Istilah gender seringkali dikacaukan dengan konsep jenis kelamin, padahal keduanya berbeda JENIS KELAMIN (sex) adalah pembagian lakilaki dan perempuan yang ditentukan secara biologis, terutama terkait dengan fungsi reproduksi laki-laki dan perempuan bersifat permanen, tidak dapat dipertukarkan, kodrati (divine creation) CONTOH: laki-laki memiliki penis, kala menjing, menghasilkan sperma; perempuan memiliki payudara, vagina, ovum, dapat menstruasi, hamil, melahirkan...
GENDER
GENDER (gender) adalah sifat yang dilekatkan kepada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial dan kultural bisa dipertukarkan, tidak bersifat universal, berbeda antartempat, antarwaktu, antarkelas (social construction) CONTOH: laki-laki aktif, agresif, independen, rasional, kasar, dsb, sementara perempuan halus, lembut, pasif, dependen, cengeng, dsb.
MARGINALISASI
MARGINALIZATION (proses peminggiran ekonomi/pemiskinan) karena dia perempuan. Sumbernya antara lain kebijakan pemerintah, tafsir agama, tradisi, bahkan asumsi ilmu pengetahuan CONTOH: Revolusi Hijau, hukum waris, UU Perkawinan (perempuan sebagai pengelola rumah tangga sehingga kalau bekerja dia rawan PHK, diupah rendah,...) feminization of poverty
SUBORDINASI
SUBORDINATION (anggapan tidak penting/penomorduaan): adanya anggapan bahwa perempuan emosional dan tidak rasional menyebabkan mereka dianggap tidak layak memimpin CONTOH: rendahnya proporsi anggota dewan perempuan perlu affirmative action
STEREOTIP
STEREOTYPING (pelabelan negatif) CONTOH: adanya anggapan perempuan dandan untuk menarik perhatian laki-laki, jika terjadi perkosaan misalnya, korban disalahkan (blaming the victim)
BEBAN GANDA
DOUBLE BURDEN (beban ganda): perbedaan gender melahirkan pembagian kerja: laki-laki di sektor publik, perempuan di sektor domestik. Ketika perempuan masuk ke sektor publik, dia tetap bertanggung jawab atas tugas rumah tangga
KEKERASAN
VIOLENCE (kekerasan): kekerasan yang disebabkan bias gender disebut genderrelated violence CONTOH: perkosaan (termasuk marital rape), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sunat perempuan (genital mutilation), pelacuran, pornografi, pemaksaan sterilisasi KB (enforced sterilization), menyentuh bagian tubuh perempuan tanpa kerelaan yang bersangkutan (molestation), pelecehan seksual (sexual harassment)
Dari jumlah tersebut, kasus KDRT yang sampai dibawa ke pengadilan tidak lebih dari 3 (tiga) persen. Sisanya tidak tersentuh hukum sama sekali karena banyak faktor yang Menghalanginya: budaya, birokrasi, psikologi,dll.
Secara tegas, undang-undang tersebut menjelaskan bahwa yang termasuk dalam lingkup rumah tangga ini (pasal 2 ayat 1) meliputi: 1. Suami, istri dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri). 2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam hurup a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan), dll. 3. Pembantu rumah tangga yang menetap dalam rumah tangga tersebut.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga Kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Ex: menampar, memukul, menendang, menyundut dengan rokok, sampai pembunuhan. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.Ex: menghina/berkomentar negatif tentang pasangan, melarang istri mengunjungi saudara/teman-temannya, suami yang mengancam akan menceraikan istrinya, dll.
Kekerasan seksual, yaitu setiap perbuatan berupa pemaksaan hubungan seksual, dengan cara tidak wajar/tidak disukai, atau pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil atau tujuan tertentu. Kekerasan ekonomi atau penelantaran rumah tangga, yaitu perbuatan seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga, baik berupa tidak menafkahi atau membatasi ruang gerak lingkup rumah tangga lainnya.
Meski telah ada UU tentang penghapusan KDRT, kasus demi kasus terus terjadi. KDRT sepertinya dianggap hal wajar dan kurang mendapat respon dari masyarakat kebanyakan. Hal ini dikarenakan: Terjadi di arena keluarga, sehingga relatif tertutup dan terjaga privasinya. Apalagi di Jawa misalnya ada falsafah jaga praja. KDRT dianggap wajar, karena menjadi hak suami sebagai kepala keluarga Terjadi di lembaga yang legal, yakni lembaga perkawinan.
Lanjutan fakta.
Fakta temuan Komnas perempuan menyebutkan, korban KDRT telah mengenyam pendidikan menengah bahkan pendidikan tinggi. Delapan (8 %) lulusan SLTP, 44 % lulusan SLTA, bahkan 37 % lulusan universitas. Hanya 4 % lulusan SD. Disamping mitos dan fakta tersebut, ada nilai dalam masyarakat yang mendukung lestarinya KDRT, yaitu: 1.Suami adalah pemimpin, maka...... 2.Tak seorang pun berhak mencampuri urusan rumah tangga orang 3.Membuka aib suami sama halnya mempermalukan diri sendiri