., 2001, “Four Subtle Sins in Scale Development: Some
Suggestions for Strengthening the Current Paradigm,” International Journal of
Market Research, 43,4, 409-423.

Fornell, C. and Larcker, D.F., 1981, “Evaluating Structural Equation Models with
Unobservable Variables and Measurement Error,” Journal of Marketing
Research, 18, 39-50.
202

Fredricks, A.J. and Dossett, D.L., 1983, “Attitude-Behavior Relations: A Comparison of


the Fishbein-Ajzen and the Bentler-Speckart Models,” Journal of Personality and
Social Psychology, 37, 3, 315-321.

Funder, D.C. and Ozer, D.J., 1983, “Behavior as a Function of the Situation,” Journal of
Personality and Social Psychology, 44, 1, 107-112.

Funkhouser, G.R., Parker, R. and Chatterjee, A., 1994, “A Cross-Cultural Comparison of


Source and Brand Choice as a Function of Consumer Price and Non-Price Cost
Sensitivities,” Asia Pacific Advances in Consumer Research, 1, 140-147.

Gatra (2002), “Tolak Krim Pemutih,” No. 32, Thn. VIII, h. 78.

Garver, M.S. and Mentzer, J.T., 1999, “Logistics Research Methods: Employing
Structural Equation Modeling to test for Construct Validity,” Journal of Business
Logistics, 20, 1, 33-57.

Gensch, D.H. and Recker, W.W., 1979, “The Multinomial, Multiattribute Logit Choice
Model,” Journal of Marketing Research, 16, 124-132.

George, J.F., 2002, ‘Influences on the Intent to Make Internet Purchases,’ Internet
Research; Electronic Networking Applications & Policy, 12, 2, 165-180.

Giles, M and Cairns, E. (1995), “Blood Donation and Ajzen’s Theory of Planned
Behavior: an Examination of Perceived Behavioral Control,” British Journal of
Social Psychology, 34, 173-188.

Goldberger, A.S., 1973, “Structural Equation Models: An Overview,” in Structural


Equation Models in Social Sciences, A.S. Goldberger & O.D. Duncan (eds.), New
York: Seminar Press.

Goode, W.J. and Hatt, P.K., 1952, Methods in Social Research, NY: McGraw-Hill.

Gorsuch, R.L. and Ortberg, J., 1983, “Moral Obligation and Attitudes: Their Relation to
Behavioral Intentions,” Journal of Personality and Social Psychology, 44, 5,
1025-1028.

Greenwald, A.G. and Banaji, M.R., 1995, “Implicit Social Cognition: Attitudes, Self-
Esteem, and Stereotypes,” Psychological Review, 102, 1, 4-27.

Guba, E.G. and Lincoln, Y.S., 1994, “Competing paradigms in Qualitative Research,” in
Handbook of Qualitative Research, Denzin, N.K. and Lincoln, Y.S., eds.,
Thousand Oaks: Sage.
203

Gunadi, I.H, Sutarno, Handayani, T. and Lutfiah, A., 1995, Wujud, Arti dan Fungsi
Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya,
Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ha, C.L., 1998, “The Theory of Reasoned Action Applied to Brand Loyalty,” Journal of
Product & Brand Management, 7, 1, 51-61.

Hadipranata, A.F. and Koswara, E., 1981, Penyesuaian dan Kebebasan Memilih
Konsumen, Laporan Penelitian, No. 114, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

-----------------------------------------------, 1982, Interaksi Suami-Istri Dlam Memilih dan


Mengambil Keputusan, Laporan Penelitian, No. 91, Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM.

Hair, J.F., Bush, R.P. and Ortinan, D.J., 2000, Marketing Research: A Practical
Approach for the New Millennium, Boston: McGraw-Hill.

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. and Black, W.C., 1995, Multivariate Data
Analysis, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Halonen, J.S. and Santrock, J.W., 1999, Psychology: Contexts & Application: 3e, 3rd
edn., NY: McGraw-Hill.

Hansen, F., 1976, “Psychological Theories of Consumer Choice,” Journal of Consumer


Research, 3, 117-142.

Harrison, D.A. and McLaughlin, M.E., 1996, “Structural Properties and Psychometric
Qualities of Organizational Self-Report: Field Test of Connections Predicted by
Cognitive Theory,” Journal of Management, 22, 313-338.

Hassan, F. (1989), Renungan Budaya, Jakarta: Balai Pustaka.

Hauser, J.R., 1986, “Agendas and Consumer Choice,” Journal of Marketing Research,
23, 199-212.

Hawkins, D.I., Best, R.J. and Coney, K.A., 1998, Consumer Behavior: Building
Marketing Strategy, Boston: Irwin McGraw-Hill.

Hayduk, L.A. (1996), LISREL: Issues, Debates, and Strategies, Baltimore: The Johnson
Hopkins University Press.

Healy, M. and Perry, C., 2000, “Comprehensive Criteria to Judge Validity and Reliability
of Qualitative Research within the Realism Paradigm,” Qualitative Market
Research, 3, 118-126.
204

Heath, R., 1999, “Just Popping Down to the Shops for a Packet of Image Statements” a
New Theory of How Consumers Perceive Brands,” Journal of the Market
Research Society, 41, 2, 153-169.

Heider, F., 1967, “Attitudes and Cognitive Organization,” in Readings in Attitude Theory
and Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons.

Heilman, C.M., Bowman, D. and Wright, G.P., 2000, “The Evolution of Brand
Preferences and Choice Behaviors of Consumers New to a Market,” Journal of
Marketing Research, 37, 139-155.

Herche, J. and Engelland, B., 1996, ‘Reversed-Polarity Items and Scale


Unidimensionality,” Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 24, No.
4, 366-374.

Hofstede, G., 1994, Cultures and Organizations: Software of the Mind, London: Harper-
Collins Publishers.

Holbrook, M.B. and O’Shaughnessy, J., 1988, “On the Scientific Status of Consumer
Research and the Need for an Interpretive Approach to Studying Consumption
Behavior,” Journal of Consumer Research, 15, 398-402.

Homer, P.M. and Kahle, L.R., 1988, “A Structural Equation Test of the Value-Attitude-
Behavior Hierarchy,” Journal of Personality and Social Psychology, 54, 4, 638-
646.

Horton, R.L., 1984, Buyer Behavior: A Decision-Making Approach, Ohio: Charles, E.


Merrill Publishing Company.

Hox, J.J. and Bechger, T.M., 2003, “An Introduction to Structural Equation Modeling,”
Family Science Review, 11, 354-373.

Hoyle, R.H. and Panter, A.T., 1995, “Writing About Structural Equation Models,” in
Structural Equation Modeling: Concepts, Issues, and Applications, Hoyle, R.H
(editor), California: Sage.

Hrubes, D., Ajzen, I. And Daigle, J., 2001, “Predicting Hunting Intentions and Behavior:
An Application of the Theory of Planned Behavior,” Leisure Science, 23, 165-
178.

Hubbard, R. and Scott, A.J., 1994, “Replications and Extensions in Marketing: Rarely
Published but Quite Contrary,” International Journal of Research in Marketing,
11, 233-248.

Hudson, L.A. and Ozanne, J.L., 1988, “Alternative Ways of Seeking Knowledge in
Consumer Research, Journal of Consumer Research, 14, 508-521.
205

Hulland, J., Chow, Y.H. and Lam, S., 1996, “Use of Causal Models in Marketing
Research: A Review,” International Journal of Research in Marketing, 13, 181-
197.

Hutchinson, J.W., Raman, K. and Mantrala, M.K, 1994, “Finding Choice Alternatives in
Memory; Probability Models of Brand Name Recall,” Journal of Marketing
Research, 31, 441-461.

Hutomo, R.S.,., 2002, “Agar si Mangkok Merah kembali Tersaji,” Marketing, 4, 18.

Hunt, S.D., 1991, Modern Marketing Theory: Critical Issues in the Philosophy of
Marketing Science, Ohio: South Western Publishing Co.

Hussey J. and Hussey, R., 1997, Business Research: A Practical Guide for
Undergraduate and Postgraduate Students, London: MacMillan Press Ltd.

Iswara, D., 2002, “Iklan Televisi: Mengapa Tidak Berperspektif Feminis?,” Kompas, 28
Oktober 2002.

Jacoby, J., Johar, G.V. and Morrin, M., 1998, “Consumer Behavior: A Quadrennium,”
Annual Review of Psychology, 49, 319-344.

------------, 1978, “Consumer Research: A State-of-the-Art Review,” Journal of


Marketing, 42, 87-96.

Joesoef, D. (1987), ‘Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan,’ dalam Pancasila


sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Prawihardjo, S.H., Bakker, Sutrisno, S.
(editor), Yogyakarta: PT. BP Kedaulatan Rakyat.

John, D.R. and Lakshmi-Ratan, R., 1992, “Age Differences in Children’s Choice
Behavior: The Impact of Available Alternatives,” Journal of Marketing Research,
29, 216-226.

Joreskog, K.G. and Sorbom, D., 1982, “Recent Developments in Structural Equation
Modeling,” Journal of Marketing Research, 19, 404-416.

---------------------------------------, 1988, LISREL 7: A Guide to the Program &


Application, Chicago: SPSS Inc.

Kahle, L.R. and Berman, J.J., 1979, “Attitudes Cause Behavior: A Cross-Lagged Panel
Analysis,” Journal of Personality and Social Psychology, 45, 3, 501-512.
206

Kalafatis, S.P., Pollard, M., East, R. and Tsogas, M.H., 1999, “Green Marketing and
Ajzen’s Theory of Planned Behavior,” Journal of Consumer Marketing, 16, 5,
441-460.

Kanler, C. and Todd,, S., 1998, “The Motivation to Purchase pension: An Application of
Planned Behavior Theory, Kingston University Paper Series,
http://business.king.c.uk/papers/opres32

Kaplan, D., 1995, “Statistical Power in Structural Equation Modeling’, in Structural


Equation Modeling: Concepts, Issues, and Applications, California:Sage.

Karahanna, E., Straub, D.W. and Chervany, N.L., 1999, “Information Technology
Adoption Across Time: A Cross-Sectional Comparison of Pre-Adoption and Post-
Adoption Belief,” MIS Quarterly, 23, 183-231.

Kardes, F.R., 1999, Consumer Behavior and Managerial Decision Making, NY:
Addsion-Wesley.

Kasali, R., 1998, “Using Communication Strategies to Design Food Marketing


Strategies,” Kelola, 19, 107-125.

-------------, 1994, Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia,


Jakarta: PT. Temprint.

Kassaye, W. Wossen and Schumaker, P.P., 1998, “Testing the Impact of Trying in
Behavior Intervention,” Journal of Economic Psychology, 19, 75-106.

Katona, G., 1963, Psychological Analysis of Economic Behavior, New York: McGraw-
Hill.

Keller, K.L., 1993, “Conceptualizing, Measuring and Managing Customer-Based Brand


Equity,” Journal of Marketing, 57, 1, 1-22.

--------------, 1991, “Memory and Evaluation Effects in Competitive Advertising


Environments,” Journal of Consumer Research, 17, 463-476.

Kelloway, E.K., 1998, Using LISREL for Structural Equation Modeling, London: Sage.

Kerlinger, F.N. and Lee, H.B., 2000, Foundations of Behavioral Research, Fort Worth:
Harcout College Publishers.

King, G.A. and Sorrentino, R.M., 1983, “Psychological Dimensions of Goal-Oriented


Interpersonal Situations,” Journal of Personality and Social Psychology, 44, 1,
140-162.
207

Kohli,C. and Thakor, M., 1997, “Branding Consumer Goods: Insight from Theory and
Practice,” Journal of Consumer Marketing, 14, 3, 206-219.

Kokkinaki, F., 1999, “Predicting Product Purchase and Usage: The Role of Perceived
Control, Past Behavior and Product Involvement,” Advances in Consumer
Research, 26, 576-583.

Kompas, 2002, “Globalisasi dan Perubahan Nilai Kecantikan,” 14 Oktober, hal. 36.

Kompas, 2001a, “Putih Itu Cantik, Tidak Putih Juga Cantik,” 25 Februari, hal.13.

Kompas, 2001b, “Krim Pemutih dan Pilihan yang Kritis,” 14 Mei, hal. 34.

Koslwsky, M., 1993, “A Comparison of Two Attitude-Behavior Models for Predicting


Attrition in Higher Education,” The Journal of Applied Behavioral Science, 29,
359-365.

Kotabe, M. and Helsen, K., 2001, Global Marketing Management, NY: John Wiley &
Sons.

Kotler, P., 2000, Marketing Management, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Kraft, F.B., Granbois, D.H. and Summers, J.O., 1973, ‘Brand Evaluation and Brand
Choice: A Longitudinal Study,” Journal of Marketing Research, 10, 235-241.

Kraus, S.J., 1995, ‘Attitudes and the Prediction of Behavior: A Meta-Analysis of the
Empirical Literature,” Personality and Social Psychology Bulletin, 21, 1, 58-75.

Krishnamurthi, L., Raj, S.P. and Sivakumar, K., 1995, “Unique Inter-Brand Effects of
Price on Brand Choice,” Journal of Business Research, 34, 47-56.

Krosnick, J.A., 1999, “Survey Research,” Annual Review of Psychology, 50, 537-567.

Lamb, C.W., Hair, J.E. and McDaniel, C., 1992, Principles of Marketing, Ohio: South
Western Publishing Co.

Landis, R.S., Beal, D.J. and Tesluk, P.E., 2000, “A Comparison of Aaproaches to
Forming Composite Measures in Structural Equation Models,” Organizational
Research Methods, 3, 2, 186-207.

LaPiere, R.T., 1967, “Attitudes versus Actions,” in Readings in Attitude Theory and
Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons.

Lassar, W., Mittal, B. and Sharma, A., 1995, “Measuring Customer-based Brand Equity,”
Journal of Consumer Marketing, 12, 4, 11-19.
208

Lavine, H., Huff, J.W. and Wagner, S.H., 1998, “The Moderating Influence of Attitude
Stength on the Susceptibility to Context Effects in Attitude Surveys,” Journal of
Personality and Social Psychology, 75, 2, 359-373.

Lee,C. and Green, R.T., 1991, “Cross-cultural Examination of the Fishbein Behavioral
Intentions Model,” Journal of International Business Studies, 2nd Quarter, 289-
305.

Lehmann, D.R., Farley, J.U. and Howard, J.A., 1971, “Testing of Buyer Behavior
Models,” Proceedings of the Second Annual Conference of the Association for
Consumer Research, 232-242.

Levine, G.M., Halberstadt, J.B. and Goldstone, R.L., 1996, “Reasoning and the
Weighting of Attributes in Attitude Judgements,” Journal of Personality and
Social Psychology, 70, 2, 230-240.

Ligas, M., 2000, “People, Products, and Pursuits: Exploring the Relationship between
Consumer Goals and Product Meanings,” Psychology and Marketing, 17, 11, 983-
1003.

Lilien. G.L., Kotler, P. and Moorthy. K.S., 1992, Marketing Models, New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.

Lin., T., Hsu, M.H., Kuo, F. and Sun, P. (1999), “An Intention Model-Based Study of
Software Piracy,” Proceeding of the 32nd Hawaii International Conference on
System Sciences, http://www.computer.org/proceedings/hicss/0001/00015/
00015030.pdf

Leone, L., Perugini, M. and Ercolani, A.P., 1999, “A Comparison of Three Models of
Attitude-Behavior Relationships in the Studying Behavior Domain,” European
Journal of Social Psychology, 29, 161-189.

Lord, K.R., Lee, M. and Sauer, P.L., 1995, “The Combined Influence Hypothesis:
Central and Peripheral Antecedents of Attitude toward the Ad,” Journal of
Advertising, 24, 1, 73-85.

Louviere, J.J., Hensher, D.A., and Swait, J.D., 2000, Stated Choice Methods: Analysis
and Application, UK: Cambridge University Press.

Lovie, A.D., 1983, “Attention and Behaviorism-Fact and Fiction,” Journal of Personality
and Social Psychology, 74, 501-510.

Lynch, J.G., 1999, “Theory and External Validity,” Journal of the Academy of Marketing
Science, 27, 3, 367-376.
209

--------------, Marmorstein, H. and Weigold, M.F., 1988, “Choices from Sets Including
Remembered Brands: use of Recalled Attributes and Prior Overall Evaluations,”
Journal of Consumer Research, 15, 169-184.

--------------, 1982, “On the External Validity of Experiments in Consumer Research,”


Journal of Consumer Research, 9, 225-239.

MacCallum, R.C. and Austin, J.T., 2000, “Applications of Structural Equation Modeling
in Psychological Research,” Annual Review of Psychology, 51, 201-226.

MacCharty, E.J., 1978, Basic Marketing, 6th ed., Illinois: Richard D. Irwin.

Mackie, D.M. and Asuncion, A.G., 1990, “On-Line and Memory-Based Modification of
Attitudes: Determinants of Message Recall-Attitude Change Correspondence,”
Journal of Personality and Social Psychology, 59, 1, 5-16.

Mackenzie, S.B., 2001, “Opportunities for Improving Consumer Research through Latent
Variable Structural Equation Modeling,” Journal of Consumer Research, 28, 159-
166.

------------------- and Spreng, R.A., 1992, “How Does Motivation Moderate the Impact of
Central and Peripheral Processing on Brand Attitudes and Intentions?,” Journal of
Consumer Research, 18, 519-529.

------------------- and Lutz, R.J., 1989, “An Empirical Examination of the Structural
Antecedents of Attitude Toward the Ad in an Advertising Pretesting Context,”
Journal of Marketing, 53, 48-65.

Matsumoto, D., 1996, Culture and Psychology, NY: Brooks Cole Publishing, Co.

McBroom, W.H. and Reed, F.W., 1992, “Toward a Reconceptualization of Attitude-


Behavior Consistency,” Social Psychology Quarterly, 55,2, 205-216.

Magnis-Suseno, F. (1996), ‘Budaya dan Pengaruhnya Terhadap Budaya Perusahaan


Indonesia,’ Usahawan, No. 7, Juli.

Malhotra, N.K. and McGort, J.D. 2000. “A Cross-Cultural Comparisons of Behavioral


Intention Models: Theoretical Consideration and an Empirical Investigation,”
International Marketing Review, 18, 3, 235-269.

------------------ and Birks, D.F., 1999, Marketing Research: An Applied Approach,


England: Prentice-Hall.

Manrai, L.A. and Manrai, A.K., 1996, “Current Issues in the Cross-Cultural and Cross-
National Consumer Research,” Journal of International Consumer Marketing, 8,
3/4, 9-22.
210

Manstead, A.S.R., 2000, “The Role of Moral Norm in the Attitude-Behavior Relation,” in
Attitudes, Behavior, and Social Context, Terry, D.J. and Hogg, M.A. (eds.), New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

--------------------, Proffitt, C. and Smart, J.L., , “Predicting and Understanding Mothers’


Infant-Feeding Intentions and Behavior: Testing the Theory of Reasoned Action,”
Journal of Personality and Social Psychology, 44, 4, 657-671.

Mantel, S.P.. and Kardes, F.R., 1999, “The Role of Direction of Comparison, Attribute-
Based Processing, and Attitude-Based Processing in Consumer Preference,”
Journal of Consumer Research, 25, 335-352.

Masrun, Nartono, Faryanto, F.R., Harjito, P., Utami, M.S., Bawani, N.A., Aritonang, L.
and Sitjipto, H., 1986, Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk di Tiga Suku
Bangsa (Jawa, Batak, Bugis), Laporan Penelitian, Proyek Pola Pengembangan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, No. 15/P/PPKLH/12/1985, Fakultas
Psikologi, Universitas Gadjah Mada.

Maurer, T.J. and Palmer, J.K., 1999, ‘Management Development Intentions Following
Feedback -–Role of Perceived Outcomes, Social Pressures, and Control,’ The
Journal of Management Development, 18, 9, 733-751.

Mathur, A., 1998, “Incorporating Choice into an Attitudinal Framework: Cross-Cultural


Extension and Additional Findings,” Journal of International Consumer
Marketing, 10, 4, 93-110.

Melnick, E.L., Colombo, R. and Tasjian, R., 1991, “Sampled Survey Data: Quota
Samples versus Probability Samples,” Advances in Consumer Research, 18, 576-
582.

Miller, K.E. and Ginter, J.L., 1979, “An Investigation of Situational Variation in Brand
Choice Behavior and Attitude,” Journal of Marketing Research, 16, 111-123.

Milner, L.M., Fodness, D. and Speece, M.W., 1993, “Hosftede’s Research on Cross-
Cultural Work-Related Values: Implications for Consumer Behavior,” European
Advances in Consumer Research, 1, 70-76.

Miniard, P.W., Sirdeshmukh, D. and Innis, D.E., 1992, “Peripheral Persuasion and Brand
Choice,” Journal of Consumer Research, 19, 226-239.

Miniard, P.W., Obermiller, C. and Page, T.J., 1981, “Predicting Behavior wit Intention:
A Comparison of Conditional Versus Direct Measure,” Advance in Consumer
Research, 9, 461-471.
211

Mittal, B., 1994, “A Study of the Concept of Affective Choice Mode for Consumer
Decisions,” Advances in Consumer Research, 21, 256-263.

------------, 1990, “The Relative Roles of Brand Beliefs and Attitude Toward the as
Mediators of Brand Attitude: A Second Look,” Journal of Marketing Research,
27, 209-219.

------------- and Lee, M., 1988, “Separating Brand-Choice Involvement from Product
Involvement via Consumer Involvement Profiles,” Advances in Consumer
Research, 15, 43-49.

Morris, M.G. and Venkatesh, V., 2000, “Age Differences Technology Adoption
Decisions: Implications for a Changing Work Force,” Personnel Psychology, 53,2
375-404.

Mudambi, S., 2002, “Branding Importance in Business-to-Business Markets: Three


Buyer Clusters,” Industrial Marketing Management, 31, 1-9.

Mueller, R.O., 1996, Basic Principles of Structural Equation Modeling, New York:
Springer.

Munson, J.M. & McIntyre, S.H., 1979, “Developing Practical Procedures for the
Measurement of Personal Values in Cross-Cultural Marketing,” Journal of
Marketing Research, 16, 48-52.

Murray, J.B. and Evers, D.J., 1989, “Theory Borrowing and Reflectivity Interdisciplinary
Fields,” Advances in Consumer Research, 16, 647-652.

Murphy, J.M., 1988, “Branding,” Marketing Intelligence and Planning, 6, 4, 4-8.

Murthi, B.P.S. and Srinivasan, K., 1999, “Consumers’ Extent of Evaluation in Brand
Choice,” Journal of Business, 72, No. 2, 229-256.

Myers, J.H. and Alper, M.I., 1968, “Determinant Buying Attitudes: Meaning and
Measurement,” Journal of Marketing, 32, 13-20.

Negara, D.J. and Dharmmesta, B.S, 2001, “Normative Moderators of Impulse Buying
Behavior,” Gadjah Mada International Journal of Business, 5,1, 1-14.

Netemeyer, R.G. and Bearden, W.O., 1992, “A Comparative Analysis of Two Models of
Behavioral Intention,” Journal of the Academy of Marketing Science, 20, 1, 49-
59.

Neuman, W.L., 2000, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative


Approaches, 4th edn., Massachusetts: Allyn and Bacon.
212

Nicosia, F.M., 1978, “Brand Choice: Toward Behavioral-Behavioristic Models,” in


Behavioral Management Science in Marketing, Silk, A.J. and Davis, H.L. (ed),
NY: John Wiley & Sons.

Obermiller, C. and Wheatley, J.J., 1985, “Beliefs in Quality Differences and Brand
Choice,” Advances in Consumer Research, 12, 75-78.

O’Connor, P.J., Sullivan, G.L. and Pogorzelski, D.A., 1985, “Cross Cultural Family
Decisions: A Literature Review,” Advances in Consumer Research, 12, 59-64.

O’Keefe, D.J., 1980, “The Relationship of Attitudes and Behavior: A Constructivist


Analysis,” in Message-Attitude Behavior Relationship: Theory, Methodology, and
Application, Robert D. McPhee (ed.), New York: Academic Press.

Orbell, S., Hodgkins, S. and Sheeran, P., 1997, “Implementation Intentions and the
Theory of Planned Behavior,” Personality and Social Psychology Bulletin, 23, 9,
945-954.

O’Shaughnessy, J., 1985, “A Return to Reason in Consumer Behavior: an Hermeneutical


Approach,” Advances in Consumer Research, 12, 305-311.

----------------------, 1992, Explaining Buyer Behavior: Central Concepts and Philosophy


of Social Science Issues, New York: Oxford University Press.

Palupi, D.H.,1997, “Berjaya Berkat Direct Selling”, Swa, Februari, hal. 53-54.

Parasuraman,A., Zeithaml, V.A., and Berry, L.L., (1988), “SERVQUAL: A Multiple-


Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality,” Journal of
Retailing, 64,1, 12-40.

Park, C., Lessig, V.P. and Merrill, J.R., 1982, “The Elusive Role of Price in Brand
Choice Behavior,” Advances in Consumer Research, 9, 201-205.

Parker, D., Manstead, A.S.R. and Stradling, S.D., 1995, “Extending the Theory of
Planned Behavior: The Role of Personal Norm,” British Journal of Social
Psychology, 34, 127-137.

Perugini, M. and Bagozzi, R.P., 2001, “The Role of Desires and Anticipated Emotions in
Goal-Directed Behaviors: Broadening and Deepening the Theory of Planned
Behavior,” British Journal of Social Psychology, 40, 79-98.

Perry, C., Riege, A.M. and Brown, L., 1999, “Realism’s Role Among Scientific
Paradigms in Marketing Research,” Irish Marketing Review, 12,2.

Peter, J.P., Churchill, G.A., and Brwon, T.J., 1993, “Caution in the Use of Difference
Scores in Consumer Behavior,” Journal of Consumer Research, 19, 655-662.
213

---------- and Olson, J.C., 1983, “Is Science Marketing?,” Journal of Marketing, 47, 111-
125.

-----------, 1981, “Construct Validity: A Review of Basic Issues and Marketing Practices,”
Journal of Marketing Research, May, 133-145.

Peterson, R.A., 1994, “A Meta-analysis of Cronbach’s Coefficient Alpha,” Journal of


Consumer Research, 21, 381-391.

Petty, R.E. and Cacioppo, J.T., 1996, “Addressing Disturbing and Disturbed Consumer
Behavior: It is Necessary to Change the Way We Conduct Behavioral Science?,”
Journal of Marketing Research, February, 1-8.

Pieters, R. and Warlop, L., 1999, “Visual Attention During Brand Choice: The Impact of
Time Presure and Task Motivation,” International Journal of Research in
Marketing, 16, 1-16.

Pitta, D.A. and Katsanis, L.P., 1995, “Understanding Brand Equity for Successful Brand
Extension,” Journal of Consumer Marketing, 12, 4, 51-64.

Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Lee, J., and Podsakoff, N., 2003, “Common Method
Biases in Behavioral Research: a Critical Review of the Literature and
Recommended Remedies,” Journal of Applied Psychology, 88,5, 879-903.

------------------- and Organ, D.W., 1986, “Self-Reports in Organizational Research:


Problems and Prospects,” Journal of Management, 12,4, 531-544.

Powell, M.C. and Fazio, R.H., 1984, “Attitude Accessibility as a Function of Repeated
Attitudinal Expression,” Personality and Social Psychology Bulletin, 10, 1, 139-
148.

Pratt, R.W., 1978, “Consumer Behavior: Some Psychological Aspects,” in Behavioral


Management Science in Marketing, Silk, A.J. and Davis, H.L. (ed.), NY: John
Wiley & Sons.

Pringle, H. and Thompson, H., 1999, Brand Spirit: How Cause Related Marketing Build
Brands, Chichester: John Wiley & Sons.

Purwanto, B.M., 2002, “The Effect of Salesperson Stress Factors on Job Performance,”
Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia, 17, 2, 150-169.

Raju, P.S., 1995, “Consumer Behavior in Global Markets: the A-B-C-D Paradigm and its
Application to Eastern Europe and the Third World,” Journal of Consumer
Marketing, 12, 5, 37-56.
214

Rigby, K., 1986, “Orientation Toward Authority: Attitudes and Behavior,” Australian
Journal of Psychology, 38, 2, 153-160.

Reynolds, T.J. and Olson, J., 2001, “The Means-End Approach to Understanding
Consumer Decision Making,” in Understanding Consumer Decision Making: The
Means-End Approach to Marketing and Advertising Strategy, Reynolds, T.J. and
Olson, J. (eds.), New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Rokeach, M., 1968, Beliefs, Attitudes, and Values: A Theory of Organization and
Change, California: Jossey-Bass, Inc., Publishers.

Rosenthal, R. and Rosnow, R.L., 1991, Essentials of Behavioral Research: Methods and
Data Analysis, New York: McGraw-Hill.

Roy, R., Chintahunta, P.K. and Haldar, S., 1996, “A Framework for Investigating Habits,
“The Hand of the Past,” and Heterogeneity in Dynamic Brand Choice”,
Marketing Science, 15, 3, 280-299.

Rundle-Thiele, S. and Bennett, R. 2001, “A Brand for All Seasons? A Discussion of


Brand Loyalty Approaches and Their Applicability for Different Markets,”
Journal of Product & Brand Management, 10, 1, 25-37.

Ruslina, S., 2000, “Maraknya Pasar Produk Pelembab,” Swa, 18, 74-75.

Ryan, M.J. and Bonfield, E.H., 1975, “The Extended Fishbein Model: Additional Insight
and Problems,” Advanced in Consumer Research, 2, 265-284.

Sahni, A., 1994, “Incorporating perceptions of Financial Control in Purchase Prediction :


An Empirical Examination of the Theory of Planned Behavior,” Advances in
Consumer Research, 21, 442-448.

Saltzer, E.B., 1981, “Cognitive Moderators of the Relationship between Behavioral


Intention and Behavior,” Journal of Social Psychology, 41, 2, 260-271.

Sampson, P. and Palmer, J., 1975, “Attitude Measurement and Behavior Prediction,” in
Attitude Research Bridges the Atlantic, P. Levine (ed.), American Marketing
Association.

Sarwono, S.S. (1998), “Cultural Values and Marketing Practices in Indonesia,” Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 13, 2, 90-100.

Sastrosupono, M.S., 1982, Menghampiri Kebudayaan, Bandung: Penerbit Alumni.

Sauer, P.L. and Dick, A., 1993, ‘Using Moderator Variable in Structural Equation
Models,” Advances in Consumer Research, 20, 636-640.
215

Schiffman, L., Bednall, D., Cowley, E., Watson, J. and Kanuk, L., 1997, Consumer
Behaviour, 2nd edn., Australia: Prentice Hall.

Schifter, D.E. and Ajzen, I., 1985, “Intention, Perceived Control, and Weight Loss: An
Application of the Theory of Planned Behavior,” Journal of Personality and
Social Psychology, 49, 843-851.

Schmelkin, L.P. and Pedhazur, E.J., 1991, Measurement, Design, and Analysis: An
Integrated Approach, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Schmitt, N. and Stults, D.M., 1985, “Factors Defined by Negatively Keyed Items: The
Results of Careless Respondents?,” Applied Psychological Measurement, 9, 367-
373.

Schmitt, N.W. and Klimoski, R.J., 1991, Research Methods in Human Resources
Management, Cincinnati: South-Western Publishing, Co.

Schriesheim, C.A. and Eisenbach, R.J., 1995, “An Exploratory and Confirmatory Factor-
Analytic Investigation of Item Wording Effects on the Obtained Factor Structures
of Survey Questionnaire Measures,” Journal of Management, 24, 6, 1177-1193.

Schutte, R.A. and Fazio, R.H., 1995, “Attitude Accessibility and Motivation as
Determinants of Biased Processing: A test of the MODE Model,” Personality and
Social Psychology Bulletin, 21, 7, 704-710.

Sears, D.O., 1997, “The Impact of Self-Interest on Attitudes – A Symbolic Politics


Perspective on Differences Between Survey and Experimental Findings:
Comment on Crano,” Journal of Personality and Social Psychology, 72, 3, 492-
496.

Sekaran, U., 2000, Research Methods for Business: A Skill Building Approach, 3rd edn.,
New York: John Wiley & Sons.

Sharma, S., 1996, Applied Multivariate Techniques, New York: John Wiley & Sons.

Shaw, M.E. and Costanzo, P.R., 1982, Theories of Social Psychology, 2nd edn., New
York: McGraw-Hill.

Sheppard, B.H., Hartwick, J. and Warshaw, P.R., 1988, “The Theory of Reasoned
Action: A Meta-Analysis of Past Research with Recommendations for
Modifications and Future Behavior,” Journal of Consumer Research, 15, 325-
343.

Sheeran, P. and Orbell, S., 2000, “Self-Schemas and the Theory of Planned Behavior,”
European Journal of Social Psychology, 30, 533-550.
216

-------------- and Taylor, S., 1999, “Predicting Intentions to Use Condoms: A Meta-
Analysis and Comparisons of the Theories of Reasoned Action and Planned
Behavior,” Journal of Applied Social Psychology, 29, 1624-1675.

Shocker, A.D., Srivastava, R.K. and Ruekert, R.W., 1994, “Challenges and Opportunities
Facing Brand Management,” Journal of Marketing Research, 31, 149-158.

Sivakumar, K. and Raj, S.P., 1997, “Quality Tier Competition: How Price Change
Influences Brand Choice and Category Choice,” Journal of Marketing, 61, 71-84.

Skinner, B.F., 1985, “Cognitive Science and Behaviorism,” British Journal of


Psychology, 76, 291-301.

Smith, Robert E. and Swinyard, W.R., 1983, “Attitude-Behavior Consistency: The


Impact of Product Trial versus Advertising,” Journal of Marketing Research, 20,
257-267.

Sojka, J. and Tansuhaj, P.S., 1995, “Cross—Cultural Consumer Research: A Twenty-


Year Review,” Advances in Consumer Research, 22, 461-474.

Sonquist, J.A. and Dunkelber, W.C., 1977, Survey and Opinion Research, New Jersey:
Prentice-Hall.

Spatz, B.a., Thombs, P.L., Bryne, T.J., and Page, B.J. (2003), “Use of the Theory of
Planned Behavior to Explain HRT Decisions,” American Journal of Heatth
Behavior, 27,4, 495.

Spector, P.E., 1992, Summated Rating Scale Constructions: An Introduction, Newbury


Parck, CA:Sage.

Subaygo, A., 2001, “Multikulturalisme di Tengah Kultur Monolitik dan Uniformitas


Global,” Kompas, 28 Desember.

Sudman, S. and Blai, E., 1999, “Sampling in the Twenty-first Century,” Journal of the
Academy of Marketing Science, 27, 2, 269-279.

------------ 1998, “Survey Research and Ethics,” Advances in Consumer Research, 25,
69-71.

------------ 1983, “Applied Sampling,” in Handbook of Survey Research, Rossi, P.H.,


Wright, J.D. and Anderson, A.B. (eds.), NY: Academic Press.

Summers, J.O., 2001, “Guidelines for Conducting Research and Publishing in


MarketingL From Conceptualization through the Review Process,” Journal of the
Academy of Marketing Science, 29, 4, 405-415.
217

Steenkamp, J.E.M. and Baumgartner, H., 1998, “Assessing Measurement Invariance in


Cross-National Consumer Research,” Journal of Consumer Research, 25, 78-90.

----------------------, Van Trijp, H.C.M., 1991, “The Use of LISREL in Validating


Marketing Construct,” International Journal of Research in Marketing, 8, 283-
299.

Sthepan,C.G. and Sthepan, W.G., 1985, Two Social Psychologies: An Integrative


Approach, Illinois: The Dorsey Press.

Tabachnick, B.G. and Fidell, L.S., 1996, Using Multivariate Statistics, 3rd ed., NY:
Harper Collins College Publishers.

Tan, C.H., McCullough, J., and Teoh, J., 1987, “An Individual Analysis to Cross Cultural
Research,” Advances in Consumer Research, 14, 394-397.

Tellis, G.J., 1988, “Advertising Exposure, Loyalty, and Brand Choice Purchase, A Two-
Stage Model of Choice,” Journal of Marketing Research, 25, 134-144.

Temporal, P., 2000, Branding in Asia: The Creation, Development, and Management of
Asian Brands for the Global Market, Singapore: John Wiley & Sons.

Terry, D.J. amd Leary, J.E., 1995, “The Theory of Planned Behavior: The Effects of
Perceived Behavioral Control and Self-Efficacy,” Bristish Journal of Social
Psychology, 34, 199-220.

Thompson, N.J. and Thompson, K.E., 1996, ‘Reasoned Action Theory: an Application to
Alcohol-Free beer,’ Journal of Marketing Practice: Applied Marketing Science,
2,2, 35-48.

Thurstone, L.L., 1967a, “The Measurement of Social Attitudes,” in Readings in Attitude


Theory and Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons.

-------------------, 1967b, “Attitudes Can Be Measured,” in Readings in Attitude Theory


and Measurement, Martin Fishbein (ed.), New York: John Wiley & Sons.

Tkachev, A. and Kolvereid, L., 1999, “Self-Employment Intention among Russian


Student,” Entrepreneurship & Regional Development, 11, 3, 269-280.

Trafimow, D., 2001, “Condom Use Among U.S. Students: The Importance of Confidence
in Normative and Attitudinal Perceptions,” The Journal of Social Psychology, 14,
1, 49-59.

--------------- and Duran,A., 1998, “Some Tests of the Distinction Between Attitude and
Perceived Behavioral Control,” British Journal of Social Psychology, 37, 1-14.
218

Triandis. H.C., Malpass, R. and Davidson, A. (1972), “Psychology and Culture,” Annual
Review of Psychology, 24, 355-378.

Tsang, E.W.K., 1999, “Replication and Theory Development in Organizational Science:


A Critical Realist Perspective,” Academy of Management Review, 24, 4, 759-780.

Tse, D.K., Wong, J.K. and Tan, C.T., 1988, “Towards Some Standardized Cross-Cultural
Consumption Values,” Advances in Consumer Research, 15, 387-395.

Tuck, M., 1973, “Fishbein Theory and the Bass-Talarzk Problem,” Journal of Marketing
Research, 10, 345-348.

Urde, M., 1994, “Brand Orientation – A Strategy for Survival,” Journal of Consumer
Marketing, 11, 3, 18-32.

Usahawan, 1996, “Strategi Penanggulangan Rumor,” No. 9, Th. XXV, September.

Usunier, J., 2000, Marketing Across Cultures, England: Pearson Education Limited.

Vodopivec, B., 1992, “A Need Theory Perspective on the Parallelism of Attitude and
Utility,” Journal of Economic Psychology, 13, 19-37.

Van den Putte, B., Hoogstraten, J. and Meertens, R., 1996, “A Comparison of Behavioral
Alternative Models in the Context of the Theory of Reasoned Action,” Bristish
Journal of Social Psychology, 34, 161-172.

Van Raaij, W.F., 1978, “Cross-cultural Research Methodology as a Case of Construct


Validity,” Advances in Consumer Research, 5, 693-701.

Waters, K.M., 1991, “Designing Screening Questionnaire to Minimize Dishonest


Answers,” Applied Marketing Research, 31, 1, 51-53.

Webb, D.J., Green, C.L. and Brasher, T.G., 2000, “Development and Validation of Scales
to Measure Attitudes Influencing Monetary Donations to Charitable
Organizations,” Journal of the Academy of Marketing Science, 28, 2, 299-239.

Weber, J. and Gillespie, J., 1998, “Differences in Ethical Beliefs, Intentions, and
Behaviors,” Business & Society, 37, 4, 447-467.

Webster, F.E., 2000, “Understanding the Relationships among Brands, Consumers and
Resellers,” Journal of the Academy of Marketing Science, 28, 1, 17-23.

Weiner, B., 2000, “Attributional Thoughts about Consumer Behavior,” Journal of


Consumer Research, 27, 382-387.

Wells, W.D. and Presnky, D., 1996, Consumer Behavior, NY: John Wiley & Sons.
219

Wilkie, W.L. and Moore, R., 1999, “Marketing’s Contribution to Society,” Journal of
Marketing, 63, 198-218.

Whetten, D.A. (1989), “What Constitutes a Theoretical Contribution,” Academy of


Management Review, 14,4,490-495.

Wilkie, W., 1986, Consumer Behavior, New York: John Wiley & Sons, Inc.

Wilson, D.T., Mathews, H.L. and Harvey, J.W., 1975, “An Empirical Test of the
Fishbein Behavioral Intention Model,” Journal of Consumer Research, 1, 39-48.

Witt, R.R. and Bruce, G.D., 1972, “Group Influence and Brand Choice Congruence,”
Journal of Marketing Research, 9, 440-443.

Wood, L., 2000, “Brands and Brand Equity: Definition and Management,” Management
Decision, 38, 9, 662-669.

Woodside, A.G. and Bearden, W.O., 1977, “Longitudinal Analysis of Consumer


Attitude, Intention, and Behavior Toward Beer Brand Choice,” Advance in
Consumer Research, 4, 349-356.

-------------------, Clokey, J.D. and Combers, J.M., 1975, “Similarities and Differences of
Generalized Brand Attitudes, Behavioral Intention, and Reported Behavior,”
Advances in Consumer Research, 2, 335-344.

White, I.S., 1975, “Implications of a Holistic Theory of Attitude Formation,” in Attitude


Research Bridges the Atlantic, P. Levine (ed.), American Marketing Association.

Wright, B.R.R., 1998, “Behavioral Intention and Opportunities among Homeless


Individuals: A Reinterpretation of the Theory of Reasoned Action,” Social
Psychology Quarterly, 61, 4, 271-286.

Wilson, D.T., Mathews, H.L. and Harvey, J.W., 1975, “An Empirical Test of the
Fishbein Behavioral Intention Model,” Journal of Consumer Research, 1, 39-48.

Wilcox, R.R., 1998, “The Goals and Strategies of Robust Methods,” British Journal of
Mathematical and Statistical Psychology, 51, 1-39.

Winer, R.S., 1999, “Experimentation in the 21st Century: The Importance of External
Validity,” Journal of the Academy of Marketing Science, 27, 3, 349-358.

Yau, O.H.M. 1994, Consumer Behaviour in China: Customer Satisfaction and Cultural
Values, London: Routledge.
220

Yavas, U., 1994, “Students as Subjects in Advertising and Marketing Research,”


International Marketing Review, 11, 4, 35-43.

Zaltman, G. and Wallendorf, M., 1979, Consumer Behavior: Basic Findings and
Management Implications, NY: John Wiley & Sons.

Zanna, M.P., Olson, J.M. and Fazio, R.H., 1980, “Attitude-Behavior Consistency: An
Individual Difference Perspective,” Journal of Personality and Social
Psychology, 38, 3, 432-440.

Zikmund, W.G., 1997, Exploring Marketing Research, 6th ed., Fort Worth: The Dryden
Press.

Zufryden, F.S., 1977, “A Composite Heterogeneous Model of Brand Choice and


Purchase Timing Behavior,” Management Science, 24, 2, 121-136.

Zuber-Skerritt, O., 1991, Professional Development in Higher Education: A Theoretical


Framework for Action Research, Brisbane: Griffith University Press.

Anda mungkin juga menyukai