Anda di halaman 1dari 9

Tanah arab di diami oleh dua kelompok bangsa Arab, yaitu : Bangsa Arab Badawi (kampong) dan Bangsa

Arab kota. Bangsa Arab Badawi adalah Bangsa yang tinggal di padang pasir. Sedangkan Bangsa Arab kota adalah penduduk Arab yang tinggal di kota-kota yang aktif dengan pertanian dan perdagangan. Masyarakat Arab adalah suatu masyarakat yang memiliki system yang baku dalam perkawinan. Mayoritas mereka baru memperistri seorang wanita sesudah mendapat restu keluarga pihak istri. Di antara perilaku buruk masyarakat Arab Jahiliyah adalah menanam bayi perempuan hiduphidup (wadul banat) karena takut hinaan atau noda. Hanya saja tradisi ini tidak memasyarakat di seluruh bangsa Arab. Motif lain dari penanaman bayi perempuan hidup-hidup di kalangan masyarakat kelas bawah adalah karena takut jatuh miskin, terutama di lingkungan masyarakat Bani Asad dan Tamim. Perlakuan terhadap anak laki-laki adalah penuh kasih sayang, kecuali sebagian kecil di lingkungan masyarakat miskin anak laki-laki juga di bunuh. Sedangkan saudara dan keponakan dalam tradisi pada masyarakat Arab Jahiliyah akan selalu ditolong dan dibela baik dalam posisi benar maupun salah. Solidaritas antar sesama anggota satu kabilah sangat kuat,sedang perasaan tersebut terhadap kabilah lain tidak ada. Tenaga mereka habis untuk berperang, oleh karena dua hal: bersaing memperebutkan sarana penghidupan, seperti padang rumput dll dan bersaing memperebutkan kehormatan dan kursi kepemimpinan. Fase kehidupan bangsa Arab tanpa bimbingan wahyu Ilahi dan hidayah sangatlah panjang. Oleh sebab itu, di antara mereka banyak ditemukan tradisi yang sangat buruk. Berikut ini adalah contoh beberapa tradisi buruk masyarakat Arab Jahiliyah. 1. Perjudian atau maisir. Ini merupakan kebiasaan penduduk di daerah perkotaan di Jazirah Arab, seperti Mekkah, Thaif, Shana, Hijr, Yatsrib, dan Dumat al Jandal. 2. Minum arak (khamr) dan berfoya-foya. Meminum arak ini menjadi tradisi di kalangan saudagar, orang-orang kaya, para pembesar, penyair, dan sastrawan di daerah perkotaan. 3. Nikah Istibdha, yaitu jika istri telah suci dari haidnya, sang suami mencarikan untuknya lelaki dari kalangan terkemuka, keturunan baik, dan berkedudukan tinggi untuk menggaulinya. 4. Mengubur anak perempuan hidup-hidup jika seorang suami mengetahui bahwa anak yang lahir adalah perempuan. Karena mereka takut terkena aib karena memiliki anak perempuan. 5. Membunuh anak-anak, jika kemiskinan dan kelaparan mendera mereka, atau bahkan sekedar prasangka bahwa kemiskinan akan mereka alami.

6.

Ber-tabarruj (bersolek). Para wanita terbiasa bersolek dan keluar rumah sambil menampakkan kecantikannya, lalu berjalan di tengah kaum lelaki dengan berlengak-lenggok, agar orang-orang memujinya.

7.

Lelaki yang mengambil wanita sebagai gundik, atau sebaliknya, lalu melakukan hubungan seksual secara terselubung.

8.

Prostitusi. Memasang tanda atau bendera merah di pintu rumah seorang wanita menandakan bahwa wanita itu adalah pelacur.

9.

Fanatisme kabilah atau kaum.

10. Berperang dan saling bermusuhan untuk merampas dan menjarah harta benda dari kaum lainnya. Kabilah yang kuat akan menguasai kabilah yang lemah untuk merampas harta benda mereka. 11. Orang-orang yang merdeka lebih memilih berdagang, menunggang kuda, berperang, bersyair, dan saling menyombongkan keturunan dan harta. Sedang budak-budak mereka diperintah untuk bekerja yang lebih keras dan sulit. MASA KECIL NABI Rosul tidak menyusu pada ibunya,melainkan disusukan kepada orang lain,yaitu kepada Halimatussadiyah selama dua tahun.Pada nabi berusia tiga tahunan,ada yang melihat bahwa ada dua orang datang pada Nabi dan membelah perutnya serta mengambil sesuatu dari dalamnya. Ketika Nabi berusia 6 tahun, Aminah membawanya ke Medinah untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar serta berziarah kemakam ayahnya.Tetapi ditengah perjalanan tepatnya di Abwa Aminah mengalami sakit dan akhirnya meninggal dunia. Nabi kemudian di bawah asuhan kakeknya, Abdl-Muttalib. Tetapi orang tua itu juga meninggal tak lama kemudian, dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia, sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.Kemudian pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib. Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau Abdl-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib. Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti Abdl-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang lebih menarik hati pamannya. Ketika usia Nabi baru duabelas tahun, ia turut dalam rombongan kafilah dagang bersama Abu Talib ke negeri Syam. Diceritakan, bahwa dalam perjalanan inilah ia bertemu dengan rahib

Bahira, dan bahwa rahib itu telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadap dia.Muhammad yang tinggal dengan pamannya, menerima apa adanya. Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusia.

Perang Fijar Perang fijar ini terjadi ketika Nabi berusia antara limabelas tahun sampai duapuluh tahun. Beberapa tahun sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang Fijar itu dengan berkata: Aku mengikutinya bersama dengan paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu; sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan. Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu .Pemikiran dan perenungan itulah yang membuat beliau jauh dari segala perkara nafsu duniawi. Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa yang kuat. sehingga orang dapat mengetahui: bagaimana ia memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin. Peristiwa Turunnya Wahyu Aisyah ra menceritakan, peristiwa menjelang kenabian dan saat wahyu pertama diturunkan Malaikat Jibril as, ia mengatakan: Peristiwa yang mengawali turunnya wahyu kepada Rasulullah yaitu mimpi yang benar dalam tidur. Beliau tidak memimpikan sesuatu kecuali mimpi itu datang bagaikan cahaya Subuh. (HR Bukhori dalam at-Tafsir no. 4953. Lihat Shahih Sirah, karya Syaikh al Albani, hlm. 84) Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam suka berkhalwat (menyendiri) bertempat di dalam Gua Hira. Di sanalah beliau bertahannuts (yaitu beribadah) selama beberapa malam sebelum pulang ke keluarganya dan mengambil bekal lagi untuk beribadah, kemudian kembali lagi ke Khadijah serta mengambil bekal lagi untuk itu. Peristiwa ini berulang terus sampai al haq datang kepadanya. Namun tidak ada riwayat yang menjelaskan cara beliau beribadah pada waktu itu. (Sirah an Nabawiyah ash Shahihah, hlm. 125) Malaikat Jibril mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan mengatakan:

Bacalah! Nabi menjawab, Saya tidak bisa membaca, beliau mengatakan, Lalu Malaikat Jibril merangkulku, sampai aku merasa kepayahan, kemudian dia melepasku dan mengatakan: Bacalah! Nabi menjawab, Saya tidak bisa membaca, dia merangkulku untuk kedua kalinya sampai aku merasa kepayahan, kemudian dia melepasku dan mengatakan: Bacalah! Nabi menjawab, Saya tidak bisa membaca, dia merangkulku untuk yang ketiga kalinya, sampai aku merasa kepayahan, kemudian dia melepasku dan mengatakan: Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Rabb-mulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al Alaq [96] : 1-5) Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pulang dengan hati gemetar. Beliau masuk ke Khadijah binti Khuwailid dan berseru: Selimuti aku! Selimuti aku! Kemudian beliau diselimuti sampai rasa takutnya hilang. Beliau menceritakan apa yang dialaminya kepada Khadijah, kemudian beliau berkata: Aku mengkhawatirkan diriku sendiri. Khadijah berkata seraya menghibur: Sama sekali tidak. Bergembiralah demi Allah! Allah tidak akan membinasakanmu selama-lamanya. Karena engkau menyambung tali silaturrahim, berkata jujur, menghormati tamu, mampu menahan beban (tidak berkeluh kesah),membantu orang yang tidak punya serta menolong duta-duta kebenaran. Lalu Khadijah membawanya mendatangi Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uza sepupu Khadijah, yaitu anak dari saudra bapaknya. Pada masa jahiluyah, Waraqah ini penganut agama Nasrani. Dia bisa menulis kitab dalam bahasa Ibrani. Dia menulis Injil dalam bahasa Ibrani, sesuai dengan kehendak Allah. Dia sudah lanjut usia dan buta. Khadijah berkata kepadanya: Wahai anak pamanku (sepupuku). Dengarkanlah cerita anak saudaramu ini, Waraqah menyahut, Wahai anak saudaraku! Apa yang engkau lihat? Maka Rasulullah mulai menceritakan apa yang dilihatnya. Setelah mendengar cerita itu, Waraqah berkata: Ini adalah an Namus yang pernah turun kepada Nabi Musa as. Seandainya aku masih muda saat itu, seandainya aku masih hidup dikala engkau diusir oleh kaummu, (mendengar ini) Rasulullah bertanya, Apakah mereka akan mengusirku?, Waraqah menjawab, Ya. Tidak seorang pun yang datang membawa seperti apa yang engkau bawa, kecuali dia akan dianiaya. Seandainya aku masih mendapatkan zamanmu, pasti aku akan benar-benar menolongmu, dan tak lama kemudian Waraqah meninggal. DAKWAH DI MEKKAH Dakwah Rasulullah di Kota Mekkah kurang lebih berlangsung selama tigabelas tahun. Masyarakat Mekkah pada masa itu adalah masyarakat jahiliyah. Tidak mudah bagi Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan karena ia banyak dicaci mengenai agama Islam yang ia sebarkan.

Rasulullah berdakwah di Mekkah diawali dengan turunnya wahyu Allah swt. yang merupakan penggalan ayat dari surat Al-Alaq yang menyuruhnya untuk membaca (iqra). Ketika itu ia sedang berada di Gua Hira, menyendiri di sana menjauhi kehidupan duniawi. Kedatangan Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu tersebut mengejutkannya, beliau akhirnya untuk memutuskan pulang ke rumahnya. Di rumahnya ia meminta untuk oleh istrinya, Khadijah, agar hilang rasa terkejutnya. Maka Khadijah pun menyelimutinya sampai rasa terkejutnya hilang. Pada kondisi tersebut, datanglah Jibril lagi untuk membawakan wahyu yang menyuruh Rasulullah untuk bangun dan tidak takut. Wahyu tersebut adalah surat Al-Muddatsir. Semenjak saat itu, Rasulullah mulai untuk berdakwah kepada masyarakat Mekkah akan ajaran agama Islam. Namun hal tersebut tidak mudah mengingat Mekkah adalah pusat kegiatan masyarakat Arab, di mana terdapat Kabah yang pada masa itu berisikan patung-patung berhala yang menjadi pemujaan masyarakat. Metode dakwah Rasulullah di Mekkah dibagi menjadi dua, yaitu dakwah secara terang-terangan dan dakwah secara sembunyi-sembunyi. A. Dakwah Secara Sembunyi-Sembunyi Dakwah secara sembunyi-sembunyi dilakukan Rasulullah setelah beliau menerima wahyu dari Jibril. Metode ini dilakukan selama kurang lebih tiga tahun. Rasulullah pergi dari satu pintu ke pintu lain, satu individu ke individu lain untuk menyebarkan ajaran Islam dan mengajak masyarakat Mekkah untuk kembali ke jalan kebaikan. Pada tahapan dakwah ini, orang-orang yang diajak untuk memeluk agama Islam adalah orang-orang yang dekat dengan Rasul dan juga orang-orang yang dipercaya dapat menjaga rahasia. Orang-orang ini disebut sebagai As-sabiqunal Awwalun atau orangorang yang pertama masuk Islam. Mereka adalah Siti Khadijah, Zaid bin Harits, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar As-Sidiq. B. Dakwah Secara Terang-Terangan Setelah mendapat dukungan dari para sahabat dan pengikutnya, Rasulullah akhirnya memberanikan diri untuk meluaskan penyebaran ajaran Islam ke seluruh penjuru Jazirah

Arab. Hal ini tentu dilakukannya dengan bantuan para sahabat yang senantiasa berada di sisinya. Dakwah secara terang-terangan ini mendapat banyak rintangan dan cobaan, terutama dari kaum kafir Quraisy yang tidak suka akan dakwah Rasulullah. Mereka selalu mencari cara untuk menghentikan dakwah Rasul, entah dengan kekerasan atau dengan metode lainnya. Rasulullah kerap menerima caci maki dan lemparan batu atau kotoran unta ketika beliau sedang berdakwah atau beribadah. Tak jarang pengikut Rasul yang berstatus budak seorang Quraisy mendapat perlakuan buruk akibat agamanya, misalnya Bilal. Namun Bilal tidak patah semangat dan tetap memperjuangkan keIslamannya hingga akhir. Cobaan lain yang Rasulullah terima pada masa ini adalah meninggalnya paman kesayangannya, Abu Thalib dan istri tercintanya, Siti Khadijah. Hal ini sangat memukul mental Rasulullah, dan kaum Quraisy langsung melonjak begitu kedua pilar Rasulullah itu tumbang. Selanjutnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah, tanpa mengetahui kondisi di sana, apakah akan diterima atau tidak. Dakwah Rasulullah di Mekkah sangat memakan banyak pengorbanan, namun tidak ada yang meminta pamrih akan pengorbanan mereka tersebut. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah Dakwah Rasulullah periode Madinah, dimulai dari peristiwa Hijrah. Hijrah tersebut merupakan peristiwa terpenting dalam sejarah Madinah sehubungan dengan pembangunan agama Islam. Di kota ini Nabi Muhammad mendirikan Masjid Nabawy dan sekaligue mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Kaum Ansar. Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah. Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan. Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab. Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah. Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaranajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat. Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka. Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi. Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk: Membela diri, kehormatan, dan harta. Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya. Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi. Peperangan yang dilakukan Rasulullah selama periode dakwah di Madinah, antara lain perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq. Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi Penyebaran Islam, yang meski pada awalnya banyak tantangan, pada periode awal ini berjalan sangat pesat. Dalam waktu 30 tahun Islam telah menyebar ke seluruh Semenanjung Arabia, Palestina, Suria, Irak, Persia, dan Mesir. Hal ini karena Islam selalu disebarkan dengan cara damai melalui jalan dakwah dan tidak memaksakan ajaran-ajaran Islam pada penduduknya. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar Islam yang tidak membenarkan adanya pemaksaan dalam agama (QS 2:256) KHULAFAUR-RASYIDIN Khulafaur-Rasyidin berasal dari kata khulafa dan ar-rasyidin. Kata khulafa, merupakan jamak dari kata khalifah artinya pengganti sedangkan kata ar-rasyidin artinya mendapat petunjuk. Jadi khulafaurrasyidin menurut bahasa adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin atau penguasa yang selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT. Khulafaurrasyidin menurut istilah

adalah pemimpin umat dan kepala negara yang telah mendapat petunjuk dari Allah SWT. untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad saw. Masa pemerintahan khulafaurrasyidin adalah empat khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah SAW : Abu Bakar Ash-Shidiq (632 634 M) Ia adalah sahabat nabi yang paling setia dan terdepan dalam membela Nabi Muhammad dan para pemeluk Islam. Ia juga orang yang ditunjuk Nabi SAW untuk menemani hijrah ke Yatsrib (Madinah). Ketika Nabi SAW sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk untuk menggantikan beliau sebagai imam dalam shalat. Karena hal ini kemudian dianggap sebagai petunjuk agar Abu Bakar nantinya yang akan menggantikan kepemimpinan Islam sesudah Nabi SAW wafat. Umar bin Khattab (634 644 M) Pengangkatan Umar menjadi khalifah adalah berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai- ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman). Utsman bin Affan (644 655 M) Pengangkatan Utsman tidak seperti pengangkatan khalifah sebelumnya,Ustman diangkat menjadi khalifah setelah diadakan musyawarah oleh para sahabat yang ditunjuk oleh Umar melalui surat wasiatnya. Hal tersebut dilakukan setelah Uhtmar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abu Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi tholib. Ali bin Abi Thalib (655 661 M) Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Namun demikian, kemudian timbullah persoalan ketika Ali mulai mengeluarkan kebijakasanaan baru sebagai khalifah. Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin

bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.

Anda mungkin juga menyukai