Anda di halaman 1dari 4

Heritage dan Kaitannya Dengan Arsitektur Perkotaan posted Apr 7, 2010 12:36 AM by Marthin Budiawan [ updated Apr 7, 2010

12:52 AM ] * Sebagai tugas Studi Dasar Arsitektur 2

Kota terus berkembang seiring berjalannya waktu. Banyak bangunan bangunan baru bermunculan untuk menunjang kegiatan di dalam perkotaan. Namun, perkembangan kota yang terlalu pesat menyebabkan tidak terkontrolnya pertumbuhan bangunan bangunan baru. Berbagai gaya arsitektural muncul dalam kota sebagai bentuk nyata perkembangan kota yang tidak mau kalah dengan kota kota lain disekitarnya dan sebagai bentuk modernisasi kota itu. Perkembangan kota yang seperti itu menyebabkan kecemasan karena bangunan bangunan lama yang memiliki nilai sejarah atau yang menjadi ciri khas suatu kota bisa hilang karena adanya bangunan baru dengan keseragaman dan globalisasi dalam desain yang pada akhirnya merusak karakter lingkungan kota itu.

Untuk mencegah hilangnya bangunan bangunan dengan nilai sejarah tinggi pada sebuah kota, para perancang kota mulai bekerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk mempertahankan dan melestarikan kota lama yang dimiliki pada kota tersebut. Dengan bantuan Pemerintah Daerah maka kota lama itu dijadikan heritage area, yang diharapkan dapat diperhatikan dengan lebih sehingga pada akhirnya memiliki nilai lebih pula. Dengan adanya heritage area ini maka karakter kota tidak akan pudar walaupun perkembangan kota keluar dari konteks karakter kota yang sesungguhnya. Kawasan kota lama akan tetap hidup dan memiliki nilai historis tersendiri bahkan mampu dijadikan sebagai pribadi sesungguhnya dari sebuah kota.

Dengan adanya heritage area, Pemerintah Daerah mulai serius dalam usaha menjaga kota lama supaya tidak terkena perubahan globalisasi. Muncul banyak undang undang untuk melindungi kawasan kota tua itu. Salah satu undang undang yang paling utama adalah Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya.

Dalam undang undang tersebut dijelaskan bahwa benda cagar budaya adalah: benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) tahun, atau

mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan , dan kebudayaan. Disebutkan pula bahwa tujuan dari undang undang ini adalah melestarikan dan memanfaatkan benda cagar budaya untuk memajukan kebudayaan nasional. Dengan pengertian yang kuat dan tujuan yang jelas akan benda cagar budaya, maka kawasan heritage akan menjadi lebih mudah diindentifikasi dan lebih mudah ditindak lanjuti untuk segera dilestarikan dan dirawat.

Bentuk bentuk pelestarian bangunan

Bangunan bangunan yang termasuk dalam heritage kadang kala mengalami kerusakan akibat termakan usia atau kurangnya perawatan yang dilakukan. Kerusakan sedikit saja pada bangunan tentu mengurangi nilai historis pada bangunan itu. Karena itu perlu adanya perbaikan pada bagian bagian yang rusak sehingga kesan historis bangunan dapat utuh kembali.

Sebuah piagam bernama Charter for the Conservation of Places of Cultural Significance ( Burra Charter) dari Australia melandasi bentuk bentuk perbaikan bangunan dengan nilai historis. Batasan batasan istilah tentang pengerian pelestarian bangunan adalah sebagai berikut :

a. Konservasi, adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna budayanya tetap terpelihara. Ini meliputi pemeliharaan dan sesuai dengan keadaan yang meliputi Preservasi, Restorasi, Rekonstruksi dan Adaptasi.

b. Pemeliharaan adalah perawatan yang terus menerus dari bangunan , makna dan penataan suatu tenmpat dan harus dibedakan dari perbaikan. Perbaikan mencakup restorasi dan rekonstruksi dan harus dilaksanakan sesuai dengannya.

c. Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan ) yang telah dibangun disuatu tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah penghancuran.

d. Restorasi adalah mengembalikan yang telah dibangun di suatu tempat ke kondisi semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau membangun kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.

e. Rekonstruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan baru atau lama.

f. Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat digabungkan.

Dalam SK Gubernur Nomor D/IV/ 6098/d/33/1975 jo Perda Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Bangunan Cagar Budaya. Bangunan cagar budaya dibagi dalam empat golongan, A sampai D. Bangunan golongan A tidak boleh ditambah, diubah, dibongkar, atau dibangun baru. Untuk golongan B, bangunan di bagian badan utama, struktur utama, atap, dan pola tampak muka tidak boleh diubah alias harus sesuai bentuk asli. Pada golongan C, bangunan boleh diubah atau dibangun baru, tetapi dalam perubahan itu harus disesuaikan dengan pola bangunan sekitarnya. Bangunan golongan D boleh diubah sesuai dengan keinginan pemilik, tapi harus sesuai dengan perencanaan kota.

Peran arsitek dalam pelestarian bangunan historis

Arsitek perlu ambil bagian dalam usaha melestarikan bangunan bangunan dengan bersejarah. Bangunan tersebut menjadi tanggung jawab arsitek karena arsitek memahami bagaimana sebuah bangunan dibentuk dan menjadi jiwa bagi lingkungannya. Pemahaman yang dalam akan nilai sejarah bangunan serta teori yang dianut oleh arsitek aslinya menjadi penting untuk mempermudah melakukan proses perbaikan. Pembentukan karakter bangunan juga harus diperhatikan supaya perbaikan bangunan tidak melenceng dari tujuan dan fungsi lokal. Apabila diperlukan, perbaikan lingkungan juga dilakukan untuk mempertajam pelestarian.

Selain itu sosialisasi pada masyarakat terutama yang berdomisili di sekitar lokasi juga sangat penting. Masyarakat harus disadarkan akan pentingnya bangunan bangunan bersejarah yang ada sehingga mereka bisa turut membantu untuk memelihara lingkungan sekitar bangunan itu. Sosialisasi pada masyarakat luas juga perlu supaya bangunan tersebut bisa dijadikan sebagai obyek pendidikan.

_____________________________________________________________________________________ _________________________ Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Bangunan Cagar Budaya Berubah. http://cetak.kompas.com

Primarsono, Naniek W. 2009. Materi kuliah : Heritage Issue.

Sukawi. 2008. Pelestarian Cagar Budaya. http://pelestarian.blogspot.com

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya

Anda mungkin juga menyukai