Anda di halaman 1dari 30

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI.1. Hasil Berdasarkan hasil pengumpulan data mengenai hubungan antara infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah dengan status gizi anak sekolah dasar, pada SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV sebanyak 300 responden diperoleh hasil sebagai berikut : VI.1.1. Gambaran umum lokasi

Sekolah yang digunakan sebagai lokasi penelitian adalah SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV. Ketiga sekolah dasar ini berada di kecamatan tamalanrea dimana SD Bontoramba I terletak di Jl.Bontoramba yang cukup jauh dari jalan besar, SDI Tamalanrea II terletak di blok I BTP sedangkan SDI Tamalanrea IV terletak di blok ??? Tepat dibelakang puskesmas tamalanrea. Ketiga sekolah ini terlihat sangat berbeda baik dari lokasi, fasilitas maupun tingkat kebersihannya. Pada SD Bontoramba I terdapat 1 ruang guru yang juga digabung dengan ruang kepala sekolah dan 5 ruang kelas, dimana ruangan kelas 1 dan kelas 2 sama dan digunakan secara bergantian. Guru yang mengajar kurang lebih 7 orang yang merupakan wali dari tiap-tiap kelas, 1 guru agama kristen, dan 1 penjaga sekolah. Selain itu ada pula yang bekerja dibagian tata usaha. Jumlah murid yang masih aktif di sekolah tersebut ???. Disekolah ini terdapat

1 wc yang sudah tidak terpakai. Di bagian samping kiri sekolah terdapat kebun dan jalanan menuju ke sekolah ini sangat sempit, hanya untuk 1 mobil saja. Fasilitas di sekolah ini sangat kurang, jangankan perpustakan atau kantin ruangan untuk kelas 1 dan 2 saja digabung, ruang guru berikut ruang kepala sekolah nya juga sangat sempit. Dan untuk kebersihan sekolah juga masih rendah, selain itu halaman kelas atau halaman sekolah masih beralaskan tanah yang lembab, sehingga jika musim hujan maka air akan tergenang disekitar halaman kelas atau halaman sekolah. Untuk SDI Tamalanrea II terdapat 6 ruang kelas selain itu juga

terdapat 1 ruang perpustakaan, 1 ruang kantor, 1 ruang guru, 1 kantin, 1 ruang dapur, 1 wc yang masih berfungsi. Guru yang mengajar berjumlah 18 orang, penjaga perpustakaan 1 orang, penjaga sekolah 1 orang , dan petugas kebersihan 1 orang. Jumlah murid pada tahun ajaran 2010/2011 adalah 451 orang dengan rincian laki-laki 254 orang (56,32%) dan perempuan 197 orang (43,68%). Di sekolah ini siswanya terbagi, ada yang masuk pagi dan ada yang masuk siang, tapi hal ini sudah cukup sebanding dengan jumlah guru yang ada. Lokasi sekolah ini cukup luas karena di dalam nya juga terdapat taman kanak-kanak. Tetapi hal ini tidak mengurangi kualitas dari sekolah ini karena pada dasarnya lokasinya cukup luas. Selain itu fasilitas yang ada juga cukup lengkap, bahkan setiap kelas mempunyai dispenser beserta galon yang berisi air minum yang memang disediakan khusus untuk murid sekolah ini. Lingkungan sekolah ini juga cukup bersih, selain itu halaman dan sekitar nya beralaskan semen jadi tidak terlihat kotor jika sedang musim hujan.

Pada SDI Tamalanrea IV terdapat 1 ruang guru yang juga digabung dengan ruang kepala sekolah, 6 ruang kelas, 1 kantin, dan 1 mushallah. Guru yang mengajar berjumlah ??? orang, penjaga sekolah 1 orang dan penjaga kantin 1 orang. Jumlah murid pada tahun ajaran 2010/2011 adalah ??? orang dengan rincian laki-laki ??? orang (%) dan perempuan ??? orang (.%). Di sekolah ini siswanya terbagi, ada yang masuk pagi dan ada yang masuk siang, tapi hal ini sudah cukup sebanding dengan jumlah guru yang ada. Lokasi sekolah ini kurang luas jika dibandingkan dengan SDI Tamalanrea II. Selain itu fasilitas yang ada juga kurang lengkap, tetapi dari segi kebersihannya termasuk kategori cukup bersih, dan halaman serta

lingkungan sekitar nya beralaskan semen jadi tidak terlihat kotor jika sedang musim hujan. VI.1.2. Karakteristik Siswa Tabel 6.1. Distribusi Karakteristik Siswa berdasarkan jenis kelamin dan umur
N = 300 Jenis kelamin laki-laki Perempuan Umur 7 tahun 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 42 94 75 73 16 300 14 31,3 25 24,3 5,3 100 160 140 53,3 46,7 Persen (%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat distribusi jenis kelamin pada 300 responden, dimana jumlah laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan jumlah responden laki-laki sebanyak 160 orang (53,3%) dan responden perempuan sebanyak 140 orang (46,7%). Pada kolom umur dapat kita lihat bahwa umur terbanyak responden adalah umur 8 tahun sebanyak 94 responden (31,3%), diikuti dengan umur 9 tahun sebanyak 75 responden (25%), kemudian umur 10 tahun sebanyak 73 responden (24,3%) dan 7 tahun sebanyak 42 responden (14%), dan terakhir umur 11 tahun sebanyak 16 responden (5,3%). VI.1.3. Hygiene Perorangan Tabel 6.2. Distribusi hygiene perorangan
Hygiene Perorangan KEBIASAAN MEMAKAI ALAS KAKI JIKA KELUAR RUMAH Ya Kadang-kadang Tidak KEBIASAAN MEMAKAI SEPATU SAAT ISTIRAHAT SEKOLAH Ya Kadang-kadang Tidak KEBIASAAN BERMAIN DILANTAI Tidak Kadang-kadang Ya CUCI TANGAN DAN KAKI SETELAH BERMAIN Ya Kadang-kadang Tidak CUCI TANGAN SEBELUM MAKAN Ya Kadang-kadang Tidak CUCI TANGAN DENGAN SABUN SEBELUM MAKAN Ya Kadang-kadang Tidak 281 17 2 264 24 12 93,7 5,7 0,7 88 8 4 N = 300 PERSEN (%) 86,3 10,3 3,3 80,7 12,3 7 25,3 39,7 35 77,7 16 6,3

259 31 10 242 37 21 76 119 105 233 48 19

CUCI TANGAN SETELAH BUANG AIR BESAR Ya Kadang-kadang Tidak CUCI TANGAN DENGAN SABUN SETELAH BUANG AIR BESAR Ya Kadang-kadang Tidak MEMOTONG KUKU SETIAP MINGGU Ya Kadang-kadang Tidak KEBIASAAN MENGGIGIT KUKU Tidak Kadang-kadang Ya OBSERVASI KUKU Pendek Bersih Pendek Kotor Panjang Kotor 200 59 41 66,7 19,7 13,7 280 10 10 274 18 8 212 66 22 258 28 14 93,3 3,3 3,3 91,3 6 2,7 70,7 22 7,3 86 9,3 4,7

Dari tabel diatas dapat dilihat hygiene perorangan pada 300 responden dimana pada kolom kebiasaan memakai alas kaki jika keluar rumah, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 259 responden (86,3%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 31 responden (10,3%), dan yang menjawab tidak sebanyak 10 responden (3,3%). Untuk kolom kebiasaan memakai sepatu saat istirahat sekolah, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 242 responden (80,7%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 37 responden (12,3%), dan yang menjawab tidak sebanyak 21 responden (7%). Pada kolom kebiasaan bermain dilantai, jawaban terbanyak adalah kadang-kadang sebanyak 119 responden (39,7%), kemudian yang menjawab

ya sebanyak 105 responden menjawab tidak.

(35%) dan sebanyak 76 responden (25,3%)

Pada kolom cuci tangan dan kaki setelah bermain, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 233 responden (77,7%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 48 responden (16%), dan yang menjawab tidak sebanyak 19 responden (6,3%). Pada kolom cuci tangan sebelum makan, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 281 responden (93,7%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 17 responden (5,7%), dan yang menjawab tidak sebanyak 2 responden (0,7%). Pada kolom cuci tangan dengan sabun sebelum makan, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 264 responden (88%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 24 responden (8%), dan yang menjawab tidak sebanyak 12 responden (4%). Untuk kolom cuci tangan setelah buang air besar, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 280 responden (93,3%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 10 responden (3,3%), dan yang menjawab tidak sebanyak 10 responden (3,3%). Pada kolom cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 274 responden (91,3%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 18 responden (6%), dan yang menjawab tidak sebanyak 8 responden (2,7%).

Untuk kolom memotong kuku setiap minggu, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 212 responden (70,7%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 66 responden (22%), dan yang menjawab tidak sebanyak 22 responden (7,3%). Pada kolom kebiasaan menggigit kuku, jawaban terbanyak adalah tidak sebanyak 258 responden (86%), kemudian yang menjawab kadangkadang sebanyak 28 responden (9,3%), dan yang menjawab ya sebanyak 14 responden (4,7%). Untuk kolom observasi kuku, terbanyak adalah pendek bersih sebanyak 200 responden (66,7%), kemudian pendek kotor sebanyak 59 responden (19,7%), dan untuk panjang kotor sebanyak 41 responden (13,7%).

Tabel 6.3. Distribusi hygiene perorangan secara umum


Hygiene Perorangan Baik Cukup Kurang TOTAL N = 300 223 51 26 300 PERSEN (%) 74,3 17 8,7 100

Dari tabel di atas, dapat kita lihat hygiene perorangan secara umum pada 300 responden dimana yang terbanyak adalah kategori baik sebanyak 223 responden (74,3%), kemudian 51 responden (17%) termasuk kategori cukup, dan 26 responden (8,7%) termasuk kategori kurang.

VI.1.4. Sanitasi Lingkungan Tabel 6.4. Distribusi sanitasi lingkungan


SANITASI LINGKUNGAN MEMPUNYAI JAMBAN KELUARGA Ya Tidak JENIS JAMBAN Kloset jongkok Jamban cemplung DI WC SELALU TERSEDIA AIR YANG CUKUP Ya Kadang-kadang Tidak WC SELALU BERSIH Ya Kadang-kadang Tidak JENIS LANTAI RUMAH Tegel/keramik Semen Tanah KONDISI LANTAI RUMAH Kering, mudah dibersihkan Basah, sulit dibersihkan FREKUENSI MEMBERSIHKAN LANTAI RUMAH 2 kali < 2 kali N = 300 PERSEN (%) 100 0 91 9 89,7 9 1,3 86 11 3 76,3 21 2,7 95,3 4,7 68,3 31,7

300 0 273 27 269 27 4 258 33 9 229 63 8 286 14 205 95

Dari tabel diatas dapat dilihat sanitasi lingkungan pada 300 responden dimana pada kolom mempunyai jamban keluarga, sebanyak 300 responden (100%) menjawab ya. Pada kolom jenis jamban, terbanyak adalah memiliki kloset jongkok sebanyak 273 responden (91%), dan 27 responden (9%) memiliki jamban cemplung. Untuk kolom diwc selalu tersedia air yang cukup, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 269 responden (89,7%), kemudian 27 responden (9%) menjawab kadang-kadang dan 4 responden (1,3%) menjawab tidak.

Pada kolom wc selalu bersih, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 258 responden (86%), kemudian 33 responden (11%) menjawab kadangkadang, dan 9 responden (3%) menjawab tidak. Pada kolom jenis lantai rumah, yang terbanyak adalah tegel/keramik yaitu sebanyak 229 responden (76,3%), kemudian jenis lantai semen sebanyak 63 responden (21%), dan jenis lantai tanah sebanyak 8 responden (2,7%). Untuk kolom kondisi lantai rumah, yang terbanyak adalah kondisi lantai kering, mudah dibersihkan yaitu sebanyak 286 responden (95,3%) dan yang memiliki kondisi lantai basah, sulit dibersihkan sebanyak 14 responden (4,7%). Untuk kolom frekuensi membersihkan lantai rumah, yang terbanyak adalah lebih dari atau sama dengan dua kali yaitu sebanyak 205 responden (68,3%) dan kurang dari dua kali sebanyak 95 responden (31,7%).

Tabel 6.5. Distribusi sanitasi lingkungan secara umum


Sanitasi Lingkungan Baik Cukup Kurang TOTAL N = 300 272 20 8 300 PERSEN (%) 90,7 6,7 2,7 100

Dari tabel di atas, dapat kita lihat sanitasi lingkungan secara umum pada 300 responden dimana yang terbanyak adalah kategori baik sebanyak

272 responden (90,7%), kemudian 20 responden (6,7%) termasuk kategori cukup, dan 8 responden (2,7%) termasuk kategori kurang. VI.1.5. Prevalensi Infeksi Kecacingan Tabel 6.6. Distribusi infeksi kecacingan
Infeksi Kecacingan Positif tunggal Positif campuran Negatif TOTAL N = 157 69 2 86 157 PERSEN (%) 43,9 1,3 54,8 100

Dari tabel di atas, dapat kita lihat prevalensi infeksi kecacingan pada 157 responden yang terbanyak adalah negative sebanyak 86 responden (54,8%), kemudian yang terinfeksi positif tunggal sebanyak 69 responden (43,9%), dan positif campuran sebanyak 2 responden (1,3%).

VI.1.6. Status Gizi Tabel 6.7. Distribusi status gizi berdasarkan BB/U
BB/U Baik ( -2 SD - +2 SD) Kurang (-3 SD - <-2 SD) Buruk (<-3 SD) Lebih (>+2 SD) TOTAL N = 212 153 42 13 4 212 PERSEN (%) 72,2 19,8 6,1 1,9 100

Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi status gizi berdasarkan berat badan menurut umur dimana 153 responden (72,2%) tergolong status gizi baik, 42 responden (19,8%) status gizi kurang, 13 responden (6,1%) mengalami gizi buruk, dan 4 responden (1.9%) tergolong status gizi lebih. Nilai rata-rata status gizi anak sekolah dasar adalah -1.21, angka ini

menunjukkan status gizi anak sekolah dasar masih dalam keadaan normal (-2 SD - +2 SD). Tabel 6.8. Distribusi status gizi berdasarkan TB/U
TB/U Normal (>-2 SD) Pendek (-3 SD - -2 SD) Sangat pendek (<-3 SD) TOTAL N = 300 234 64 2 300 PERSEN (%) 78 21,3 0,7 100

Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur dimana 234 responden (78%) tergolong normal, 64 responden (21,3%) tergolong pendek, 2 responden (0,7%) tergolong sangat pendek. Nilai rata-rata status gizi adalah -1.11, angka ini menunjukkan status gizi anak sekolah dasar masih dalam batas normal (>-2 SD).

Tabel 6.9. Distribusi status gizi berdasarkan IMT/U


IMT/U Normal ( -2 SD - +2 SD) Kurus (-3 SD - <-2 SD) Sangat kurus (<-3 SD) Gemuk (>+2 SD) TOTAL N = 300 242 34 13 11 300 PERSEN (%) 80,7 11,3 4,3 3,7 100

Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi status gizi berdasarkan berat badan tinggi badan menurut umur dimana 242 responden (80,7%) tergolong normal, 34 responden (11,3%) tergolong kurus, 13 responden (4,3%) sangat kurus dan 11 responden (3,7%) tergolong gemuk. Nilai rata-rata status gizi adalah -0,69, angka ini menunjukkan status gizi anak sekolah dasar masih dalam batas normal (-2 SD - +2 SD).

VI.1.7. Crosstabulation Tabel 6.10.Crosstabulation Distribusi Jenis Kelamin Dengan Infeksi Kecacingan
INFEKSI CACING Jenis Kelamin N Laki-laki Perempuan TOTAL 40 29 69 Positif Tunggal % 48,19 39,18 43,94 N 0 2 2 Positif Campuran % 0 2,70 1,27 N 43 43 86 TOTAL Negatif % 51,80 58,10 54,77 N 83 74 157 % 100 100 100

Dari tabel di atas dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan berdasarkan jenis kelamin dimana jumlah responden laki-laki yang positif tunggal sebanyak 48,19% dan jumlah responden perempuan yang positif tunggal sebanyak 39,18%, sedangkan untuk positif campuran tidak ada responden laki-laki yang terinfeksi dan jumlah responden perempuan yang positif campuran sebanyak 2,70 %, kemudian untuk jumlah responden lakilaki yang negatif sebanyak 51,80% dan jumlah responden perempuan yang negatif 58,10%.

Tabel 6.11.Crosstabulation Distribusi Umur Dengan Infeksi Kecacingan


INFEKSI CACING UMUR (TAHUN) N 7 8 9 10 11 TOTAL 9 27 15 16 2 69 Positif Tunggal % 47,36 50 45,45 35,56 33,33 43,94 N 1 1 0 0 0 2 Positif Campuran % 5,26 1,85 0 0 0 1,27 TOTAL Negatif N 9 26 18 29 4 86 % 47,36 48,14 54,54 64,44 66,66 54,77 N 19 54 33 45 6 157 % 100 100 100 100 100 100

Pada tabel di atas, dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan berdasarkan umur dimana persentase umur terbanyak yang terinfeksi khususnya positif tunggal adalah umur 8 tahun (50%), kemudian untuk yang positif campuran umur 7 tahun (5,26%) dan yang negatif terbanyak pada umur 11 tahun (66,66%). Total responden yang positif tunggal berdasarkan umur adalah sebanyak 69 responden (43,94%), kemudian untuk yang positif campuran sebanyak 2 responden (1,27%) dan yang negatif sebanyak 86 responden (54,77%).

Tabel 6.12. Crosstabulation Distribusi Hygiene Perorangan Dengan Infeksi Kecacingan


INFEKSI CACING Hygiene Perorangan Positif Tunggal N Baik Cukup Kurang TOTAL 51 15 3 69 % 44,73 51,72 21,42 43,94 Positif Campuran N 1 1 0 2 % 0,87 3,44 0 1,27 N 62 13 11 86 TOTAL Negatif % 54,38 44,82 78,57 54,77 N 114 29 14 157 % 100 100 100 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan berdasarkan hygiene perorangan secara umum. Dapat dilihat bahwa responden yang terinfeksi positif tunggal terbanyak didapatkan pada kategori cukup sejumlah 51,72%, pada kategori baik sejumlah 44,73% dan kategori kurang sejumlah 21,42%. Jumlah responden yang positif campuran terbanyak didapatkan pada kategori cukup sejumlah 3,44%, dan pada kategori baik sejumlah 0,87%. Jumlah responden yang negatif terbanyak didapatkan pada

kategori kurang sejumlah 78,57%, kemudian kategori baik 54,38% dan pada kategori cukup sejumlah 44,82%. Tidak terdapat responden yang positif campuran pada kategori kurang. Tabel 6.13. Crosstabulation Distribusi Sanitasi Lingkungan Dengan Infeksi Kecacingan
INFEKSI CACING Sanitasi Lingkungan Positif Tunggal N Baik Cukup Kurang TOTAL 59 8 2 69 % 43,06 57,14 33,33 43,94 Positif Campuran N 2 0 0 2 % 1,45 0 0 1,27 N 76 6 4 86 TOTAL Negatif % 55,47 42,85 66,66 54,77 N 137 14 6 157 % 100 100 100 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan berdasarkan sanitasi lingkungan secara umum. Dapat dilihat bahwa responden yang terinfeksi positif tunggal terbanyak didapatkan pada kategori cukup sejumlah 57,14%, pada kategori baik sejumlah 43,06% dan kategori kurang sejumlah 33,33%. Jumlah responden yang positif campuran terbanyak didapatkan pada kategori baik sejumlah 1,45%. Jumlah responden yang negatif terbanyak didapatkan pada kategori kurang sejumlah 66,66%, kemudian kategori baik 55,47% dan pada kategori cukup sejumlah 42,85%. Tidak terdapat responden yang positif campuran pada kategori cukup dan kurang.

Tabel 6.14. Crosstabulation Distribusi Infeksi Kecacingan Dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U
Status Gizi Berdasarkan TB/U Infeksi Cacing Positif Tunggal Positif Campuran Negatif TOTAL N 55 0 69 124 Normal Persen 79,71 0 80,23 78,98 N 12 2 17 31 Pendek Persen 17,39 100 19,76 19,74 Sangat Pendek N 2 0 0 2 Persen 2,89 0 0 1,27 TOTAL N 69 2 86 157 Persen 100 100 100 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat distribusi status gizi tinggi badan (TB) menurut umur berdasarkan infeksi kecacingan. Dapat dilihat bahwa persentase status gizi normal terbanyak didapatkan pada kategori negatif sebanyak 80,23%, dan pada positif tunggal sebanyak 79,71%. Jumlah responden yang status gizi pendek terbanyak didapatkan pada positif campuran sebanyak 100%, kemudian pada positif tunggal sebanyak 17,39% dan negatif sebanyak 19,76%. Jumlah responden yang status gizi sangat pendek terbanyak didapatkan pada kategori positif tunggal sebanyak 2,89%. Tidak terdapat responden yang status gizi normal pada positif campuran, dan status gizi sangat pendek pada positif campuran dan negatif. Tabel 6.15. Crosstabulation Distribusi Infeksi Kecacingan Dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U
STATUS GIZI BERDASARKAN IMT/U INFEKSI CACING N Positif Tunggal Positif Campuran Negatif TOTAL 1 0 6 7 Gemuk % 1,44 0 6,97 4,45 Normal N 49 1 76 126 % 71,01 50 88,37 80,25 N 14 1 3 18 Kurus % 20,28 50 3,48 11,46 Sangat Kurus N 5 0 1 6 % 7,24 0 1,16 3,82 TOTAL N 69 2 86 157 % 100 100 100 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat distribusi status gizi IMT menurut umur berdasarkan infeksi kecacingan. Dapat dilihat bahwa responden yang status gizi gemuk terbanyak didapatkan pada kategori negatif sebanyak 6,97%, dan pada positif tunggal sebanyak 1,44%. Jumlah responden yang status gizi normal terbanyak didapatkan pada kategori negatif sebanyak 88,37%, kemudian pada positif tunggal sebanyak 71,01% dan pada positif campuran sebanyak 50%. Jumlah responden yang status gizi kurus terbanyak didapatkan pada kategori positif tunggal sebanyak 20,28%, kemudian pada positif campuran sebanyak 50%, dan negatif sebanyak 3,48%. Jumlah

responden yang status gizi sangat kurus terbanyak didapatkan pada positif tunggal sebanyak 7,24%, dan negatif sebanyak 1,16. Tidak terdapat

responden yang status gizi gemuk dan sangat kurus pada positif campuran. VI.2. Pembahasan Berdasarkan tabel 6.1. di atas, dapat kita lihat distribusi jenis kelamin pada 300 responden murid di SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV bahwa jenis kelamin terbanyak responden adalah laki-laki sebanyak 160 orang (53,3%), dan responden perempuan sebanyak 140 orang (46,7%). Jadi responden yang mendominasi anak Sekolah Dasar yaitu lakilaki sebesar 53,3%. Walaupun responden di tempat penelitian ini lebih banyak laki-laki, namun dalam kenyataannya tidak selalu laki-laki mengalami infeksi kecacingan lebih banyak dari anak perempuan (Sandjaja, 2007)

Pada kolom umur dapat kita lihat bahwa umur terbanyak responden adalah umur 8 tahun sebanyak 94 responden (31,3%), diikuti dengan umur 9 tahun sebanyak 75 responden (25%), kemudian umur 10 tahun sebanyak 73 responden (24,3%) dan 7 tahun sebanyak 42 responden (14%), dan terakhir umur 11 tahun sebanyak 16 responden (5,3%). Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa kisaran umur murid sekolah dasar kelas dua adalah berumur 7-8 tahun, kelas tiga kisaran umur antara 8-9 tahun, kelas empat mempunyai kisaran umur antara 9-10 tahun dan kelas lima mempunyai kisaran antara 10-11 tahun. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Depkes (2004) bahwa penyakit kecacingan sering dijumpai pada usia anak pra Sekolah dan Sekolah Dasar yang berumur berkisar 5-15 tahun (Depkes RI, 2004). Dari tabel 6.2. dapat dilihat hygiene perorangan pada 300 responden dimana pada kolom kebiasaan memakai alas kaki jika keluar rumah, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 259 responden (86,3%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 31 responden (10,3%), dan yang menjawab tidak sebanyak 10 responden (3,3%). Untuk kolom kebiasaan memakai sepatu saat istirahat sekolah, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 242 responden (80,7%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 37 responden (12,3%), dan yang menjawab tidak sebanyak 21 responden (7%). Hal ini sudah termasuk baik dalam hal memelihara hygiene perorangan dimana menurut literature menggunakan alas kaki dapat melindungi kaki dari

cedera yang dapat melukai kaki dan kotoran yang dapat melekat dan dapat pula mencegah masuknya jenis cacing yang bisa menembus kulit. Pada kolom kebiasaan bermain dilantai, jawaban terbanyak adalah kadang-kadang sebanyak 119 responden (39,7%), kemudian yang menjawab ya sebanyak 105 responden (35%) dan sebanyak 76 responden (25,3%)

menjawab tidak. Hal ini kemungkinan kebanyakan jenis permainan usia anak sekolah dasar lebih banyak di lantai oleh karena itu mereka lebih senang bermain dilantai. Pada kolom cuci tangan dan kaki setelah bermain, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 233 responden (77,7%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 48 responden (16%), dan yang menjawab tidak sebanyak 19 responden (6,3%). Pada kolom cuci tangan sebelum makan, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 281 responden (93,7%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 17 responden (5,7%), dan yang menjawab tidak sebanyak 2 responden (0,7%). Pada kolom cuci tangan dengan sabun sebelum makan, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 264 responden (88%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 24 responden (8%), dan yang menjawab tidak sebanyak 12 responden (4%). Untuk kolom cuci tangan setelah buang air besar, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 280 responden (93,3%), kemudian yang menjawab kadangkadang sebanyak 10 responden (3,3%), dan yang menjawab tidak sebanyak 10 responden (3,3%). Pada kolom cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 274 responden (91,3%),

kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 18 responden (6%), dan yang menjawab tidak sebanyak 8 responden (2,7%). Dari kelima kolom diatas semua berhubungan dengan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, dan jawaban terbanyak responden adalah ya. Berdasarkan literature, mencuci tangan sebelum atau setelah melakukan aktivitas baik itu setelah bermain, sebelum makan, atau setelah buang air besar sangat baik untuk membersihkan tangan dari kotoran yang melekat dan bakteri-bakteri yang ada di tangan sehingga dapat menurunkan angka kejadian suatu penyakit menular. Untuk kolom memotong kuku setiap minggu, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 212 responden (70,7%), kemudian yang menjawab kadang-kadang sebanyak 66 responden (22%), dan yang menjawab tidak sebanyak 22 responden (7,3%). Menurut literature, memotong kuku sebaiknya dilakukan seminggu sekali atau pada saat kuku sudah terllihat panjang dan mengganggu aktifitas. Hal ini sudah sesuai dengan kebiasaan memotong kuku setiap minggu, dimana jawaban terbanyak responden adalah ya. Pada kolom kebiasaan menggigit kuku, jawaban terbanyak adalah tidak sebanyak 258 responden (86%), kemudian yang menjawab kadangkadang sebanyak 28 responden (9,3%), dan yang menjawab ya sebanyak 14 responden (4,7%). Berdasarkan literature, kebiasaan menggigit kuku dapat meningkatkan angka kejadian penyakit menular, karena dikuku banyak sekali terdapat kotoran atau bakteri. Hal ini sudah termasuk kebiasaan baik dalam hal pemeliharaan hygiene perorangan karena kebanyakan responden tidak memiliki kebiasaan menggigit kuku.

Untuk kolom observasi kuku, terbanyak adalah pendek bersih sebanyak 200 responden (66,7%), kemudian pendek kotor sebanyak 59 responden (19,7%), dan untuk panjang kotor sebanyak 41 responden (13,7%). Hal ini sudah termasuk baik dalam hal memelihara hygiene perorangan dimana menurut literature kuku yang pendek bersih dapat mengurangi angka kejadian penyakit menular. Dari tabel 6.3. di atas, dapat kita lihat hygiene perorangan secara umum pada 300 responden dimana yang terbanyak adalah kategori baik sebanyak 223 responden (74,3%), kemudian 51 responden (17%) termasuk kategori cukup, dan 26 responden (8,7%) termasuk kategori kurang. Dari uraian diatas diketahui bahwa aspek pembentukan perilaku anak pada anak Sekolah Dasar, terutama perilaku hidup bersih sehat sebagian besar dalam kategori baik. Hal ini sudah sangat baik dalam hal pemeliharaan hygiene perorangan. Dari tabel 6.4. diatas, dapat dilihat sanitasi lingkungan pada 300 responden dimana pada kolom mempunyai jamban keluarga, sebanyak 300 responden (100%) menjawab ya. Hal ini sudah memenuhi persyaratan sanitasi lingkungan, dimana semua responden memiliki jamban atau tempat buang air besar. Pada kolom jenis jamban, terbanyak adalah memiliki kloset jongkok sebanyak 273 responden (91%), dan 27 responden (9%) memiliki jamban cemplung. Dapat dilihat perbandingan yang cukup besar antara responden yang memiliki kloset jongkok dengan responden yang memiliki jamban

cemplung. Hal ini sudah termasuk baik dan lingkungan.

memenuhi syarat sanitasi

Untuk kolom diwc selalu tersedia air yang cukup, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 269 responden (89,7%), kemudian 27 responden (9%) menjawab kadang-kadang dan 4 responden (1,3%) menjawab tidak. Hal ini sudah termasuk baik dalam hal pemeliharaan sanitasi lingkungan. Pada kolom wc selalu bersih, jawaban terbanyak adalah ya sebanyak 258 responden (86%), kemudian 33 responden (11%) menjawab kadangkadang, dan 9 responden (3%) menjawab tidak. Hal ini sudah termasuk baik dalam hal memelihara sanitasi lingkungan dimana wc yang selalu bersih dapat mengurangi penyebaran bakteri yang dapat menimbulkan suatu penyakit. Pada kolom jenis lantai rumah, yang terbanyak adalah tegel/keramik yaitu sebanyak 229 responden (76,3%), kemudian jenis lantai semen sebanyak 63 responden (21%), dan jenis lantai tanah sebanyak 8 responden (2,7%). Hal ini sudah sangat baik dimana lantai dengan bahan tegel atau keramik terlihat lebih bersih dan lebih mudah dibersihkan. Untuk kolom kondisi lantai rumah, yang terbanyak adalah kondisi lantai kering, mudah dibersihkan yaitu sebanyak 286 responden (95,3%) dan yang memiliki kondisi lantai basah, sulit dibersihkan sebanyak 14 responden (4,7%). Hal ini sesuai dengan banyaknya jumlah responden yang memiliki jenis lantai rumah keramik, sehingga rata-rata kondisi lantai rumah responden kering dan mudah dibersihkan.

Untuk kolom frekuensi membersihkan lantai rumah, yang terbanyak adalah lebih dari atau sama dengan dua kali yaitu sebanyak 205 responden (68,3%) dan kurang dari dua kali sebanyak 95 responden (31,7%). Hal ini sudah termasuk baik dalam pemeliharaan kesehatan, karena lebih sering kita membersihkan rumah maka penularan penularan penyakit akan lebih berkurang. Dari tabel 6.5. di atas, dapat kita lihat sanitasi lingkungan secara umum pada 300 responden dimana yang terbanyak adalah kategori baik sebanyak 272 responden (90,7%), kemudian 20 responden (6,7%) termasuk kategori cukup, dan 8 responden (2,7%) termasuk kategori kurang. Dari uraian diatas diketahui bahwa aspek sanitasi lingkungan pada anak Sekolah Dasar sebagian besar dalam kategori baik. Hal ini sudah sangat baik dalam pemeliharaan sanitasi lingkungan. Dari tabel 6.6. di atas, dapat kita lihat prevalensi infeksi kecacingan, tetapi hanya terdapat 157 responden yang fesesnya dapat diperiksa. Selebihnya 143 responden tidak mengembalikan pot atau wadah tempat feses yang diberikan dengan berbagai alasan, seperti lupa membawa, dilarang oleh orang tuanya, pot nya hilang, dan alasan yang paling banyak adalah karena jijik. Pada 157 responden yang terbanyak adalah negative sebanyak 86

responden (54,8%), kemudian yang terinfeksi positif tunggal sebanyak 69 responden (43,9%), dan positif campuran sebanyak 2 responden (1,3%).

Hasil penelitian Ginting, (2003) dengan desain cross sectional dari 120 anak Sekolah Dasar di 5 SD Kabupaten Karo menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 70%. Hasil penelitian Dly Zukhriadi (2008) dengan desain cross sectional di tiga Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Sibolga Kota menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 55,8%. Hasil penelitian Agustaria Ginting (2009) pada 202 sampel anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 56,40%. Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa bila

dibandingkan dengan angka Nasional infeksi kecacingan yaitu < 10% (Depkes, 2004), maka angka ini masih sangat tinggi, hal ini menunjukkan bahwa rendahnya upaya pencegahan infeksi kecacingan pada anak Sekolah Dasar. Perbedaan infeksi kecacingan pada masing-masing daerah disebabkan oleh adanya perbedaan faktor resiko di beberapa lokasi penelitian, terutama yang berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan, higiene perorangan, umur penduduk dan kondisi alam atau geografi (Gandahusada, 2003). Dari tabel 6.7. diatas dapat dilihat distribusi status gizi berdasarkan berat badan menurut umur dimana 153 responden (72,2%) tergolong status gizi baik, 42 responden (19,8%) status gizi kurang, 13 responden (6,1%) mengalami gizi buruk, dan 4 responden (1.9%) tergolong status gizi lebih.

Nilai rata-rata status gizi anak sekolah dasar adalah -1.21, angka ini menunjukkan status gizi anak sekolah dasar masih dalam keadaan normal (-2 SD - +2 SD). Total responden yang dapat dihitung status gizi berdasarkan berat badan umur adalah 212 responden, sekitar 88 responden tidak dapat dihitung hal ini disebabkan karena mulai dari umur 10 tahun keatas sudah tidak dapat dihitung status gizi berdasarkan berat badan menurut umur. Dari tabel 6.8. diatas dapat dilihat distribusi status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur dari 300 responden, dimana 234 responden (78%) tergolong normal, 64 responden (21,3%) tergolong pendek, 2 responden (0,7%) tergolong sangat pendek. Nilai rata-rata status gizi adalah -1.11, angka ini menunjukkan status gizi anak sekolah dasar masih dalam batas normal (>2 SD). Dari tabel 6.9. diatas dapat dilihat distribusi status gizi berdasarkan berat badan tinggi badan menurut umur dimana 242 responden (80,7%)

tergolong normal, 34 responden (11,3%) tergolong kurus, 13 responden (4,3%) sangat kurus dan 11 responden (3,7%) tergolong gemuk. Nilai rata-rata status gizi adalah -0,69, angka ini menunjukkan status gizi anak sekolah dasar masih dalam batas normal (-2 SD - +2 SD). Dari tabel 6.10. di atas dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan berdasarkan jenis kelamin dimana jumlah responden laki-laki yang positif tunggal sebanyak 48,19% dan jumlah responden perempuan yang positif tunggal sebanyak 39,18%, sedangkan untuk positif campuran tidak ada

responden laki-laki yang terinfeksi dan jumlah responden perempuan yang positif campuran sebanyak 2,70 %, kemudian untuk jumlah responden lakilaki yang negatif sebanyak 51,80% dan jumlah responden perempuan yang negatif 58,10%. Dari data diatas dapat dikatakan bahwa infeksi kecacingan cenderung pada jenis kelamin laki-laki dari pada jenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena anak laki-laki lebih sering bermain dengan tanah seperti bermain bola dan bermain kotor-kotoran dibandingkan dengan anak perempuan. Namun pada dasarnya kejadian kecacingan dapat menginfeksi setiap jenis kelamin, hal senada dengan pendapat Sandjaja (2007) dalam bukunya bahwa kejadian kecacingan pada setiap orang tidak membedakan jenis kelamin manusia (Sandjaja, 2007). Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV. Pada tabel 6.11. di atas, dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan berdasarkan umur dimana persentase umur terbanyak yang terinfeksi khususnya positif tunggal adalah umur 8 tahun (50%), kemudian untuk yang positif campuran umur 7 tahun (5,26%) dan yang negatif terbanyak pada umur 11 tahun (66,66%). Total responden yang positif tunggal berdasarkan umur adalah sebanyak 69 responden (43,94%), kemudian untuk yang positif campuran sebanyak 2 responden (1,27%) dan yang negatif sebanyak 86 responden (54,77%). Infestasi kecacingan pada penelitian ini ditemukan

mengenai anak dengan umur lebih tua. Hal ini kurang sesuai dengan beberapa pernyataan yang mengatakan bahwa frekuensi kecacingan pada anak sekolah dasar paling banyak ditemukan pada umur yang lebih muda. Hasil yang berbeda ini dapat dihubungkan dengan meningkatnya aktifitas bermain pada anak yang lebih tua, atau karena kurang perhatian dari orang tuanya, dan kurang pahamnya anak tersebut tentang personal hygiene atau mungkin sudah paham tetapi tidak diaplikasikan. Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV. Dari tabel 6.12. di atas, dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan berdasarkan hygiene perorangan secara umum. Dapat dilihat bahwa responden yang terinfeksi positif tunggal terbanyak didapatkan pada kategori cukup sejumlah 51,72%, pada kategori baik sejumlah 44,73% dan kategori kurang sejumlah 21,42%. Jumlah responden yang positif campuran terbanyak didapatkan pada kategori cukup sejumlah 3,44%, dan pada kategori baik sejumlah 0,87%. Jumlah responden yang negatif terbanyak didapatkan pada kategori kurang sejumlah 78,57%, kemudian kategori baik 54,38% dan pada kategori cukup sejumlah 44,82%. Tidak terdapat responden yang positif

campuran pada kategori kurang. Infeksi kecacingan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya yaitu faktor kebersihan perorangan. Kebersihan perorangan khususnya pada usia anak Sekolah Dasar sangat penting

mengingat pada usia ini infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah sangat tinggi. Namun hal ini berbeda dari hasil penelitian dengan literature yang mengatakan bahwa personal higiene yang buruk mengalami infeksi lebih banyak dari pada anak yang memiliki personal higiene yang baik. Hal yang berbeda ini mungkin disebabkan karena pengambilan data hanya melalui kwesioner atau tidak mengobservasi langsung kegiatan personal hygiene anak, sehingga bisa saja hasil yang didapat tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara hygiene perorangan responden dengan

kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV. Dari tabel 6.13. di atas, dapat dilihat distribusi infeksi kecacingan berdasarkan sanitasi lingkungan secara umum. Dapat dilihat bahwa responden yang terinfeksi positif tunggal terbanyak didapatkan pada kategori cukup sejumlah 57,14%, pada kategori baik sejumlah 43,06% dan kategori kurang sejumlah 33,33%. Jumlah responden yang positif campuran terbanyak didapatkan pada kategori baik sejumlah 1,45%. Jumlah responden yang negatif terbanyak didapatkan pada kategori kurang sejumlah 66,66%, kemudian kategori baik 55,47% dan pada kategori cukup sejumlah 42,85%. Tidak terdapat responden yang positif campuran pada kategori cukup dan kurang. Menurut literature, anak dengan sanitasi yang kurang seharusnya lebih banyak menderita infeksi kecacingan, namun hal ini berbeda dengan

hasil penelitian. Hasil yang berbeda ini mungkin disebabkan karena pengambilan data hanya melalui kwesioner atau tidak mengobservasi langsung , sehingga bisa saja hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan responden dengan

kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV. Dari tabel 6.14. di atas, dapat dilihat distribusi status gizi tinggi badan (TB) menurut umur berdasarkan infeksi kecacingan. Dapat dilihat bahwa persentase status gizi normal terbanyak didapatkan pada kategori negatif sebanyak 80,23%, dan pada positif tunggal sebanyak 79,71%. Jumlah

responden yang status gizi pendek terbanyak didapatkan pada positif campuran sebanyak 100%, kemudian pada positif tunggal sebanyak 17,39% dan negatif sebanyak 19,76%. Jumlah responden yang status gizi sangat pendek terbanyak didapatkan pada kategori positif tunggal sebanyak 2,89%. Tidak terdapat responden yang status gizi normal pada positif campuran, dan status gizi sangat pendek pada positif campuran dan negatif. Pada positif tunggal maupun positif campuran terbanyak di temukan pada status gizi pendek dan sangat pendek, sedangkan negatif terbanyak ditemukan pada status gizi normal. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa anak yang terinfeksi cacing baik tunggal maupun campuran akan memiliki

status gizi pendek atau sangat pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur. Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV. Artinya anak Sekolah Dasar dengan status gizi yang normal kejadian kecacingannya lebih rendah dibandingkan dengan anak Sekolah Dasar dengan status gizi yang pendek atau sangat pendek. Dari tabel 6.15. di atas, dapat dilihat distribusi status gizi IMT menurut umur berdasarkan infeksi kecacingan. Dapat dilihat bahwa responden yang status gizi gemuk terbanyak didapatkan pada kategori negatif sebanyak 6,97%, dan pada positif tunggal sebanyak 1,44%. Jumlah responden yang status gizi normal terbanyak didapatkan pada kategori negatif sebanyak 88,37%, kemudian pada positif tunggal sebanyak 71,01% dan pada positif campuran sebanyak 50%. Jumlah responden yang status gizi kurus terbanyak didapatkan pada kategori positif tunggal sebanyak 20,28%, kemudian pada positif campuran sebanyak 50%, dan negatif sebanyak 3,48%. Jumlah

responden yang status gizi sangat kurus terbanyak didapatkan pada positif tunggal sebanyak 7,24%, dan negatif sebanyak 1,16. Tidak terdapat

responden yang status gizi gemuk dan sangat kurus pada positif campuran.

Pada positif tunggal maupun positif campuran terbanyak di temukan pada status gizi kurus dan sangat kurus, sedangkan negatif terbanyak

ditemukan pada status gizi gemuk dan normal. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa anak yang terinfeksi cacing baik tunggal maupun campuran akan memiliki status gizi kurus atau sangat kurus berdasarkan IMT menurut umur. Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara status gizi berdasarkan IMT menurut umur dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar di SD Bontoramba I, SDI Tamalanrea II dan SDI Tamalanrea IV. Artinya anak Sekolah Dasar dengan status gizi yang normal kejadian kecacingannya lebih rendah dibandingkan dengan anak Sekolah Dasar dengan status gizi yang kurus atau sangat kurus.

Anda mungkin juga menyukai