Anda di halaman 1dari 12

PENINGKATAN KETERAMPILAN KOLABORASI DAN SIKAP PELAJAR PADA MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Zaenab Hanim Abstract. This research is intended to see: (1) the impact of cooperative learning (CL) use on students' collaborative skills, (2) the impact of CL use on students' mathematics attitude, and (3) the impact of CL use on students' mathematics achievement. The study employed action research with three cycles on a mathematics teacher and 30 fifth , grade primary school students using CL structures. Data were collected through participant observation, interviews, video record, and analytic memos. Descriptive-qualitative and quantitative analysis were used to analyze the data throughout the research processes and results. The research revealed that the students' positive attitude in mathematics using CL increased students' motivation to learn mathematics and students' mathematics achievement and helped improve students' collaborative skills such as communication and cooperation with one another. Keywords: cooperative learning, collaboration, learning attitude. Pengembangan nalar dan sikap pelajar merupakan kriteria membangun sumber daya manusia terhadap penguasaan keterampilan dasar sejak di sekolah dasar (SO). Penguasaan pelajar terhadap keterampilan dasar yang merupakan asas "science skill' tersebut dirasakan masih kurang. Ini dapat dilihat pada rendahnya penguasaan pelajar terhadap matematika sebagai keterampilan dasar yang menjadi masalah pokok dan mereka tetap tidak berhasil walaupun berada di sekolah menengah (Hudoyo, 1997; Moreira, 1997; Offner, 1978; Rusdi, 1993; Wardiman 1993; Wyndham & Saljo, 1997). Kenyataan ini dibuktikan dengan banyaknya pelajar yang gagal pada ujian nasional dalam matematika, sedangkan matematika merupakan "basic skiff' yang menunjang perkembangan sains dan teknologi sebagai salah satu syarat membangun sumber daya man usia. Benarkah di antara penyebab masalah di atas adalah berkaitan dengan proses pembelajaran matematika sebagai asas sains khususnya di SO, didapati kurang menimbulkan aktivitas yang interaktif, menantang dan kreatif pada pelajar di dalam kelas?, sehingga banyak pelajar menghadapi kegagalan dalam matematika, bahkan merasa kurang yakin pada pelajaran ini? Sedangkan tujuan pembelajaran matematika juga ditekankan kepada perkembangan aspek kognitif, sikap, psikomotor, dan nilai-nilai yang membangun perilaku para pelajar sebagai "soft skill', sehingga mereka dididik dan diarahkan pada lulusan yang cerdas, kompetetif, dan berakhlak yang dipersiapkan untuk regenerasi yang memimpin bangsa ini. Untuk mencapai kompetensi itu, guru sepatutnya mengembangkan satu strategi, situasi dan kaedah pembelajaran matematika yang banyak Zainab Hanim adalah Dosen IImu Pendidikan di FKIP Universitas Mulawarman

164

D idaktika, Volume 8, Nomor 2, Mei 2007

melibatkan pelajar seeara aktif, interaktif dan kooperatif mulai dalam proses pembelajaran agar lebih efektif dan menarik. lni dapat dilakukan di antaranya melalui penerapan pembelajaran kooperatif (PK). Penggunaan PK dalam pembelajaran matematika melalui tindakan kelas memerlukan perubahan peranan guru dan aktivitas yang tinggi bagi pelajar untuk melakukan kolaborasf, Oleh itu, kajian ini bermula dengan asumsi yang menyatakan bahwa perubahan peranan guru yang balk dalam menerapkan PK melalui tindakan kelas dapat meningkatkan kolaborasi pelajar dalam menyelesaikan masalah belajar sehingga berdampak pada peningkatan prestasi dam sikap pelajar dalam matematika. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sudarman et al (1998) menyatakan "perubahan-perubahan yang diperlukan dalam pengajaran matematika seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan oleh para guru sendiri atau bersama dengan peneliti lainnya setelah melakukan penyelidikan kelas". Berdasarkan kenyataan dan dapatan kajian di atas, penelitian tindakan PK dapat meningkatkan dan membantu pelajar meningkatkan peneapaian matematika dan memperlihatkan keterampilan berkolaborasi di antara sesama pelajar. Masalah ini dapat diselesaikan dengan penggunaan PK melalui penelitian tindakan dalam proses pengajaran di kelas, sehingga guru lebih menggalakkan pelajar untuk bekerjasama dan sharing informasi dengan rekan-rekan sekelas seeara "socially shared knowlwdge' (Johnson & Johnson, 1991; Runesson, 1997; Winitzky et aI., 1995). Berdasarkan masalah di atas, dalam penelitian ini dikemukakan beberapa tujuan berikut: (1) mengungkapkan keterampilan pelajar berkolaborasi melalui penerapan PK, dan (2) mengungkapkan sikap pelajar pada pelajaran matematika melalui penerapan PK. Pembelajaran koperatif merupakan pembelajaran kelompok keeil yang disebar luaskan sebagai suatu strategi pengajaran yang dapat meningkatkan pembelajaran dan sosialisasi (Cohen, 1994). Pembelajaran koperatif merupakan satu strategi pengajaran yang pelajarnya bekerja seeara kooperatlt :dalam kelompok keeil yang heterogenus (Johnson & Johnson, 1991; Slavin, 1995; Monis, 1995; Lyman & Foyle, 2000). Dalam pembelajaran kooperatif melibatkan pelajar bekerjasama untuk meneapai tujuan seeara sharing bersama. Dalam fokus ini menoiong para pelajar untuk mengembangkan perasaan "satu kelompok" dalam memperkenalkan keperiuan saling tolong menolong dan saling menyokong situasi pembelajaran satu sama lainnya (Slavin, 1995). Ketika pelajar bekerja bersama-sama mereka belajar untuk saling memberi dan menerima, saling menolong bersama, berkongsi idea, mendengarkan penjelasan pelajar yang lain dan meneari eara baru untuk menyelesaikan masalah matematika bersama. Keiompok keeil dalam pembelajaran kooperatif mengandung lima unsur yang mempunyai eiri-eiri seperti berikut: (1) ada pergantungan yang positif, (2) ada interaksi tatap-muka oleh para anggota kelompok, (3) ada tanggung jawab seeara individual, (4) menunjukkan keterampilan sosial, dan (5) menilai proses kelompok seeara kooperatif (Johnson & Johnson et al.1990 dan 1991). PK memerlukan komunikasi, interaksi dan keterampilan kooperatif yang dapat membantu para pelajar belajar dengan aktif, menyelesaikan masalah bersama rekan sebaya dalam kelompok keeil dan meningkatkan semangat belajar. Oleh itu, PK merupakan satu pendekatan dalam pengajaran matematika yang dapat menolong pelajar untuk memahami konsep dan rasa suka kepada matematika

Zaenab Hanim,

Peningkatan Keterampifan Kolaborasi dan Sikap 165

dengan cara berkongsiidea dan pertolonganrekan sejawatnya.Pengajarantidak saja bertumpu kepada guru, akan tetapi bertumpu kepada aktivitas pelajar dengan aktif dalam mengerjakan tugas dan mencari penyelesaian masalah matematik yang ada. Anggota kelompok PK adalah terdlrl dari 5 orang pelajar yang mempunyai kemampuan dan sosio-ekonomi yang berbeda, seperti berbeda:etnik, jenis kelamin, status ekonornl,pelajar yang berprestasitinggi dan rendah. Mereka secara bersama dalam kelompok boleh meningkatkan psncapalan, harga diri dan memiliki sikap keterampilan berkolaborasi sesama rekan dan pergaulansekitarnya(Stevens & Slavin, 1995; Sharan, 1992; Johnson & Johnson, 1991; Kagan, 1989). Hal tersebut dapat diperoleh oleh pelajar jika guru selalu mendorong pelajar dalam pembelajaran melalui aktivitas kelompok PK untuk menampakkan kelima unsur di atas. Struktur PK yang diterapkan dalam pembelajaranmatematikadi SO dalam kajian ini adalah: Jigsaw, Find The Fib, dan Pairs Check (Kagan, dikembangkanoleh Spring Field Public School 2000 dan Aronson,2000). Oalampenelitianterdahulu banyak membuktikankebaikanPK dalam proses pembelajaran meski juga ada kelemahan dalam pslaksanaannya. Di antara penelitiantersebut, Mulryan (1995) telah melakukankajian PK dalam matematika di kelas V dan VI.Menurut beliau bahwa kehadiran, perilaku dan partisipasi pelajar menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan masalah belajar, dan pelajar yang lemah adalah lebih pasif dari pelajar yang berpencapaian tinggi. Kemudian, Moreira (1997) mendapati dalam kajian PK bahwa terjadi perubahan persepsi pelajar terhadap matematika dan didapati tidak ada rintanganantara kemampuanmatematika dan pendidikanmatematika. Keating et at. (1998) mendapati dalam penelitian PK bahwa terjadi perbaikan peran guru dalam pengajaran matematika secara berkolaborasi. Artinya, bila pelajar dipacu dalam proses pembelajaran melakukan tugas-tugas pelajaran secara bekerjasama dalam kelompok kecil melalui PK dapat meningkatkan keterampilan berkolaborasl. Oengan itu, mereka dapat menjalin komunikasi, interaksi dan keterampllankooperatifyang menimbulkansikap kebersamaandan penghargaan dalam menyelesaikan masalah pelajaran, sehingga beban yang berat dapat diatasi bersama.Walau demikian, penelitianini baru melihat bagian bagian kecil kelebihan pembelajaran koperatif berupa partisipasi, kehadiran pelajar,dan peran guru. Oalam hal ini, peneliti menindak lanjuti dalam penelitian tindakan dengan melihat lebih komprehensif yang menggunakan struktur PK lain yang khusus untuk subjek matematika. Dapatan penelitian akan keterampilan pelajar berkolaborasi yang mengandung aspek: (1) keterampilan berkomunikasi, (2) interaksi sesama anggota kelompok, dan (3) keterampilan kooperatif dalam kelompok kecil. Kemudian penelitian ini juga akan melihat adakah adakah peningkatan pencapaian matematika dan perubahan sikap pelajar terhadap matimatika, di antaranya: menambah rasa suka, kepercayaandan kegembiran pelajar terhadap matematikayang menghilangkanperasaantidak suka terhadap pelajaran.
METODE PENELITIAN

Penelitiantindakan dilakukan pada seorang guru matematika dan 30 orang pelajar kelas V di sebuah SD negeri Samarinda KalimantanTlmur (umur sekitar 10-11 tahun) dengan latar belakang yang berbeda: status ekonomi, etnik, jenis

166 Didaktika, Volume 8, Nomor 2, Mei 2007

kelamin, agama, dan kemampuankompetensi (tinggi, sedang dan lemah). Guru menjalankan tindakan dengan berpegang pada skenario tindakan modul PK dalam matematika y,ang telah diraneang bersama antara peneliti dan guru matematika untuk tindakan kelas dengan struktur: Jigsaw Find The Fib dan Pairs Check. Intervensi kelas selama tindakan boleh dilaksanakan tiga siklus (SubahanMohd et aI., 2000; Kasbollah, 1999; Me Kernan, 1996; Kemmis and Taggort, 1988). Prosedurtindakan kelas menurut model Elliot yang dibangunnya melalui enam langkah (Me Niff, 1998), yaitu: (1) menganalis masalah dalam pengajaran matematika, (2) mengumpulkan masalah yang berkaitan, (3) meraneangtlndakan, (4) implementasitindakan, (5) mengamatl, memantau dan menganalisisjalannya tindakan, dan (6) merefleksidan menilai keberhasilanatau kegagalantlndakan untuk menentukantindakan selanjutnya(siklus berikutnya). Instrumen penelitian adalah penelitl sendiri berkolaborasi dengan guru. Selain itu, lembar pengamatanpartisipatifdigunakansebagai alat penelitianyang dibagi kepada dua segmen variabel untuk mengamati segala perilaku pelajar berkolaborasi dalam kelompok PK. Segmen A adalah keterampilan berkomunikasidan interaksi sebanyak 15 item. Segmen B adalah keterampilan kooperatif dalam kelompok sebanyak 21 item (Hili & Hill, 1993). Angket tentang sikap pelajar terhadap pelajaran disebarkan sebelum dan sesudah tindakan kelas y'ang dikembangkan oleh Aiken( 1996) dan telah diujieobakan sebelumnya. Pengumpulandata dikumpulkan dengan pengamatan, wawaneara kepada 6 orang pelajar yang mewakili kelompok masing-masing,jurnal guru, rekaman video terhadap proses aktivitas pelajar dalam PK, dan memo analitik yang menyerap berbagai peristiwa yang terjadi dalam proses tindakan kelas. Validitas data kualitatif dilakukan seeara triangulasi metode, yaitu membandingkan antara data pengamatan, rekaman video, memo analitik, wawaneara dan jurnal guru (Patton dalam Yin, 1994), kemudian menyesuaikan dapatan penelitiandengan teorl penelitian dan diskusi kepada pakar yang paham tentang PK. Reliabilitas penelitian dilakukan dengan cara peer eheking dengan kawan yang membantu mengamati serta memperoleh data secara berulang- ulang sampaijenuh dan konsisten(Meriamdalam Loughran,J. , 2001), ' Analisis data tindakan tergantung pada jenis data, boleh seeara kualitatif atau statistik (Kasbollah, 1999; Subahan Mohd et al, 2000, Me Niff, 1992). Data tentang keterampilan kolaborasi pelajar dianalisis seeara deskriptif untuk perhitungan frekwensi dan persentasi (Babbie, 2001), kemudian deskriptif kualitatif untuk menafsirkan dan membandingkan data kuantitaif dan kualitatif, (Yin, 199; Me Niff, 1998). Keberhasilan pelajar berkolaborasi ditentukan oIeh hasil observasi setiap siklus dengan analisis persentasi dan interval (skor tertinggi - skor terendah bagi tiga jenjang, yaitu: 0 - 59= belum berhasil, 60 100 = baik dan 101 ke atas = sangat baik). Sedangkandata tentang sikap pelajar boleh dianalisis seeara seeara inferensi jika ingin melihat produk dari proses penerapan PK meski tanpa kelompok kontrol (Winter, 2001), yaitu dengan analisis ujiI

t. HASIL PENELITIAN

Berdasarkanpengamatan, analisis data keterampilan pelajar berkolaborasi dalam kelompok PK menunjukkan periIaku yang meningkat dari slklus pertama hingga siklus ketiga, walaupun pada awalnya mereka mendapat kesulitan apa yang harus dilakukan. Namun melalui pengarahan dan dorongan guru seeara

Zaenab Hanim, Peningkatan Keterampilan Kolaborasi dan Sikap 167 terus menerus, mereka dapat melakukan kerjasama dan saling menolong menyelesaikan masalah kelompok masing-masing. Bahkan, setiap anggota dari kelompok terlihat bersemangat untuk meraih keberhasilan kelompok, selain Itu juga mendapatkan hadiah bagi anggota yang berhasil meningkatkan performansi kerjanya. Tabel 1 memaparkan peningkatan perbuatan pelajar dalam aktlvltas kelompok PK yang memberi kesan kepada keterampilan mereka berkolaborasi. Pelajar dapat memperolehi peningkatan keterampilan kolaborasi dengan balk pada akhir tindakan kelas. Ini menunjukkan bahwa pelajar semakin aktif dan mereka berupaya menjayakan tlndakan kelas melalui kerjasama yang baik. Tabel 1. Hasil Pengamatan Keterampilan Kolaborasi Pelajar dalam PK Melalui Penyelidikan Tindakan. Keterampilan Kolaborasi Pelajar: Kemahlran Komunikasi dan Interaksi Pelajar Kemahiran Koperatif Pelalar Siklusl (%) Siklus II (%) Siklus III (%)

77.78 71.95

86.66 83.17

96 90.79

Pada siklus I, pelajar hanya mampu melakukan keterampilan komunikasi dan interaksi sebanyak 77.77 % dalam sembilan sesi, tetapl ini meningkat menjadi 96 % dalam lima sesi pada siklus (pusingan) III. Keterampilan pelajar berkoperatif hanya mencapai 71.95 % pada siklus I, namun Ini meningkat menjadi 90.79 % pada siklus III. Bagan 1 memaparkan dengan jelas tentang wujudnya peningkatan keterampilan pelajar berkomunikasi, interaksi anggota kelompok, dan keterampllan mereka berkoperatif dalam proses aktivltas kelompok. K 100 90

o P I a e
b
0

a a s r
~Pus-1 .Pus-2 OPus-3

80 70 60 50 40 30
20

10
0 Korn. Pel Aktiviti PK Kop. Pel

Bagan 1. Bar Keterampilan Kolaborasi Pelajar Melalui PK

168 Didaktlka Volume 8, Nomor 2, Mel2007 ,


Sikap Pelalar Pad a Matematka Dilihat dari Aspek Afektlf l Pencapaian dari aspek afektif merujuk kepada sikap pelajar terhadap matematika setelah menggunakan PK dalam pembelajaran matematika. Pengukuran sikap pelajar terhadap matematika menggunakan angket pra dan pasea dengan 3 skala untuk responden anak-anak (Me Niff, 1992) sebanyak 20 item. Data tentang sikap pelajar. boleh dianalisis seeara inferensi jika ingin melihat produk darl proses penerapan PK meski tanpa kelompok kontrol (Winter, 2001). Analisis dari angket sikap pelajar pada Matematika Ini adalah bag! menguji hlpotesis (Ho): tidak terdapat perbedaan min skor sikap pelajar terhadap matematlka antara pra dan pasca mengikuti pembelajaran kooperatif. Ujian t bergantung (Triola, 1997) dlgunakan untuk menguji hipotesis di atas, seperti pada tabel 2: Tabel 2. Min Skor dan Ujian t Terhadap Pra dan Pos Sikap Pelajar Terhadap Matematik Dalam Penggunaan PK (N 30 pelajar)

Subjek Pra sikap Matematika Pasea sikap Matematika Pra dan Pos Sika~ Mat * Signifikan Pada ex= 0.05

Min 47.63 54.23 6.60

Standar Deviasi 6.26 4.58 5.22

df 29

Ujian t 6.93

Sig.dua arah 0.000

Tabel 2 menunjukkan min skor pra dan pasea sikap pelajar terhadap matematik adalah 6.60 dengan standar deviasi 5.22. Seeara statistik, peningkatan nilai ini adalah signifikan karena p < 0.05 dengan nilai signifikan dua arah. Oleh itu, seeara statistik terdapat perbedaan yang slgnifikan slkap pelajar terhadap matematik sebelum dan setelah penggunaan PK, maka hipotesis nor di atas ditolak. Perbedaan min skor pra dan pasca sikap pelaiar pada tabel2 ditampilkan ke dalam graf, seperti pada bagan 2:

slkap pra sikap pos

ID

Bagan 2. Sequence Perbedaan Min Skor Sikap Pelajar Pada Matematika dan Pasca Mengikuti PK

Pra

Zaenab Hanim, Peningkatan Keterampilan Kolaborasi dan Sikap 169

Bagan 2 di atas memperlihatkan bahwa penerapan PK dalam pengajaran Matematika melalui tindakan kelas dapat meningkatkan sikap pelajar terhadap matematik. Peningkatan ini menunjukkan bahwa kesan penggunaan PK dalam pengajaran matematik dapat mengubah sikap rasa suka pelajar terhadap pelajaran matematik. Ini bermakna ada perbedaan sikap pelajar pada pelajaran dengan pengajaran yang menggunakan PI< berbanding dengan pengajaran biasa secara direktif atau tradisional. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan sistematis yang dilakukan oleh peneliti, guru, dan pembantu peneliti dalam proses tindakan kelas, penggunaan PK berjalan dengan baik dan memberikan impak keterampilan berkolaborasi kepada pelajar. Keterampilan itu semakin meningkat dan semakin baik pada akhir siklus ketiga, walaupun pada siklus pertama performansi pelajar pada keterampilan tersebut didapati masih rendah dan mereka banyak menghadapi masalah dalam aktivitas kelompok. Kesulitan tersebut disebabkan mereka baru dalam tarap belajar dan menyesuaikan diri, Akan tetapi, keterampilan tersebut dapat ditingkatkan pada siklus berikutnya .. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa pelajar menjadi semakin aktif darl satu siklus ke siklus berikutnya karena mereka terus didorong guru dan pelajarpun berupaya mensukseskan kelompok masing-masing dalam tindakan melalui kerjasama yang baik. Variable keterampilan kolaborasi pelajar terdiri dari keterampilan berkomunikasi, interaksi antar anggota kelompok dan keterampilan berkoperatif. Tabel 1 menunjukkan peningkatan keterampilan pelajar berkolaborasi melalui tindakan kelas darl siklus I hingga siklus III. .Hasil ini bermakna bahwa pelajar dapat membina keterampilan berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas dan masalah matematika, dan berupaya mengembangkan sosio-kognisi mereka untuk memahami tugas matematika yang diberikan oleh guru dalam kelompok PK. Mereka juga menjalin rasa kebersamaan dan kekompakan antara sesama anggota untuk memajukan kelompok bersama. Keterampilan ini nampak ketika guru memotivasi dengan maksimal dan menstruktur PK dengan baik. Maknanya, pelajar dapat meningkatkan keterampilan berkolaborasi hingga pada tahap sangat baik pada akhir tindakan kelas. Keterampilan berkolaborasl ini telah membantu pelajar kelas V untuk menyelesaikan masalah Matematika sehingga mereka bertambah paham dan suka kepada pelajaran tersebut. Yang sangat penting, keterampilan tersebut mengandung nilai-nilai yang bermakna/sosial pada perilaku pelajar, seperti: saling menghargai, membantu, bersatu, dan percaya diri pada pelajaran. Ini mereka nampakkan dalam cara mereka berkomunikasi secara lisan atau body language, berinteraksi dalam kelompok, dan berkoperatif dalam menyelesaikan tugasan matematika. Temuan ini telah mendukung beberapa penelitian terdahulu bahwa kolaborasl yang ditunjukkan oleh pelajar sangat signifikan menerapkan nilai sosial, karena banyak pelajar memberikan bantuan, berkongsi idea dan informasl dalam menyelesalkan masalah belajar, serta semua pelajar memainkan peranan secara bergiliran (Em mar dan Gerwels 2002; Gillies, 2003; Johnon and Johnson, 1998; Kirby, 1993; Runesso, 1997; Winitzky, 1995;). Dalam penelitian tindakan ini, dapatan keterampilan pelajar berkolaborasi tidak berbeda dengan dapatan para peneliti di atas. Keterampilan tersebut meningkat melalui beberapa siklus, disebabkan adanya refleksi terhadap tindakan dalam setiap siklus yang

170 Didaktika, Volume 8, Nomor 2, Mei 2007 dilakukan oleh guru dan peneliti untuk memperbaikidan menlngkatkantindakan berikutnya. Penelitian Gillies (2003) menemukakan bahwa ketika pelajar telah dilatih dan diberi peluang untuk berkolaborasi dalam kelompok kecil, mereka leblh mempunyai komitmen untuk mencapai kemajuan kelompok dan mempunyai tekad untuk mencapai tujuan yang tinggi berbanding dengan kelompok biasa. Dapatan Gillies di atas mempunyai perbedaan dengan dapatan penelitian tindakan Ini pada siklus pertama, tetapi ia mempunyai persamaan pada siklus berikutnya. Pada siklus I, dapatan penelitian ini telah memperlihatkan keterampilanpelajar berkolaborasinamun masih rendah (rerata 77.78 dan 71.95 pada tabel 1), karena anggota kelompokyang lemah masih kurang berpartisipasi dan berkongsi idea, yang nakal belum bekerjasama dengan bersungguh sungguh, yang cerdas masih mendominasi dalam diskusi kelompok. Maka pergantunganpositif dalam kelompok belum merata dan pencapaianMatematika masih rendah. Adapun persamaan dengan dapatan Gillies (2003) terjadi pada siklus II dan III, karena dorongan guru terus menerus dan kesadaran/keinginan anggota kelompokuntuk meraih sukses kelompoknya,di antaranya: (1) ada yang menerima kemenangan dan kekalahan sebagai hasil aktivitas PK pada siklus I, (2) melihat hasil prestasi Matematika (ujian pasca siklus I), dan (3) mendapat arahan dan motivasi guru sebelum pusingan II dijalankan. Dengan adanya kemajuan pelajar dalam prestasi matematika yang diperoleh dari keterampilan berkolaboraslmelaui pener4apanPK, mereka percaya bahwa matimatlka bukan pelajaran yang menakutkan kalau proses pembelajarannya menyenangkan, sehinggai ini berdampak pada peningkatan sikap positif pelajar pada pelajaran matematika.
SIMPULAN

Sebagai kesimpulan, penelitian tindakan ini membuktikan bahwa pelajar dapat membina keterampilanberkolaborasidan meningkatkansikap positif pada pelajaran matematika, jika mereka diberikan dengan strategi yang banyak melibatkan keaktifan dan partisipasi mereka dalam pembelajaran. Guru selalu memotivasi untuk berbuat bersama dalam menyelesaikan masalah pelajaran yang sukar. Guru juga selalu mengontrol semua pelajar dengan berbagai latar belakangdl dalam kelas yang mereka dapat saling menerima rekan yang berasal daripadapelbagai kemampuandan latar belakang. Pelajar dapat memahamidan menyelesaikan kesukaran pelajaran Matematika dengan baik apabila mereka disadarkan untuk berbagi idea, menghindarkan kepentingan individu atau persaingan yang tidak sehat, serta saling membantu dalam aktivitas pembelajaran di kelas, karena peran kawan sejawat sangat berti bagi pelajar untuk mencapai sukses. Keterampilankolaborasi yang dibina sejak awal dapat menghantarkan pelajar ke arah pembinaan insan yang sensitif pada hak-hak manusia dalam pergaulan sehari-hari. Implikasi penelitian ini memberikan pemahaman guru untuk menstruktur PK dengan baik dalam perubahan pengajaran yang inovatif dan membawa perubahan sikap pelajar terhadap matematik dan pergaulandi sekitarnya. Oleh Itu, penelitian ini boleh dilanjutkan dalam bentuk yang lebih luas tidak hanya dalam penelitiantindakan dan pelbagai pelajarandan peringkatsekolah.

Zaenab Hanim, Peningkatan Keterampilan Kolaborasi dan Sikap

171171171 DAFTAR PUSTAKA Aiken, L . R. 1996. Rating Scales and Checklist: Evaluating Behavior, Personality, and Attitudes. London: John Wiley And Sons. Aronson, E. 200.0. Jigsaw Classroom. http://www.jigsaw.org/steps.htm. (14 Januari 2000). Babbie, E. 2001. The Practice of Social Research. 9 tho Melbourne: Wadsworth. Cohen, E 1994. Restructuring the Classroom: Condition for Productive Small Groups. Review of Educational Research, 64:31-35. Emmer, E. T. & GerWels, M. C. 2002. Cooperative Learning in Elementary Classroom: Teaching Practices and Lesson Characterics. The Elementary School Journal, 103(1 ):75-90. Gillies, R. M. 2003. The Behaviors, Interactions, and Perceptions of Junior High School Students During Small-Group Learning. Journal of Educational Psychology, 95(1):137-147. Hill, S & Hill, T.1993. The Collaborative Class: A Guide to Cooperative Learning. Australia: Eleanor Curtain Publishing. Hudoyo, H. & Sutawidjaya, A. 1997. Matematika. Jakarta: Depdikbud Dikti Pendidikan Tinggi Bagian Projek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Primary Schools Teacher Development Project) IBRD: LOAN 3496IND. Johnson, D.W. & Johnson, R, T. 1991. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning. Boston: Allyn and Bacon. Johnson, D. W. & Johnson, R. T. 1998. Cooperative Learning and social interdependence theory. (on line) (http:/ www.clcrc.com/pages/SIT.html. diakses 23 Februari 2001). Kagan, M. & Kagan, S. 1989. Playing with element: advanced work in the structural approach. Educational Leadership, 47(4):12-15. Kasbolah, K. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdikbud DIKTI Pendidikan Tinggi Projek Pendidikan Guru Sekolah Dasar IBRD: Loan-IND. Keating, J., Diaz- Greeberg, R. , Baldwin, M. & Thousand, J. 1998. A collaborative action research model for teacher preparation knowledge by primary school children. Learning and Instruction, 8(1):37-59. Kemmis, .R. & Taggort, Mc. 1988. The Action Research Reader. Victoria: Deakin University. Kirby, J. R. 1993. Collaborative and competitive effects of verbal and spatial processes. Learning and Instruction,' 3 (..):204-214. Loughran, J. , Ibrahim Bajunid, Adrian Holliday, & Merriam, S. 2001.Qualitative research convention 2001: navigating challenges. Keynote Address at The Qualitative Convention: Kuala Lumpur, Malaysia, 11-14. Lyman, L . & Foyle, H. C. (2000). Cooperative learning strategies and children. ERIC Digest. (http://ericae.neVdb/edo/ED306003.htm. diakses16 Januarl 2001). Mc Kernan, J. 1996. Curriculum Action Research: a handbook of methods and resources for the reflectivbe pracitioner. Second Edition. London: Kogan Page. Mc Niff, J. 1992. Action research: principle and practise. London: Macmillan Education.

172 Didaktika, Volume '8, Nomor 2, Mei 2007 Monis, 0.0.1995. Contract and cooperative learning system. Three Week Course on Instructional Leadership. Manila: SEAMEO INNOTECH. Moreira, C. Q. 1997. Between the academic mathematics and the mathematics education worlds. European Journal of Teacher Education, 20(2): 171-189. Mulryan, C. M. 1995. Fifth and sixth grades' and participation in cooperative small groups in mathematics. The Elementary School Journal, 95(5):297- 309. Offner, C. O. 1978. Back-to-basic in mathematics: an educational Frud. Mathematics Teacher, (...):211-217. Runesson, U. 1997. Learning by exploration in mathematics course: a programme for student teachers. European Journal of Teacher Education, 21(2):161-168. . Rusdi, M. 1993. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Belajar Operasi Hitung Bilangan Rasional. Tesis Program Ooktor IKIP Jogyakarta. Sharan, S. & Shaulov, A. 1992. Cooperative Learning, Motivation to Learn, and Academic Achievement: Cooperative learning and research. New York: Wesport Conceticat. Stevens, R. J. & Slavin, R. E. 1995. Effects of a cooperative learning approach In reading and writing on academically handicapped and nonhandicapped students. The Elementary School Journal, 95 (3): 241- 267. Subahan Moh Meerah, Moh. Amin Embi, Alias Baba, & Nor Azizah Salleh. 2000. Asas-asas Penyelidikan Tindakan. Bangi: Pusat Pengajian Jarak Jauh Universiti Kebangsaan Malaysia. Sudarman. 1998. Pengembangan metode mengajar pecahan pada sekolah dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan Dasar, 2(4): 61-69. Triola, M. F. 1997. Elementary statistics. Seventh Edition. California: Addison Wesley Longman, Inc. Wardiman, J. 1993. Pidato Pengukuhan guru besar pada fakultas MIPA Universitas Pajajaran Bandung. Kompas, 15 September: 2. Winitzky, N., Sheridan, S., Crow, N., Welch, M. & Kennedy, C. 1995. Interdisiplinary collaboration: variations on a theme. Journal of Teeoner Education, 46(2): 109-118. Wyndham, J. & Saljo, R. 1997. Word problems and mathematical reasoning: A study of children's mastery of reference and meaning in textual realities. Learning and Instruction, 7(4): 361-382. Yin, R. K. 1994. Case study research: design and methods. Second Edition. London: Sage.

Anda mungkin juga menyukai