Anda di halaman 1dari 17

A.

Pengertian Faktur Pajak


Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak. Agar Faktur Pajak dapat berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Faktur Pajak harus memenuhi dua persyaratan yaitu persyaratan formal dan persyaratan material sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (9) UU PPN yang berbunyi: Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (9), Faktur Pajak dikatakan telah memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 13 ayat (5) yaitu Faktur Pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: 1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; 2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; 3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; 4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; 5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; 6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan 7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Persyaratan Formal
Persyaratan formal dari faktur pajak diatas wajib dipenuhi oleh Pengusaha Kena Pajak yang menjual BKP/JKP karena apabila tidak dipenuhi, Faktur Pajak yang diterbitkan dianggap cacat sehingga tidak dapat dijadikan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menjadi lawan transaksinya (oleh PKP pembeli). Selain itu kepada Pengusaha Kena Pajak penerbit Faktur Pajak, sesuai bunyi Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010

tentang Tata Cara Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak, akan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% dikalikan nilai transaksi yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut. Tidak semua Pengusaha Kena Pajak yang dikarenakan membuat faktur pajak tidak sesuai persyaratan formal terkena sanksi, ada pengecualian dari pengenaan sanksi apabila Pengusaha Kena Pajak keliru atau tidak mengisi secara lengkap nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak dan keliru atau tidak mengisi secara lengkap nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak serta nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran. Kepada Pengusaha Kena Pajak penerbit faktur pajak tidak lengkap tersebut tidak dikenakan sanksi denda pasal 14 ayat (1) sebesar 2%, namun Pengusaha Kena Pajak yang penerima tidak dapat menjadikan Faktur Pajak tersebut sebagai Pajak Masukan.

Persyaratan Material
Persyaratan material dari Faktur Pajak adalah telah terpenuhi apabila keterangan yang tercantum dalam faktur pajak jelas dan sesuai dengan kejadian transaksi yang sebenarnya dari BKP atau JKP yang diperjualbelikan. Berikut sebagian bunyi penjelasan Pasal 13 ayat (9) UU PPN : Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen

tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material Diluar batasan pemenuhan persyaratan formal dan material dari Faktur pajak, dalam rangka pengkreditan Faktur Pajak Pajak Masukan terdapat hal yang perlu diperhatikan yang sudah diatur secara pasti dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN yaitu mengenai Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan


Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) UU PPN pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: 1. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; 3. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 5. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

6. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); 7. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; 8. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan 9. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a). Jangka Waktu pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Pasal 9 ayat (9) adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

B. Objek PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah objek PPN. Tetapi oleh karena adanya pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, maka diatur sendiri oleh Undang-undang PPN bahwa ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN. Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Barang Kena Pajak yaitu barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

2. Jasa Kena Pajak yaitu setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Apa saja yang menjadi Objek PPN selengkapnya diatur dalam Undang-undang PPN pasal 4, pasal 16 C, dan pasal 16 D. Pasal 4 PPN dikenakan atas: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 2. Impor Barang Kena Pajak; 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan 8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Pasal 16 C Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 16 D Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c."

C. Mekanisme Pengenaan PPN


1. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak)/ penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak. 2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, si penjual wajib memungut PPN. Bagi si penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP wajib membuat faktur pajak. 3. Apabila dalam suatu masa pajak (misal 1 bulan) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara. 4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kesil daripada Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak beriutnya. 5. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang disebut SPT Masa PPN.

Contoh : Sepanjang bulan Maret 2011, PT ABC mempunyai transaksi sebagai berikut : @ Membeli bahan baku seharga Rp. 100.000.000,- (dipungut PPN sebesar Rp. 10.000.000,-. -> DPP x 10%) @ Membeli bahan penolong seharga Rp. 40.000.000,- (dipungut PPN sebesar Rp. 4000.000,-) @ Menjual produknya seharga Rp. 200.000.000,- ( memungut PPN sebesar Rp. 20.000.000,-) @ Perhitungan PPN : Jumlah Pajak Keluaran Jumlah Pajak Masukan = PPN kurang bayar Rp. 20.000.000 Rp. 14.000.000,- = Rp. 6000.000,Jadi, Jumlah PPN kurang bayar sebesar Rp. 6000.000,- ini harus disetorkan ke kas negara. Cara Menghitung PPN Contoh : 1. PKP A menjual tunai BKP kepada PKP B dengan harga jual Rp. 25.000.000,-. PPN yang terutang : 10% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 2.500.000,PPN sebesar Rp. 2.500.000,- tersebut merupakan pajak keluaran, yang dipungut oleh PKP A. Sedangkan bagi PKP pajak B, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.

Mekanisime PPnBM
Mekanisme PPnBM diatur dalam pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN, yang sama secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Atas impor dan Penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP yangmenghasilkan BKP yang tergolong Mewah tersebut disamping dikenakan PPNjuga dikenakan PPnBM. b. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu Impor atau pada waktumenyerahkan BKP yang tergolong Mewah tersebut oleh pabrikan. c. PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadapPPnBM; d. Tarif PPnBM yang berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10%sampai dengan 35% dengan UU No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya 50% dan dengan UIJ No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggi-tingginya 75%. e. Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPnBM yangtelah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang dieksportersebut.

Karakteristik PPnBM sebagai berikut; 1. PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP Mewah selain PPN 2. PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada saatpenyerahan BKP Mewah oleh PKP Pabrikan. 3. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya 4. Dalam hal BKP Mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali (restitusi).

A. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pengelompokan Barang Kena Pajak ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

2. Atas ekspor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dikenakan Pajak dengan tarif 0% (nol persen).Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif 0% (nol persen). Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 145 Tahun 2000 Tanggal 22 Desember 2000 juncto Peraturan Pemerintah No, 60 Tahun 2001 Tanggal 1 Agustus 2001 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2002 Tanggal 23 Maret 2002 junco Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2003 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2003 Tanggal 31 Juli 2003 Tentang Kelompok BKP yang tergolong Mewah yang dikenakan PPnBM, dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu; 1. BKP tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang dikenakan PPnBM Berdasarkan KMK-570/KMK-04/2000 Jo KMK-381/KMK.0312003, Jo KMK No. 141IKMK.03/2002. 2. BKP yang tergolong mewah di daerah pabean oleh Pengusaha yang menghasilan BKP yang tergolong mewah atau impor BKP yang tergolong mewah dikenakan tarif 10% -75% tergantung jenis barang yang ada.

B. Pengelompokan BKP yang tergolong Mewah


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 Tanggal 22 Desember 2000 telah diatur kelompok barang kena pajak Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaraan bermotor ditindakianjuti dengan Kepmen Nomor (569/KMK 04/2000) yaitu:

Berupa Selain Kendaraan Bermotor 1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraanbermotor yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tariff 10% (sepuluh persen) adalah a. Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi, mengandungtambahan gula atau pemanis lainnya tidak, diberi aroma atau tidak, diberirasa atai tidak, mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian, kokoa,atau tidak. Yoghurt, kephir, whey, keju, mentega atau lemak atau minyakyang diperoleh dan susu, yang botolkandikemas; b. Kelompok air buah dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak mengandungakohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidakmengandung aroma maupun tidak, yang dibotolkan dikemas; c. Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandungtambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aromamaupun tidak, yang

dibotolkan/dikemas, serta air soda yang dibotolkan dikemas; d. Kelompok produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan, kaki, danrambut, serta preparat rias lainnya, yang dikemas/dibotolkan; e. Kelompok alat rumah tangga, pesawat dingin, pesawat pemanas, mesinjual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan pesawat penerimasiaran telewsi, f. Kelompok peralatan dan pelengkapan olah raga g. Kelompok mesin pengatur suhu h. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaranradio i. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapan

2. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraanbermotor yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen), adalah a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin dan pesawat pemanas,selain yang disebut dalam kelompok 1 (10%) b. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondomiitown house, dan sejenisnya; c. Kelompok pesawat penerima siaran televisi, dan antene serta refl~antena, selain yang termasuk dalam kelompok yang bertarif 10%;

d. Kelompok mesin pegatur suhu udara, mesm cuci piring, mesm peng~pesawat elektromagnetik,dan instrumen musik; e. Kelompok wangi-wangian; f. Kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dan serabut kelapa (sutera, wol atau bulu hewan halus.

Tarif 30% a. Kelompok kapal atau kendaraan lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum; b. Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga, selain yang termasuk dalam kelompok yang bertarif 10% Tarif 40% a. Kelompok minuman tertentu yang mengandung alkohol; b. Kelompok barang yang terbuat dan sutera atau wool; c. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dan sutera atau wool; d. Kelompok barang kaca dan kristal timah hitam dan jenis yang digunauntuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu; e. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuatlogam muha atau dan logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya; f. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, selain yang disebutkelompok 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum; g. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, peudara lainnya tanpa tenaga penggerak; h. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecualikeperluan negara; i. Kelompok jenis kaki, j. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor, k. Kelompok barang-barang yang terbuat dan porselin, tanah lempung Cina atau keramik; dan l. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan dan batu tepi jalan.

Tarif 50% a. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dan wol atau bulu hewan halus; b. Kelompok pesawat udara selain yang disebut dalam kelompok 40%, kecualiyang digunakan untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga; c. Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga. selain yang disebut dalamkelompok tarif 10% dan 30%; d. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara; Tarif 75% a. Kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang termasuk dalamkelompok 40%; b. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dan batumulia dan atau mutiara atau campuran dan padanya; c. Kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk keperluan negara atauangkuatan umum.

C. Mekanisme Pemungutan PPnBM Kendaraan Bermotor


Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No SE-17/PJ 51/1999 Juncto Nmor SE-18/PJ 51/2000 diatur sebagai berikut : a. Atas impor kendaraan bermotor dalam keadaan terpasang (CBU) terutangPPn BM pada saat kendaraan tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean,dengan DPP sebesar Nilai Impornya Sehingga, saat Pemungutan PPn BM-nyabersamaan dengan pemungutan Bea Masuk b. Atas impor kendaraan bermotor dalam bentuk terurai (CKD) tidak terutangPPnBM c. Atas penyerahan kendaraan bermotor hasil rakitan eks impor dalam bentuk terurai (CKD) adalah sebagai berikut 1. Pemungutan PPn BM dilakukan pada saat penyerahan kendaraan bermotorhasil rakitan tersebut dan pihak yang melakukan perakitan atau yangmenyuruh melakukan perakitan kepada pembeli selanjutnya, dengan DPPsebesar Harga Jual

2. Apabila pihak yang menyuruh melakukan perakitan tersebut adalah bukan distributor utama, Daerah/Cabang, Sub-Dealer/Showroom kendaraanbermotor, maka PPn BM dipungut oleh Industri Perakitan/Karoseri pada saat penyerahan kendaraan hasil rakitan tersebut kepada yangmenyuruhnya dengan DPP sebesar Nilai CIF (Cost, Insurance, Freight)kendaraan bermotor dalam bentuk CKIJ ditambah biaya perakitan

d. Atas penyerahan kendaraan bermotor yang diubah dan kendaraan sasis ataukendaraan angkuatan barang menjadi kendaraan bermotor angkutan orangatau van terutang PPn BM sebagai berikut : 1. Pemungutan PPn BM dilakukan pada saat penyerahan kendaraan bermotorhasil pengubahan tersebut dan pihak yang melakukan atau menyeruruhmelakukan pengubahan kepada pembeh selanjutnya, dengan DPP sebesarHarga Jual 2. Apabila pihak yang menyuruh melakukan pengubahan tersebut adalahbukan Distributor Utama, Dealer/Cabang, Sub Dealer/Shoroom kendaraanBermotor, maka PPn BM dipungut oleh Perusahaan Pengubah/Karoseri pada saat penyerahan kendaraan hasil pengubahan tersebut pada pihakyang menyeruhnya dengan DPP sebesar harga kendaraan

sasis/angkutanbarang yang dibayar oleh pihak yang menyuruh melakukan pengubahanpada saat pembehannya ditambah biaya pengubahan

e. Dalam hal terdapat hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU PPN antara Pabrikan dengan ATPM (Agen Tunggal Pemagang Merk atau Distributor, maka harga jual yang digunakan sebagai DPP adalah Harga Jual dan ATPM atau Distributor kepada pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa (arms length transactions).

Demikian halnya apabila terdapat perbedaan harga jual yang melebihi antara harga jual Pabrikan kepada Distributor dengan harga jual Distributor kepada pihak lain, maka harga jual Distributor digunakan sebagai DPP untuk menghitung PPnBM yang seharusnya dipungut pabrikan.

Contoh: PabrikanAmenjual kendaraan bermotor kepada Distributor B yang mempunyai hubungan istimewa dengan Pabrikan A (misalnya hubungan kepemilikan sebesar 25% atau lebih) seharga Rp. 200.000.000. Kendaraan tersebut dijualoleh Distributor B seharga Rp 225 000 000,- kepada pembeh Selisih harga jualnya adalah sebesar Rp. 225.000.000 Rp. 200.000.000,- = Rp. 25.0000.000 atau 25/200 X 100% = 12,50%. Karena Pabrikan A dengan .Distributor B yang mempunyai hubungan istimewa dan presentase selisih harga jual melebihi 10%, maka DPP PPnBM untuk Pabrikan A adalah sebesar hargajual kendaraan bermotor Distributor B kepada pembeli, yaitu sebesar Rp. 225.000.000,-

Dikecualikan dan pengenaan PPnBM adalah 1. Semuajenis kendaraan bermotor untuk kendaraan dinas TNI/POLRI dan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan, sepanjang dananya berasal dan APBN/APBN. 2. Semua jenis kendaraan bermotor untuk kendaraan bermotor untuk kendaraan ambulan, tahanan, pemadam kebakaran, dan mobil jenazah 3. Kendaraan Angkutan umum sebagai berikut; Kendaraan bermotor yang digunakan untuk pengangkutan orang danbarang Yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran Selain dengan cara persewaan (charter) Baik dengan trayek maupun tidak Sepanjang menggunakan plat dasar nomor Polisi warna kuning 4. Kendaraan pengangkutan barang yaitu, Kendaraan bermotor dalam bentuk kendaraan baik terbuka atau kendadaraan baik tertutup Dengan jumlah penumpang tidak lebih dan tiga orang termasuk pengemudi Yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan barang baik yang disedialuntuk umum maupun pribadi.

f. Atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM dapat diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sehubungandengan:

Pengecualian yang diberikan kepada kendaraan bermotor untuk dinas TNT/ POLRI dan Protokoler Kenegaraan, kendaraan tahanan, kendaraan pemadamkebakaran, dan kendaraan jenazah. Untuk itu pembeli mengajukan suratpermohonan kepada Direktur Jenderal Pajak sehubungan: 1. Tujuan penggunaan kendaraan bermotor dimaksud 2. Asal dana yang digunakan untuk pengadaan kendaraan bermotor yangakan digunakan untuk dinas TNI/POLRI dan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan (foto

copy/DIK/DIP/SKORS/SKOP) 3. Kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) pengadaan kendaraan bermotordimaksud.

Pengecualian terhadap kendaraan bermotor untuk angkutan umum danangkutan barang. Untuk itu pembeli mengajukan surat permohonan kepadaDirektur Jenderal Pajak C.q. Kepala KPP dengan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut; 1. Foto copy Kartu NPWP 2. Perjanjian jual beli kendaraan bermotor angkutan umum yang memuatketerangan antara lain 3. Izin Usaha datu Izin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenanguntuk kendaraan angkutan umum 4. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akandiubah penggunaannya (peruntukkannya) dan apabila ternyata diubah iadikenakan ketentuan dan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

g. Tata Cara Restitusi PPnBM yang terlanjur dipungut adalah sebagai berikut; Distributor/Dealer/Agen/Penyalur yang menyerahkan kendaraan bermotor yang akan digunakan untuk kendaraan dinas TNJ/POLRI dan untuk tujuanProtokoler Kenegaraan, kendaraan ambulans, kendaraan tahanan, kendaraanpemadam kebakaran, kendaraan jenazah, dan kendaraan angkutan umum/ angkutan barang yang memperoleh SKB PPnBM, dapat mengajukan

SuratPermohonan restitusi atas PPnBM yang telah dibayar kepada Kepala KPPdi tempat Distributor/Dealer/AgenlPenyalur sebagai berikut; 1. Foto copy kartu NPWP dan foto copy surat pengukuhan sebagai PKP 2. Foto copy Faktur Pajak yang diterbitkan oleh pabrikan atau importir kepada distributorldealerlagerilpenyalur 3. Asli bukti pungutan PPnBM 4. SKBP PPnBM atas nama pembeli kendaraan bermotor dimaksud. 5. Kontrak atau SPK atau atau perjanjian Jual Beli untuk pengadaan. dikukuhkan dengan dilengkapidokumen pendukung

D. Fasilitas PPn dan PPnBM


Pengajuan Permintaan Restitusi PPnBM harus Dilakukan Restitusi harus dilakukan dalam jangka waktu 12 (dua belas ) bulan setelah bulan terjadinya penyerahan kendaraan bermotor kepada pembeli. Pengusaha angkutan umum yang telah dipungut PPnBM atas pembelian kendaraan bermotor sebelum tanpa mendapatkan fasilitas SKB PPnBM, dapat mengajukan restitusi PPnBM kepada kepala KPP di tempat pemilik kendaraan berdomilisi dengan dilengkapi dokumen-dokumen: 1. Foto copy kartu NPWP dan foto copy surat pengukuhan sebagai PKP 2. Foto copy Faktur Pajak yang diterbitkan oleh pabrikan atau ATPM kepada distributor/dealer/agen/penyalur 3. Foto copy STNK dan atau Surat Tanda uji Kendaraan dan DLLAJR 4. Asli Faktur penjualan dan Dealer atau Distributor atauAgen atau Penyalur yang di dalamnya dicantumkan PPnBM yang dikenakan oleh ATPM atau Pabrikan kepada Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyaluran dilimpahkan kepada pembeli 5. Asli bukti pungutan PPnBM 6. SKBP PPnBM atas nama pembeli kendaraan bermotor dimaksud 7. Izin Usaha dan Izin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang untuk kendaraan angkutan umum

8. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidakakandiubah penggunaannya (peruntukkannya) dan apabila ternyata diubah dikenakan ketentuan dan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

CARAMENGHITUNG PPNBM

Cara menghitung Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutangdengan mengalikan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah denganPengenaan Pajak (DPP). Untuk itu perlu diperhatikan DPP-nya apakah harga nilai impor, nilai pengganti, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan.

Rumus yang digunakan:

PPnBM Terutang = tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak I

Anda mungkin juga menyukai