Anda di halaman 1dari 31

BAB I LAPORAN KASUS I. Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Agama Bangsa MRS II. Identifikasi : Ny.

MW : 51 tahun : Perempuan : Jl. Sudirman, RT 02, RW 06 kecamatan Lematang. Palembang : Swasta : Islam : Indonesia : 06 Oktober 2010 Anamnesis (Autoanamnesis Tanggal 12 Oktober 2010 )

Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas Riwayat Perjalanan Penyakit 2 bulan Sebelum Masuk Rumah Sakit, penderita mengeluh nyeri perut kanan atas semakin berat, nyeri hilang timbul, nyeri menjalar ke bahu kanan dan punggung belakang, mual dan muntah (+), demam (+), menggigil (-). Nafsu makan berkurang, BAK warna teh (+), BAB Berwarna dempul (-), selaput bola mata berwarna kekuningan (+), gatal-gatal pada kulit (+). Penderita berobat ke RS Bunda, didiagnosa suspek hepatitis, diberi obat disarankan untuk pemeriksaan USG. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit os mengeluh nyeri perut kanan atas semakin berat, nyeri hilang timbul, nyeri menjalar ke bahu kanan dan punggung belakang, mual dan muntah (+), demam (+), menggigil (-). Nafsu makan berkurang, BAK warna teh (+), BAB Berwarna dempul (+), penurunan berat badan (+). Os juga mengeluh selaput bola mata semakin kuning, menyebar ke perut dan seluruh tubuh. Os lalu berobat ke poli RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit hepatitis (-) Riwayat transfusi darah (-) Riwayat meminum alkohol (-) Riwayat trauma tumpul (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal. III. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 12 Oktober 2010) Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Pernapasan Suhu Kepala Pupil Leher Dada Abdomen Genitalia Anal Ekstremitas atas : Baik : compos mentis : 110/70 mmhg : 80 x/menit : 18 x/menit : 36,7 0C : Konjungtiva palbebra pucat -/-, sclera icteric +/+ : Isokor, refleks cahaya +/+ : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Lihat status lokalis : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan

A. Status Generalis

Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan B. Status Lokalis Regio Abdomen Inspeksi : Datar

Palpasi Perkusi

: Lemas, nyeri tekan perut kanan atas (+), murphys sign (+), hepar teraba 2 jari di bawah angulus costae, Lien tidak teraba : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal Rectal Toucher (TSA baik, mukosa licin, ampula tidak kolaps, feses (+) warna dempul. IV. Pemeriksaan Laboratorium V. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 31 Agustus 2010) Hematologi Hemoglobin Leukosit Differential count Kimia Klinik Natrium Kalium Bilirubin direct Bilirubin indirect Bilirubin total SGOT SGPT : 140 mmol/l : 3,0 mmol/l : 26,36 mg/dl : 6,34 mg/dl : 32,72 mg/dl : 57 U/l : 44 U/l (135-155 mmol/l) (3,5-5,5 mmol/l) (< 0,25 mg/dl ) (0,75 mg/dl) (0,1-1,0 mg/dl ) (<115 U/l) (<40 U/l) (<41 U/l) : 12,1 g/dl : 7.900 /mm3 : 0/2/3/61/32/2 (14-18 g/dl) (5.000-10.000/ mm3) (0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8)

Alkaline phospatase : 212 U/l

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 12 Oktober 2010 Hematologi Hemoglobin Leukosit Differential count : 10,2 g/dl : 8.300/mm3 : 0/3/3/41/45/8 (14-18 g/dl) (5.000-10.000/ mm3) (0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8)

Kimia Klinik Natrium Kalium Bilirubin direct Bilirubin indirect Bilirubin total SGOT SGPT Ureum Creatinin : 140 mmol/l : 3,0 mmol/l : 2,64 mg/dl : 3,56 mg/dl : 6,2 mg/dl : 32 U/l : 36 U/l : 20 mg/dl : 0,6 mg/dl (135-155 mmol/l) (3,5-5,5 mmol/l) (< 0,25 mg/dl ) (0,75 mg/dl) (0,1-1,0 mg/dl ) (<115 U/l) (<40 U/l) (<41 U/l) (20-40 mg/dl) (),5-1,2 mg/dL)

Alkaline phospatase : 91 U/l

V. Pemeriksaan Tambahan Foto thorax (Tanggal 31 Agustus 2010): Thorax PA, CTR < 50%besar dan bentuk jantung normal Trakea di tengah Mediastinum superior dan corak tidak melebar Hilus tidak menebal. Corakan bronkovaskular tidak meningkat Tidak tampak infiltrat Diafragma licin. Sudut costophrenicus lancip Tulang dan jaringan lunak baik Kesan: tak tampak kelainan radiologis pada foto thorax USG abdomen (Tanggal 10 Mei 2010) :

Hasil: Liver: Membesar ringan, tepi rata, sudut tajam, echoparenchym meningkat halus heterogen. IHBD/EHBD tak melebar, vena porta baik. Tak tampak nodul, kista dan abses. Gall Bladder: Dinding baik, penuh terisi batu mltiple. Lien, Pankreas, Ren kanan dan kiri, Buli-buli, Adnexa kanan dan kiri dan uterus normal. Acites (-), Efusipleura (-), massa intrabdomen(-) Kesimpulan: Hepatitis, hepatomegali ringan Cholelithiasis multiple Organ abdomen lainnya normal 6

VI. Diagnosis kerja Cholelithiasis multiple + Obstruksi jaundice VII. Diagnosa banding Kolangitis Hepatitis VII. Penatalaksanaan IVFD. Analgesik Antibiotik Rencana cholesistectomy + Eksplor Common Bile Duct

VIII.

Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : Bonam : Bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA III. 1. Anatomi Tractus Billiaris

Vesica felea [felea], dan ductus biliaris extrahepatic.3

Vesica felea atau kandung empedu merupakan kantong berbentuk buah pir yang berukuran panjang 7-10 cm dengan kapasitas rata-rata 30-50 cc. Organ ini terletak di fossa inferoposterior hepar, berdekatan dengan ligamentum teres hepatis yang membagi hepar menjadi lobus dextra dan sinistra. Vesica felea digantung oleh mesenterium ke bagian posterior hepar dan seluruhnya ditutupi oleh peritoneum (terletak intraperitoneal). Bagian anterior vesica felea berbatasan dengan dinding anterior abdomen dan permukaan viseral hepar. Sedangkan bagian posteriornya berbatasan dengan colon transversum dan duodenum bagian ke 2.1-5 Secara anatomis, vesica felea dibagi menjadi 4 area, antara lain fundus, corpus, collum dan infundibulum. Area fundus merupakan bagian kandung empedu dengan proporsi otot polos terbanyak dan terletak berhadapan dengan ujung cartilago costae IX dextra, yaitu tempat menyilangnya margo lateral m.rectus abdominis dextra ke pinggir costae. Berbeda dengan fundus, area corpus mengandung lebih banyak jaringan elastik daripada otot polos sehingga bila terjadi sumbatan, vesica felea mampu ber-distensi

sehingga kapasitasnya meningkat mencapai 300 cc. Area collum berbentuk konveks dan menghubungkan corpus dengan ductus cysticus. membentuk infundibulum atau Hartmanns pouch.3-5 Ductus biliaris dibagi menjadi ductus biliaris intrahepatik dan ekstrahepatik. Ductus biliaris intrahepatik berawal dari cabang-cabang interlobularis terkecil pada sistem portal hepar yang merupakan muara cannaliculi biliaris. Ductus interlobularis satu sama lain pada masing-masing lobus hepar saling bersatu membentuk ductus hepaticus dextra et sinistra. Empedu dari hepar lobus dextra dialirkan melalui ductus hepaticus dextra, sedangkan yang berasal dari hepar lobus sinistra, lobus caudatus dan lobus quadratus dialirkan melalui ductus hepaticus sinistra. Ductus hepaticus dextra et sinistra merupakan awal ductus biliaris extrahepatik.5, 6 Konveksitas collum yang melebar

Ductus biliaris intrahepatic.7 Ductus biliaris extrahepatik terdiri atas ductus hepaticus dextra et sinistra, ductus hepaticus communis, ductus cysticus dan ductus choledocus. Ductus hepaticus communis merupakan pertemuan ductus hepaticus dextra dan ductus hepaticus sinistra. Panjang ductus hepaticus communis berkisar antara 1-4 cm dengan diameter + 4 mm.

Saluran ini berjalan di depan vena porta dan berada di sebelah kanan a. hepatica. Ductus cysticus yang berasal dari vesica felea kemudian bersatu dengan ductus hepaticus communis dan membentuk ductus choledocus. lumen dan menjaga agar lumen tetap terbuka.4-6 Panjang ductus coledochus berkisar antara 7-11 cm dengan diameter lumen + 10 mm. Bagian sepertiga atasnya terletak supraduodenal dan berada di sebelah kanan a.hepatica, sebelah anterior vena porta serta berjalan turun pada tepi bebas ligamen hepatoduodenal. Sepertiga tengah ductus coledochus terletak retroduodenal, berjalan melingkar dibelakang doudenum bagian 1 dan menyimpang di lateral vena porta dan a.hepatica. Bagian sepertiga terakhir ductus coledochus melingkar di belakang caput pancreas baru kemudian bermuara ke ampulla Vater pada duodenum bagian ke-2 melalui struktur otot yang disebut sphincter of Oddi. Otot ini mengatur aliran empedu dan pada beberapa kasus juga mengatur aliran pancreatic juice ke duodenum. Pada 70% kasus ditemukan bahwa ductus pancreaticus major (ductus Wirsung) bergabung dengan ductus coledochus sebelum memasuki ampulla Vater, 20% nya bersatu pada dinding duodenum bagian ke 2 serta 10% sisanya memasuki duodenum melalui tempat yang berbeda.3-5 Vesica felea diperdarahi oleh a. cystica yang berasal dari a. hepatica dextra. Pembuluh darah yang disebut terakhir merupakan cabang a. hepatica propria yang berasal dari a. mesenterica superior. Sedangkan pembuluh balik dari vesica felea adalah v. cystica yang bermuara ke vena porta. Sejumlah arteri dan vena yang sangat kecil juga berjalan antar hepar dan vesica biliaris. Aliran limfatik pada vesica felea mengalir ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica biliaris. Selanjutnya vasa limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang a.hepatica menuju nodi lymphatici coeliacus. Vesica felea di-innervasi oleh serabut syaraf simpatis dan parasimpatis yang berasal dari plexus coeliacus. Kontraksi vesica felea terjadi sebagai respon terhadap hormon cholecystokinin yang akan dijelaskan lebih lanjut pada fisiologi tractus biliaris.
3, 5

Membrana mucosa ductus cysticus

membentuk lipatan spiral (valvula Heister) yang berfungsi untuk memperkuat dinding

III. 2. Fisiologi Tractus Billiaris

10

Sirkulasi enterohepatik garam empedu7


(Garis tebal yang masuk ke sistem porta menunjukkan aliran garam empedu dari hepar, sedangkan garis putus-putus berasal dari aksi bakteri)

Tiga faktor yang mengatur aliran empedu, yaitu sekresi hepar, kontraksi vesica felea dan resistensi sphincter of Oddi. Empedu diproduksi sebanyak 500 1500 cc / hari oleh hepar melalui 2 tahap: (1) hepatosit memproduksi empedu kemudian disekresikan ke canaliculi biliaris yang terletak di antara sel-sel hepar, sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat organik lain; (2) empedu mengalir ke perifer menuju septa interlobularis hepar, ductus biliaris terminal (intrahepatik), ductus hepaticus, dan ductus hepaticus communis. Dari sini, empedu dapat langsung disekresi ke duodenum atau dialihkan untuk ditampung dalam vesica felea.
6, 8

Kontraksi vesica felea menyebabkan pengosongan empedu ke dalam duodenum. Hormon cholecystokinin (CCK) merupakan stimulus fisiologis utama pada kontraksi vesica felea dan relaksasi sphincter of Oddi postprandial, namun yang memfasilitasi mekanisme pengosongan vesica felea tetaplah rangsang vagal. Makanan berlemak dan produk lipolitik di mucosa lumen duodenum merangsang pelepasan CCK ke dalam aliran

11

darah. Asam amino dan polipeptida sederhana juga mampu merangsang pelepasan CCK, namun stimulusnya jauh lebih rendah daripada lipid. Karbohidrat malah tidak berperan dalam pelepasan CCK ke aliran darah.8 Ada tiga faktor yang berperan dalam relaksasi sphincter of Oddi. Pertama, CCK yang merupakan stimulus fisiologis utama dalam relaksasi sphincter of Oddi, namun efek ini saja tidak memungkinkan terjadi pengosongan vesica felea secara bermakna. Kedua, kontraksi ritmik vesica felea yang menghantarkan gerak peristaltik melalui ductus biliaris extrahepatic ke sphincter of Oddi. Hal ini menyebabkan gelombang awal relaksasi yang sebagian menghambat sphincter of Oddi mendahului gerak peristaltik, namun faktor ini juga tidak begitu adekuat dalam mengosongkan vesica felea. Faktor yang ketiga, ketika gerak peristaltik usus berjalan pada dinding duodenum, fase relaksasi dari tiap serial gerak peristaltik menyebabkan relaksasi kuat dinding duodenum. Sphincter of Oddi yang terletak pada dinding duodenum bagian ke-2 akhirnya ikut berrelaksasi kuat sehingga empedu masuk ke duodenum dalam pancaran yang sinkron dengan fase relaksasi gerak peristaltik duodenum.6 Empedu yang disekresikan secara terus menerus oleh sel hepatosit normalnya disimpan dalam vesica felea sampai diperlukan dalam duodenum. Bila tidak ada bahan makanan yang merangsang sekresi empedu ke dalam duodenum, empedu dapat disimpan dalam vesica felea karena air, natrium, klorida dan elektrolit lainnya secara terus menerus diabsorbsi oleh dinding vesica felea. Peristiwa ini memekatkan zat empedu lain termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubun. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif natrium dan absorpsi sekunder ion klorida dan air.

Empedu dari hepar

Empedu di vesica felea (yang sudah dipekatkan) 92 gr/dl 12

Air

97, 5 gr/dl

Garam empedu Bilirubin Kolesterol Asam-asam lemak Lesitin Ion natrium Ion kalium Ion kalsium Ion klorida HCO3

1,1 gr/dl 0,04 gr/dl 0,1 gr/dl 0,12 gr/dl 0,04 gr/dl 145 mEq/liter 5 mEq/liter 5 mEq/liter 100 mEq/liter 28 mEq/liter

6 gr/dl 0,3 gr/dl 0,3-0,9 gr/dl 0,3-1,2 gr/dl 0,3 gr/dl 130 mEq/liter 12 mEq/liter 23 mEq/liter 25 mEq/liter 10 mEq/liter

Komposisi empedu6 Empedu melakukan 2 fungsi penting; (1) asam empedu dalam cairan empedu berperan dalam mencerna dan mengabsorpsi lemak melalui dua cara. Cara pertama adalah dengan membantu mengemulsi partikel lemak kompleks dalam makanan menjadi partikel yang lebih sederhana sehingga dapat dicerna oleh enzim lipase yang disekresi pankreas. Cara kedua ialah dengan membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak menuju dan melalui mukosa intestinal. Fungsi ke (2) empedu berperan sebagai media untuk mengeluarkan produk buangan seperti bilirubin yang berasal dari penghancuran hemoglobin dan kelebihan produksi kolesterol oleh hepar.6 III.3. Cholelithiasis III.3.1. Definisi Cholelithiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.

13

III.3. 2. Klasifikasi Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu: a) Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. c) Batu pigmen hitam Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. III.3. 3. Epidemiologi Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. III.3. 4. Etiologi/Faktor Resiko Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.Adapun penyebab lainnya

14

seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan progstaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Umumnya kolesistitis sangat berhubungan dengan kolelithiasis. Kolesistitis dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar garam empedu atau asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya peradangan akibat jejas kimia. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain: a. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. b. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. c. Berat badan (BMI) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. d. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

15

e. Riwayat keluarga Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga. f. Aktifitas fisik Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi. g. Penyakit usus halus Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. h. Nutrisi intravena jangka lama Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu. III.3. 5. Manifestasi Klinis Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan

16

istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

17

Gambar 4: Manifestasi klinis yang umum terjadi

III.3. 6. Patofisiologi III.3. 6.1. Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut: a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai: Batu Kolesterol Murni Batu Kombinasi Batu Campuran (Mixed Stone) b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai: Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium Batu pigmen murni c) Batu empedu lain yang jarang Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi: Batu Kolesterol Batu Campuran (Mixed Stone) Batu Pigmen. Batu Kolesterol

18

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase: a. Fase Supersaturasi Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut: Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet). Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada lecithin jauh lebih banyak. supersaturasi. tinggi. gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik). Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun. b. Fase Pembentukan inti batu Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu. c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

19

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. Batu bilirubin/Batu pigmen Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok: a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi). b. Batu pigmen murni (batu non infeksi). Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase: a. Saturasi bilirubin Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase. b. Pembentukan inti batu Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. III.3. 6.2. Patofisiologi Umum

20

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu. III.3.7. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis: a. Asimtomatik b. Obstruksi duktus sistikus c. Kolik bilier d. Kolesistitis akut Empiema Perikolesistitis Perforasi e. Kolesistitis kronis Hidrop kandung empedu Empiema kandung empedu Fistel kolesistoenterik 21

Ileus batu empedu (gallstone ileus) Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata. Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. III.3.8. Diagnosis III.3.8.1. Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

22

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. III.3. 8. 2. Pemeriksaan Fisik Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Batu saluran empedu Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. III.3. 8. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

23

b. Pemeriksaan radiologis Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Gambar 5: Foto rongent pada kolelitiasis Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa

24

nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Gambar 6: Hasil USG pada kolelitiasis Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Gambar 7: Hasil kolesistografi pada kolelitiasis III.3. 9. Penatalaksanaan Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain: a) Kolesistektomi terbuka

25

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. b) Kolesistektomi laparaskopi Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 8: Tindakan kolesistektomi c) Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi

26

dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. d) Disolusi kontak Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metilter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. f) Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

27

BAB III Analisis Kasus Seorang wanita, 51 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang semakin berat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan utama tersebut dapat disebabkan oleh organ yang terletak di sekitar regio hipokondrium kanan, yaitu hepar, empedu, dan pankreas. Rasa nyeri pada pasien ini mengarah pada gangguan organ empedu, karena dari anamnesis pada pasien ini, nyeri bersifat hilang timbul, nyeri menjalar ke bahu kanan dan punggung belakang, mual dan muntah (+), demam ada, Nyeri yang disebabkan karena organ pankreas dapat disangkal karena pada pankreatitis akut didapatkan nyeri seperti ditusuk pada midepigastrium yang menyebar ke punggung dalam waktu beberapa menit atau jam, dengan rasa nyeri sangat klasik yang bersifat konstan, terus menerus, dan bersifat datar, dan dari riwayat penyakit dahulu, riwayat meminum alkohol dan trauma tumpul yang menjadi penyebab pankreatitis akut disangkal. Pada organ hepar, teraba adanya perbesaran hepar ringan tepi rata dan sudut tajam, pada pasien abses hepar dan hepatitis didapatkan hepatomegali, dimana pada abses hepar terdapat hepatomegali dengan permukaan halus, tepi datar, konsistensi lunak, dan fluktuasi (+), sedangkan hepatitis didapatkan tepi yang runcing. Kemungkinan abses hepar dapat disingkirkan, sedangkan kemungkinan hepatitis masih ada. . Dari anamnesis diketahui penderita mendapatkan selaput bola mata menjadi kekuningan dan BAK Berwarna seperti teh dan dari pemeriksaan laboratoriumn awal(31 Agustus 2010) didapatkan Bilirubin direct: 26,36 mg/dl, Bilirubin indirect: 3,64 mg/dl, Bilirubin total: 32,7 mg/dl. Penimbunan pigmen dalam tubuh menyebabkan warna kuning pada jaringan yang dikenal sebagai jaundice atau ikterus. Jaundice biasanya dapat dideteksi pada sclera kulit atau BAK yang menjadi gelap, bila bilirubin serum mencapai 2-3 mg/100 ml. Bilirubin serum normal adalah 0,2-0,9 mg/100ml. Jaringan permukaan yang kaya dengan elastin, seperti sclera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama

28

kali menjadi kuning. Jaundice dapat disebabkan oleh gangguan prehepatik (pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati), intrahepatik (mengenai sel hati,kanalikuli,atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu diluar hati). Ikterik pada sklera ini disebabkan sumbatan saluran empedu sehingga cairan empedu kembali ke peredaran darah. Ikterik bisa dikarenakan kolelithiasis dan kolangitis. Namun dari anamnesis dan pemeriksaan fisik lebih mengarah pada kolelithiasis,karena demam tidak disertai menggigil tidak ditemukan, yang sebagaimana ditentukan dalam triad Charcot (demam dan menggigil, nyeri perut, dan ikterik yang terus menerus) untuk mendiagnosa kolangitis. Ikterik juga dapat disebabkan oleh organ hepar, namun dapat disangkal karena hepatomegali tidak ditemukan, dan SGOT, dan SGPT pasien dalam batas normal, Dan dari riwayat penyakit dahulu tidak ditemukan riwayat hepatitis dan transfusi darah, yang dapat menyangkal hepatitis. Riwayat Diare berlendir dengan atau tanpa darah yang merupakan penyebab dari abses hepar tidak ditemukan. Dari hasil USG didapatkan, colelitiasis. Untuk mendiagnosis abses hepar berdasarkan: (1). kriteria Sherlock (1969), ditemukan hepatomegali yang nyeri tekan, respon baik terhadap obat amebisid, leukositosis, peninggian diafragma kanan, dan pergerakan rongga dalam hati dan tes hemaglutinasi (+), (2). Kriteria Ramachandran (1973), bila didapatkan tiga temuan atau lebih dari: hepatomegali yang nyeri, riwayat disentri, leukositosis, kelainan radiologis, dan respon baik terhadap obat amebisid, (3). Kriteria Lamont dan Pooler, bila didapatkan tiga temuan atau lebih dari: hepatomegali yang nyeri, kelainan hematologis, kelainan radiologis, pus amuba, tes serologi (+), kelainan sidikan hati, dan respon baik terhadap obat amebisid. Kriteria diatas tidak terpenuhi karena tidak ditemukan hepatomegali, dan pada intraoperatif cholesistectomy tidak ditemukan adanya abses, sehingga abses hepas dapat disingkirkan. Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian cairan intravena sebagai nutrisi parenteral, Analgetik untuk menghilangkan nyeri, dan antibiotik untuk mengobati septikemia dan mencegah terjadinya gangren, empiema, dan perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati dan peritonitis umum. Dan tindakan bedah cholesistectomy sebagai golden therapy dari cholelithiasis. Cholesistectomy dilakukan untuk mencegah memiliki

29

serangan nyeri berulang yang lebih parah, atau komplikasi seperti radang pankreas. Dilakukan eksplore CBD untuk mengetahui penyebab obstruksi jaundice. Prognosis pada pasien ini bonam, karena telah dilakukan tindakan bedah yang dapat mencegah kolesistitis rekuren. Setelah Cholesistectomy pasien tetap dapat hidup normal,makan seperti biasa.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Hunter, John G. Gallblader and The Extrahepatic Billiary System. In Schwartzs Principles of Surgery. 8th edition. Brudicardi FC et all (eds). The McGraw-Hill Companies. 2004; Chapter 31. 2. Snell, Richard S. Abdomen. In Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 1997; 217. 3. De Jong W dan R. Sjamsuhidrajat. Saluran Empedu dan Hati dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 2005; 561-593. 4. R. Putz dan R. Pabst. Hati, Hepar; Kandung Empedu, Vesica Biliaris, dan Ductus biliaris. In Sobotta, Atlas Anatomi Manusia Jilid 2. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2000; 142-149. 5. Guyton, Arthur C dan John E Hall. Hati Sebagai Suatu Organ. In Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC. 2002; 1028-1031, 1103-1110. 6. Ganong, William F. Regulation of Gastrointestinal Function. In Review of Medical Physiology. 21st edition. The McGraw-Hill Companies. 2003; Section V: Chapter 25 & 26. 7. Linseth G N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas dalam buku Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 2006; 472-511 8. Kimura Y et al. Definitions, pathophysiology, and epidemiology of acute cholangitis and cholecystitis: Tokyo Guidelines. In Journal of Hepato-BiliaryPancreatic Surgery. 2007; 14: 15-26. 9. Ahmed A, Cheung R. Management of gallstones and their complication. American Family Physician. Avaliable from : http://www.aafp.org/afp/20000315/contents.html

31

Anda mungkin juga menyukai