Anda di halaman 1dari 9

KEANEKARAGAMAN STRUKTUR FUNGSI SEL FUNGI

Disusun oleh : Andreas Jati Primandaru 10308141014 Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2013
Pendahuluan

Fungi merupakan organisme yang termasuk ke dalam kelompok eukariot. Fungi dapat memproduksi spora, dan tidak mempunyai klorofil, serta memperoleh nutrisi secara absorpsi. Dinding selnya terdiri atas khitin, selulosa ataupun keduanya. Reproduksi fungi dapat dilakukan secara seksual maupun aseksual. Fungi memiliki bagian khusus yang disebut hifa. Hifa adalah benang halus yang merupakan bagian dari dinding tubuler yang mengelilingi membran plasma dan sitoplasma. Fungi sederhana berupa sel tunggal atau benang-benang hifa saja. Hifa ada yang terbagi menjadi sel-sel tunggal oleh dinding yang bersilangan (septa), hifa macam ini disebut hifa monocytic. Disamping itu juga terdapat hifa yang tidak terbagi oleh septa atau disebut hifa coenocytic. Fungi dapat hidup sebagai parasit, saprofit maupun bersimbiosis dan hidup di lingkungan yang relatif lembab. Fungi yang bersifat khemoorganotrof memperoleh nutrisinya secara absorpsi dengan bantuan enzim ekstraseluler untuk memecah biomolekul kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi monomernya yang akan diasimilasi menjadi sumber karbon dan energy. Bahan makanan tersebut diurai dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa menjadi senyawa yang dapat diserap dan digunakan untuk tumbuh dan berkembang. Penyerapan makanan juga dilakukan oleh hifa yang terdapat pada permukaan tubuh fungi. Selain itu fungi juga dapat hidup dalam bentuk dimorfisme, yang berarti bahwa fungi tersebut dapat menjadi bentuk uniseluler (yeast) dan bentuk benang/filamen (kapang). Fase yeast timbul bila organisme tersebut berperan sebagai parasit atau patogen dalam jaringan sedangkan bentuk kapang jika fungi tersebut berperan sebagai organisme saprofit. Secara umum fungi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Merupakan organisme eukariotik. Tidak berklorofil uniseluler/multiseluler. Kemoheterotrof Dinding sel terdiri dari zat kitin atau selulosa, maupun keduanya. Nutrisi diserap melalui hifa dan micellium Makanan diserap dalam bentuk glikogen Mampu bereproduksi secara vegetatif dan generatif

ISI

Dinding Sel Fungi Sebagian besar dinding sel fungi mengandung khitin, yang merupakan polimer glukosa derivate dari N-acetylglucosamine. Khitin tersusun pada dinding sel dalam bentuk ikatan mikrofibrillar yang dapat memperkuat dan mempertebal dinding sel. Beberapa polisakarida lainnya, seperti manann, galaktosan, maupun selulosa dapat menggantikan khitin pada dinding sel fungi. Selain khitin, penyusun dinding sel fungi juga terdiri dari 80-90% polisakarida, protein, lemak, polifosfat, dan ion anorganik yang dapat mempererat ikatan antar matriks pada dinding sel. Dinding sel fungi berfungsi untuk melindungi protoplasma dan organel-organel dari lingkungan eksternal. Struktur dinding sel tersebut dapat memberikan bentuk, kekuatan seluler dan sifat interaktif membran plasma. Selain khitin, dinding sel fungi juga tersusun oleh fosfolipid bilayer yang mengandung protein globular. Lapisan tersebut berfungsi sebagai tempat masuknya nutrisi, tempat keluarnya senyawa metabolit sel, dan sebagai penghalang selektif pada proses translokasi. Komponen lain yang menyusun dinding sel fungi adalah antigenik glikoprotein dan aglutinan, senyawa melanins berwarna coklat berfungsi sebagai pigmen hitam. Pigmen tersebut bersifat resisten terhadap enzim lisis, memberikan kekuatan mekanik dan melindungi sel dari sinar UV, radiasi matahari dan pengeringan)

Berdasarkan perbedaan struktur dasarnya, fungi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu cendawan (mushroom), kapang (mold), dan yeast (khamir).

1. Cendawan (Mushroom) Cendawan merupakan salah satu kelompok filum fungi dengan struktur tubuh multiseluler dan memiliki ukuran paling besar atau makroskopis, biasa disebut dengan mushroom. Tubuh cendawan umumnya terdiri dari bagian yang paling menonjol yang disebut badan buah (fruiting

body) dan sering digunakan untuk konsumsi pada cendawan budidaya. Bagian yang disebut dengan badan buah ini terdiri dari holdfast atau bagian jamur yang menempel pada substrat, lamella, dan pileus. Cendawan merupakan organisme yang memiliki inti sel, mampu menghasilkan spora, tidak mempunyai klorofil karena itu jamur mengambil nutrisi secara absorbsi. Pada umumnya cendawan mampu bereproduksi secara seksual dan aseksual, struktur somatiknya terdiri dari filamen yang bercabang-cabang. Cendawan memiliki dinding sel yang terdiri atas kitin, selulosa ataupun keduanya.

Gb.1. Struktur umum cendawan

Gb.2. Kumpulan hifa yang membentuk miselium dan badan buah

2. Kapang (mold) Kapang adalah jenis lain dari fungi, merupakan organisme multiseluler yang memiliki ukuran kecil, sebagian besar memiliki tekstur yang tidak jelas dan biasanya ditemukan pada permukaan makanan yang membusuk atau hangat, dan tempat-tempat lembab. Kapang terdiri dari filamen, dan pertumbuhannya dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah terbentuk akan menampakkan berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Sifat-sifat morfologi kapang, baik penampakan makroskopik maupun mikroskopik, dipergunakan dalam identifikasi dan klasifikasi kapang.

Gb.3. Morfologi kapang Rhizopus sp. Kapang terdiri dari suatu thallus yang tersusun dari filament yang bercabang yang disebut hifa kumpulan dari hifa. Jalinan masa hifa disebut miselium dan hifa dapat berada dalam bentuk menjalar atau menegak, biasanya menghasilan alat-alat pembiakan yaitu spora. Pertumbuhan atau perpanjangan hifa dimulai dengan pembelahan inti yaitu dapat dimulai dari bagian tengah yang disebut pertumbuhan interkalar, atau dari bagian ujung hifa yang disebut pertumbuhan apikal. Hifa ada yang terbagi menjadi sel-sel tunggal oleh dinding yang bersilangan (septa), hifa macam ini disebut hifa monocytic, dan ada juga yang tidak terbagi oleh septa atau disebut hifa coenocytic.

Gb.4. Hifa bersekat (monocytic) dan tidak bersekat (coenocytic).

Septa penyekat hifa pada umumnya memiliki pori yang sangat besar agar ribosom dan mitokondria dan bahkan nukleus dapat mengalir dari satu sel ke sel yang lain. Fungi merupakan organisme yang tidak bergerak, akan tetapi miselium mengatasi ketidakmampuan bergerak itu dengan menjulurkan ujung-ujung hifanya dengan cepat ke tempat yang baru. Hifa dibedakan menjadi dua macam yaitu hifa vegetatif atau hifa pertumbuhan dan hifa fertile yang membentuk bagian reproduksi. Sistem reproduksi pada kapang yaitu reproduksi aseksual dan reproduksi seksual.

Hifa dapat dijadikan sebagai ciri taksonomi pada fungi. Beberapa jenis fungi ada yang memiliki hifa berseptat dan ada yang tidak. Oomycota dan Zygomycota merupakan jenis fungi yang memiliki hifa tidak berseptat, dengan nuklei yang tersebar di sitoplasma. Berbeda dengan kedua jenis tersebut, Ascomycota dan Basidiomycota berasosiasi aseksual dengan hifa berseptat yang memiliki satu atau dua nuklei pada masing-masing segmen. Sebagian besar fungi membentuk dinding selnya terutama dari kitin, suatu polisakarida yang mengandung pigmenpigmen yang kuat namun fleksibel dan pautan di antara gula-gula seperti yang terdapat pada selulosa dan peptidoglikan.

3. Khamir (yeast) Khamir/yeast merupakan fungi makroskopis sel tunggal (uniseluler) yang membentuk tunas dan pseudohifa. Memiliki struktur hifa yang panjang, dapat bersepta atau tidak bersepta dan tumbuh dan berkumpul menjadi miselium. Yeast memiliki ciri khusus bereproduksi secara aseksual dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa khamir dapat bereproduksi secara seksual dengan membentuk aski atau basidia dan dikelompokkan ke dalam Ascomycota dan Basidiomycota. Khamir juga dapat melakukan budding dengan diawali inti sel yang membelah dan berdiferensiasi pada salah satu ujung membentuk individu baru. Dinding sel yeast adalah struktur yang kompleks dan dinamis dan berfungsi dalam menanggapi perubahan lingkungan yang berbeda selama siklus hidupnya. Beberapa jenis yeast umum digunakan untuk membuat roti, fermentasi minuman beralkohol, bahkan digunakan percobaan sel bahan bakar
(biofuel). Khamir yang biasa digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae dalam bentuk ragi.

Gb.5. Yeast (uniseluler fungi)

Gb.6. Pembentukan anakan baru yeast

Reproduksi Fungi Fungi memiliki spora dalam berbagai bentuk dan ukuran, dan dapat dihasilkan secara seksual maupun aseksual. Pada umumnya spora adalah organisme uniseluler , tetapi ada juga spora multiseluler. Spora dihasilkan di dalam atau dari struktur hifa yang terspesalisasi. Ketika kondisi lingkungan memungkinkan, pertumbuhan yang cepat, fungi mengklon diri mereka sendiri dengan cara menghasilkan banyak sekal spora secara aseksual. Selanjutnya spora akan terbawa oleh angin atau air, berikutnya spora-spora tersebut berkecambah jika berada pada tempat yang lembab, permukaan, dan suhu yang sesuai. Beberapa ilmuwan menyimpulkan bahwa spora seksual yang dihasilkan dari peleburan dua nukleus. Ada beberapa spora seksual yaitu: 1. Aksospora: Spora bersel satu ini terbentuk di dalam pundi atau kantung yang dinamakan askus. Biasanya terdapat delapan askospora di dalam setiap askus. 2. Basidiospora: Spora bersel satu ini terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang dinamakan basidium. 3. Zigospora: merupakan spora besar berdinding tebal yang terbentuk apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual serasi, disebut juga gametangin, pada beberapa cendawan melebur. 4. Oospora: Spora ini terbentuk di dalam struktur betina khusus yang disebut ooginium, pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam anteredium mengasilkan oospora.

Nutrisi Pertumbuhan Fungi Dalam kehidupannya, fungi membutuhkan senyawa organik sebagai sumber energinya dan juga untuk biosintesis senyawa-senyawa karbon untuk tumbuh dan berkembang. Fungi menyerap molekul molekul organik sederhana terlarut (monosakarida, asam amino, dan senyawa-senyawa organik) melewati dinding dan membran sel. Pada beberapa kasus fungi memperoleh nutrien terlarutnya dari pemecahan senyawa polimer kompleks yang dilakukan oleh enzim ekstraselulernya depolimerase. Oleh karena itu fungi merupakan organisme pengurai bahan organik utama karena hampir setiap senyawa organik yang ada di alam ini bisa didegradasi oleh fungi.

Mekanisme pengambilan nutrisi : Pencernaan terjadi di luar tubuh (external digestion) sehingga produknya bisa dimanfaatkan oleh organisme lain. Terdapat water films dibutuhkan untuk difusi enzim dan nutrien (hanya berlaku untuk habitat yang relatif lembab, sensitif terhadap kekeringan sebab mereka harus tetap permeabel terhadap air). Pelepasan enzim ekstraseluler ke lingkungan dengan tanpa dapat dikontrol. Misalnya yang terdapat pada Sclerotium rolfsi : yang mensekresi asam oksalik yang mengakibatkan turunnya pH lingkungan hingga 4.0 sementara pH 4.0 merupakan pH terbaik untuk melepas enzim pektik yang mampu mendegradasi lamela tengah dinding sel tanaman. Akibat pengambilan nutrien terus menerus timbul daerah yang miskin substrat di sekitar hifa, merangsang pertumbuhan ujung hifa dan mengarahkan gerakan sitoplasma menuju substrat segar. Sehingga yeast tidak pernah menghasilkan enzim depolimerase karena tidak mampu menghindar dari daerah miskin. Sebagai gantinya mereka lebih menyukai habitat yang kaya akan nutrien terlarut, misal pada daun, permukaan buah dan akar, atau pada membran bermukosa.

Pertahanan teritorial Produksi enzim-enzim depolimerase diatur secara ketat dengan mekanisme kilas balik (feedback mechanisms), sehingga laju produksi enzim seimbang dengan pemecahan produk yang digunakan. Pemecahan senyawa polimer dilakukan oleh enzim yang terikat dinding sel sehingga monomer yang tersedia tidak bisa digunakan oleh organisme lain. Menghasilkan antibiotik sehingga menghambat pertumbuhan organisme lain.

Kebutuhan karbon dan energi Hampir segala bentuk senyawa organik alami dapat digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh beberapa fungi. Hampir semua fungi menggunakan glukosa sementara sebagian yang lain menggunakan maltosa, heksosa, pentosa dan derivat gula (asam dan alkohol). Sejumlah kecil spesies (Leptomitus lacteus) tidak mampu menggunakan glukosa ataupun maltosa namun dapat menggunakan asam lemak, asam organik dan gliserol.

Daftar Pustaka

Campbell, N.A.,J.B.Reece., 2010. Biology 8th Edition. Pearson Education,Inc. San Fransisco.

Schlegel, H. G. dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi umum. UGM Press, Yogyakarta.

http://rydberg.biology.colostate.edu/Phytoremediation/2004/Matt%20website/Documents/Structure.html diakses Kamis 28 Februari 2013

http://www.theuploads.files.wordpress.com/2010/04/fungi.pdf diakses Kamis 28 Februari 2013

Anda mungkin juga menyukai