Anda di halaman 1dari 12

Definisi Hukum Acara Perdata

Hukum adalah aturan yang berlaku dalam masyarakat yang berisi perintah dan larangan, jika dilanggar mendapatkan sanksi. Hukum menurut cara mempertahankannya terbagi atas 2 yaitu hukum materil dan hukum formil. 1. Hukum materil adalah hukum yang mengatur hubungan antara masyarakat dengan masyarakat dan masyarakat dengan Negara, didalamnya berisi tentang perbuatan mana yang harus dilakukan (gebod), perbuatan yang dilarang (verbob) dan yang dibolehkan (mogen). Sedangkan 2. hukum formil adalah hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan kaidah hukum materil. Adapun beberapa pengertian hukum acara perdata menurut beberapa pakar hukum: 1. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, bahwa hukum acara perdata sebagai rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata. 2. Prof. Dr. Sudikno Mertukusumo, SH Memberi batasan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur perantaraan hakim. Dengan perkataan lain, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menetukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata material. Lebih kongkrit lagi dapatlah dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya, dan pelaksanaan dari pada putusannya. [2] Dengan tanpa memberikan suatu batasan tertentu, tapi melalui visi tugas dan peranan hakim 3. Prof. Dr. R. Supomo, SH menjelaskan bahwasanya dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijk rechtsorde) menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara. Bertitik tolak dari pergertian tersebut, maka hukum acara perdata merupakan aturan yang diberlakukan dalam proses beracara di pengadilan guna mempertahankan hukum materil.

Sumber Hukum Acara perdata Hukum dan sumber hukum mempunyai perbedaan yang signifikan. Namun keduanya memiliki kesamaan yaitu berlaku dalam masyarakat. Hukum sudah pasti sumber hukum, akan tetapi, sumber hukum belum tentu hukum. Hukum merupakan tempat kita dapat menemukan hukum, sedangkan sumber hukum adalah tempat di mana kita melihat perwujudan hukum atau segala sesuatu yang dapat menimbulkan, menggali atau melahirkan hukum.[3] Doktrin dan surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) bukanlah hukum, tapi merupakan sumber hukum. Secara umum sumber hukum formal yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Undang-Undang (Statute) Kebiasaan atau adat (custom) Traktat (treaty) Yurisprudensi (case law, Judge Made law) Pendapat ahli hukum (doctrine)

Peraturan hukum acara perdata yang sekarang berlaku di negara kita masih belum terhimpun dalam satu kodifikasi[4], melainkan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik produk colonial belanda maupun produk nasional setelah Indonesia merdeka. Berdasarkan ketentuan yang telah dimuat dalam pasal 5 undang-undang Darurat No. 1/1951, maka hukum acara perdata yang berlaku di Negara kita adalah yang termuat di dalam: 1. HIR (Het Herzeine Indonesiche Reglement/Reglemen Indonesia yang diperbaharui) merupakan hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah pulau Jawa dan Madura. 2. RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten/Reglemen daerah sekarang) adalah hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar pulau Jawa dan Madura. Dengan demikian peraturan hukum acara perdata belum bersifat unifikasi[5] yang berlaku secara menyeluruh di Indonesia, tetapi masih bersifat dualistis, yaitu sebagian berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura (HIR) dan sebagian berlaku di luar wilayah Jawa dan Madura (RBg). Menurut Supomo, dengan dihapuskannya Raad Justitie dan Hooggerechtshof, maka Rv sudah tidak berlaku lagi, demikian HIR dan RBG saja yang berlaku. Selain ketentuan di atas, sumber hukum acara perdata dapat juga ditemukan di dalam: 1. Rv (Reglement op de burgerliijke rechtvordering) merupakan hukum acara perdata untuk golongan Eropa yang sekarang sudah tidak berlaku lagi. 2. KUH perdata buku IV tentang pembuktian dan Daluwarsa (pasal 1865 1945). 3. Wvk (wetboek van koophandel) 4. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman yang merupakan revisi dari UU No. 4 tahun 2004 dan UU No. 14 Tahun 1970 yang telah mengalami perubahan dengan UU No. 35 Tahun 1999. 5. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP no. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang perkawinan. 6. Undang-undang No. 50 tahun 2009 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan UU no 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 7. Undang-Undang tentang peradilan umum 8. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 dan UndangUndang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 9. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen 10. Yurisprudensi. Istilah yurisprudensi berasal dari istilah Latin, Jursiprudentia dan Jurisprudentie. Jursiprudentia artinya ilmu pengetahuan sedangkan Jurisprudentie adalah peradilan atau ajaran hukum yang terbentuk oleh peradilan. Di Indonesia yurisprudensi diartikan sebagai putusan-putusan pengadilan, maksudnya bahwa putusan Hakim terdahulu dapat dijadikan sebagai sumber hukum dalam pemeriksaan perkara perdata di Pengadilan. 11. Kebiasaan (hukum tidak tertulis). Hukum kebiasaan adalah himpunan kaidah yang tidak dibentuk oeh badan legislatif, namun dalam realita tetap ditaati oleh sekelompok orang sesuai dengan adat masing-masing. [6]Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa adat merupakan sumber dari pada hukum acara perdata. Hukum adat yang dianut oleh Hakim pastinya berbeda dan bertentangan dalam pemeriksaan perkara perdata, mengingat bahwa Indonesia adalah Negara yang majemuk yang memiliki keanekaragaman adat istiadat.

12. Doktrin. Doktrin adalah pendapat para pakar, tidak hanya dari bidang hukum akan tetapi ahli dari bidang yang lain pun dapat dijadikan dasar bagi hakim dalam mengeluarkan putusan. 13. Traktat. Yang dimaksud dengan traktat adalah perjanjian antar Negara (perjanjian internasional). Antara lain kesepakatan mengadakan kerja sama dalam menyampaikan dokumen pengadilan dan memperoleh bukti perkara perdata maupun dagang.

USUNAN BADAN PERADILAN

Istilah Peradilan dan Pengadilan adalah memiliki makna dan pengertian yang berbeda, perbedaannya adalah : 1. Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechtspraak dalam bahasa Belanda yang meksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan. 2. Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan rechtbank dalam bahasa Belanda yang dimaksud adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Kata Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni adil yang memiliki pengertian: a. Proses mengadili. b. Upaya untuk mencari keadilan. c. Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan. d. Berdasar hukum yang berlaku.

Sistem peradilan dapat ditinjau dari beberapa segi. Pertama, segala sesuatu berkenaan dengan penyelenggaraan peradilan. Di sini, sistem peradilan akan mencakup kelembagaan, sumber daya, tata cara, prasarana dan sarana, dan lain lain. Kedua, sistem peradilan diartikan sebagai proses mengadili (memeriksa dan memutus perkara).

II.1 Kelembagaan Peradilan Kelembagaan peradilan dapat dibedakan antara susunan horizontal dan vertikal. [3] Susunan horizontal menyangkut berbagai lingkungan badan peradilan (peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan peradilan pajak). Selain itu ada juga

badan peradilan khusus dalam lingkungan peradilan umum, dan Mahkamah Konstitusi. Khusus untuk daerah Nanggroe Aceh Darussalam diadakan pula badan peradilan yaitu Mahkamah Syariah dan Mahkamah Syariah Propinsi. Susunan vertikal adalah susunan tingkat pertama, banding dan kasasi. Terhadap susunan horizontal didapati pemikiran untuk mengadakan lingkungan baru baik yang mandiri maupun yang berada dalam lingkungan yang sudah ada. Lingkungan badan peradilan untuk perkara perkara sederhana berkaitan dengan sususan vertikal, yaitu kalaupun ada banding hanya ke pengadilan negeri. Hal serupa untuk perkara perkara sederhana ini sekaligus berkaitan dengan susunan vertikal yaitu kalaupun ada banding hanya ke pengadilan negeri. Hal serupa untuk perkara perkara di bidang kekeluargaan seperti perceraian, hak pemeliharaan anak, pembagian kekayaan bersama, atau warisan. Untuk perkara perceraian dan hak pemeliharaan anak tidak perlu sampai tingkat kasasi, cukup sampai pemeriksaan tingkat banding. Dengan begini, setidaknya ada dua hal yang dapat dicapai dari sistem ini;

pertama, bagi pencari keadilan akan cepat sampai pada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (kepastian hukum). kedua, sebagai cara membatasi kasasi. Dengan cara ini dapat dihindari bertumpuk tumpuknya permohonan kasasi.

Pada saat ini ada beberapa peradilan khusus dalam lingkungan peradilan umum yaitu pengadilan niaga, pengadilan ad hoc HAM, Pengadilan korupsi, dan pengadilan hubungan industrial. Ada pula kekhususan dalam pemeriksaan perkara anak anak yaitu peradilan anak yang diadakan pada setiap badan peradilan mulai dari pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung. Tetapi, peradilan anak bukan merupakan lingkungan khusus (pengadilan). Kekhususannya hanya mengenai hakim khusus (hakim anak yang ditetapkan ketua Mahkamah Agung) dan tata cara pemeriksaan khusus.[4]

II.2 Dasar Hukum 1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Sebelum amandemen, lembaga peradilan di Indonesia hanya berpusat pada satu, yaitu Mahkamah Agung (pasal 24). Selain itu, tidak diatur mengenai independensi lembaga peradilan. Setelah amandemen, lembaga peradilan Indonesia dijalankan oleh dua lembaga, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (pasal 24, 24A, 24B, 24C). selain itu ditegaskan bahwa lembaga peradilan memiliki independensi (kebebasan kekuasaan kehakiman atau the independence of the judiciary)[5]. 1. Undang Undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48/2009) 2. Undang Undang Mahkamah Agung (UU No. 14/1985 jo UU No. 5/2004 jo UU No. 3/2009) 3. Undang Undang Mahkamah Konstitusi (UU No. 24/2003)

4. Undang Undang Peradilan Umum (UU No. 2/1986 jo UU No. 8/2004 jo UU No. 49/2009) 5. Undang Undang Peradilan Agama (UU No. 7/1989 jo UU No. 3/2006 jo UU No. 50/2009) 6. Undang Undang Peradilan Tata Usaha Negara (UU No. 5/1986 jo UU No. 9/2004) 7. Undang Undang Peradilan Militer (UU No. 31/1997)

II.3 Lembaga Peradilan Indonesia Badan Peradilan yang Berada di bawah Mahkamah Agung Meliputi badan Peradilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, sesuai dengan amandemen UUD 1945, ada Mahkamah Konstitusi yang juga menjalankan kekuasaan kehakiman bersama sama dengan Mahkamah Agung.

A. Mahkamah Agung Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah: * Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UndangUndang * Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi * Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi

B. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:

Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik,

memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lain.Komisi Yudisial terdiri dari pimpinan dan anggota. Pimpinan Komisi Yudisial terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap anggota. Komisi Yudisial mempunyai 7 orang anggota, yang merupakan pejabat negara yang direkrut dari mantan hakim, praktis hukum, akademis hukum, dan anggota masyarakat

C. Peradilan Umum Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Peradilan umum meliputi: 1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita. Pengadilan Negeri di masa kolonial Hindia Belanda disebut landraad.[6]

1. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya. Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.

D. Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang. Lingkungan Peradilan Agama meliputi:

Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang untuk mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.

Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang untuk mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya. Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.

Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.

Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
o o o o

Perkawinan warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam wakaf dan shadaqah ekonomi syariah

Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.

E. Peradilan Militer Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana militer. Peradilan Militer meliputi: 1. Pengadilan Militer

Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah. Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum Pengadilan Militer ditetapkan melalui Keputusan Panglima. Apabila perlu, Pengadilan Militer dapat bersidang di luar tempat kedudukannya bahkan di luar daerah hukumnya atas izin Kepala Pengadilan Militer Utama. 1. Pengadilan Militer Tinggi Pengadilan Militer Tinggi merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Mayor ke atas. Selain itu, Pengadilan Militer Tinggi juga memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. Pengadilan Militer Tinggi juga dapat memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya. 1. Pengadilan Militer Utama Pengadilan Militer Utama merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding. Selain itu, Pengadilan Militer Utama juga dapat memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan, antar Pengadilan Militer Tinggi, dan antara Pengadilan Militer Tinggi dengan Pengadilan Militer.

F. Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara meliputi: 1. Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. 1. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding. Selain itu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTTUN dan Wakil Ketua PTTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.

Pengertian gugatan

Sudikno Mertokusumo : tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main Hakim sendiri (eigenrichting) Darwan Prinst : suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut. Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Psl 1 angka 2 tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Gugatan pada prinsipnya didefinisikan merupakan tuntutan hukum guna pemenuhan hak dan kewajiban tertentu, yang diajukan oleh seseorang atau lebih (sebagai Penggugat) terhadap seseorang/suatu badan hukum atau lebih (sebagai Tergugat). Gugatan dapat diajukan, baik itu secara secara lisan (Pasal 120 HIR) ataupun tertulis (Pasal 118 HIR), oleh seseorang/pihak yang dirugikan.

Syarat dan isi gugatan

Syarat gugatan :

1. Gugatan dalam bentuk tertulis( ps 118 ayat 1 HIR/142 ayat 1 RBG )G.Lisan ps 120 HIR/144 RBG ) 2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan hk.( Point dinteres point d action asas Legitima persona standi in judicio . 3. Diajukan ke pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus

Isi gugatan : Menurut Pasal 8 ayat 3 Rv gugatan memuat :

1. Identitas para pihak 2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang : 1).kejadian2/peristiwanya ( feitelijke gronden )menjelaskan ddknya perk dan 2) menguraikan ttg hukumnya ( recht s gronden ) yi uraian ttg adanya hak atau hub.hk yg menjadi dasar yuridis gugatan. 3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan tuntutan subsider/tambahan Teori pembuatan gugatan

Ada 2 teori tentang bagaimana menyusun sebuah surat gugatan yaitu :

1. Substantieserings theorie yaitu membuat surat gugatan dengan menguraikan rentetan kejadian nyata yang mendahului peristiwa yang menjadi dasar gugatan. 2. Individualiserings theorie yaitu hanya memuat kejadian-kejadian yang cukup menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan SYARAT MATERIIL HIR & RBG hanya mengatur cara mengajukan 118 &120 , Isinya tdk, Bgmn menurut Yurisprudensi MA ?

Menurut Yurisprudensi MA No.547K/SIP/1972 pd dsrnya org bebas menyusun dan merumuskan SG, asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materiil yg menjadi dsr tuntutan ( gugatan ) Syarat Formil yi syarat utk memenuhi ketentuan Tatib beracara yg ditentukan UU

Bgmn kalau sy formil G tdk dipenuhi ? Syarat Formil tdk dipenuhi maka akan Mengakibatkan gugatan tdk sah Gugatan dinyatakan tdk dpt diterima ( Niet onvankelijke Verklaard ) atau Pengad tdk berwenang mengadili

Syarat Formil yg harus dipenuhi : 1. Tdk melanggar Kompetensi Absolut & Relatif, 2. Gugatan tdk Error in Persona .Contohnya : P tdk cakap / tdk punya kepentingan hk yg cukup, yg ditarik sbg Pihak2 nya tdk lengkap Plurium litis consortium 3. Gugatan harus jelas dan tegas ( ps 8 RV ) tdk obscuur Libel , Misalnya :1.Posita tdk menjelaskan kejadian serta dasar hukum tuntutan dlm gugatan,2.Tdk jelas obj G,3. posita bertentangan dgn petitum,4.petitum tdk terinci tp hanya Kompositur ( Ex aequo et bono ) 4. Tdk melanggar azas nebis in idem ( ps 1917 BW & yurisprudensi MA ( S,O,&Pokok Perkaranya sama dimana perk Pertama sdh ada put yg MKHT yg bersifat positif /negatif ( Mengabulkan/menolak G). 5. G tdk Prematur/ blm waktunya diajukan G, 6. Tdk menggugat sesuatu yg telah dihapuskan/dikesampingkan oleh P P telah menghapuskan sendiri haknya dgn cara penolakan, ataupun krn Verjaring ( daluwarsa ) T.H yg bersifat perdata Verjaringnya 30 th 7. Aanhanging geding /Rei Judicata deductae apa yg digugat sekarang masih tergantung pemeriksaannya dlm proses peradilan banding, Kasasi, PK Syarat Formil G menurut Ridwan halim : 1. 2. 3. 4. Diajukan scr tertulis dlm bentuk SG, Ditujukan Ke pengad yg berwenang Memuat identifikasi yg lengkap P & T Memuat dsr/alasan tuntutan ( Posita/FP) dan Petitum yg memenuhi syarat sbb :

a.Jelas & Terang maksudnya, b.Rasional, c.dgn fakta & bukti2 yg autentik/asli d.kejadian materiil yg lengkap &inheren shg kebenarannya dpt dibuktikan dr seluruh bag G

e). tdk memuat unsur penipuan/pemalsuan bukti/pemutar balikan fakta, F).Dilandasi dgn dsr-dsr hk yg rasional dan bukan dibuat-buat atau dicari-cari sekenanya, G).Tuntutan yg Layak/Wajar berdsrk bukti 2 yg tdk mengandung unsur pemerasan,kesewenang-wenangan.

Penggugat dlm Petitum selain mengajukan Petitum Pokok ( Primer ) dpt pula disertai dgn Petitum Tambahan/pelengkap ( acessoir ) dan Tunt Pengganti/subsider 1. Pet.Pok( Tunt.Pok tunt utama yg diminta oleh P utk diputuskan oleh Pengad yg berkaitan langsung dgn pokok perk yg disengketakan. Misal : T hutang pd P belum mengembalikanmeski sdh ditagih dan sdh jatuh tempo ( WP ). Pet.Pok P adalah Pemenuhan perjanjian. Perkara Waris Membagi HW 2. Tunt Tambahan ( Acessoir ) ad Tunt yg sifatnya melengkapi atau sbg tambahan dr Tunt Pok.

Contoh yg Tunt Termasuk tuntutan Tambahan a. Menghukum T membayar biaya perkara, b. Menyatakan Put dpt dilaksanakan terlebih dulu ( serta Merta ) Uit Voerbaar bij voorraad c. Menghukum T membayar bunga ( moratoir ) sebesar 2 % perbulan, ( costen Schaden,en interesten ) d. Menghukum T membayar Dwangsom/Astreinte tiap hari sebesar Rp.100.000,- sejak put berkekuatan hk tetap. e. Menghukum T membayar uang Nafkah idah sebesar 600 Jt dan Mutah sebesar 400 Jt Kpd Termohon yg dibayar setelah pemohon mengucapkan ikrar talak di muka persidangan. f. Menghukum T untuk menyerahkan 1/2 Harta bersama

Anda mungkin juga menyukai