Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem yang memiliki sifat-sifat ideal, sempurna, praktis, aktual, diakui keberadaannya dan senantiasa diekspresikan. Sistem yang ideal berdasarkan pada hal-hal yang biasa terjadi dan berkaitan dengan yang aktual (Picktchall, 1993: 26-29). Nabi Muhammad saw dalam mengawali tugas kenabian dan kerasulannya mendasarkan diri pada asas-asas kebudayaan Islam, yang selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi suatu peradaban yaitu peradaban Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berdakwah, beliau keluar dari jazirah Arab dan seterusnya menyebar ke seluruh penjuru dunia. Maka terjadilah proses asimilasi berbagai macam kebudayaan dengan nilai-nilai Islam kemudian menghasilkan kebudayaan Islam yang pada akhirnya akan berkembang menjadi suatu kebudayaan yang diyakini kebenarannya secara universal. Para pemimpin dan umat islam semenjak kepemimpinan Rasulullah SAW hingga periode berikutnya juga banyak meninggalkan warisan luhur dan bernilai bagi generasi berikutnya. Warisan yang mereka tinggalkan merupakan karya besar yang telah mereka buktikan dalam pengabdiannya pada agama dan umat manusia. Karya besar mereka terdapat dalam berbagai bidang, antara lain dalam bidang ilmu agama, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, arsitektur bangunan, seni dan strategi perang, bidang sosial dan budaya, sampai kepada watak dan kebiasaan mereka yang baik. Oleh sebab itu, perlu bagi kita untuk memahami kebudayaan islam di masa lampau hingga masa kini, sehingga kita dapat mengetahui perkembangannya dan dapat meneladani watak dan kebiasaan yang baik dan menghindari watak yang buruk dari pemimpin islam di masa lampau. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diperoleh beberapa rumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimanakah konsep kebudayaan dan peradaban Islam? 2. Bagaimanakah karakteristik kebudayaan dan peradaban Islam? 3. Bagaimanakah periodisasi sejarah kebudayaan dan peradaban Islam?

4. Apakah penyebab terjadinya pasang-surut kebudayaan dan peradaban Islam? 5. Bagaimanakah peranan masjid dan madrasah sebagai pusat

kebudayaan dan peradaban Islam? 6. Bagaimanakah nilai-nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia? C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu : 1. Memahami dan mengetahui konsep dan peradaban islam 2. Memahami dan mengetahui karakteristik dan peradaban Islam 3. Memahami dan mengetahui periodisasi sejarah kebudayaan dan peradaban Islam 4. Mengetahui penyebab terjadinya pasang-surut kebudayaan dan peradaban Islam 5. Memahami dan mengetahui peranan masjid dan madrasah sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam 6. Memahami dan mengetahui nilai-nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia

BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Kebudayaan dan Peradaban Islam Dalam bahasa Indonesia, kata peradaban sering diartikan sama dengan kebudayaan, sehingga sering terjadi kesimpangsiuran dalam memberikan definisi yang membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Namun dalam bahasa Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut, yaitu istilah civilization untuk peradaban dan culture untuk kebudayaan. Sedangkan dalam bahasa Arab, dibedakan antara kata tsaqafah yang berarti kebudayaan, kata hadlarah yang berarti peradaban.

1. Kebudayaan Kebudayaan lebih bersifat sosiologis dan antropologis. Artinya kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religious, dan lain-lain, beserta segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Kebudayaan merupakan bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Menurut Burahnuddin (1993) kebudayaan merupakan sebagai keseluruhan warisan sosial yang dipandang sebagai hasil karya yang tersusun menurut tata tertib yang teratur, yang biasanya terdiri dari kebendaan, kemahiran teknik, pikiran dan gagasan, kebiasaan dan nilai-nilai tertentu, dan sebagainya. Dalam islam, tidak ada rumusan definitif mengenai kebudayaan. Islam hanya memberikan konsep dasar, yang dalam perwujudannya tergantung pada pemahaman pendukungnya. Namun demikian, ciri khas yang membedakan antara kebudayaan islam dengan kebudayaan yang lain adalah adalah bahwa kebudayaan islam merupakan kebudayaan yang ditegakkan atas dasar akidah dan tauhid yang bersumber dari wahyu Allah dan sunnah nabi, yaitu ajaran Al-Quran dan Hadits, di mana keduanya merupakan sumber agama islam, sumber norma, sumber hukum islam yang pertama dan utama. Dengan demikian, kebudayaan islam mengandung tiga unsur dasar, yaitu: kebudayaan Islam sebagai hasil cipta karya orang islam; kebudayaan tersebut didasarkan pada ajaran islam; dan merupakan pencerminan ajaran islam. Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan utuh, yang antara satu dengan yang lain saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan mempunyai tiga wujud: 1. Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan lain-lain. 2. Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3.

Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya. Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. J.J. Hoenigman memiliki pendapat yang tidak jauh beda dengan

Koentjaraningrat, ia mengemukakan bahwa wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu: gagasan (ide), aktivitas, dan artefak. 1. Gagasan Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba dan disentuh. 2. Aktivitas Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. 3. Artefak Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Dalam kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh, wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

2.

Peradaban A.A.A. Fyze menjelaskan bahwa civilization (peradaban) berasal dari kata

civies atau civil, yang mempunyai arti menjadi kewarganegaraan yang maju. Sehingga peradaban memiliki dua makna, yaitu: proses menjadi beradab, dan suatu bentuk (tingkat) masyarakat yang sudah maju yang ditandai dengan gejala kemajuan di bidang sosial politik, seni budaya, dan teknologi. Sedangkan Abdullah Ulwan berpendapat bahwa hadharah (peradaban) merupakan hasil karya (produk) manusia, yang dengannya umat manusia merasa nyaman dalam segala aspek kehidupan, baik jiwa, sosial politik, ekonomi, dan materi dengan berdasar pada nilai-nilai yang konkrit. Peradaban mempunyai

aspek-aspek yang jelas, yaitu: fenomena tingkat kemajuan secara material dan fenomena keangungan nilai-nilai. Dari definisi di atas, istilah peradaban seringkali digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang kompleks dalam sudut pandang yang luas, untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global). Dalam menilai sebuah peradaban, tidak lepas dari beberapa aspek yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban, antara lain: sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan iptek.

3.

Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban Perbedaan antara kebudayaan dan peradaban adalah sebagai berikut: 1. Kebudayaan berakar pad aide mengenai nilai, tujuan, pemikiran, yang ditransmisikan melalui ilmu, seni, dan agama suatu masyarakat. Sedangkan perdaban berkar pad aide tentang kota, kemajuan material (ilmu dan teknologi), penataan sosial, dan aspek kemajuan lain. 2. Kebudayaan lepas dari kontradiksi ruang dan waktu, ia memiliki ukuran tersendiri (ukuran benar salah, tepat atau tidak), sedangkan peradaban memiliki siklus dalam ruang dan waktu, ia mengalami pasang dan surut. 3. Kebudayaan lebih bersifat sosiologis-antropologis, sedangkan peradaban lebih bersifat ideologis-filosofis. 4. Nilai dari kebudayaan bersifat parsial, sedangkan nilai peradaban bersifat universal. 5. Kebudayaan melalui proses yang relatif singkat, sedangkan peradaban melalui proses yang lebih lama. 6. Ruang lingkup dari kebudayaan lebih sempit sedangkan ruang lingkup dari peradaban lebih luas. 7. Kebudayaan bersifat statis sedangkan peradaban bersifat dinamis. 8. Kebudayaan merujuk pada keseluruhan warisan sosial yang dipandang sebagai hasil karya, sedangakan peradaban merujuk pada keseluruhan yang kompleks, yang dipandang sebagai keseluruhan tingkat pencapaian manusia.

B. Karakteristik Kebudayaan dan Peradaban Islam Nabi Muhammad SAW telah memberikan warisan ruhani yang agung berupa ajaran Islam yang akan terus menaungi dunia dan memberi arah kepada kebudayaan dunia. Islam telah memberi pengaruh besar pada kebudayaan masa lampau, karena dasar kebudayaan ini dapat menjamin kita kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebudayaan Islam dapat dibagi menjadi dua aspek. Aspek pertama, didasarkan pada metode-metode ilmiah dan kemampuan rasio, dan aspek kedua didasarkan pada ajaran Islam yang normatif, pemahaman subjektif, dan pemikiran metafisik. Dengan mempersatukan dua aspek di atas, maka lahirlah kebudayaan dan peradaban yang maju dengan tetap berpedoman dan dibimbing iman yang kuat. Dari segi ini, kebudayaan islam berbeda sekali dengan kebudayaan nonIslam dalam melukiskan hidup, sebab dasar yang menjadi landasannya berbeda. Penyebab runtuhnya kerajaan Romawi berabad-abad yang lalu merupakan kombinasi dari berbagai faktor, seperti problem agama Kristen, dekadensi moral, krisis kepemimpinan, keuangan dan militer. Dan di antara faktor terpenting penyebab kajatuhan Romawi adalah datangnya Islam. Nabi tidak pernah pergi menyerang Romawi Barat maupun Timur, tapi datangnya gelombang peradaban Islam telah benar-benar menjadi faktor penyebab kejatuhan Romawi. Ini juga merupakan bukti bahwa Islam sebagai Din yang menghasilkan tamaddun yang dapat diterima oleh bangsa-bangsa selain bangsa Arab. Sebab Islam membawa sistem kehidupan yang teratur dan bermartabat, sehingga mampu membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Jadi Islam diterima oleh bangsabangsa non Arab karena universalitas ajarannya alias kekuatan pancaran pandangan hidupnya. Islam tersebar, menguasai dan menyelamatkan (mengislamkan) masyarakat di kawasan-kawasan yang didudukinya. Tidak ada eksploitasi sumber alam untuk dibawa ke daerah darimana Islam berasal. Tidak ada pertambahan kekayaan bagi jazirah Arab. Tidak ada kemiskinan akibat masuknya Muslim ke kawasan yang didudukinya.

C. Periodisasi Sejarah Kebudayaan Islam Islam dikelompokkan dalam tiga periode: 1. Periode Klasik; tahun 650-1250 M. 2. Periode Pertengahan; tahun 1250-1800 M. 3. Periode Modern; tahun 1800-sekarang. Zaman periode klasik, terdapat beberapa mazhab, seperti Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Syafii, dan Imam Maliki. Selaras dengan hal itu timbul beberapa filosof muslim, seperti Al Kindi yang lahir pada tahun 801 M yang dikenal sebagai seorang filosof Islam, berasal dari Arab (Kufah). Salah satu pemikiran Al Kindi, menyatakan bahwa filsafat merupakan bagian dari kebudayaan Islam, maka filsafat Islam dikatakan filsafat religius spiritual, karena: 1. Filsafat Islam meneliti problematika yang satu dan yang banyak. 2. Filsafat Islam membahas tentang hubungan antara Allah dengan makhluk. 3. Filsafat Islam berupaya memadukan antara wahyu dengan akal, akidah dengan hikmah, agama dengan filsafat. 4. Filsafat Islam berupaya menerangkan bahwa: a) Wahyu tidak bertentangan dengan akal. b) Akidah apabila diterangi dengan sinar filsafat akan menetap dalam jiwa dan tangguh dihadapan lawan. c) Agama apabila bersaudara dengan filsafat akan menjadi filosofis, seperti halnya filsafat akan menjadi religius (Madkour, 1988: 7-8). Pada abad yang sama, lahir juga seorang filosof Islam yang memiliki nama besar, yaitu Muhammad Zakaria Al-Razi, lahir pada tahun 865 M/251 H di Rayy (Teheran), ia dikenal sebagai seorang dokter yang memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Al-Razi kemudian pindah dari Rayy ke Baghdad yaitu pada masa Khalifah Muktafi (289 H/ 901 M 295 H / 908 M), dan di Baghdad Al-Razi juga menjadi pemimpin sebuah rumah sakit. Al-Razi adalah seorang yang baik hati, dekat kepada para pasiennya, suka berderma kepada orang-orang fakir miskin, dan ia memberikan perawatan sepenuhnya dengan gratis dan mengikhlaskan hasil kerja kerasnya kepada mereka (Syarif, 1985: 32-22). Al Razi dapat digolongkan sebagai seorang filosof yang berfaham rasi rasionalis, karena hanya meyakini kebenaran akal saja, di bidang kedokteran,

studi klinis yang dilaksanakannya sudah menghasilkan metode yang demikian kuat mengenai penelitian yang berdasarkan pada observasi dan eksperimen (Syarif, 1985: 37-38). Pada tahun 870 M, lahir seorang filosof besar Islam yaitu Al Farabi yang mendapat gelar Al Mualim as-tsani (Guru Kedua setelah Aristoteles). Al Farabi berpendapat bahwa kebenaran filsafat hanyalah satu, sebab filsafat menurut Plato dan Aristoteles tidak dapat dibedakan. Perbedaan yang dapat dilihat yaitu pada hal-hal yang sifatnya lahiriah saja, sedang hakikatnya sama. Al Farabi menulis buku berjudul: Al-jamu Baina Rayai Al-Hakimain (Mempertemukan Pendapat Kedua Filosof Plato dan Aristoteles) (Basyir, 1989: 33). Abad selanjutnya, diteruskan oleh seorang filosof Islam yaitu Ibnu Miskawaih yang mendapat gelar Bapak Etika Islam, lahir pada tahun 932M. Ibnu Miskawaih di samping dikenal sebagai seorang filosof, tabib, ahli ilmu pengetahuan dan pujanggawan, bersama dengan hal itu Ibnu Miskawaih merasa Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2 demikian prihatin melihat situasi masyarakat banyak terjadi kerusakan moral, sehingga dengan segenap perasaannya, ia menyempatkan diri menulis beberapa buku yang berkaitan dengan masalah moral (Etika Islam), di antara buku-buku tersebut, antara lain: Fauz Al Akbar, Tartib Al Saadah, Al Siyar, Tahdzib Al Akhlaq,dan Jawidan Khirad. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa setiap yang ada itu dapat berubah menjadi baik, jika ia memiliki keinginan untuk merubahnya dan hal tersebut didasari dengan harkat dan martabat kemanusiaannya (Widyastini, 2004: 52-53). Pada tahun 1037 M, lahir seorang filosof Islam yaitu Ibnu Sina, Ibnu Bajjah tahun 1138, Ibnu Thufail tahun 1147 M, Ibnu Rusyd tahun 1126 M. Pada periode pertengahan tahun 1250-1800 M, menurut sejarah pemikiran Islam dinilai mengalami kemunduran, sebab filsafat mulai ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga terdapat usaha untuk mempertentangkan antara akal dengan wahyu, iman dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruh tersebut masih dapat dirasakan sampai saat ini dan hal ini dibuktikan dengan tidak ada daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Islam yang secara utuh melingkupi beberapa kerajaan Islam, di antaranya Kerajaan Usmani, Safawi dan Mogul dan pada periode pertengahan ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demikian terbatas. Pada

periode modern, umat Islam bangkit kembali, maka periode ini dikatakan sebagai Masa Kebangkitan Islam, dan hal ini ditandai dengan adanya kesadaran umat Islam terhadap kelemahan kelemahannya, sehingga ada kehendak membangkitkan kembali ilmu pengetahuan dan teknologi; maka kemudian lahirlah para tokoh pembaharu dan para filosof Islam dari berbagai negara Islam di dunia ini (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 258). Pembaharuan dalam Islam pada prinsipnya merupakan usaha untuk memberi penafsiran kembali terhadap ajaran-ajaran Islam yang sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi perkembangan zaman, sebagai akibat timbulnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengajak umat Islam melepaskan diri dari ikatan kejahiliyahan menuju kepada perkembangan dan kemajuan.

D. Pasang Surut Kebudayaan dan Peradaban Islam Masyarakat islam tumbuh di atas kerangka peradaban Timur Tengah kuno yang telah mapan sebelumnya. Dari peradaban Timur Tengah sebelum Islam, masyarakat Islam mewarisi pola institusi yang turut membentuk ihwal mereka sampai pada zaman modern. Salah satu keunikan peradaban islam adalah sifat adaptif dan terbuka dalam menyerap dan mengadopsi unsur-unsur peradaban besar dunia, seperti: Yunani, Persia, India, dan China. Peradaban serapan itu kemudian dikembangkan secara kreatif dan inovatif dengan menonjolkan unsure-unsur Islam. Proses adopsi ini bersifat alamiah mengingat peradaban-peradaban besar dunia tersebut telah hidup selam ribuan tahun, jauh sebelum islam mulai berkembang pada abad ke-7. Namun, justru karena inilah peradaban islam mengalami pasang-naik yang ditandai oleh pencapaian yang gemilang di bidang filsafat, sains, teknologi, arsitektur, dan seni. Pada masa daulah bani umayah mulai dilakukan perubahan dan pembangunan di berbagai bidang. Bani umayah berhasil mendirikan dinas-dinas pos dan tempat-tempat tertentu lengkap dengan sarana transportasinya. Mereka juga berusah menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang dengan memakai kata-kata dan tulisan berbahasa Arab. Dinasti ini juga berhasil

melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Untuk meningkatkan kinerja pemerintahannya, bani umayyah membentuk badan-badan khusus pemerintahan, yaitu: an-Nidzam As-Siyasy, an-Nidzam alIdhary, an-Nidzam al-Maly, an-Nidzam al-Qadhai (Hasjmy, 1995). 1. an-Nidzam As-Siyasy Dalam bidang organisasi politik ini telah mengalami beberapa perubahan, dibandingkan dengan masa permulaan Islam. Perubahan yang sangat prinsip dalam beberapa hal seperti yang diuraikan di bawah ini: 1. Kekuasaan Perubahan kekuasaan oleh Muawiyah bin Abi sofyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan yang menjadi dasar pemilihan Khulafaur Rasyidin. Maka dengan demikian, jabatan khalifah beralih ke tangan raja satu keluarga, yang memerintah dengan kekuatan pedang, politik dan tipu daya (diplomasi). Penyelewengan semakin jauh setelah Muawiyah mengangkat anaknya Yazid menjadi putra mahkota, yang dengan demikian berarti beralihnya organisasi khalifah yang berdiri atas dasar musyawarah dan bersendikan agama kepada organisasi Al-Mulk (kerajaan) yang tegak atas dasar keturunan serta bersandar terutama kepada politik daripada kepada agama. 2. Al-Kitabah Seperti halnya pada permulaan islam, maka dalam masa daulah Umaya dibentuk semacam Dewan Sekretriat Negara yang mengurus berbagai urusan pemerintahan. Karena dalam masa ini urusan pemerintahan telah menjadi lebih banyak, maka ditetapkan empat orang sekretaris, yaitu: a. Katib Ar-Rasail (Sekretaris Urusan Persuratan) b. Katib Al-Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak atau Keuangan) c. Katib Asy-Syurthah (Sekretaris Urusan Kepolisian) d. Katib Al-Qadhi (sekretaris urusan Kehakiman)

10

diantara para sekretaris itu, Katib Ar-risalah yang paling penting sehingga para khalifah tidak akan memberi jabatan itu, kecuali kepada kaum kerabat atau orang-orang tertentu. 3. Al-Hijabah Pada masa daulah Umayah, diadakan satu jabatan baru yang bernama Al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Kepala AlHijabah merupakan jabatan yang sangat tinggi dalam istana kerajaan. 2. an-Nidzam al-Idhary Organisasi tata usaha negara pada permulaan islam sangat sederhana, tidak diadakan pembidangan usaha yang khusus. Demikian pula keadaanya pada masa daulah bani umayah, administrasi negara sangat sederhana. Pada umumnya, di daerah-daerah islam bekas daerah romawi dan persia, administrasi pemerintahan dibiarkan terus berlaku seperti yang telah ada, hanya ada sedikit perubahan-perubahan. 1. Ad Dawawin Untuk mengurus tata usaha pemerintahan, maka daulah bani umayah mengadakan empat buah dewan atau kantor pusat, yaitu: 1. Diwanul Kharraj 2. Diwanur Rasail 3. Diwanul Mustaghilat al Mutanawiah 4. Diwanul Khatim, dewan ini sangat penting karena tugasnya mengurus surat-surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain dan dibalut dengan lilin kemudian dicap di atasnya. 2. Al Imarah Alal Baldan Daulah umayyah membagi daerah mamlakah islamiyah kepada lima wilayah besar, yaitu: 1. Hijaz, Yaman, dan Nejed (pedalaman jazirah Arab) 2. Irak Arab dan Irak Ajam, Aman Bahrain, Karman dan Sajistan, Kabul dan Khurasan, neger-negeri di belakang sungai (ma Waraa nahri) dan sind serta sebagian negeri punjab. 3. Mesir dan Punjab 4. Armenia, Azerbaijan dan Asia kecil

11

5. Afrika Utara, Libya, Andalusia, Sisilia, sardinia dan Balyar. Untuk tiap wilayah besar ini, diangkat seorang amirul umara (gubernur Jendral) yang di bawah kekuasaannya ada beberapa orang amir (gubernur) yang mengepalai satu wilayah. Dalam rangka pelaksanaan kesatuan politik bagi negeri-negeri Arab, maka khalifah Umar mengangkat para gubernur jenderal yang berasal dari orang-orang Arab. Politik ini dijalankan terus oleh khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk para khalifah daulah umayah. 3.Barid Organisasi pos diadakan dalam tata usaha Negara Islam sejak Muawiyah bin Abi Sofyan memegang jabatan khalifah. 4. Syurthah Organisasi syurthah (kepolisian) dilanjutkan terus dalam masa daulah Umayyah, bahkan disempurnakan. Organisasi kepolisian ini bertugas mengawasi mengurus tentang kejahatan. Pada mulanya organisasi kepolisisan ini menjadi bagian dari organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusan pengadilan. 3. An Nidzam Al-Maly An Nidzam Al-Maly merupakan badan keuangan dan ekonomi. Badan ini mempunyai dua program, yaitu: 1. Al Dharaib Al Dharaib merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara pada zaman daulah bani umayyah. kepada penduduk negeri yang baru ditakhlukkan, terutama yang belum masuk islam, ditetapkan pajak-pajak istimewa. kebijakan ini menimbulkan perlawanan di beberapa daerah. 2. Masharif Baitul Mal Masharif Baitul Mal merupakan saluran uang pada daulah umayyah, pada umumnya, hampir sama dengan masa permulaan islam, yaitu untuk: 1. Gaji para pegawai dan tentara serta biaya tata usaha 2. Pembangunan pertanian, termasuk irigasi dang penggalian terusan-terusan. 3. Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang 4. Biaya perlengkapan perang

12

5. Hadiah-hadiah kepada para pujangga dan ulama 4. An-Nidzam Al-Harby An-Nidzam Al-Harby merupakan badan yang mengurus pertahanan. Secara umum, badan pertahanan pada masa umayyah sama seperti pada masa umar bin Khatab, hanya ada sedikit perubahan. Bedanya, jika pada waktu khulafaur rasyidin tentara islam adalah tentara suka rela, pada zaman umayyah diterapkan sistem wajib militer atau dalam bahasa arab disebut dengan istilah nidhamut tajnidil ijban. Anggota tentara pada masa umayyah harus terdiri dari orang-orang arab atau imam arab. Keadaan ini terus dipertahankan, hingga daerah kerajaan menjadi luas mencapai afrika utara, Andalusia, sehingga terpaksa meminta bantuan tentara barbar untuk menjadi tentaranya. 5. An-Nidzam Al-Qadhai An-Nidzam Al-Qadhai merupakan oragnisasi kehakiman. Pada zaman umayyah, pengadilan telah dipsahkan dari krkuasaan politik. Kehakiman pada mesa itu memiliki beberapa ciri, yaitu: 1. seorang qadhi memutuskan dengan ijtihadnya, karena dari kekuaaan politik, karena pada waktu itu belum ada madzhab empat atau madzhab lainnya. Pada masa itu para qadhi menggali hukum sendiri dari Al-Kitab As Sunah dengan berijtihad. 2. kehakiman belum terpengaruh dengan politik, Karena para qadhi bebas merdeka dengan hukumnya, tidak terpengaruh dengan kehendak para penguasa. Dalam bidang seni budaya, daulah umayyah mencapai kemajuan yang sangat mengesankan, seperti dalam seni bahsa dan sastra, seni khitabah, seni suara, seni rupa, bangunan (arsitektur), seni bangunan sipil, seni bangunan agama (Masjid Qairawan, masjid Kordoba). Pada masa itu telah banyak bangunan hasil rekayasa umat islam dengan mengambil pola romawi, Persia dan Arab. Salah satu dari bangunan itu adalah masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik dengan hiasan dinding dan ukiran yang sangat indah. Contoh lain adalah bangunan masjid di cordova yang terbuat dari batu pualam.

13

Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, ilmu sejarah dan sebagainya. Kota yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan antara lain adalah Damaskus, Kufah, Mekkah, Masinah, Mesir, Cordova, Granada, dan lainnya, dengan masjid sebagai pusat pengajarannya, selain madrasah atau lembaga pendidikan yang ada. Kemajuan-kemajuan yang pesat tersebut hamper tidak pernah terjadi di masa sebelumnya. Pencapaian yang cemerlang itu dilanjutkan dengan dimulainya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani Helenistik, uang dirintis penguasa Dinasti Umayyah di akhir-akhir masa kehancurannya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan melemahnya Dinasti umayyah dan membawanya ke keruntuhan, yaitu: 1. Sistem kepemimpinan yang berdasarkan keturunan. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan munculnya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota istana. 2. Latar belakang terbentuknya dinasti umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syiah dan Khawarij menjadi golongan yang menetang pemerintahan dan melakukan banyak pemberontakan. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah. 3. Adanya pertentang antar etnis, yaitu suku Arab Utara dan Arab Selatan. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa dinasti umayyah mendapat kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan. 4. Sikap hidup di lingkungan istana yang mewah sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan ketika menjadi khalifah. 5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas bin Abd Al-Mutholib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Dinasti Umayyah. Setelah daulah bani umayyah runtuh, pemerintahan dilanjutkan oleh daulah bani Abbasiyah.

14

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu Abbas As-Shaffah yang lahir di Humaymah tahun 104 H/723 M dan meninggal di Hasyimiyah Zulhijjah 136 H/Juni 754 M. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode: (1) Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama; (2) Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut pereode pengaruh Turki pertama; (3) Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua; (4) Periode Keempat (447 H/1055 M590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua; (5) Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad. Pada masa sepuluh Khalifah pertama itu, puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M). Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.

15

Terjadinya perkembangan lembaga pendidikan pada masa Harun Al Rasyid mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama juga lahir para imam mazhab hukum yang empat hidup Imam Abu Hanifah (700-767 M); Imam Malik (713-795 M); Imam Syafi'i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M). Beberapa ilmuwan muslim lainnya pada masa Daulat Abbasiyah yang karyanya diakui dunia diantaranya: 1. Al-Razi (guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling masyhur adalah Al-Hawi Fi Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina 2. Al-Battani (Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimana terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan 3. Al Yaqubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur alYaqubi historiae 4. Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika (geometri dan trigonometri).

16

Setelah mencapai puncak keemasan, peradaban Islam kemudian megalami masa kemunduran. Penyerbuan tentara Mongolia ke Baghdad yang dipimpin oleh Jengish Khan dan Hulagu Khan pada pertengahan abad ke-13 memastikan keruntuhan peradaban islam. Keruntuhan peradaban islam disebabkan oleh dua hal, yaitu moral dan politik. Secara politik, terjadi konflik antar putra mahkota , yang melibatkan kekuatan militer untuk saling berebut kekuasaan. Secara moral, para penguasa kehilangan kredibilitas, Karena berperilaku nista dan meninggalkan ajaran islam.

E. Masjid dan Madrasah sebagai Pusat Kebudayaan dan Peradaban Islam Masjid atau rumah Allah merupakan tempat yang sangat penting bagi masyarakat muslim. Setiap muslim sama-sama berhak menikmati fungsi masjid serta memanfaatkan fasilitasnya. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi SAW mendirikan masjid pertama, fungsi masjid masih kokoh orisinal sebagai pusat peribadatan dan peradaban. Ketika Rasulullah Saw, hijrah ke Madinah dengan semakin banyaknya pengikut Islam dan semakin kompleksnya masalah-masalah yang perlu dikaji, fungsi awal rumah sebagai wahana pendidikan dialihkan ke masjid-masjid seperti masjid Nabawi dan Quba, dijadikan pusat bagi segala aktifitas pendidikan, kemasyarakatan kenegaraan dan keagamaan. Hal ini karena masjid dianggap sebagai institusi pendidikan yang merupakan instrumen yang pertama dan efektif untuk membantu transisi masyarakat Arab pada waktu, dari masyarakat primitif menjadi masyarakat yang lebih maju. Pada perkembangan selanjutnya, hampir di setiap masjid menjadi tempat halaqah(pertemuan) bahkan bisa jadi satu masjid menyelenggarakan beberapa halaqah. Dengan demikian fungsi masjid mulai berkembang bukan hanya sebagai tempat ibadah melainkan juga sebagai lembaga pendidikan dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan secara resmi. Kegiatan ini dilakukan semenjak khalifah Umar bin Khatab ra. dengan diangkatnya tenaga-tenaga pengajar bagi halaqah-halaqah di masjdi Kuffah, Basrah, dan Damaskus. Masa kejayaan masjid sebagai pusat lembaga pendidikan Islam menurut ahli-ahli sejarah berkisar antara awal abad kedua sampai akhir abad ketiga

17

Hijriyah. Dimana pada periode tersebut bertepatan dengan munculnya para ahli Hukum dan Teologi Islam terkemuka, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbali dan Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Syafii. disamping itu pada periode tersebut juga banyak dikenal ahli bahasa terkemuka seperti al-Khalil bin Ahmad, Al-Faralidi, Sibawayh, al-Jahiz dan lain-lain. Dalam sejarah perjalanan Islam, masjid memiliki fungsi yang sangat vital dan dominan bagi kaum Muslimin, di antaranya : 1. Masjid sebagai tempat ibadah khusus, seperti shalat. 2. Masjid sebagai prasasti atas berdirinya sebuah masyarakat muslim. 3. Masjid merupakan pusat komunikasi dan informasi antarwarga masyarakat muslim. Contohnya, sebagai tempat pertemuan dan bersosialisasi. 4. Pada zaman Rasulullah SAW, masjid difungsikan sebagai pusat peradaban, yaitu mengajarkan Al-Quran, bermusyawarah, serta berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. 5. Masjid dijadikan sebagai simbol persatuan umat Islam. 6. Masjid juga menjadi pusat gerakan. Contohnya, Masjid Nabawi di Madinah yang juga menjadi markas Al-Khulafa al-Rasyidun pasca wafatnya Nabi SAW(al-Faruqi, 186: 2001) Madrasah juga merupakan sebuah institusi pendidikan tinggi, yang munculnya dikarenakan makin meluasnya daerah Islam serta berkembangnya ilmu pengetahuan tentang Islam. Masjid ataupun madrasah masing-masing mempunyai peranan dan fungsi yang amat besar dalam proses pembentukan dan perjalanan umat Islam. Begitu pula, untuk kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.

F. Nilai-Nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Islam diIndonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai

18

macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh para wali Allah di Pulau Jawa. Para wali Allah tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al Quran). Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga. Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal: masjidmasjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada umumnya hampir mirip dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa. Perkembangan budaya Islam yang terdapat pada masjid, secara nyata dapat ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki dengan ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang batu atau beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok kayu. Hal tersebut dapat dicontohkan beberapa masjid yang menambah bangunan, yaitu Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madrasah), Masjid Menara Kudus (bangunan bagian depan berujud pintu gerbang dan kubah dengan gaya arsitektur kayu Indonesia), Masjid Agung Surakarta (bangunan pintu gerbang dan tembok

19

keliling yang berlubang tiga pintu dengan lengkung runcing dan menara tempel yang memiliki mahkota kubah, merupakan hasil modifikasi pintu gerbang masjidmasjid di India. Masjid Sumenep Madura (bangunan pintu gerbang bergaya arsitektur Eropa), Masjid Jami Padang Panjang, Tanah Datar, Masjid Sarik (Bukittinggi), Masjid Sumatera Barat (pembangunan puncak tumbang dengan mahkota kubah). Beberapa masjid di Indonesia yang mengedepankan corak yang demikian baru (modern), misal: Masjid Raya Medan, Masjid Baiturrahman Banda Aceh yang mencontoh gaya arsitektur masjid di India (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 172-173). Bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan juga banyak berdiri masjid-masjid model baru, yaitu : Masjid Raya Makassar (Ujung Pandang), Masjid Syuhada (Yogyakarta), Masjid Agung Al Azhar (Jakarta), Masjid Istiqlal (Jakarta), Masjid Salman ITB (Bandung). Masjid mempunyai sejumlah komponen yaitu kubah, menara, mihrab, dan mimbar; komponen masjid yang berciri khas Indonesia adalah beduk. Beduk terbesar di Indonesia terdapat di dalam masjid Jami Purworejo, dibuat oleh orang Indonesia dengan dirancang sesuai dengan njlai-nilai yang berciri khas Islami dan berbudaya Indonesia. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dapat dilihat dalam segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan agama sehingga nilai-nilai Islam, terutama yang terdapat dalam kebudayaan Indonesia secara keseluruhan tidak dapat dihindari, hal ini sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan tentang kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kebudayaaan merupakan ide mengenai nilai, tujuan, pemikiran yang ditransmisikan melalui ilmu, seni, dan agama suatu masyarakat. Sedangkan peradaban merupakan ide tentang kota, kemajuan ilmu dan teknololgi, penataan sosial.

20

Sejarah kebudayaan Islam dikelompokkan dalam tiga periode yaitu : periode klasik pada tahun 650 M sampai 1250 M, periode pertengahan pada tahun 1250M sampai 1800 M, dan periode modern pada tahun 1800 M sampai sekarang. Kebudayaan dan Peradaban Islam akan tetap maju apabila tetap berpedoman dan dibimbing iman yang kuat, yang berbeda sekali dengan kebudayaan nonIslam. Pada masa daulah bani umayyah dan bani abbasiyah, yaitu periode klasik, islam mengalami masa keemasan, terbukti dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dan wilayah Negara Islam yang luas, hingga mencapai Afrika Utara dan Andalusia. Namun, masa-masa kejayaan islam ini runtuh karena penguasa yang kehilangan kredibilitas dan kewibawaan politik. Masjid ataupun madrasah masing-masing mempunyai peranan dan fungsi yang amat besar dalam proses pembentukan dan perjalanan umat Islam.

DAFTAR PUSTAKA Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997, Ensiklopedi Islam (Jilid 3), Penerbit PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta Gazalba, Sidi, 1975, Masjid (Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam), Penerbit Pustaka Antara, Jakarta. Syarif, M.M, 1985, Para Filosof Muslim, Penerbit Mizan, Bandung Hoesin, Umar Amir, Filsafat Islam, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta Al Faruqi, Ismail Rafi, 1988, Tauhid, Penerbit Pustaka, Bandung Tim Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Negeri Malang,2011, Aktualisasi Pendidikan Islam, Penerbit Hilal Pustaka, Surabaya

21

Anda mungkin juga menyukai