Anda di halaman 1dari 52

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang mempunyai pengaruh penting karena hampir semua ilmu pengetahuan terdapat unsur matematika didalamnya. Matematika bukan hanya berupa simbol, tetapi juga melatih cara berpikir siswa. Akan tetapi, persepsi negatif siswa terhadap matematika tidak dapat diacuhkan begitu saja. Umumnya pelajaran matematika di sekolah menjadi momok bagi siswa, mereka menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, kurang menarik dan membosankan. Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan. Hasil belajar siswa merupakan salah satu masalah yang tidak pernah habis dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar merupakan suatu indikator dari proses pendidikan yang diterapkan kepada siswa. Berbicara tentang hasil belajar siswa, banyak faktor yang terkait di dalamnya antara lain lingkungan belajar siswa, media yang digunakan guru dalam proses pembelajaran serta strategi atau model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam kelas. Dari faktor tersebut apabila salah satu tidak tercapai maka akan berdampak pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Matematika sudah mulai diajarkan sejak anak-anak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Mengingat pentingnya matematika untuk pendidikan sejak siswa SD, maka perlu suatu cara mengelola proses belajar mengajar matematika di SD yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga matematika dapat

dicerna dengan baik oleh siswa SD. Dalam mengelola proses belajar mengajar perlu memperhatikan ketepatan dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat materi pelajaran serta sesuai dengan kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan model pembelajaran tersebut. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika akan mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa bahwa matematika tidak selalu membosankan. mengembangkan Guru hanya sebagai itu fasilitator untuk membentuk dan

pengetahuan

sendiri,

bukan

untuk

memindahkan

pengetahuan. Salah satu faktor keberhasilan yang menentukan dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran. Saat ini masih banyak guru yang menganut paradigma lama, yaitu guru masih menganggap dalam poses pembelajaran hanya ada transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru masih menganggap siswa bagaikan botol kosong yang bisa diisi dengan informasiinformasi yang dianggap perlu oleh guru. Guru biasanya mengajar dengan metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Sehingga, siswa menjadi bosan, pasif dan hanya mencatat saja. Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai guru di lapangan pada tanggal 9 April 2011, diperoleh data berupa hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat pada semester I tahun 2010, yaitu 5,2 (ketuntasan secara klasikal) yang belum mencapai standar minimal yaitu 6,5. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran karena pendekatan yang digunakan masih berupa model pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran ini, peran guru lebih dominan dari pada siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran koperatif (cooperative learning). Ide penting dalam pembelajaran koperatif adalah membelajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok. Pembelajaran koperatif merupakan salah satu model pembelajaran yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran. Salah satu tipe model pembelajaran koperatif adalah Student Team Achievement Divisions (STAD). Dalam pembelajaran koperatif tipe STAD, para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen maupun kemampuannya (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja siswa dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Dengan adanya tugas kelompok diharapkan dapat memacu siswa untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.

Hubungan antar teman sebaya di dalam kelas tidaklah dapat dipandang remeh. Pembelajaran koperatif tipe STAD yang dibentuk di dalam kelas dapat memanfaatkan pengaruh teman sebaya itu untuk tujuan-tujuan positif dalam pembelajaran matematika. Dalam kenyataannya, anak belajar dari anak-anak lain yang memiliki status dan umur yang sama, kematangan/harga diri yang tidak jauh berbeda. Anak bebas mencari hubungan yang bersifat pribadi dan bebas pula menguji dirinya dengan teman-teman yang lain. Bertolak dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis mengadakan penelitian yang dirumuskan dalam suatu judul Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Materi Pokok Operasi Perkalian dan Pembagian Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement

Divisions (STAD) di kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat. A. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran Matematika? 2. Apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan Matematika? 3. Apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika? aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran

B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran Matematika 2. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Matematika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD 3. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran Matematika C. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa, yakni dapat memahami konsep Matematika dengan tepat, khususnya materi melakukan operasi perkalian dan pembagian. Dengan demikian pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. 2. Bagi guru, yakni dapat mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam mengajarkan mata pelajaran Matematika, khususnya materi melakukan operasi perkalian dan pembagian. 3. Bagi sekolah, yakni sebagai masukan yang berarti dalam rangka perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran, khususnya pembelajaran Matematika pada materi melakukan operasi perkalian dan pembagian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Proses Pembelajaran Matematika Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Tidak semua perubahan yang terjadi merupakan hasil dari belajar. Oleh karena itu, perubahan tingkah laku dalam arti belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 2. 3. 4. 5. 6. 7. Perubahan terjadi secara sadar Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Belajar matematika merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif dalam upaya memahami konsep matematika. Kegiatan tersebut berupa pengalaman belajar matematika yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan matematika dalam konteks belajar mengajar di lembaga pendidikan formal. Dalam dunia pendidikan sekarang ini menganggap bahwa belajar sebagai suatu proses dimana menyebabkan perubahan-perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh

beberapa ahli psikologi, yang dikutip oleh (2006:8), sebagai berikut:

Purwanto dalam Tati Andriyati

1. Hilgard dan Bower mengemukakan, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkahlaku itu dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang. 2. Morgan mengemukakan, belajar adalah setiap yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Sementara itu, mengajar merupakan penyerahan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman dan kecakapan kepada anak didik. Gazali

mengungkapkan pengertian senada bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Faktanya, guru kurang memperhatikan bahwa diantara siswa ada perbedaan individual, sehingga memerlukan pelayanan yang berbeda-beda. Dalam tatanan masyarakat yang sudah maju, mengajar diartikan sebagai bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Dari sejumlah pendapat di atas, Nana Sudjana memberikan pengertian secara terbuka bahwa mengajar merupakan proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.

Belajar dan mengajar merupakan dua aktifitas yang berlangsung secara bersamaan, simultan dan memiliki fokus yang dipahami bersama. Sebagai suatu aktifitas yang terencana, belajar memilki tujuan yang bersifat permanen, yakni terjadinya perubahan pada anak didik. Ciri-ciri perubahan dalam pengertian belajar menurut Slameto (1987 : 67) meliputi : 1. Perbuhan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang-kurangnya sadar bahwa pengetahuannya bertambah,sikapnya berubah,kecakapannya

berkembang,dan lain-lain. 2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional.Belajar bukan proses yang statis karena terus berkembang secara gradual dan setiap hasil belajar memiliki makna dan guna yang praktis. 3. Perubahan belajar bersifat positif dan aktif.Belajar senantiasa menuju perubahan yang lebih baik. 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara,bukan hasil belajar jika perubahan itu hanya sesaat,seperti berkeringat,bersin,dan lain-lain. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah.sebelum belajar,seseorang hendaknya sudah menyadari apa yang akan berubah pada dirinya melalui belajar. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku,bukan bagian-bagian tertentu secara parsial. Perubahan perilaku pada siswa,dalam konsep pengajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui kegiata mengajar.Hal ini dapat dipahami karena

mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan dan pengembangan skill (keterampilan), (pengetahuan). Sejalan dengan fungsi utama guru sebagai motifator belajar anak didik terdapat beberapa prinsip mengajar yang perlu diperhatikan yakni perhatian, aktifitas (kegiatan guru melahirkan aktifitas belajar siswa), apersepsi attitude (sikap), appreciation (penghargaan), knowledge

(menghubungkan pengetahuan siswa), peragaan, repetisi (pengulangan materi), korelasi (mengaitkan inti pelajaran), konsentrasi (fokus materi), sosialisasi (watak berteman), individualisasi (penerimaan diri anak) dan evaluasi untuk umpan balik (Slameto, 1987 : 39). Memperhatikan uraian tentang belajar dan mengajar sebagaimana yang dibahas diatas akhirnya dapat diketahui bahwa kegiatan belajar mengajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu. b. Terdapat mekanisme prosedur langkah-langkah metode dan tekniknya direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. c. d. Fokus materi jelas, terarah dan terencana dengan baik. Adanya aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. e. Aktor guru yang cermat dan cepat.

f.

Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masingmasing.

g. h.

Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk. Matematika merupakan ilmu yang berhubungan dengan penelaahan

bentuk-bentuk atau struktur yang abstrak dan hubungan antara hal-hal tersebut. Untuk dapat memahami struktur dan hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika. Hal ini berarti matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep dan struktur (Karso, 1998:40). Dalam mempelajari matematika perlu diketahui karakteristik matematika. Menurut Hudoyo dalam Roslina (2005:15) karakteristik yang dimaksud antara lain: (1) dalam matematika banyak kesepakatan dan penalaran, (2) sangat

dipertahankan adanya konsistensi atau taat asas, (3) obyek matematika bersifat abstrak, (4) susunan atau struktur matematika bersifat hirarkis, (5) penalaran dalam matematika bersifat deduktif atau aksiomatik. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah merupakan kegiatan psikologis, yakni kegiatan aktif dalam memahami dan menguasai serta mengkaji berbagai hubungan antara obyek-obyek matematika sehingga diperoleh pengetahuan baru atau peningakatan pengetahuan.

10

2. Hasil Belajar Matematika Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran bukan hanya sekedar mencatat, membaca dan tidak pula hanya sekedar menghafal, melainkan harus dimengerti dan dipahami tentang apa yang sedang dipelajari. Hasil belajar merupakan suatu masalah yang bersifat seremonial dalam sejarah kehidupan manusia yang selalu mengejar hasil menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Dengan demikian, hasil belajar dapat memberikan kepuasan tertentu pada manusia, khususnya yang berada di bangku sekolah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:787), hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan sebagainya. Jadi, hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembemgkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Arifin (1991:3) mengartikan hasil belajar sebagai kemampuan,

keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu. Berkaitan dengan usaha belajar, maka hasil belajar menunjukkan kemampuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya, Mahmud (1990:50) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah nilai seseorang dan harga dirinya ditentukan oleh keberhasilan tersebut. Perbedaan kemampuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan hasil belajar. Disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti motivasi, keyakinan, kesempatan dan lain-lain. Hasil belajar diukur dari nilai sehari-hari, hasil tes, hasil bekerja dan lamanya bekerja.

11

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan sikap seseorang dalam menguasai materi matematika dan ditunjukkan dengan nilai tes matematika yang diberikan oleh guru. 3. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang

mengutamakan adanya kerja sama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai pada tingkat yang relatif sejajar (Ismail, 2002:20). Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. 2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri. 3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan digunakan untuk semua anggota kelompok. 6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

12

7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam pembelajaran kooperatif (Nur, 2000:6). Pembelajaran kooperati memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan secara bersama. 2. Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula. 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan (Ismail, 2002:20). Tugas-tugas yang kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada saat digunakan strategi-strategi kooperatif siswa lebih memungkinkan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif dari pada bekerja secara individual atau kompetitif. Jadi materi yang dipelajari siswa akan melakat pada periode waktu yang lama. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif,

belajar untuk menghargai orang lain. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan keterampilan social siswa. keterampilan ini penting untuk

13

dimiliki dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dengan budaya semakin beragam. Model pembelajaran kooperatif memerlukan tugas perencanaan,

menentukan pendekatan yang tepat, memiliki topic yang sesuai, pembentukan kelompok siswa, menyiapkan LKS atau panduan belajar siswa, mengenalkan siswa kepada tugas dan perannya dalam kelompok merencanakan waktu dan tempat duduk yang akan digunakan. Dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan melalui macam-macam pendekatan, guru dapat memilih pendekatanpendekatan yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tipe-tipe dalam model kooperatif diantaranya adalah STAD, jigsaw, investigasi kelompok dan pendekatan struktural. 4. Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran koperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan 4-5 orang menurut kemampuan akademik. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu (Sutrisni Andayani, 2007:1). Langkah-langkah penerapan pembelajaran koperatif tipe STAD adalah sebagai berikut: (a) guru mengelompokkan siswa secara heterogen berdasakan kemampuan akademiknya. Masing-masing kelompok terdiri dari 45 orang,

14

(b) guru menjelaskan materi kepada siswa, (c) guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, (d) guru menjelaskan kembali materi yang belum dikuasai siswa, (e) guru membagikan LKS pada setiap kelompok untuk diselesaikan dalam bentuk kerja sama, (f) guru membimbing kelompok tertentu yang mengalami kesulitan, (g) guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya, (h) guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai hasil kerjanya, (i) guru memberikan kuis untuk diselesaikan secara individu, dan (j) guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan (Widyantini, 2008:1). Menurut Slavin dalam Widjayanti (2006:15), guru memberikan

penghargaan pada kelompok diskusi berdasarkan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar ke nilai kuis atau tes setelah siswa bekerja secara berkelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dijelaskan sebagai berikut: Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok: a. Menentukan nilai dasar masing-masing siswa. Nilai dasar dapat berupa nilai tes atau kuis atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya b. Menentukan nilai tes atau kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok. Misalnya, nilai kuis I, nilai kuis II atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa yang kita sebut dengan nilai kuis terkini c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasat masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria penuntasan dan penghargaan.

15

Tabel 2.1 Kriteria Penentuan Penghargaan


Kriteria Nilai kuis turun lebih dari 10 poin di bawah nilai dasar Nilai kuis turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai dasar Nilai kuis sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai dasar Nilai kuis lebih dari 10 di atas nilai dasar Nilai Peningkatan 5 10 20 30

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna (Muslimin dkk, 2000). 1. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata nilai peningkatan kelompok < 15) 2. Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15 < ratarata nilai peningkatan kelompok < 20) 3. Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20 < rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25) 4. Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan 25 (rata-rata nilai peningkatan kelompok > 25) Pada pembelajaran koperatif tipe STAD siswa belajar dan membentuk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan kerjasama setiap siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada mereka. Pada pembelajaran ini, siswa dilatih untuk bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka, sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator yang mengatur dan mengawasi jalannya proses pembelajaran.

16

Model pembelajaran koperatif tipe STAD dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dengan strategi belajar menempatkan siswa dalam bentuk kelompok yang beranggotakan 4 5 siswa dengan tingkat kemampuan atau latar belakang yang berbeda. Tiap kelompok tersebut siswa dengan tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Di dalam kelompok tersebut ada tanggung jawab bersama, jadi setiap anggota saling membantu untuk menutupi kekurangannya. Ada proses diskusi, saling bertukar pendapat, menghargai pendapat, pembinaan teman sebaya, kepimpinan dalam mengatur pembinaan di kelompoknya sehingga terjalin hubungan yang positif. 5. Materi Operasi Perkalian dan Pembagian Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pokok bahasan operasi perkalian dan pembagian diajarkan pada kelas IV SD semester I. Susunan materinya dijabarkan sebagai berikut: a. Standar Kompetensi Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah b. Kompetensi Dasar Melakukan operasi perkalian dan pembagian c. Indikator 1) Menghafal fakta dasar perkalian sebagai langkah dasar pembagian dengan hasil sampai seratus. 2) Melakukan perkalian dengan cara susun

17

3) Melakukan pembagian dengan sisa dengan cara kurangnya dua bilangan minimal dua angka. 4) Melakukan operasi pembagian dengan cara susun sekurang-kurangnya dua angka. Hasil perkalian dua bilangan dapat ditentukan menggunakan 3 cara, yaitu mendatar, bersusun panjang dan bersusun pendek, sedangkan hasil pembagian suatu bilangan hanya dapat ditentukan menggunakan cara bersusun panjang dan bersusun pendek. B. Hasil Penelitian yang Relevan Satriatin (2003:25) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menjadi solusi untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 2 Katobu pada pokok bahasan bangun datar dan bangun ruang. Harni Arif Kolewora (2010:30) menyimpulkan bahwa dengan penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dari pada penggunaan model pembelajaran konvensional dalam mengajarkan matematika pada pokok bahasan simetri lipat dan pencerminan di kelas IV semester 2 SD Negeri 1 Kabangka. C. Kerangka Berpikir Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika akan mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa bahwa matematika tidak selalu sulit, kurang menarik dan membosankan.

18

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran koperatif (cooperative learning). Model pembelajaran koperatif memberi kesempatan kepada siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah secara bersama. Dengan penerapan model pembelajaran tersebut diharapakan tidak hanya hasil belajar siswa yang meningkat tetapi juga meningkatkan aktifitas siswa yang masih kurang. Karena melalui penerapan model pembelajaran koperatif STAD gurupun dapat mengkondisikan siswa, sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran, mampu bekerja sama diantara siswa serta melatih keterampilan siswa untuk berani bertanya sehingga hasil belajar dan keaktifan siswa meningkat. Berdasarkan uraian di atas, diyakini bahwa hasil belajar matematika siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran koperatif tipe STAD. D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 4. Aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Matematika dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD 5. Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran Matematika dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

19

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni penelitian yang menggabungkan tindakan yang sesungguhnya dengan langkahlangkah penelitian di kelas. PTK bersifat reflektif karena melakukan tindakantindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek pembelajaran di kelas, yang pelaksanaanya dilakukan secara berulang. B. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 11 Kendari Barat pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 mulai tanggal 16 November sampai tanggal

29 November 2011. C. Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 11 Kendari Barat dengan jumlah 20 orang, yang terdiri dari 7 laki-laki dan 13 perempuan. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar observasi untuk guru dan siswa, yaitu sebagai berikut: a. Guru, untuk memperoleh data tentang pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD b. Siswa, untuk memperoleh data tentang aktivitas belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

20

2. Tes hasil belajar, untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD 3. Jurnal refleksi diri, untuk memperoleh data tentang refleksi diri E. Faktor yang Diteliti Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor Guru, yakni aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diukur menggunakan lembar observasi guru 2. Faktor Siswa, yakni aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang diukur menggunakan lembar observasi siswa dan hasil belajar siswa pada materi melakukan operasi perkalian dan pembagian yang diukur menggunakan tes hasil belajar pada setiap akhir siklus F. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas Rancangan penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan. Masing-masing terdiri dari 2 kali pertemuan untuk pelaksanaan pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes hasil belajar. Langkahlangkah pelaksanaan tindakan pada setiap siklus adalah (1) perencanaan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan evaluasi, (4) refleksi. 1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana tindakan dan penelitian tindakan. Jenis kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini adalah membuat RPP dan membuat kesepakatan dengan teman sejawat tentang materi, waktu pelaksanaan, serta instrumen yang akan digunakan ketika proses

21

pembelajaran akan berlangsung. Dalam kaitan ini rencana disusun secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif antara peneliti dengan teman sejawat. 2. Tindakan, yaitu praktek pembelajaran nyata berdasarkan rencana tindakan yang telah disusun, dan hal ini sewaktu-waktu bisa merubah sesuai dengan kondisi di lapangan. Tindakan ini ditujukan untuk memperbaiki keadaan atau proses pembelajaran. 3. Observasi, yaitu pendokumentasian terhadap proses tindakan, pengaruh tindakan, kendala tindakan dan sebagainya. Hasil observasi ini menjadi dasar refleksi bagi tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. 4. Evaluasi, dilakukan untuk menilai sejauhmana penguasaan materi yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan tes 5. Refleksi, dilakukan untuk menemukan, mengkaji, dan merenungkan kembali informasi-informasi awal. Tujuannya adalah untuk merumuskan proporsiproporsi awal yang kemudian dituangkan ke dalam satu rencana awal tindakan. Refleksi kedua dilakukan pada setiap akhir pelaksanaan suatu tindakan.

22

Secara skematis, rancangan Penelitian Tindakan Kelas dalam penelitian ini digambarkan pada Gambar 3.1. sebagai berikut: Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Tindakan Kelas

Permasalahan

Rencana Tindakan

Pelaksanaan Tindakan I

Siklus I Terselesaikan
Refleksi I Evaluasi Observasi I

Belum Terselesaikan

Rencana Tindakan

Pelaksanaan Tindakan II

Siklus II Terselesaikan
Refleksi II Evaluasi Observasi II

(Sumadi, 2010:23) G. Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa 2. Jenis Data Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif diambil dari hasil tes belajar matematika siswa, dan data kualitatif diambil dari lembar observasi dan refleksi

23

3.

Teknik Pengumpulan Data a. Data tentang pelaksanaan pembelajaran serta perubahan-perubahan yang terjadi di kelas diambil melalui lembar observasi b. Data hasil belajar matematika siswa diambil melalui tes tertulis dalam bentuk isian pada setiap akhir pelajaran

H. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik pelaksanaan pembelajaran melalui nilai rata-rata dan persentase nilai sebagai berikut: 1. Persentase Nilai = 2. Nilai rata-rata ( ) = Keterangan:

x 100% (Iskandar, 2009)

: nilai rata-rata : jumlah nilai : jumlah siswa (Sudjana, 1996:172-275)

I.

Indikator Kinerja Indikator kinerja dalam penelitian ini ada tiga, yaitu:

1. Dari segi proses, tindakan dikategorikan berhasil apabila minimal 90% dari langkah-langkah pembelajaran terlaksana dengan baik 2. Aktifitas siswa dikatakan berhasil apabila minimal 80% siswa aktif dalam proses pembelajaran 3. Dari segi hasil, tindakan dikategorikan berhasil apabila minimal 80% siswa telah memperoleh nilai minimal 65 secara perorangan sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) SD Negeri 11 Kendari Barat

24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. a. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Siklus I Perencanaan Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti bersama dengan guru mengadakan persiapan/perencanaan guna membantu kelancaran pelaksanaan penelitian dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas IV pada Kompetensi Dasar, Melakukan operasi perkalian dan pembagian, yang dijabarkan dalam 4 indikator. RPP ini dibuat berdasarkan silabus kelas IV SD semester ganjil dengan memperhatikan tahap-tahap dalam pembelajaran STAD untuk diajarkan pada Siklus I sebanyak 2 kali tatap muka. 2. Membuat/menyiapkan media pembelajaran, termasuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS). 3. Membuat instrumen observasi kegiatan guru dan siswa berdasarkan pembelajaran STAD. 4. Membuat alat evaluasi berupa penilaian proses dan hasil belajar untuk mengetahui tingkat penguasaan materi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa setelah mengikuti pembelajaran.

25

b. Pelaksanaan Tindakan 1) Pertemuan Pertama Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 16 November 2011. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan oleh peneliti pada materi menghafal fakta dasar perkalian sebagai langkah dasar pembagian dengan hasil sampai seratus dan melakukan perkalian dengan cara susun panjang, sedangkan Guru Matematika bertindak sebagai Observer atau Pengamat. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I, mula-mula guru membuka pembelajaran. Kemudian, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setelah itu, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang siswa yang berkemampuan heterogen. Satu siswa berkemampuan tinggi, dua siswa berkemampuan sedang dan satu siswa berkemampuan rendah. Pembagian ini mengacu pada nilai ulangan harian Matematika, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut, Tabel 4.1 Pengelompokkan Siswa berdasarkan Nilai Ulangan Harian Matematika pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2010/2011
Kelompok I 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. Nama Siswa IR BR MI ARD NB AL ST RM AJ PT RH AS MH Nilai Ulangan Matematika 92 81 68 60 91 80 70 60 89 82 73 62 87

II

III IV

26

2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.

RW AN AD FT AR MZ HR

82 75 64 85 83 79 66

Berdasarkan Tabel 4.1, rata-rata nilai ulangan matematika siswa adalah 7,65. jumlah siswa yang tuntas, yaitu 16 orang atau 80% lebih banyak dibandingkan dengan jumlah siswa yang tidak tuntas, yaitu 4 orang atau 40%. Akan tetapi, hasil belajar ini bergerak secara fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan matematika sebesar 5,2 (Data PPL 2011) yang jauh dari KKM. Dalam pembelajaran matematika, siswa tidak dituntut secara keseluruhan untuk terlibat aktif dalam memahami materi yang disajikan. Akibatnya, siswa yang aktif cenderung itu-itu saja. Sedangkan, siswa yang tidak aktif terkesan dibiarkan tanpa dipacu untuk menutupi kelemahan-kelemahannya dalam pembelajaran secara maksimal. Konsekuensinya, di dalam kelas terbentuk dua kelompok siswa, yaitu kelompok siswa yang pandai dan kelompok siswa yang kurang pandai dalam memahami matematika. Masing-masing cencerung kaku dalam berinteraksi satu sama lain. Kelompok siswa yang pandai cenderung aktif dalam pembelajaran. Setiap siswa dalam kelompok tersebut berupaya mencari jawaban bila menemui masalah-masalah matematika yang sulit dipecahkan sendiri. Sementara itu, kelompok siswa yang kurang pandai bersikap pasif dan cenderung menerima apa saja yang diberikan sesuai pemikirannya tanpa mengetahui secara pasti bahwa

27

konsep yang ia pahami sudah tepat atau tidak. Dalam kondisi yang tidak memungkinkan, terpaksa ia menyontek pekerjaan temannya tanpa mengindahkan benar-salahnya. Disinilah pentingnya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok dibagi secara homogen dengan anggota yang berkemampuan heterogen. Pengelompokkan siswa dengan cara bervariasi dimaksudkan untuk mengaktifkan siswa dalam kelompoknya masing-masing, sehingga semua kelompok aktif dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, guru menjelaskan materi pembelajaran tentang operasi perkalian dari bentuk mendatar ke bentuk bersusun. Kemudian, guru membagikan LKS-01 kepada masing-masing kelompok. Kemudian, diberikan waktu 20 menit pada tiap kelompok untuk menyelesaikan soal yang terdapat dalam LKS-01 dalam bentuk kerja sama. Setelah waktu yang diberikan selesai, guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Untuk mengecek pemahaman siswa, guru memberikan kuis-01 untuk diselesaikan secara individu. 2) Pertemuan Kedua Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 21 November 2011 dengan materi melakukan perkalian dengan cara susun pendek. Langkah-langkah pembelajaran mengikuti RPP-02 (lampiran 11). Aktivitas pembelajaran diawali dengan membuka pembelajaran.

Kemudian, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setelah

28

itu, siswa diminta menempati posisi duduk sesuai kelompoknya masing-masing. Lalu, guru melakukan apersepsi, yaitu Berapa hasil perkalian 34 x 20? (selesaikan dengan cara susun panjang). Selanjutnya, guru menjelaskan materi tentang operasi perkalian dari bentuk mendatar ke bentuk bersusun pendek. Kemudian, guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dipahami. Dari kondisi ini, guru menjelaskan kembali materi yang belum dikuasai tersebut. Setelah permasalahan selesai, guru membagikan LKS-02 kepada masing-masing kelompok. Guru memberikan waktu 20 menit kepada setiap kelompok untuk menyelesaikan soal LKS-02 dalam bentuk kerja sama. Setelah itu, guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Tingkat keberhasilan pembelajaran pada pertemuan 2 diukur melalui pemberian Kuis-02 yang diselesaikan secara individu. Pada akhir pembelajaran, guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan. c. Observasi Pelaksanaan observasi pada siklus I dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan evaluasi I. Pengamatan ditujukan pada aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran dan selanjutnya dievaluasi kelemahan-kelemahannya. 1) Pengamatan terhadap Aktivitas Guru Pengamatan aktivitas guru dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini menggunakan lembar observasi guru (lampiran 20

29

dan 21). Hasilnya pengamatan terhadap aktivitas guru pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru pada Siklus I
No 1. 2. 3. Aktivitas Guru menyampaikan langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD kepada siswa Guru menyampaikan tujuan atau kompetensi dasar pembelajaran yang akan dicapai Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Masingmasing kelompok terdiri dari 4 orang yang berkemampuan heterogen Guru melakukan apersepsi, yaitu mengingatkan kembali tentang operasi penjumlahan bilangan. Misalnya, Berapa hasil penjumlahan dari 512 + 360? Guru memotivasi siswa agar sungguh-sungguh dalam belajar Guru menjelaskan materi pembelajaran tentang operasi perkalian dari bentuk mendatar ke bentuk bersusun Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dimengerti Guru menjelaskan ulang materi yang belum dikuasai siswa Guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok Guru meminta setiap kelompok untuk menyelesaikan LKS yang diberikan dalam bentuk kerja sama Guru memberikan bimbingan bagi kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dalam LKS Guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai hasil kerjanya Guru memberikan kuis kepada siswa untuk diselesaikan secara individu Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan Jumlah Rata-rata Skor Perolehan P1 P2 Rata-Rata 1 3 4 2 3 4 1,5 3 4

4. 1. 5 6

1 3 2

3 2 3

2 2,5 2,5

7 8 9 10

1 1 4 2

4 3 4 3

2,5 2 4 2,5

11 12 13 14 15

1 2 1 4 1 28 1,87

1 2 3 4 3 44 2,91

1 2 2 4 2 36 2,39

30

Ketercapaian

46%

74%

60%

Berdasarkan Tabel 4.2, aktivitas guru dalam pembelajaran Matematika dengan STAD dapat dijelaskan bahwa hanya rata-rata 60% dari 15 aspek yang diamati pada siklus I yang terlaksana dengan baik. Artinya, kemampuan guru dalam melaksanakan skenario pembelajaran STAD belum dapat dikatakan berhasil. Pada pertemuan 1 hanya 46% atau 5 aspek pembelajaran yang terlaksana dengan baik. Sementara itu, 10 aspek lainnya belum terlaksana dengan baik, yakni guru menyampaikan langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD kepada siswa, guru melakukan apersepsi, yaitu mengingatkan kembali tentang operasi penjumlahan bilangan, guru memotivasi siswa agar sungguhsungguh dalam belajar, guru menjelaskan materi pembelajaran tentang operasi perkalian dari bentuk mendatar ke bentuk bersusun, guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dimengerti, guru menjelaskan ulang materi yang belum dikuasai siswa, guru meminta setiap kelompok untuk menyelesaikan LKS yang diberikan dalam bentuk kerja sama, guru memberikan bimbingan bagi kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dalam LKS, guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai hasil kerjanya, dan guru membimbing siswa cara membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan. Pada pertemuan 2, kemampuan guru dalam melaksanakan langkah-langkah dalam pembelajaran STAD mengalami kemajuan dibanding dengan pertemuan 1.

31

Peningkatan yang terjadi sebesar 28%. Hal tersebut meliputi: guru melakukan apersepsi, yaitu mengingatkan kembali tentang operasi penjumlahan bilangan, guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dimengerti, guru menjelaskan ulang materi yang belum dikuasai siswa, guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai hasil kerjanya, dan guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan. Salah satu faktor yang menjadi hambatan guru dalam pembelajaran pada pertemuan 1 adalah belum terbiasanya siswa diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sehingga guru merasa kesulitan dalam mengorganisasikan kelas secara efektif. Siswa masih terbiasa dengan suasana pembelajaran konvensional yang cenderung terpusat pada ceramah (demonstrasi materi) yang masih didominasi oleh guru. Akan tetapi, pada pertemuan 2, guru sudah mulai memperbaiki beberapa kelemahan pada pertemuan 1. 2) Pengamatan Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Siklus I Pengamatan pada siswa mencakup kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran yang mengindikasikan keaktifan siswa. Aspek yang diamati dari kegiatan siswa adalah sejauhmana kualitas siswa dalam mengikuti skenario pembelajaran yang disusun oleh guru. Kegiatan ini meliputi hal-hal sebagai berikut: mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai, memperhatikan penjelasan materi pendukung dari guru, memperhatikan uraian materi dari guru, bertanya mengenai penjelasan materi yang belum dipahami, bekerja sama menyelesaikan soal dalam LKS, mempresentasikan hasil

32

kerja kelompok, bertanya dan menjawab pertanyaan dalam persentasi kelompok, dan membuat kesimpulan tentang materi yang diajarkan. Hasil pengamatan pada siswa ditunjukkan oleh Tabel 4.3 Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa pada Siklus I
No 1. Aktivitas Skor Perolehan P1 4 3 3 4 3 2 3 2 3 3 3 1 36 3,00 75% P2 4 4 3 4 4 2 3 2 3 3 3 2 39 3,25 81% Rata-Rata 4 3,5 3 4 3,5 2 3 2 3 3 3 1,5 37,5 2,13 78%

Memperhatikan aturan main dalam pembelajaran STAD Mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan 2. pembelajaran yang akan dicapai Konsisten berada pada kelompoknya masing3. masing Memperhatikan penjelasan materi pendukung 4. dari guru 5. Memperhatikan uraian materi dari guru Bertanya mengenai penjelasan materi yang 6. belum dipahami 7. Bekerja sama menyelesaikan soal dalam LKS Menanyakan kesulitan yang ditemui selama 8 mengerjakan LKS 9 Mempresentasikan hasil kerja kelompok Bertanya dan menjawab pertanyaan dalam 10 persentasi kelompok 11 Antusias mengerjakan kuis 12 Membuat rangkuman materi yang diajarkan Jumlah Rata-rata Ketercapaian

Berdasarkan data Tabel 4.3, tampak bahwa hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa selama proses pembelajaran pada siklus I masih banyak aspek yang belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Aspek tersebut adalah bertanya mengenai penjelasan materi yang belum dipahami, menanyakan kesulitan yang

33

ditemui selama mengerjakan LKS, dan Membuat rangkuman materi yang diajarkan. Data tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I siswa belum sepenuhnya aktif dalam pembelajaran STAD. Kelemahan yang ditemukan adalah siswa masih pasif atau belum terbiasa dengan model pembelajaran berbasis kerjasama kelompok dan belum memiliki rasa percaya mengeksplorasi kemampuannya secara optimal. d. Evaluasi Hasil Belajar Matematika Siswa pada Pembelajaran Siklus I Salah satu indikator ketuntasan belajar siswa adalah hasil belajar. Untuk melihat ketuntasan belajar siswa pada siklus I, maka dilakukan tes tindakan siklus I pada tanggal 22 November 2011. Hasil penilaian ini dimaksudkan untuk melihat tingkat ketuntasan belajar siswa setelah diajar dengan model pembelajaran STAD. Hasil penilaian ini sangat membantu guru dan peneliti dalam menentukan tindakan pembelajaran pada siklus-siklus berikutnya, beserta perbaikannya. Tabel 4.4 Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Aspek yang Dianalisa Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar Persentase ketuntasan belajar Jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar Persentase ketidaktuntasan belajar Jumlah siswa keseluruhan Hasil Perolehan 63 85 40 12 60% 8 40% 20

diri

yang cukup

untuk

34

Berdasarkan data Tabel 4.4, tampak bahwa pada pembelajaran siklus I, siswa yang memperoleh ketuntasan belajar, yakni 60% atau sebanyak 12 orang dan siswa yang belum memperoleh ketuntasan belajar, yakni 40% atau 8 orang. Rata-rata nilai yang diperoleh dari 20 orang siswa adalah 63 dengan nilai maksimum 85 dan nilai minimum 40. Ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan pada pembelajaran siklus I belum tercapai sebagaimana yang ditetapkan dalam indikator kinerja. e. Refleksi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I Hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar siswa pada siklus I menunjukan bahwa proses pembelajaran belum mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan. Ini berarti bahwa masih ada kekurangan atau kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran siklus I. Kelemahan tersebut diantaranya adalah siswa tidak terarah dalam proses pembelajaran, sehingga terkesan kaku dan membosankan. Akibatnya, alokasi waktu yang disediakan untuk mempresentasekan hasil kerja kelompok belum berjalan efektif, meskipun tidak diberi batas waktu dalam presentasi. Selain itu, siswa masih malu dan ragu untuk menyampaikan pendapatnya, sehingga pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dalam LKS lamban dalam menyelesaikannya. 3. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Siklus II a. Perencanaan Perencanaan pembelajaran siklus II penelitian ini dilaksanakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang dipandang belum tuntas pada

35

pembelajaran siklus I. Tahap perencanaan dipersiapkan sebagaimana yang dilakukan pada perencanaan siklus I, yakni: 1) Membuat RPP sesuai dengan tahap-tahap pembelajaran STAD yang disajikan dalam bentuk tatap muka, menyiapkan media pembelajaran dan LKS. 2) Menyediakan instrumen observasi aktivitas guru dan siswa 3) Membuat alat evaluasi berupa penilaian proses dan hasil belajar (produk) Hal-hal yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan pada pembelajaran siklus I adalah sebagai berikut: 1) Guru menjelaskan secara detail tentang langkah-langkah dalam pembelajaran STAD. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran diharapkan makin terarah dan berjalan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan. 2) Sebelum menjelaskan materi pelajaran, terlebih dahulu guru memberikan motivasi kepada siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan tertanam pada diri siswa bahwa apa yang mereka pelajari tidak sia-sia. 3) Guru memantau pekerjaan siswa pada setiap kelompok dan memberikan bimbingan bila kelompok tersebut mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal LKS. Hal ini dilakukan untuk menjawab rasa keingintahuan siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. 4) Guru mengadakan penilaian terhadap hasil kerja dari masing-amasing kelompok. Ini bertujuan agar setiap kelompok mengetahui kekurangan ataupun kesalahan mereka selama menyelesaikan soal.

36

b. Pelaksanaan Tindakan 1) Pertemuan 1 Pertemuan 1 untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 23 November 2011. Dalam pembelajaran siklus II, guru kembali berusaha mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan skenario yang ditetapkan RPP-03 pada materi melakukan pembagian dengan sisa dengan cara susun. Selain itu, guru juga melaksanakan tindakan perbaikan sebagaimana yang telah disebutkan pada refleksi siklus I. Mekanisme pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan 1 adalah sebagai berikut: guru membuka pembelajaran, lalu menyampaikan langkah-langkah dalam pembelajaran STAD. Kemudian, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setelah itu, guru meminta siswa menempati posisi duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing, kemudian guru melakukan apersepsi, yaitu Berapa hasil perkalian 256 x 32? Berikutnya, guru memotivasi siswa agar sungguh-sungguh dalam belajar. Selanjutnya, guru menjelaskan materi pembelajaran tentang operasi pembagian dengan sisa dengan cara susun. Lalu, memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dimengerti. Karena tidak ada siswa yang bertanya, guru membagikan LKS-03 meminta setiap kelompok untuk menyelesaikan soal tersebut dalam bentuk kerja sama. Kemudian, guru memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal LKS-03, yaitu kelompok III. Setelah selesai, guru meminta setiap kelompok untuk memperesentasikan hasil kerjanya di depan

37

kelas dan memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai hasil kerjanya. Untuk mengakhiri pembelajaran, guru memberikan Kuis-03 untuk diselesaikan secara individu. 2) Pertemuan 2 Pertemuan 2 dilaksanakan pada tanggal 28 November 2011 pada materi melakukan operasi pembagian tanpa sisa dengan cara susun. Tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan 2 adalah sebagai berikut: guru membuka pembelajaran, lalu menyampaikan langkah-langkah dalam

pembelajaran STAD. Kemudian, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setelah itu, guru meminta siswa menempati posisi duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing, kemudian guru melakukan apersepsi, yaitu Berapa hasil perkalian 3750 : 7? Berikutnya, guru memotivasi siswa agar sungguh-sungguh dalam belajar. Selanjutnya, guru menjelaskan materi pembelajaran tentang operasi pembagian dengan sisa dengan cara susun. Lalu, memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dimengerti. Beberapa siswa bertanya tentang penjelasan guru, sehingga guru menjelaskan kembali poin yang dirasa belum jelas oleh siswa. Berikutnya, guru membagikan LKS-04 meminta setiap kelompok untuk menyelesaikan soal tersebut dalam bentuk kerja sama dalam waktu 20 menit. Kemudian, guru memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal LKS-04, yaitu kelompok III.

38

Setelah waktu pengerjaan LKS-04 selesai, guru meminta setiap kelompok untuk memperesentasikan hasil kerjanya di depan kelas dan memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai hasil kerjanya. Untuk mengakhiri pembelajaran, guru memberikan Kuis-04 untuk diselesaikan secara individu. c. Observasi Pelaksanaan observasi pembelajaran siklus II bersamaan dengan

pelaksanaan pembelajaran siklus II. Secara umum, hasil observasi pelaksanaan pembelajaran siklus II menunjukkan adanya peningkatan pelaksanaan aspek yang diamati jika dibandingkan dengan hasil observasi pada pembelajaran siklus I. Kelemahan-kelemahan yang dilakukan guru dan siswa pada pelaksanaan tindakan siklus I sudah dapat diminimalkan. Hal ini tampak pada hasil observasi aktivitas guru dan siswa 1) Pengamatan Aktifitas Guru Pengamatan aktifitas guru dilakukan untuk melihat kemampuan mengajar guru dalam mengajarkan mata pelajaran Matematika dengan menerapkan model pembelajaran STAD pada siklus II. Pembelajaran siklus II juga dilakukan sebagai perbaikan dari kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pembelajaran siklus I. Pengamatan aktivitas guru pada siklus II secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut:

39

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru pada Siklus II


No 1. 2. 3. Aktivitas Guru menyampaikan langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD kepada siswa Guru menyampaikan tujuan atau kompetensi dasar pembelajaran yang akan dicapai Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Masingmasing kelompok terdiri dari 4 orang yang berkemampuan heterogen Guru melakukan apersepsi, yaitu mengingatkan kembali tentang operasi penjumlahan bilangan. Misalnya, Berapa hasil penjumlahan dari 512+360? Guru memotivasi siswa agar sungguh-sungguh dalam belajar Guru menjelaskan materi pembelajaran tentang operasi perkalian dari bentuk mendatar ke bentuk bersusun Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dimengerti Guru menjelaskan ulang materi yang belum dikuasai siswa Guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok Guru meminta setiap kelompok untuk menyelesaikan LKS yang diberikan dalam bentuk kerja sama Guru memberikan bimbingan bagi kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dalam LKS Guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok sesuai hasil kerjanya Guru memberikan kuis kepada siswa untuk diselesaikan secara individu Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan Jumlah Rata-rata Ketercapaian Skor Perolehan RataP1 P2 Rata 4 3 4 4 4 4 4 3,5 4

4. 2. 5 6

4 4 4

4 4 4

4 4 4

7 8 9 10 11 12 13 14 15

2 2 4 4 4 4 4 4 1 52 3,47 87%

4 4 4 4 4 3 4 4 1 56 3,73 93%

3 3 4 4 4 3,5 4 4 1 54 3,60 90%

40

Berdasarkan Tabel 4.5, dari 15 item keterampilan guru dalam menerapkan model pembelajaran STAD pada mata pelajaran Matematika mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Rata-rata kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran STAD pada siklus II adalah 90%, yakni pada pertemuan I sebesar 87% dan pada pertemuan II sebesar 93% dari keterampilan yang direncanakan. Ini berarti bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran STAD telah mengalami kemajuan yang maksimal, dengan kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I telah diperbaiki pada siklus II. Kegiatan yang belum maksimal dilakukan guru adalah kemampuan membimbing siswa dalam membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakyakinan guru terhadap kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan sendiri meskipun dengan bimbingan guru, sehingga kesimpulan materi sepenuhnya bersumber dari guru. Selanjutnya, aspek guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dimengerti dan guru menjelaskan ulang materi yang belum dikuasai siswa. Hal ini mengingat ketersediaan waktu tidak tidak memungkinkan untuk melakukan secara optimal kedua aspek ini. Untuk itu, dimaksimalkan pada aspek pembimbingan kelompok, sehingga hal-hal yang ingin ditanyakan tadi dapat terjawab. Namun sejauh ini, semua komponen telah dilatihkan dengan maksimal sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disusun. Dengan demikian, penelitian ini dihentikan pada siklus II karena indikator kinerja yang ditetapkan

41

telah tercapai. Hasil pengamatan aktifitas guru dalam pembelajaran siklus I dan II di gambarkan dalam Tabel 4.6 sebagai berikut. Tabel 4.6 Perkembangan Aktifitas Guru dalam Dua Siklus Pembelajaran
Tahapan Siklus I Siklus II Perkembangan Aktifitas Guru (%) 60% 90%

Tabel diatas menunjukkan bahwa aktifitas guru dalam mengajarkan mata pelajaran Matematika melalui pembelajaran STAD mengalami peningkatan dari siklus I sampai dengan siklus II. Pada siklus I kegiatan yang dilakukan guru dalam pembelajaran secara keseluruhan aspek hanya mencapai 60%, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 90%. Peningkatan aktifitas guru dari siklus I ke siklus II adalah 30%. Peningkatan kemampuan guru dalam dua siklus pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Grafik peningkatan kemampuan guru dalam dua siklus pembelajaran
100 80 60 40 20 0 Siklus I Siklus II 90 60 Penampilan guru dalam dua siklus

2) Pengamatan Aktivitas Siswa Faktor lain yang menjadi objek pengamatan dalam proses pembelajaran siklus II adalah faktor siswa. Tingkat keaktifan siswa selama proses pembelajaran pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.7. 42

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa pada Siklus II


No 1. Aktivitas Skor Perolehan P1 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 1 41 3,42 85% P2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 44 3,67 92% Rata-Rata 4 4 3,4 4 4 3,5 4 4 3,5 3,5 4 1 42,5 3,55 88%

Memperhatikan aturan main dalam pembelajaran STAD Mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan 2. pembelajaran yang akan dicapai Konsisten berada pada kelompoknya masing3. masing Memperhatikan penjelasan materi pendukung 4. dari guru 5. Memperhatikan uraian materi dari guru Bertanya mengenai penjelasan materi yang 6. belum dipahami 7. Bekerja sama menyelesaikan soal dalam LKS Menanyakan kesulitan yang ditemui selama 8 mengerjakan LKS 9 Mempresentasikan hasil kerja kelompok Bertanya dan menjawab pertanyaan dalam 10 persentasi kelompok 11 Antusias mengerjakan kuis 12 Membuat rangkuman materi yang diajarkan Jumlah Rata-rata Ketercapaian

Berdasarkan data Tabel 4.7, aktifitas yang dilakukan siswa dari kegiatan pembelajaran siklus II meliputi memperhatikan aturan main dalam pembelajaran STAD, mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai, konsisten berada pada kelompoknya masing-masing, memperhatikan penjelasan materi pendukung dari guru, memperhatikan uraian materi dari guru, memperhatikan uraian materi dari guru, bekerja sama menyelesaikan soal dalam LKS, menanyakan kesulitan yang ditemui selama mengerjakan LKS,

mempresentasikan hasil kerja kelompok,

bertanya dan menjawab pertanyaan

43

dalam persentasi kelompok, dan antusias mengerjakan kuis sudah terlaksana dengan baik. Sedangkan, aspek membuat rangkuman materi belum terlaksana dengan maksimal. Hal ini karena rangkuman materi langsung dibuat oleh guru. Peningkatan aktivitas siswa dapat dilihat pada Grafik 4.2 berikut. Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Aktivitas Siswa dalam dua siklus
90 80 78 70 Siklus I Siklus II 88 Aktivitas siswa dalam dua siklus

3) Pengamatan Aktivitas Siswa Data ini menunjukan proses pembelajaran STAD yang diterapkan guru Matematika telah mengaktifkan siswa pada kegiatan pembelajaran dan dominasi guru dalam pembelajaran mulai berkurang. Di samping itu, beberapa siswa telah memiliki keberanian mengajukan pertanyaan dan menanggapi pertanyaan, sehingga suasana pembelajaran di kelas tampak hidup (aktif). Pembimbingan dan pengarahan yang efektif oleh guru dalam pembelajaran mulai menampakan hasil yang semakin baik. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan partisipasi yang ditunjukan siswa selama proses pembelajaran. d. Evaluasi Hasil Belajar Siswa pada Siklus II Evaluasi hasil belajar siswa pada siklus II tampak bahwa rentang nilai yang diperoleh siswa berkisar antara 50 sampai dengan 95 dengan rata-rata 72. Peningkatan prestasi belajar siswa cukup signifikan. Walaupun, hasil penilaian pada pembelajaran siklus II masih terdapat 3 orang siswa yang belum memperoleh ketuntasan belajar. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 4.8.

44

Tabel 4.8 Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus II
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Aspek yang Dianalisa Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar Persentase ketuntasan belajar Jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar Persentase ketidaktuntasan belajar Jumlah siswa Hasil Perolehan 72 95 50 17 85% 3 15% 20

Berdasarkan Tabel 4.8, nilai rata-rata yang dicapai siswa adalah 72 dengan nilai maksimum 95 dan nilai minimum 50. Jumlah siswa yang mengalami ketuntasan belajar sebanyak 17 orang atau 85% dan siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar berjumlah 3 orang atau 15%. Dengan demikian, data ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan pada pembelajaran siklus II telah tercapai sehingga penelitian dapat dihentikan. Peningkatan hasil belajar Matematika siswa dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9 Analisis deskriptif hasil belajar siswa dalam 2 siklus
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Aspek yang Dianalisa Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum Siswa yang mencapai ketuntasan belajar Persentase ketuntasan belajar Siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar Persentase ketidaktuntasan belajar Jumlah siswa Hasil Perolehan Siklus I 63 85 40 12 60% 8 40% 20 Siklus II 72 95 50 17 85% 3 15% 20

45

Analisis peningkatan hasil belajar Matematika siswa dapat pula dilihat dalam grafik ketuntasan belajar siswa dalam 2 siklus berikut ini.
100 80 60 40 20 0 Siklus I Siklus II 15 60 40 Tuntas Tidak Tuntas 85

Berdasarkan gambar grafik diatas, tampak bahwa pembelajaran Matematika melalui model pembelajaran STAD efektif dalam meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 9 Kabangka. Hasil penelitian ini juga menjawab hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan pembelajaran STAD. Dengan demikian, model pembelajaran STAD dapat menjadi pertimbangan bagi guru-guru secara umum dan guru Matematika secara khusus untuk menjadikan model pembelajaran STAD sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran disekolah. d. Refleksi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II Berdasarkan indikator kinerja pelaksanaan pembelajaran pada, maka penelitian dihentikan sampai pada siklus II. Meskipun masih ada hal yang perlu dibenahi oleh guru, yaitu aspek membimbing siswa membuat kesimpulan tentang materi yang dipelajari. Aspek ini tidak dilakukan guru secara maksimal karena ketidakyakinan guru terhadap kemampuan siswa dalam mengembangkan kesimpulan tentang materi yang dipelajari.

46

B. Pembahasan Penelitian ini melihat dua hal, yakni proses pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD dan mengamati peningkatan hasil belajar Matematika siswa setelah pelaksanaan pembelajaran dengan model STAD. Penelitan ini menghasilkan bahwa proses pembelajaran dengan model tindakan tipe STAD dapat meningkatkan efektifitas tindakan perbaikan melalui proses mengajar dan hasil belajar Matematika siswa, baik dilihat dari kegiatan siklus I maupun siklus II. Pada pembelajaran siklus I, aktifitas guru dalam menerapkan model pembelajaran STAD belum maksimal. Dari 15 aspek yang diamati rata-rata kemampuan guru pada dua kali pertemuan siklus hanya 60% aspek yang terlaksana sesuai dengan skenario pembelajaran. Siswa yang mengalami ketuntasan belajar adalah sebanyak 12 orang atau 60% dan siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar adalah 8 orang atau 40%. Rata-rata nilai yang diperoleh secara keseluruhan adalah 63 dengan nilai maksimum 85 dan nilai minimum 40 dari total sampel sebanyak 20 orang siswa. Pada pembelajaran siklus II, kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran STAD pada materi pelajaran Matematika mengalami peningkatan sebesar 30% dari pembelajaran siklus I. Rata-rata kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran STAD pada siklus II adalah 90%. Hal ini didukung pula oleh siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebesar 17 orang atau 85%, sedangkan siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar berjumlah 3

47

orang atau 15%, ratat-rata pencapaian hasil belajar siswa pun meningkat menjadi 72 dengan nilai maksimum 95 dan nilai minimum 50. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran tipe STAD cukup efektif. Namun, ada sebagian kecil siswa, yaitu 3 orang yang tidak mencapai ketuntasan belajar. Hal ini disebabkan oleh faktor lain yang tidak terjadi di sekolah. Tetapi, karena sejak awal siswa kurang berminat mengikuti pelajaran yang akan diajarkan. Sekalipun saya sudah memberikan remedial atau tindakan perbaikan, tetapi nilainya masih rendah atau tidak tuntas dan waktunya sudah selesai. Dengan demikian, penelitian ini menjawab hipotesis yang diajukan bahwa model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa di kelas IV SD Negeri 9 Kabangka. Ini berarti bahwa model pembelajaran STAD dapat disajikan sebagai strategi untuk diterapkan dalam proses pembelajaran.

48

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang ada dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari lembar pengamatan aktivitas guru terhadap 15 aspek yang diamati dalam tahap-tahap pembelajaran STAD dapat dijelaskan sebgai berikut: pada pembelajaran siklus I, rata-rata kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran STAD sebesar 60%, sedangkan pada pembelajaran siklus II meningkat menjadi 90%. Peningkatan rata-rata kemampuan guru sebesar 30% Jadi, guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan baik dalam mengajarkan Matematika 2. Dari lembar pengamatan aktivitas siswa terhadap 12 aspek yang diamati dalam skenario pembelajaran STAD selama 2 siklus dapat dijelaskan sebagai berikut: pada pembelajaran siklus I, rata-rata kemampuan siswa dalam melakoni model pembelajaran STAD sebesar 78%, sedangkan pada pembelajaran siklus II meningkat menjadi 88%. Peningkatan yang terjadi sebesar 10%. Jadi, aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Matematika dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 3. Dari hasil evaluasi selama 2 siklus dapat dijelaskan sebagai berikut: rata-rata hasil belajar siswa meningkat dari 63 dengan persentasi jumlah siswa yang memperoleh ketuntasan belajar sebanyak 12 orang atau 60% pada Siklus I

49

meningkat menjadi 72 dengan jumlah siswa yang memperoleh ketuntasan belajar sebanyak 17 orang atau 85% pada Siklus II. Sedangkan, persentasi jumlah siswa yang mengalami ketidaktuntasan belajar menurun drastis dari 8 orang atau 40% pada Siklus I menjadi 3 orang atau 15% pada Siklus II. Jadi, hasil belajar Matematika siswa dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. B. Saran Saran yang dapat saya berikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Institusi Pendidikan dalam lingkup Dinas Kota Raha Kabupaten Muna, hendaknya selalu memberi perhatian kepada guru-guru agar meningkatkan profesionalisme dalam bidang penelitian tindakan kelas dan penerapan model-model pembelajaran yang diwujudkan dalam bentuk pelatihan atau penataran untuk meningkatkan mutu pendidikan. 2. Bagi sekolah, hendaknya mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran yang berimplikasi pada peningkatam hasil belajar siswa. 3. Bagi guru, khususnya guru Matematika, hendaknya memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran, potensi siswa, dan lingkungan sosial di Sekolah tersebut.. 4. Bagi siswa, senantiasa melibatkan diri sepenuhnya dalam proses

pembelajaran agar hasil belajar yang diharapkan tercapai dengan maksimal.

50

DAFTAR PUSTAKA

Andayani,

Sutrisni, 2007. STAD dalam http://trisnimath.blogspot.com/. (di akses 23 Mei 2011)

Matematika.

Andriyati, Tati, 2006. Pembelajaran Dalam Ilmu Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Arifin, Zainal, 1991. Evaluasi Instruksional. Bandung: Remaja Rosdayakarya. Iskandar, 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat: Gaung Persada Press. Ismail, dkk, 2002. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas. Karso, 1998. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka. Kolewora, Harni Aref, 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Bangun Datar Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas IV SDN 1 Kabangka Kabupaten Muna. Kendari: Universitas Haluoleo. Mahmud, Dimiyati, 1990. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Muslimin, 2000. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. http://ModelPembelajaran-Kooperatif-Tipe-STAD.blogspot.com. Diakses tanggal 26 Maret 2012. Nur, Muhammad, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Roslina, 2005. Hubungan Kemampuan Berpikir Divergen Dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas II SMP Negeri 10 Kendari. Kendari: Skripsi Universitas Haluoleo. Satriatin, 2003. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Phytagoras Dan Garis-garis Sejajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Siswa Kelas II3 SMPN I Sampara. Kendari: Skripsi Unhalu Kendari. Slameto, 1987. dan Rineka Cipta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Sudjana, 2006. Metoda Statistika. Jakarta: Balai Pustaka Sumadi, 2009. Penelitian Kependidikan. Bandung: Alphabeta

51

Uzer, 2000. Upaya Optimalisasi Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Widjayanti, 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: UP Press. Widyantini, 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP . http://pendekatan-kooperatimatika. Diakses Tanggal 23 Mei 2011.

52

Anda mungkin juga menyukai