Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Di dalam sebuah industri diperlukan material yang berkualitas, agar produk yang dibuat lebih sempurna. Pada dasarnya sifat material yang digunakan adalah keras, sedangkan material dengan tingkat kekerasan yang rendah tidak begitu diperlukan dan terlebih dahulu ditingkatkan kekerasannya, Untuk itu diperlukan proses pengerasan. Dan salah satu cara meningkatkan kekerasan yaitu dengan metode recorvery dan recristalisai. Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa khususnya teknik mesin harus mengetahui cara dan fungsi pengolahan yang harus dilakukan. 1.2 Tujuan Pratikum Percobaan ini bertujuan untuk mengukur perubahan kekerasan dari specimen setelah mengalami pemanasan pada temperatur dan tingkat reduksi yang berbeda-beda. 1.3 Manfaat Dalam pratikum ini, manfaat yang kita peroleh yaitu kita mengetahui bagaimana proses recorvery dan recristalisasi ini, kita juga dapat mengetahui bagaiman pengaruh temperatur terhadap kekerasan material dan tingkat reduksi yang berbeda-beda.

84

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Recorvery dan Recristalisasi Material logam bila dideformasi pada temperatur terutama pada temperatur kamar menunjukan perubahan sifat mekanismenya. Bentuk butir berubah dari bentuk sebelumnya dari equaxe grain menjadi elongated grain sehingga kekerasan dan kekuatannya bertambah. Hal ini disebabkan pertambahan dislokasi lebih banyak dari pada pengurangan dislokasi akibatnya secara termodinamika logam tidak berada dalam kesetimbangan atau tidak stabil dimana adanya peningkatan energi dalam yang tersimpan pada dislokasi. Seiring dengan peningkatan temperatur terjadi pengurangan energi dalam dimana adanya pengurangan kerapatan dislokasi akibat terjadinya proses ambilisi dari dua dislokasi yang berbeda jeni tanpa diikutipertumbuhan butir baru, sedangkan dislokasi berjenis sama akan membentuk susunan teratur sehingga terjadi proses poligonisasi dengan sudut orientasi rendah, proses poligonisasi ini dikenal sebagai proses pemulihan (recorvery). Pada proses recorvery ini kekuatan dan kekerasan material tidak berubah. Sejalan dengan peningkatan temperature terjadi pertumbuhan butir di daerah-daerah yang paling tinggi tingkat energi dalamnya yang tersimpan dalam dislokasi. Pertambahan butir baru ini dikenal dengan recristalisasi. Butir menjadi halus di banding butir sebelum di rcristalisasi. Dalam hal ini terjadi penurunan kekerasan, kekuatan, dan terjadi peningkatan elongation bahan. Biasanya pertumbuhan butir baru ini kebanyakan terjadi pada daerah batas butir lama karna disana terjadi penumpukan dislokasi. Seperti diketahui bahwa batas butir merupakan salah satu penyebab terhalanganya pergerakan dislokasi. Kristal yang mengalami deformasi plastis mempunyai lebih banyak energi dari pada kristal yang tidak mempunyai regangan karena mengandung dislokasi dan cacat-cacat titik. Bila ada kesempatan, atom-atom akan bergerak dan membentuk susunan yang lebih sempurna. Tanpa regangan, hal ini dapat terlaksana bila kristal dipanaskan 85

dan melalui suatu proses yang disebut anealling. Getaran termal kisi yang besar dari pada suhu dingin menyebabkan terjadinya pengaturan kembali atom-atom dan membentuk butiran-butiran yang lebih sempurna. Pada proses rekristalisasi atom-atom bergerak dan menata diri kembali. Penataan kembali ini lebih mudah pada suhutinggi bahkanterjadi penurunan kekuatan dalam contoh yang dipanaskan pada suhu 300C selama satu jam. Contoh yang mengalami pengerjaan dingin sebesar 75%, hamper semua terkristalisasi. Sebalikny contoh yang dibiarkan selam satu jam pada suhu dibawah 200C tetap memiliki kekuatan yang didapat sewaktu paada 75%. Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa : Recovery yaitu proses pemulihan material. Selama proses pemulihan terjadi penurunan kekerasan sedikit tanpa perubahan struktur butir, dilokasi-dislokasi yang salah arah secara vertikal akan kembali menyusun diri dan jumlahnya sedikit berkurang tetapi tegangan sisa turun banyak.

Proses recorvery

Rekristalisasi yaitu pertumbuhan butir baru. Proses rekristalisasi bisa terjadi pada pengerjaan panas atau pengerjaan dingin asalkan material terdeformasi minimal 50%. Deformasi bisa dilakukan dengan proses pembentukan yaitu pengerolan, ekstrusi, penempaan.Penyebab rekristalisasi adalah adanya energi dari tumpukan kerapatan dislokasi. Sehingga terjadi peningkatan energi dalam, atom 86

cenderung untuk kembali pada tingkat energi rendah dengan cara membentuk butir baru.

Proses rekristalisasi

Proses rekristalisasi diklasifikasikan menjadi: Dinamik Rekristalisasi yang terjadi selama berlangsungnya deformasi. Terjadi pada pengerjaan panas Statik Rekristalisasi terjadi setelah pemberian deformasi Faktor-faktor yang mempengaruhi rekristalisasi yaitu: Jumlah deformasi Semakin besar jumlah deformasi maka semakin mudah rekristalisasi terjadi

Temperatur Semakin tinggi temperatur maka rekristalisasi cepat mencapai 100%.

87

Waktu Semakin lama waktu rekristalisasi maka persentasi yang terkristalisasi juga semakin banyak.

Ukuran butir Semakin kecil ukuran butir awal, maka makin banyak batas butir maka setelah deformasi akan mudah terjadi rekristalisasi.

Koposisi (Paduan) Rekristalisasi mudah terjadi pada paduan dibandingkan pada logam murni. 2.2 Skematik Recorvery Dan Rekristalisasi Berikut ini adalah skematik dari proses recorvery dan rekristalisasi.

Skematik recorvery dan rekristalisasi 88

Dari skematik diatas dijelaskan dimana pada proses rekristalisasi terjadi penurunan kekerasan, dan peningkatan elongation bahan. Sedangkan pada proses recovery, kekuatan dan kekerasan material tidak berubah. 2.3 Pengerjaan Dingin Dan Pengerjaan Panas Pada proses recorvery dan rekristalisasi ada dua jenis pengerjaan, yaitu: a. Pengerjaan dingin Didalam pengerjaan dingin ini temperatur yang digunakan dibawah temperatur rekristalisasi (T kerja < T rekristalisasi), T kerja 0,3 T melt. Pada pengerjaan dingin, material mengalami deformasi plastis sehingga keuletan material menjadi turun sedangkan kekuatan dan kekerasan material mengalami peningkatan. Ada beberapa kekurangan dan kelebihan dalam proses pengerjaan dingin ini. Kelebihan dari proses pengerjaan dingin diantaranya yaitu: Peningkatan kekuatan cukup berarti Peningkatan sifat mampu mesin Kualitas permukaan halus Tidak terbentuk terak oksida Ketelitian dimensi

Kekurangan dari proses pengerjaan dingin diantaranya yaitu: Terjadi tegangan sisa Butir yang pecah dan adanya distorsi Keuletan rendah Daya pembentukan besar Kaang-kadang efek strain hardening tidak disukai

89

b.

Pengerjaan panas Pada pengerjaan panas ini temperatur yang digunakan diatas temperatur

rekristalisasi (T kerja > T rekristalisasi), T kerja 0,6 T melt. Dimana pada proses pengerjaan panas ini, material mengalami perubahan struktur mikronya yang mana keuletan dari material tersebut meningkat sedangkan kekuatan dan kekerasannya mengalami penurunan. Pengerjaan panas ini dilakukan didalam tungku pada temperature tiggi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari pengerjaan panas ini yaitu : Kelebihan pengerjaan panas : Daya pembentukan rendah Peningkatan kekuatan rendah Porositas dapat dikurangi Ketidak murnian logam terpecah dan tersebar Adanya sedikit penghalusan butir Kekurangan pengerjaan panas : Butuh pemanasan Mudah terbentuk terak Kualitas permukaan kurang bagus Ketelitian dimensi sulit dikontrol Umur perkakas rendah 2.4 Metoda Pengerasan Material 1. Strain hardening Interaksi dislokasi mengakibatkan dislokasi sulit bergerak sehingga akan menghalangi pergerakan dislokasi sampai ke permukaan yang menyebabkan material bertambah keras.

90

2. Penguatan larutan padat Kehadiran atom asing menimbulkan tegangan di sekitar medan magnet akibatnya pergerakan dislokasi atom utama akan terhalangi dan material akan semakin kuat. 3. Penguatan butir dan sub batas butir Karena adanya batas butir maka akan menghambat pergerakan dislokasi. Semakin kecil diameter butir maka batas butir akan semakin banyak yang meyebabkan kekuatan naik karena bidang slipnya pendek 4. Dispersion hardening Dispersion hardening yaitu penambahan partikel asing ke material utama. 5. Precipitation hardening Precipitation hardening yaitu penambahan atom asing ke material utama 6. Texture Strengthening Penambahan nilai kekuatan pada tektur material akibat terhambatnya pergerakan dislokasi ke permukaan 7. Martensite Strengthening Perubahan struktur mikro pada fasa martensite menyebabkan terhalangnya pergerakan dislokasi sehingga keuatan material bertambah 8. Second-Phase Strengthening Terhalangnya pererakan dislokasi pada fasa kedua sehingga naiknya nilai kekuatan.

91

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat Dan Bahan 1.Spesimen 2.Tungku 3.Gergaji 4.Gerinda 5.Alat uji tekan 6.Alat uji keras 3.2 Skema Alat

Gerinda

92

Universal testing machine 3.3 Prosedur Percobaan

1. Siapkan specimen dan segala peralatan pendukung untuk proses penekanan. 2. Tekan tujuh buah spesimen untuk regangan yang sama, pada suhu kamar. 3. Potong dua satu buah specimen yang arah potongnya tegak lurus terhadap gaya penekanan. Ukur distribusi kekerasan mulai dari satu sisi melewati bagian tengah smpai ke sisi berikutnya. 4. Kemudian panaskan 6 spesimen yang tersisa dalam tugku untuk T = 200C, 300C, 350C, 400C, 450C, dan 500C masing-masing selama 15 menit dan kemudian celupkan kedalam air. 5. Lakukan dengan cara yang sama untuk spesimen yang dideformasi dengan 2 = 70%

1 = 20% penekanan

93

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Percobaan Spesimen 1 Lo = 50,80 mm Li = 41,6 mm L = 9,2 mm

= 20 %

Pmax = 13.150 kgf Spesimen 2 Lo = 50,50 mm Li = 30,6 mm L = 19,9 mm

= 50 %

Pmax = 17.750 kgf


Tabel hasil pengukuran kekerasan (HRC) Titik 1 2 3 4 5

= 20 %
17 11 9.5 7 9.5

= 50 %
7 6.5 8.25 4.5 12

94

4.2 a.

Perhitungan Menentukan panjang akhir ( li ) Spesimen 1

= ln li / lo = ln li- ln lo
ln li = ln lo li = e ln lo li = e ln 50,80-20% = 41,591 mm b. Spesimen 2

= ln li / lo = ln li- ln lo
ln li = ln lo li = e ln lo li = e ln 50,50-50% = 30,629 mm Menentukan nilai kekerasan ( BHN ) a. Spesimen 1 1. Titik 1 HRC = 17

95

BHN =

18 17 219 X = 18 15,7 219 209

10 = 503,7 -2,3X X = 24,65 BHN

96

2. Titik 2 HRC = 11 BHN = 190 (lihat table) 3. Titik 3 HRC = 9,5 BHN = 11 9,5 190 X = 11 8,5 190 181

13,5 = 475- 2,5X X = 184,6 BHN 4. Titik 4 HRC = 7 BHN = 8,5 7 181 X = 8,5 6 181 171

15 = -2,5X+452,5 X = 175 BHN 5. Titik 5 HRC =9,5 BHN = 11 9,5 190 X = 11 8,5 190 181

13,5 = 475- 2,5X X = 184,6 BHN b. Spesimen 2 1. Titik 1 HRC = 7 BHN = 8,5 7 181 X = 8,5 6 181 171

15 = -2,5X+452,5 X = 175 BHN

97

2. Titik 2 HRC = 6,5 BHN = 8,5 6,5 181 X = 8,5 6 181 171

20 = 452,5-2,5X X = 173 BHN 3. Titik 3 HRC = 8,25 BHN = 8,5 8,25 181 X = 8,5 6 181 171

2,5 = 452,5-2,5X X = 180 BHN 4. Titik 4 HRC =4,5 BHN = 6 4,5 171 X = 6 3 171 162

13,5 = 342-2X X = 164,25 BHN 5. Titik 5 HRC = 12 BHN = 13,4 12 200 X = 13,4 11 200 190

X = 194,16 BHN

98

4.3

Grafik
Tabel hasil pengukuran kekerasan (HRC) Titik 1 2 3 4 5

= 20 %
17 11 9.5 7 9.5

= 50 %
7 6.5 8.25 4.5 12

99

Tabel hasil pengukuran kekerasan (BHN) Titik 1 2 3 4 5

= 20 %
214,65 190 184,6 175 184,6

= 50 %
175 173 180 164,25 194,16

100

4.4

Analisa Setelah dilakukannya pengujian terhadap specimen pada pratikum

recorvery dan rekristalisasi ini dapat di analisa beberapa hal yaitu antara literature dengan hasil perhitungan terdapat beberapa kejanggalan Pada literatur, menyatakan dengan besarnya deformasi yang diberikan pada spesimen maka nilai kekerasan akan semakin bertambah besar. Sedangkan pada hasil perhitungan berbeda. Dapat kita lihat pada tabel data, dimana besar deformasi yang diberika masing-masing spesimen berbeda yaitu 20% dan 50%, dan sebelum melakukan pengujian kita sudah tahu bahwa spesimen yang deformasinya besar memiliki nilai kekerasan yang tinggi, tetapi setelah dilakukan pengujian ternyata deformasi yang lebih kecil yang memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi. Dan hal ini jika kita analisa dimana permukaan dari specimen sewktu uji keras tidak rata dan juga tidak begitu halus kemudian sewaktu melakukan uji keras adanya gangguan seperti getaran-getaran pada alat uji karna hal itu sangat berpengaruh sekali terhadap penekanannya dan juga sewaktu pengesetan paa skala merah dimana jarum penunjuk sudah melewati tanda merah tersebut sehingga secara tidak langsung spesimen suadah tertekan sehingga mengurangi nilai kekerasan spesimen tersebut. Pada deformasi 20% terlihat dari data percobaan kekerasan yang paling tinggi terdapat pada titik 1, yang berada pada bagian tepi spesimen dari kelima titik. Sedangkan pada titik 3 dan titik 4 nilai kekerasannya sama. Pada deformasi 50%, nilai kekerasannya berada pada titik 5 yang juga berada pad bagian tepi spesimen. Dan kalau kita ambil suatu kesimpulan suatu material mengalami kekerasan pada bagian permukaan material, jika kita analisa dimana setelah dilakukan pengerjaan dingin seperti pemberian deformasi pada spesimen, specimen tersebut dipanaskan dalam tungku dengan temperatur diatas temperatur rekristalisasi. Setelah spesimen itu dipanaskan kemudian dicelupkan cepat ke dalam air. Akibat dari proses tersebut spesimen mengalami kekerasan dipermukaan.

101

Dari grafik yang diperoleh dari hasil perhitungan tersebut dapat terlihat dengan jelas perdaan nilai kekerasan dua spedimen dengan deformasi yang diberikan berbeda-beda. Dalam grafik tersebut dijelaskan pada deformasi 20%, nilai kekerasan yang tertinggi berada pada titik 1 yaitu 17 HRC dan nilai kekerasan terendah pada titik 4 sebesar 7 HRC dimana diperoleh grafik menurun atau semakin ketengah semakin turun. Pada deformasi 50%, terlihat pada grafik tersebut bahwa nilai kekerasannya tertinggi berada pada titik 5 senilai 12 HRC dan nilai kekerasan terenda berada pada titik 4 senilai 4,5 HRC, dimana grafik yang diperoleh naik-turun. Dan jika bandingkan antara keduanya terlihat grafik yang diberi deformasi 20% berada diatas grafik yang diberi deformasi 50% dan dapat kita simpulkan nilai kekerasan deformasi 20% lebih tinggi dari pada nilai kekerasan deformasi 50% sehingga hal ini terlihat aneh atau terjadi kesalahan dalam pengujian maupun percobaannya, jika kembalikan pada literatur semakin besar deformasi yang diberikan maka makin besar pula nilai kekerasan yang diperoleh karna, material yang mengalami deformasi yang besar jarak-jarak antar atomnya semakin kecil sehingga dislokasi-dislokasi yang berada dalam material tersebut memanjang sehingga nilai kekerasannya meningkat.

102

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dalam pratikum kali ini yaitu : a. b. c. d. e. Besarnya tingkat deformasi yang diberikan tidak mempengaruhi nilai kekerasan spesimen. nilai kekerasan yang diperoleh pada pratikum untuk tiap-tiap titik pada permukaan specimen berbeda-beda. Kekerasan juga dapat meningkat disebabkan atom-atom dalam material tersebut merapat atu bertumpu dan dislokasi yang banyak. Pada pratikum, nilai kekerasan deformasi 20% lebih tinggi dibandingkan nilai kekerasan deformasi 50%. Dan bisa dikatakan pratikum kali ini terjadi kesalahan selama pratikum berlangsung karna tida sesuai dengan apa yang kita pelajari. 5.2 Saran Pada pratikum kali ini pratikan sarankan agar memahami bahwa pemanasan dan reduksi yang berbeda sangat mempengaruhi nilai kekerasan, agar lebih hati-hati dalam melakukan pengujian serta pratikan harus teliti dalam mengukur specimen sebelum dn setelah proses penekanan.

103

Anda mungkin juga menyukai