Anda di halaman 1dari 9

Pelangi Untuk Iriana

Oleh Harviana C. W.

Lagi-lagi hujan turun dengan derasnya. Disini aku tinggal di Bandung atas, daerah yang terkenal sejuk. Namaku Kanya Dwi Permata, orang memanggilku Kanya. Aku suka membaca dan menulis cerita, tepatnya di benda digital seperti laptop, komputer atau gadget lainnya. Selain itu aku suka mendengarkan lagu-lagu pop-rock juga lagu yang liriknya benarbenar menggambarkan perasaanku saat itu. Aku termasuk orang yang cuek, suka melanggar dan istilahnya aku punya prinsip hidup just have fun. Mendadak tubuhku meringkuk kedinginan. Aku sudah memperkirakan hal itu akan terjadi. Aku selalu kedinginan saat nonton film Titanic. Aku memang suka nonton film. Kadang-kadang dengan begitu aku bisa sadar dan mengambil hikmah yang ada dalam film yang aku tonton. Apalagi film tentang arti kehidupan. Aku seakan tidak percaya ada sisi kehidupan seperti itu. Kalau sudah begini, aku jadi teringat pada teman sekelasku... *** Aku merinding mengingat peristiwa saat hari pertama aku bertemu dengannya. Anak-anak, hari ini kita akan kedatangan murid baru. Dia berasal dari Jakarta. Dan.. dia mungkin akan membutuhkan banyak bantuan, Ibu Hidayah selaku wali kelasku sedikit berpidato untuk menyambut murid baru yang akan datang itu. Masuklah Aku mengerucut bibir. Yang ada di depan kelas saat ini tidak lebih dari seorang gadis berkacamata. Tidak cantik, tidak ada yang spesial. Itulah kesan pertamaku padanya. Namanya Putri Iriana. Aku bingung kenapa ia membawa tas sebesar itu, seperti membawa perlengkapan kemping. Aku juga masih berpikir kenapa dia harus membutuhkan banyak bantuan? Satu minggu telah berlalu sejak kedatangan Iriana. Sekarang sedang istirahat. Seperti biasa aku bersama teman-temanku Bima, Tania, Endah, dan Eka. Es jeruk yang kami pesan belum datang juga. Akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi tukangnya, hasilnya aku kembali dengan satu nampan berisi 5 gelas es jeruk. Ditengah perjalanan menuju meja...

Brugghhh, suara itu terdengar setelah Iriana menabrakku. Dan sekarang ditambah suara jatuhnya gelas-gelas dari nampan serta teriakanku setelah diriku jatuh dan basah kuyup oleh air es jeruk. Aku buru-buru berdiri. Wajahku merah karena malu dan sekarang berganti menjadi marah. Kau ini...lihat-lihat kalau jalan. Tidak punya mata ya? Atau buta??, itulah kata-kata yang aku gunakan untuk menyembur Iriana dan aku menekankan intonasiku saat mengucapkan kata buta. Seisi kantin mendadak terperangah seakan dia memang buta dan aku mengejeknya. Iriana pun menangis dan pergi. Aku lantas bingung atas apa yang terjadi. Apa dia tidak pernah bercanda? Atau bukankah responnya begitu berlebihan? Apa aku terlalu kasar? Aku sering memarahi orang seperti itu tapi tidak ada yang responnya seperti tadi, aku buru-buru membela diri sebelum menerima jawaban dari keempat temanku yang masih anggun duduk di bangku kantin. Tania berdiri dan merangkul bahuku. Tadi itu memang tidak terlalu kasar..tapi bagi Iriana itu lebih dari kasar, Kanya. Seketika aku sadar yang ia maksud. Jadi Iriana benar-benar....., aku tidak sanggup melanjutkan kata-kataku. Buta? lanjutku dalam hati. Rasa bersalah yang sangat luar biasa langsung beredar menyetrum seperti listrik ke sekujur tubuhku. Bagaimana aku bisa sebodoh ini? Dan.. tidak menyadarinya. Aku memang jarang memperhatikan orang, termasuk Iriana. Tapi masa aku sampai tidak menyadarinya? Tas dia yang besar, ternyata membawa perlengkapan huruf brailenya, perhatian yang kelewat berlebihan dari semua guru untuknya, dan guru yang akhir-akhir ini hanya berbicara tanpa menulis kecuali dibutuhkan. *** Ingatan itu terus berkelebatan di pikiranku. Seakan kejadiannya baru kemarin. Aku masih merasa sangat bersalah. Bahkan aku belum minta maaf padanya sampai detik ini. Benar-benar pengecut aku ini. Sebulan sudah berlalu sejak kejadian itu. Anehnya, dia tetap tersenyum. Dia juga terkadang menanyakan suatu hal padaku soal sekolah maupun hal lain, seakan peristiwa itu tidak pernah terjadi. Dia baik sekali. Aku tidak punya nyali yang besar dan kesempatan yang mendukung untuk minta maaf.

Mama seperti biasa membangunkanku untuk siap-siap pergi ke sekolah. Hari ini hari pertama masuk setelah libur kenaikan semester. Saat memasuki gerbang sekolah dalam hati aku berjanji akan menemui Iriana dan minta maaf. Kanya, sapa seseorang dibelakangku Hai Iriana. Kau bisa tau.. ini aku?. Iriana hanya tertawa kecil dan tidak menjawab pertanyaanku. Mmm. Istirahat nanti mau ke kantin bareng? Tentu. Iriana lagi-lagi tersenyum. Kami pun sampai di kelas. Seperti janjinya tadi, Iriana mau bergabung denganku saat istirahat di kantin. Kami semua tertawa bersama saat Bima dan Endah menceritakan pengalaman liburnya. Ditengah-tengah obrolan aku pergi ke toilet, dan Iriana ikut. Aku sudah selesai dan sedang menunggu Iriana sambil membersihkan tangan di wastafel. Tak lama kemudian Iriana keluar. Iriana. Tentang kejadian waktu itu.. aku minta maaf. Aku benar-benar.. tidak tahu bahwa kau... Jantungku langsung berdetak kencang, tidak tahu apa yang akan Iriana katakan. Sudahlah. Aku sudah memaafkanmu. Lagipula aku sudah sering mengalami hal seperti itu. Aku yang bodoh, kenapa masih tidak bisa mengendalikan diri, Iriana bersungguh-sungguh. Terima kasih. Kau baik sekali. Dan.. aku tahu menjadi dirimu pasti akan sulit. Mmm.. Kalau ada hal-hal yang tidak enak dan ingin kau ceritakan pada orang lain.. aku bisa menjadi orang itu. Iriana tidak menjawab pertanyaanku. Dia hanya tersenyum. Baru sadarlah aku, sebenarnya Iriana memiliki mata yang indah, kulit putih yang bersih, dan.. senyum yang manis. Eh. Kalau begitu, bagaimana kalau kita keluar untuk jalan-jalan Sabtu ini? Dengan senang hati. *** Hari Sabtu hari Sabtu dan hari Sabtu. Pikiranku terus memikirkan apa yang akan terjadi nanti padahal sekarang masih hari Rabu. Sampailah aku di kelas saat aku berhenti memikirkan itu dan saat itu juga aku melihat Iriana yang hampir jatuh lalu diselamatkan oleh Eka, pacarku. Melihat mereka yang sekarang sedang tertawa.. aku merasa sedikit jealous.

Semenjak hari itu, Eka jadi berubah. Terkadang tidak menggubrisku, menjauhiku, tidak pernah membalas sms, ponselnya pun sering tidak bisa dihubungi. Ini sedikit menjengkelkan. Saat meminta penjelasan atas semua yang terjadi, Eka hanya tersenyum dan mengelus kepalaku lalu berkata Maaf. Semua baik-baik saja. Aku akan menjelaskannya nanti saat waktunya tepat. Aku tidak mengerti apa yang dia maksud. Tapi aku percaya padanya. Tiba juga hari Sabtu. Matahari yang terik memaksaku untuk beranjak dari tempat tidur. Jam 10 nanti aku janjian dengan Iriana di depan sekolah. Aku tiba disana jam 10 lewat 15 menit dan tidak perlu menunggu Iriana karena dia sudah datang. Kita akan kemana?, Iriana memulai pembicaraan Bagaimana kalau shopping di PVJ (Paris Van Java)? Wajah Iriana sedikit bingung. Mmm.. Ada tempat lain tidak? Aku tidak terlalu suka keramaian. Oh. Bagaimana kalau ke Bukit Bintang? Suasana disana enak untuk nongkrong dan mengobrol. Sebelumnya kita beli makanan dulu di supermarket. Ide bagus. Baru sampai disana, Iriana sudah teriak-teriak, Disini memang luar biasa Kanya!! Kau hebat!!. Aku langsung menggelar kain di rumput dan membuka bungkusan makanan yang tadi dibeli. Setelah menyadari bahwa aku sudah duduk kalem dan menikmati pemandangan, Iriana berhenti dan sepertinya mencari. Tanpa perlu disuruh, aku sudah memberitahu Iriana aku ada dimana. Boleh aku bertanya sesuatu?, tanyaku berusaha memecah keheningan. Iriana mengangguk sekali. Kenapa kau memutuskan pindah ke Bandung? Dan.. aku ingin tahu bagaimana kehidupanmu di Jakarta. Iriana menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Di Jakarta.. semua baik-baik saja sebelum peristiwa itu. Masa yang sangat buruk dan berat bagiku. Aku kecelakaan saat pulang sekolah dan sejak saat itulah aku tidak bisa melihat. Aku tahu bagi Iriana untuk mendengar dan mengucapkan kata buta pasti sangat sulit. Aku pindah-pindah sekolah karena banyak sekolah yang tidak mau menerimaku. Akhirnya aku pun diterima di

salah satu sekolah swasta. Karena tidak betah, aku pun pindah ke SLB. Sekolah di SLB, tidak membuatku lebih baik. Aku pun memutuskan pindah ke Bandung. Di Bandung juga banyak sekolah yang menolakku. Tapi kau lihat sekarang? Aku berada di satu sekolah denganmu dan tidak membuat kesusahan. Kami berdua tertawa kecil. Bunyi ponsel Iriana membuat tawa kami terhenti. Sms dari siapa?, dengan refleknya aku bertanya. Bisa kau bacakan? Mungkin dari Eka, dengan polosnya ia menjawab dan sudah pasti ia tidak tahu bahwa Eka itu pacarku. Akhir-akhir ini kami memang sering sms-an. Dia lelaki yang baik. Ia terlihat malu dan wajahnya pun memerah. Aku tahu itu. Sekarang aku sadar dan mengerti atas yang akhir-akhir ini terjadi pada Eka dan aku. Anehnya aku tidak merasa cemburu sama sekali. Aku malah senang melihat Iriana bahagia. Kau menyukainya? Dia hanya tersenyum malu dan mengangguk. Baiklah. Aku akan jadi Mak Comblang untukmu. Lagi lagi dia tersenyum dan aku pun membalas senyumannya. Tiba-tiba hujan turun memecahkan suasana. Sial. Hujan. Ayo berlindung. Kami pun masuk ke sebuah toko yang ada disana. Maaf ya. Semua jadi berantakan. Harusnya aku tahu akan turun hujan. Langit mendung kenapa aku tidak sadar? Kau baik-baik saja? Kanya. Ini bukan salahmu. Aku baik-baik saja. Aku tahu Iriana berbohong. Dia menggigil kedinginan dan giginya gemeletukan. Aku senang turun hujan. Apalagi di tempat seperti ini. Pasti akan ada pelangi nantinya. Aku suka pelangi. Iriana mulai mengoceh sendiri. Aku menyesal selama masa hidupku saat aku masih bisa melihat, aku tidak menggunakan kesempatan untuk melihat pelangi. Melalui deskripsi Ibuku, pelangi itu berwarna-warni. Jika aku harus mengorbankan sesuatu, aku rela melakukan apa saja untuk bisa melihat pelangi. Pasti sangat indah ya? Aku tidak yakin kata-kata terakhirnya itu berupa pertanyaan atau pernyataan. Dan aku baru sadar bahwa aku juga belum pernah melihat pelangi. Berpikir untuk melihatnya saja, tidak pernah. Ternyata benar saja. Setelah hujan berhenti, ada garis berwarna-warni yang menghiasi langit. Aku langsung mengguncang tangan Iriana. Iriana. Ada pelangi. Kau benar. Indah

sekali. Aku terpaku melihat pelangi itu. Tidak melihat ekspresi Iriana. Ini kali pertama aku melihat pelangi. Disini suasananya sudah indah, ditambah ada pelangi. Kami berpisah setelah sampai di sekolah lagi, karena Iriana minta dijemput disana. Aku ditawari untuk diantar sampai rumah, tapi aku menolak. Terima kasih untuk hari ini. Sangat menyenangkan. Lain kali kita jalan-jalan lagi ya, Iriana berkata dengan riang. Sama-sama. Pasti, aku menjawab dengan tulus. Iriana pun masuk ke mobil. Aku pergi setelah melihat mobilnya sudah jalan. *** Sesampainya disekolah, aku menemukan bangku Iriana kosong, hanya ada tasnya. Aku pun keluar kelas untuk mencarinya. Aku mendapati dia saat keluar dari ruang Kepala Sekolah. Iriana. Ada masalah apa? Iriana terlihat kaget dan kikuk saat mendengar suaraku. Kanya? Kau mencariku ya? Aku tidak menjawab apa-apa. Mmm.. Tadi permohonan pindah sekolah, ada perasaan tidak enak yang aku tahu pasti Iriana rasakan. Pindah? Ke mana? Kenapa kau tidak pernah bilang? Bel pun berbunyi. Nanti aku jelaskan. Kita harus masuk kelas. Selama jam pelajaran aku benar-benar frustasi. Bingung. Dan.. tidak konsen. Bel istirahat pun berbunyi. Sebelum aku sempat menghambur ke luar, Eka sudah menghampiriku. Kanya. Aku mau menjelaskan... Tidak usah. Aku sudah tahu semuanya. Dan.. aku baik-baik saja. Aku langsung mengejar Iriana yang sudah keluar kelas tanpa memperhatikan respon Eka setelah itu. Iriana yang tidak tahu saat aku ikuti, dapat dengan mudah aku jangkau. Iriana. Kau sudah berjanji menjelaskan semuanya padaku. Iriana tidak kaget saat aku menghentikan langkahnya. Dia mengangguk. Aku pun mengajaknya duduk di taman.

Aku akan pindah ke Djogjakarta bulan depan. Orang tuaku bilang disana ada sekolah yang cocok dan mereka yakin aku betah disana, Iriana menjelaskan tanpa aku suruh lagi. Memangnya kau tidak betah disini? Iriana mulai memberi penjelasan lagi, Bukan begitu. Lagi pula orang tuaku juga akan pindah kerja disana. Jadi aku tidak bisa mengelak. Setelah menyimpulkan bahwa aku akan berpisah dengan Iriana, entah kenapa aku sangat sedih. Ternyata aku sudah menyayanginya seperti saudaraku sendiri. Baiklah. Kau boleh pergi. Tapi ada syaratnya Syarat? Apa? Kita akan melakukan hal-hal menyenangkan telebih dahulu untuk dijadikan kenangan sebelum kau pergi, entah mengapa kata-kata yang keluar dari mulutku saat itu terdengar begitu tegas dan sungguh-sungguh. Bahkan dalam hati aku berjanji, pasti akan melakukannya. Iriana tidak menolak ataupun mengiyakan syarat yang kuajukan. Dia hanya menangis. Aku pun memeluknya. *** Aku ketiduran sepulang sekolah dan terbangun saat ponselku berbunyi. Ada apa Eka? Aku sudah bilang kau tidak perlu menjelaskan apa-apa. Aku baik-baik saja. Eka hanya diam. Sungguh. Aku senang kau mau memperhatikannya. Dia menyukaimu. Dari tadi aku mengoceh terus. Bahkan aku tidak sadar, ini mimpi atau benar-benar terjadi. Rasanya mulutku tidak dikontrol dan mengucapkan semua yang ada dalam pikiranku. Eka yang daritadi diam, akhirnya menjawab, Jadi kau baik-baik saja ya. Aku memang bermaksud menbuatnya senang. Harusnya aku mendiskusikannya dulu denganmu sebelum bertindak. Untungnya aku punya pacar yang pengertian. Eka tertawa kecil. Aku dengar dia akan pindah sekolah. Apa benar? Iya. Dia akan pindah ke Djogjakarta. Oh iya. Aku ingin membuat.. ya.. semacam acara jalan-jalan dan pesta perpisahan. Bagaimana menurutmu? Ide bagus. Aku akan mendukung apapun yang kau rencanakan. Selama itu baik. Setelah itu kami menutup telepon. Aku masih bergulat dengan pikiranku. Memikirkan bagaimana cara yang terbaik untuk melepas kepindahan Iriana.

*** Rencana sudah diputuskan. Seminggu sebelum Iriana pindah, kami akan pergi ke kawah putih bersama Eka. Aku yakin tempat itu cocok untuk Iriana. Lalu saat hari terakhir Iriana masuk sekolah, aku akan mengadakan pesta perpisahan di rumahku sendiri. Tiba saatnya aku, Iriana, dan Eka pergi jalan-jalan ke kawah putih. Sepulangnya dari sana, Iriana terlihat sangat gembira. Dan artinya rencana pertama berhasil. Kadang-kadang aku kasihan pada Iriana karena mendapat sikap yang terlalu baik dari Eka. Tapi aku juga tahu Eka tulus. Seminggu lagi pesta akan dilaksanakan. Aku sibuk membeli ini itu. Ternyata membuat pesta, lebih sulit daripada yang aku bayangkan. Memesan catering, memasang balon, menyiapkan lilin, kertas warna-warni, lampu-lampu, pokoknya semuanya. Aku ingin yang terbaik. *** Hari ini, seperti biasanya Eka mengantarku pulang. Dua hari lagi pesta akan benarbenar diadakan. Saat di perjalanan aku memikirkan banyak hal tentang pesta. Tiba-tiba bunyi debam keras terdengar dan aku pun terlempar ke jalan. Aku tidak ingat apa-apa kecuali orang-orang mengerumuniku dan kepalaku pening bahkan aku tidak sadar telah dibanjiri darah..... Terasa lama. Dan saat aku bangun, benar saja. Ternyata aku koma 2 hari di rumah sakit. Kepalaku bocor dan kehilangan banyak darah. Tidak hanya itu, kakiku retak dan diperkirakan lumpuh. Dan.. jantungku memang lemah. Sekarang semakin menjadi setelah peristiwa itu. Aku akan mati... Aku mengerang-erang terus. Menangis. Aku tahu itu tidak akan memperbaiki keadaan bahkan memperburuknya. Ya ampun, bagaimana dengan pesta perpisahan? Aku menyadari betapa sia-sianya semua yang aku lakukan selama ini. Aku tidak pernah menghargai hidup secara utuh. Tapi berteman dengan Iriana membuatku menyadari pentingnya bersyukur atas kehidupan yang Tuhan berikan di tengah sisi kehidupan yang tidak kita sukai serta mempergunakan waktu yang ada untuk membahagiakan orang lain. ***

Putri Iriana
Aku membaca surat yang terakhir Kanya tulis. Ya. Sekarang aku bisa melihat. Kanya, orang paling mulia yang pernah aku temukan didunia ini, merelakan matanya untukku. Mataku pun dicangkok dan berhasil. Sekarang aku bisa melihat lagi. Air mataku tak tertahankan lagi setiap kali membaca surat dari Kanya. Iriana, temanku. Walaupun awal pertemuankan kita begitu menyakitkanmu, yang terpenting adalah sekarang aku menyayangimu. Gunakanlah mataku dan lihat semua keindahan ini. Aku yakin sebelum masa itu datang, kau tidak peduli akan apa yang kau lihat. Bercanda.. Aku titipkan Eka padamu. Hiburlah dia. Seperti yang kau bilang, dia lelaki yang sangat baik. Iriana, kau bilang kau sangat ingin melihat pelangi. Setelah ini lihatlah pelangi dan anggaplah aku ada di sana tersenyum untukmu... Kanya

Anda mungkin juga menyukai