Anda di halaman 1dari 1

PENDAHULUAN

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan cukup sering di dunia. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rhinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis (PERHATI, 2006).

Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis maksila paling sering ditemukan, kemudian diikuti oleh sinusitis ethmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sphenoidalis. Hal ini disebabkan karena sinus maksilaris merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, muara ostium sempit sehingga drainase kurang baik, dan terletak dekat akar gigi. (Mangunkusumo, 2001)

Sampai saat ini sinusitis maksilaris masih merupakan masalah yang selalu diperdebatkan, baik mengenai etiologi, keluhan, diagnosis maupun tindakan selanjutnya. Penderita biasanya mempunyai obstruksi nasal, chepalgia, post nasal drip, fetor et nasal dan hiposmia.(Higler, 1989) Diagnosis sinusitis maksilaris dapat ditentukan berdasarkan anamnenis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior, dan pemeriksaan penunjang. (Michael, 1997)

Berdasarkan latar belakang tersebut sehingga penulis tertarik untuk membuat karya tulis mengenai diagnosis sinusitis maksilaris berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan. Selain itu, disajikan pula mengenai embriologi, anatomi, perdarahan, dan inervasi dari sinus maksila.

Anda mungkin juga menyukai