Anda di halaman 1dari 18

8

3. DASAR TEORI
3.1 Pengertian Pondasi
Pembagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan
bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas (upper
structure) ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya
differential settlement pada sistem strukturnya disebut pondasi (Bowles, 1993).
Untuk tujuan tersebut, pondasi harus diperhitungkan dengan tepat agar dapat
menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri dan beban yang bekerja
pada bangunan tersebut yang meliputi beban berguna, tekanan angin dan beban
gempa, serta beban lainnya.
Dalam merencanakan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan
beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan ini didasarkan atas beberapa hal :
1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi
tersebut
2. Besarnya beban dan beratnya bangunan atas
3. Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan (tanah
pendukung)
4. Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas
5. Waktu pengerjaan pondasi

3.2 Jenis Jenis Pondasi
3.2.1 Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal dipakai bila tanah pendukung pondasi terletak pada
permukaan atau pada kedalaman maksimum 3 m serta memiliki kapasitas
dukungn yang memadai untuk memikul beban yang diterapkan. Beban beban
struktur disalurkan secara langsung pada tanah pendukung.
Jenis Pondasi Dangkal :
a. Pondasi Setempat
b. Pondasi Kombinasi
c. Pondasi Jalur
d. Pondasi Mat (Pondasi Rakit)

9

3.2.2 Pondasi Dalam
Pondasi dalam dipakai bila tanah permukaan atau dekat permukaan
memiliki kapasitas dukung yang rendah dan tanah keras dengan kapasitas dukung
yang baik terletak sangat dalam. Dalam hal ini, tahanan geser tanah sangat
mempengarugi kapasitas dukung tanah.
Jenis Pondasi Dalam, di bagi atas :
1. Pondasi Tiang Pancang
2. Pondasi Tiang bor
3. Pondasi Sumuran

3.3 Penggolongan Tiang Pancang
Penggolongan tiang pancang dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Penggolongan berdasarkan bahan
2. Penggolongan berdasarkan pemindahan beban
3. Penggolongan berdasarkan teknik pemancangan
4. Penggolongan berdasarkan cara pengerjaan
3.3.1 Penggolongan Berdasarkan Bahan
1. Tiang Pancang Kayu (Timber Pile)
2. Tiang Pancang Beton (Concrete Pile)
3. Tiang Pancang Baja (Steel Pile)
4. Tiang Pancang Komposit
3.3.2 Penggolongan Berdasarkan Teknik Pemancangan
Pemancangan tiang hanya dikenal pada jenis tiang pancang yang dibuat
sebelumnya (precast pile), dengan prinsip memasukkan tiang ke dalam tanah
dengan menggunakan metode di bawah ini.
1. Metode Pukulan
a. Drophammer (Blok-pancang)
b. Single Acting Hammer (Palu Kerja Tunggal)
c. Double Acting Hammer (Palu Kerja Rangkap)
d. Diesel Hammer
2. Metode Getaran
3. Metode Semprotan Air
10

3.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang Tunggal
3.4.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Statis
Dalam menentukan kapasitas dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang
dalam mendukung beban yang bekerja. Menurut Terzaghi, klasifikasi tiang
didasarkan pada pondasi tiang, yaitu:
Tiang gesek (friction pile),
Tiang lekat (cohesion pile),
Tiang mendukung di bagian ujung tiang (point/end bearing pile)
Dalam perhitungan daya dukung pondasi tiang pancang terdapat empat
metode dan rumusan, yaitu:
a) Mengunakan Formula Statis Analisis
Penentuan Daya Dukung Tiang Pancang dengan metoda ini berdasarkan
data hasil pengujian tanah di laboratorium .Pengujian di Laboratorium
berupa uji Triaxial. Hasil yang diperoleh dari pengujian Laboratorium ini
ialah Kohesi (C) dan Sudut Geser Tanah ().
Rumusan yang mengacu pada metoda ini antara lain :
- Menurut Terzaghi
Q
u
= (A
p
(1,3C .N
c
+q N
q
+ B.N.a)+( a
d
.C
u
.As)
- Menurut Mayerhof
Q
u
= (A
p
(C .N`
c
+n. q N
q
)+( A
s
.X
m
.N)
- Menurut Tomlinson
Q
u
= (A
p
(C .N
c
+q N
q
)+(.Cn.As+0,5Kq tan(o)As)

dimana :
Q
u
= Daya Dukung Ijin Tiang Tunggal
A
p
= Luas Penampang Tiang
As = Luas Selimut Tiang
C = Kohesi pada tanah
Nc,Nq,N = Faktor Daya Dukung
a = Faktor Penampang
= Faktor Adhesi
11

K = Koefisien Tekanan Tanah Lateral
o = Sudut Geser Efektif antara tanah dan tiang pancang

b) Mengunakan Formula Statis Empiris
Daya Dukung yang diperoleh dengan metode ini didapat dari penyelidikan
lapangan secara langsung berupa data aktual di lapangan. Terdiri atas :
Data Cone Penetration Test (CPT) / Sondir
Pemeriksaan kekuatan tanah dengan sondir bertujuan untuk mengetahui
kekuatan suatu lapisan tanah berdasarkan pada perlawanan penetrasi konus
dan hambatan lekat. Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan tanah
terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Sedangkan
hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus
dalam gaya per satuan luas. Data-data ini sangat dibutuhkan dalam
perencanaan pondasi tiang.
Static Penetration Test di Indonesia lebih dikenal sebagai alat sondir
dengan kemampuan yang disesuaikan dengan beban yang nantinya akan
bekerja (20 kN atau 100 kN), sedang bentuk ujung alat (konis) dibedakan dua
tipe sebagai konis biasa dan bikonis.
1. Konis biasa
Konis biasa merupakan tipe alat yang mula-mula dibuat dan hanya tekanan
pada ujung konis saja yang dapat diukur.
2. Bikonis
Alat ini merupakan pengembangan dari alat konis biasa dan dapat
digunakan untuk menentukan besarnya nilai konis dan lekatan yang terjadi.
Pada prinsipnya cara pengujian tidak berbeda jauh dengan alat konis biasa.
Sementara untuk menghitung daya dukung terhadap tahanan ujung (end
bearing) maupun berdasarkan perlekatan antara tiang dan tanah (friction pile)
digunakan rumus sebagai berikut :


( )


( )

. . . . . . . . . (3.1)


12

dimana:
Q
u
= Daya dukung ijin tiang tunggal (kg)
NK = Nilai konus rata-rata pada ujung tiang (kg/cm
2
)
A = Luas penampang tiang (cm
2
)
O = Keliling tiang (cm)
JHP = Jumlah hambatan pelekat rata-rata (Kg/cm)
Data N-SPT (Standard Penetration Test)
Metode ini menggunakan jenis alat yang sederhana, berupa tabung standar
dengan diameter 5 cm dan panjang 56 cm. Pelaksanaan dilakukan di dasar
lubang bor.

a. Tiang berpenampang bundar

. . . . . . . . . . . . (3.2)
b. Tiang berpenampang H atau I

. . . . . . . . . . . . (3.3)
dimana:
P
u
= nilai standar penetrasi pada ujung tiang
N = nilai rata-rata standar penetrasi pada ujung tiang

= nilai rata-rata standar penetrasi sepanjang tiang


A
p
= luas penampang ujung tiang (m
2
)
A
s
= luas selimut tiang (m
2
)

3.4.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Dinamis
Perhitungan kapasitas tiang pancang secara dinamis dilakukan dengan
menganalisis kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari pemancangan
tiang. Untuk menentukan daya dukung tiang pancang, formula dinamis
merupakan metode yang paling tua. Formula dinamis ini biasa disebut formula
tiang pancang rasional yang bergantung pada prinsip-prinsip impuls-momentum.
Formula dinamis yang sering digunakan sekarang ini, didasarkan pada persamaan
yang berasal dari prinsip-prinsip tersebut dan dengan anggapan-anggapan yang
disederhanakan.
13

a. Formula Tiang Pancang Rasional
Formula dinamik telah banyak digunakan untuk meramalkan kapasitas
tiang pancang. Diperlukan suatu cara di lapangan untuk menentukan apakah
sebuah tiang pancang telah mencapai nilai dukung yang cukup selain hanya
dengan pemancangannya ke kedalaman yang telah ditentukan sebelumnya.
1. Formula Janbu (1953)

) . . . . . . . . . . . . . (3.4)



2. Formula Hiley

................. (3.5)



3. Formula Kobe

. . . . . . . . . (3.6)
; SF = 4
; SF = 4
; SF = 4
14

Satuan-satuan untuk simbol berada dalam kurung, yakni (FTL) satuan-
satuan gaya, waktu, dan panjang.
A = luas penampang tiang pancang L
2

E = modulus elastisitas FL
-2
e
h
= efisiensi palu
E
h
= tenaga palu pabrik yang dipakai persatuan waktu (LF)
g = percepatan gravitasi (LT
-2
)

h = tinggi jatuhnya balok besi panjang (L)
I = jumlah implus yang menyebabkan kompresi atau perubahan momentum
(FT)
1 k = kompresi blok topi elastic dan topi tiang pancang yang betuknya adalah
AE PuL/ (L)
2 k = pemampatan tiang pancang elastic dan bentuknya adalah AE PuL/ (L)
3 k = pemampatan tanah elastis, disebut juga gempa analisa persamaan
gelombang (L)
L = panjang tiang pancang (L)
m = massa (berat/g) (FT L)
n = koefisien restitusi
Q
u
= kapasitas daya dukung ultimit (F)
s = banyaknya penetrasi titik per pukulan (L)
W
r
= berat tiang pancang termasuk berat topi tiang pancang, sepatu pemancang,
dan blok topi (juga termasuk landasan untuk palu uap kerja rangkap) (F)

W
p
= berat balok besi panjang (untuk palu kerja rangkap termasuk berat kosen
kotak) (F)
b. Formula Dinamik Lain dan Pertimbangan Umum
Semua formula yang disajikan dalam tabel di bawah ini kecuali formula
Gates diturunkan dengan menggunakan berbagai asumsi. Karena tafsiran
pengalaman pemakai tidak subyektif serta dipasangkan dengan variabilitas kondisi-
kondisi tanah dan palu, maka formula dinamik tidak mempunyai korelasi yang
sangat baik dengan pengalaman lapangan, khususnya bila digunakan oleh orang-
orang lain dalam kawasan geografis yang berbeda atau untuk perbandingan statistik.
15

Jika kita mendefinisikan suku tumbukan dalam persamaan Hilley (1930)
sebagai,

(.)
dengan mengambil nilai n
2
W
r
/ W
p
0, maka kita dapatkan,

(.)

yang menjadi titik tolak untuk beberapa faktor formula.
Tabel III.1 Beberapa formula tiang pancang dinamik
Kode Bangunan Nasional Kanada (gunakan SF = 3)
3 2
1
C C s
C E e
P
h h
u
+
=
p r
p r
W W
W n W
C
+
+
=
) 5 , 0 (
2
1

A
P
C
u
2
2
= 0001 , 0
3
+ =
E
L
C
Perhatikan bahwa satuan-satuan dari
3 2
C C sama seperti s .
Rumus Denmark (Olsen dan Flaate (1967)) (gunakan SF = 3 sampai 6)
1
C s
E e
P
h h
u
+
=
AE
L E e
C
h h
2
. .
1
= (satuan dari s)

Rumus Eytelwein (gunakan SF = 6) ( Chellis (1941))
) / ( 1 , 0
r p
h h
u
W W s
E e
P
+
=
Rumus Gates (Gates (1957)) (gunakan SF = 3)
) log ( . s b E e a P
h h u
=
u
P = kips atau kN
h
E = kips, kaki atau kN.m
s = inchi atau mm a = 27 Fps; 104,5 SI b = 1.0 Fps; 2,4 SI
h
e = 0,75 untuk drop hammer dan 0,85 untk semua palu yang lain.
Janbu (lihat Olsen dan Flaate (1967), Mansur dan Hunter (1970)) (gunakan
SF = 3 sampai 6)
s K
E e
P
u
h h
u
.
=
r
p
d
W
W
C 15 , 0 75 , 0 + =
|
|
.
|

\
|
+ + =
d
d u
C
C K

1 1
2
.
. .
AEs
L E e
h h
=
16


Sumber : Bowles, 1993

Formula Engineering News Record (ENR) didapat dengan mengumpulkan
semua kehilangan menjadi sebuah faktor tunggal serta dengan mengambil
h
e = 1
untuk mendapatkan blok pancang/drop hammer,


(.)
dan palu uap,
Gunakan satuan-satuan yang sesuai untuk menghitung
u
P . Ada
ketaksepakatan dalam penggunaan
h
e karena
h
e tersebut muncul dalam
d
C
; tapi, kecocokan statistik cenderung menggunakan
h
e seperti yang
diperhatikan.
Rumus-rumus ENR yang diubah (gunakan SF = 6)
p r
p r h h
u
W W
W n W
s
E e
P
+
+
+
=
.
1 , 0
. 25 , 1
2
(ENR (1965)
Menurut AASTHO (bagian 2.3.6 dan SF = 6; terutama untuk tiang pancang
kayu)
1 , 0
) . ( .
+
+
=
s
p A W h e
P
r r h
u

Tabel III.1 Beberapa formula tiang pancang dinamik

Untuk palu uap kerja rangkap ambil
r
A = luas penampang blok besi
panjang dan = tekanan uap (atau udara); untuk yang kerja tunggal dan
gravitas p A
r.
= 0. Gunakan satuan yang sesuai. Ambil
h
e ~ 1,0. Rumus di
atas dan rumus lain dapat digunakan untuk baja dan tiang pancang beton.

Rumus Navy-McKay (gunakan SF = 6)
) 3 , 0 1 (
1
C s
E e
P
h h
u
+
=
r
p
W
W
C =
1

Kode Bangunan Uniform Pantai Pasifik (PCUBC) (dari Kode Bangunan
Uniform, Bab 28) (gunakan SF = 4)
2
1
C s
C E e
P
h h
u
+
=
p r
p r
W W
W k W
C
+
+
=
.
1
k = 0,25 untuk tiang pancang baja
AE
L P
C
u
.
2
= k = 0,10 untuk semua tiang pancang lain
Pada umumnya mulailah dengan
2
C = 0,0 dan hitunglah nilai
u
P ;
reduksilah nilai sebesar 25 persen; hitunglah
2
C dan nilai
u
P yang baru.
Gunakan nilai
u
P ini untuk menghitung
2
C yang baru, dan begitu
seterusnya, sampai
u
P yang digunakan ~
u
P yang dihitung.
17


(.0)
Sebuah modifikasi ENR yang terakhir (dan kira-kira seperti yang digunakan
dalam tabel) adalah,

(.)
dimana,
P
u
= nilai standar penetrasi pada ujung tiang
W
p
= berat balok besi panjang (untuk palu kerja rangkap termasuk berat kosen
kotak) (F)
W
r
= berat tiang pancang termasuk berat topi tiang pancang, sepatu pemancang,
dan blok topi (juga termasuk landasan untuk palu uap kerja rangkap) (F)

h = tinggi jatuhnya balok besi panjang (L)
n = koefisien restitusi
e
h
= efisiensi palu
s = banyaknya penetrasi titik per pukulan (L)
Nilai-nilai k
1
yang digunakan disajikan dalam tabel. Nilai efisiensi palu
tergantung pada kondisi palu dan blok topi serta mungkin juga tanah (khususnya
untuk palu diesel).

Tabel III.2 Nilai efisiensi palu
Jenis Efisiensi
h
e
Blok pancang / drop hammer
Palu kerja tunggal
Kerja rangkap atau diferensial
Palu diesel
0,75 1,00
0,75 0,85
0,85
0,85- 1,00
Sumber : Bowles, 1993






18

Tabel III.3 Nilai-nilai
1
k
Tegangan pemancang P/A pada kepala tiang pancang atau topi, MPa (ksi)
3,5 (0,5) 7,0 (1,0) 10,5 (1,5) 14 (2,0)
Bahan tiang pancang
Tiang pancang baja atau pipa
Langsung di atas kepala
Langsung di atas kepala
Tiang pancang kayu
0

1,0 (0,05)
0

2,0 (0,10)
0

3,0 (0,15)
0

5,0 (0,20)

Tiang pancang beton pracetak
Dengan paking 75 100 mm di
dalam topi

3,0

6,0 (0,25)

9,0 (0,37)

12,5 (0,50)
Topi bertutup baja yang
mengandung paking kayu untuk
baja H atau tiang pancang pipa

1,0

2,0

3,0

4,0 (0,16)

Lingkaran serat 5 mm diantara
dua plat baja 10 mm

0,5 (0,02)

1,0

1,5 (0,06)

2,0
Sumber : Bowles, 1993
Tabel III.4 Nilai koefisien restitusi
Bahan n
Kayu geruk
Tiang pancang kayu (ujung tidak mengerut)
Bantalan kayu pampat di atas tiang pancang baja
Bantalan kayu pampat pada tiang pancang baja
Landasan baja di atas baja, baik di atas baja maupun
tiang pancang beton
Palu besi cor di atas tiang pancang beton tanpa topi
0
0,25
0,32
0,40
0,50

0,40
Sumber : Bowles, 1993
Tabel III.5 Tabel ram stroke (H) Pada Alat Pancang Kobe Steel
Tinggi Ram Stroke
K13 K25 K35 K45
O
A
B
C
D
E
F
G
H
1,195
1,729
1,804
1,962
2,062
2,118
-
2,695
2,787
1,067
1,742
1,862
1,992
2,097
2,197
2,297
3,097
3,197
1,048
1,716
1,866
2,016
2,066
2,166
2,266
2,966
2,066
1,173
1,775
1,950
2,125
2,195
2,295
2,395
2,955
3,055
19

3.5 Kapasitas Daya Dukung Kelompok Tiang
3.5.1 Jarak Antara Tiang dalam Kelompok
Berdasarkan perhitungan daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga
Departemen Kimpraswil disyaratkan jarak antar tiangadalah:


Keterangan :
S = Jarak antara sumbu tiang dalam kelompok
B = Lebar atau diameter tiang
Ketentuan tersebut di atas berdasarkan pertimbangan berikut :
1. Bila S < 2,5 B
- Tanah di sekitar kelompok tiang kemungkinan akan naik berlebihan karena
terdesak oleh tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
- Tiang yang telah dipancang terlebih dahulu di sekitarnya kemungkinan
akan terangkat.
2. Bila S > 3,0 B
- Tidak ekonomis karena akan memperbesar ukuran atau dimensi dari poer
(footing)













S = (2,5-3,0)B ; dimana: Smin= 0,6 meter ; Smaks = 2,0 meter
Gambar 3.10 Pola-Pola Kelompok Tiang
Pancang
20

3.5.2 Efisiensi Kelompok Tiang
[
( ) ()

] (.)
dimana:
m = jumlah tiang dalam deretan baris
n = jumlah tiang dalam deretan kolom
= arc tan (d/s) dalam derajat
s = jarak antar tiang (as ke as)
d = diameter tiang

3.5.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang Kelompok

Qg = Qt x x N
tiang
...................... (3.13)
dimana :
Qg = Daya dukung tiang kelompok
Qt = Daya dukung tiang tunggal berdasarkan hasil pengujian sondir
(Q
all
)
= Faktor efisiensi
N
tiang
= Jumlah tiang dalam kelompok

3.5.3 Daya Dukung Tiang Individu dalam Kelompok

(.)
dimana:
Qsp = daya dukung tiang tunggal dalam kelompok
Qt = daya dukung tiang tunggal berdasarkan hasil pengujian sondir
= faktor efisiensi
Dari hasil perhitungan ini maka nilai Qsp yang didapat harus lebih
besar dari nilai beban luar maksimum yang diizinkan.




21

3.6 Pilecap
Pilecap adalah merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk
menerima beban dari kolom yang kemudian diteruskan ke tiang pancang
dan untuk menyatukan kelompok tiang pancang.
Sedangkan Tie Beam adalah elemen struktur yang bertumpu pada
tanah dan berfungsi untuk penghubung antar pilecap dan dengan plat
lantai.
Dalam perhitungan-perhitungan Pile Cap dianggap atau dibuat
kaku sempurna sehingga :
- Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang tersebut
menimbulkan penurunan maka setelah penurunan bidang pile cap tetap
akan merupakan bidang datar.
- Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan
tiang-tiang tersebut.

3.6.1 Jenis-Jenis Pile Cap
Meskipun pada tiang berdiameter besar atau untuk beban yang ringan
sering digunakan pondasi tiang tunggal untuk memikul kolom atau beban struktur,
pada lazimnya beban kolom struktur atas dipikul oleh kelompok tiang atau pile
cap. Tetapi dalam hal pengelompokan tiang baik pada ujung maupun keliling
tiang akan terjadi overleping daerah yang mengalami tegangan-tegangan akibat
beban kerja struktur.
Di berikut ini adalah gambar dari beberapa tipe pile cap.









22





3.6.2 Design Pilecap

Pada perhitungan pile cap yang akan di bahas adalah mengenai
perhitungan pembebanan pada kolom dan perhitungan rencana tulangan pile.
a. Perhitungan beban yang bekerja pada kolom
Analisa struktur kolom pada bangunan ditinjau dengan analisa struktur
program SAP 2000. Analisa ini memperhitungkan pembebanan akibat :
pembebanan pelat, pembebanan angin, pembebanan atap yang dijadikan input
SAP 2000. Pada perhitungan pembesian kolom ini akan menggunakan
perhitungan momen dan gaya aksial yang didapat dari output program SAP 2000.
Perhitungan pembebanan pada struktur bangunan
- Pembebanan pada plat Atap
- Pembebanan pada lantai 4
- Pembebanan pada lantai 3
- Pembebanan pada lantai 2
- Pembebanan pada lantai 1 (basement)


Gambar 3.7 Jenis-jenis Pilecap
23

Vc =

Dari hasil analisa diatas maka di dapat hasil Pmax, Mmax.
b. Perhitungan tulangan pile cap
Di atas pondasi tiang, terutama jika menggunakan kelompok tiang diberi
pengikat yang diberi nama pile cap. Tulangan pile cap ini diperhitungkan dengan
memperhatikan tegangan pons atau tegangan geser. Adapun tahap-tahap
perhitungannya yaitu:
Intensitas beban rencana
pilecap
u
A
kolom p
=

. . . . . . . . . . . . (3.15)


Hitung jarak pelimpahan geser dari kolom ke pile cap (B)

B = lebar kolom + (1/2 d).2 . . . (Rumus 3.11)



Gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang adalah :


. . . (Rumus 3.12)


Kuat geser adalah :
. . . (Rumus 3.13)



Vn = Vc /| = Vc / 0,8
Bila Vc > Vn maka pile cap memenuhi persyaratan geser
Kemudian dilanjutkan dengan mencari berat sendiri dari pile cap yaitu volume
ukuran pile cap.

Setelah didapat beban sendiri pile cap dicari beban per tiang pancang :
- Beban per tiang pancang
g jumlahtian
ritiang beratsendi Pkolom+
=
- Beban merata pilecap (q) = lebar pilecap x tinggi pilecap x
beton

Pada rencana pile cap dicari momen maksimum, yang dilanjutkan dengan mencari
jarak dari serat tepi tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik (d) :

Vu = Pu (A-B )

24


D = h ( h selimut beton + tulangan sengkang + | 2 / 1 tulangan utama
Momen maksimum digunakan untuk mencari k



. . . (Rumus 3.14)





2 . . . (Rumus 3.15)




|
|
.
|

\
|
=
f y
mRn
m
2
1 1
1

... (Rumus 3.16)



Kemudian dicari luas tulangan dengan rumus

d b As =
......( Rumus 3.17)
Dari luas tulangan yang didapat akan diperoleh rencana tulangan melalui
tabel hubungan antara luas penampang tulangan dengan diameter tulangan.
Menurut SKSNI 03-2847-2002, pasal 12.9(1) :
Luas Tulangan minumum struktur Tekan

As min= 0,01 Ag ........... (Rumus 3.18)

Ag = Luas Penampang Bersih Struktur

Tulangan Pengikat
Menurut SKSNI 03-2847-2002 ,pasal 9.10(5) :
Tulangan Pengikat minimum untuk D16 adalah D10
Menurut SKSNI 03-2847-2002 ,pasal 9.10(5)(2) :
Spasi antar tulangan sengkang (s) harus :


25

s < 16Diameter tulangan utama
s < 48Diameter tulangan sengkang

Tulangan Susut
Dapat diambil 30% dari tulangan utama

Anda mungkin juga menyukai