Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

BA B 1.

Sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan, dan karena itu sumberdaya air harus dilestarikan keberadaannya agar dapat digunakan secara berkelanjutan. Sumberdaya air permukaan dan sumberdaya airtanah harus dikelola secara terintegrasi berdasarkan wilayah aliran sungai dan cekungan airtanah agar dapat dimanfaatkan secara optimal, dan karena itu harus dihitung potensinya untuk digunakan secara efektif dan agar dapat terdistribusi secara efisien serta bijaksana. Pendistribusian air secara bijaksana memerlukan suatu pengelolaan sumberdaya air yang bijaksana pula. Kebijakan pengelolaan sumberdya air telah dituangkan dalam kitab undangundang sumberdaya air, namun dalam pelaksanaannya diperlukan panduan kebijakan yang lebih rinci agar semua kebutuhan air terpenuhi secara optimal, apakah untuk kebutuhan rumah tangga, industri, komersial, pariwisata, dan yang tidak boleh lupa adalah untuk kebutuhan memperlancar berjalannya proses fungsi lingkungan. Pada tahun 2025 diperkirakan jumlah penduduk di Jabotabek akan mencapai 39 juta jiwa dimana 13 juta jiwa akan menempati DKI Jakarta, 10 juta jiwa di Kabupaten Bogor, 9,2 juta jiwa di Kabupaten Tangerang dan 6,8 juta jiwa di Kabupaten Bekasi (Studi JWRM, 1994). Dengan semakin besarnya konsentrasi penduduk di wilayah Jabotabek tersebut, maka beban terhadap sumberdaya air di wilayah tersebut semakin besar. Keadaan di atas merupakan ancaman bagi konservasi sumber daya air. Bila hal ini dibiarkan tanpa adanya upaya pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan boleh jadi akan terjadi defisit sumber daya air di tahun-tahun mendatang. Kita sudah harus beranggapan bahwa air merupakan sumber daya yang tidak terbatas dan siap memasuki era persaingan kebutuhan air yang meningkat atas
LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM 1-1

jumlah air yang tetap, pencemaran air, biaya ekonomi, sosial dan lingkungan yang semakin besar dalam pembangunan. Bila banjir di DKI Jakarta setiap tahunnya disebabkan oleh masuknya air ke wilayah tersebut dalam setiap detiknya mencapai 15.000 meter kubik, paling tidak dengan jumlah tersebut bisa menahan volume air untuk tidak langsung masuk ke DKI Jakarta selama 2 jam 16 menit. Artinya lagi, bila terjadi hujan deras selama dua jam dengan debit air yang masuk ke DKI Jakarta mencapai 15.000 meter kubik per detik, DKI Jakarta akan aman dari banjir. Seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk dan tingginya tingkat urbanisasi sebagai dampak dari pemusatan pembangunan di wilayah Jabodetabek, merupakan zona yang sangat berkembang di Indonesia, maka akan meningkatkan pula kebutuhan lahan dan air. Sebaliknya, bila ditinjau kondisi persediaan air pada saat ini khususnya air permukaan dalam daerah jurisdiksi satuan wilayah sungai Ciliwung-Cisadane yang mencakupi wilayah administratif Jabodetabek kenyataannya telah berada pada posisi kritis. Dimana hal ini ditunjukkan dengan indek penggunaan air (IPA), yaitu perbandingan antara kebutuhan dan persediaan air telah melebihi angka satu. Kondisi tersebut akan mengakibatkan semakin meningkatnya konflik antar kepentingan di antara para pemakai air dan telah meningkatkan pula upaya eksploitasi potensi sumbersumber air lainnya, seperti pemanfaatan airtanah yang berlebihan dengan kurang mempertimbangkan faktor keseimbangan lingkungan. Mengingat pengelolaan sumberdaya, termasuk di dalamnya adalah penerapan sumur injeksi untuk konservasi airtanah dan mengurangi banjir, merupakan masalah yang kompleks dan melibatkan semua pihak baik sebagai pengguna, pemanfaat maupun pengelola, maka diperlukan upaya bersama untuk mulai menggunakan pendekatan one river, one plan, and one integrated management. Keterpaduan dalam perencanaan, kebersamaan dalam pelaksanaan dan kepedulian dalam pengendalian sudah waktunya diwujudkan. Dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia, telah ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang dimaksudkan untuk memfasilitasi penyusunan strategi pengelolaan sumberdaya air untuk wilayah
LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM 1-2

sungai atau DAS di seluruh Indonesia untuk memenuhi kebutuhan, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang secara berkelanjutan. Saat ini produk-produk hukum di bawahnya sebagian sudah dikeluarkan dan sebagian lagi masih dalam proses punyusunan. Salah satu produk hukum turunan dari UU No. 7 Tahun 2004 adalah Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Pada Pasal 11 ayat 1 dan ayat 4 UU No. 7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola pengelolaan sumberdaya air disusun berdasarkan wilayah sungai atau DAS dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan airtanah. Dengan terbitnya UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya maka tahapan pengelolaan sumberdaya air di Indonesia telah dengan jelas diatur agar terjadi standarisasi dan perencanaan pengelolaan sumberday air mempunyai langkahlangkah yang sama. Bukan berarti semua sasaran dan kegiatan sama antara satu DAS dengan yang lainnya, namun terdapat kesamaan ruang lingkup dengan sasaran dan kegiatan yang disesuaikan dengan spesifik DAS yang ada. Tahapan pengelolaan sumber daya air DAS digambarkan dalam bagan pada Gambar 1-1, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Sebelum dilakukannya penyusunan rencana induk (Master Plan)


pengelolaan sumber daya air pada suatu DAS, terlebih dahulu perlu dilakukan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang berisi tentang: a) tujuan umum pengelolaan sumber daya air, b) dasar-dasar pengelolaan sumber daya Air, c) prioritas dan strategi dalam mencapai tujuan, d) konsepsi kebijakan-kebijakan dasar pengelolaan sumber daya air dan e) rencana pengelolaan strategis. Dalam penyusunan Pola Pengelolaan Sumberdaya Air, kebijakan sumberdaya air yang ada baik secara nasional maupun daerah perlu digunakan sebagai acuan.

2. Sebagai tindak lanjut dari penyusunan Pola Pengelolaan Sumberdaya


Air tersebut, perlu disusun rencana Induk (Master Plan) Pengelolaan
LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM 1-3

Sumberdaya Air, yang merupakan perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya Air, dimana perencanaan tersebut disusun dengan berpedoman kepada pola pengelolaan sumberdaya air untuk DAS terkait. 3. Kegiatan selanjutnya secara berurutan setelah penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai adalah: a. Studi Kelayakan (FS), b. Program Pengelolaan, Manajemen. Kondisi demikian juga berlaku untuk pengelolaan airtanah, bahwa suatu kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan airtanah, baik untuk kegiatan konservasi, pendayagunaan, pelestarian, budidaya maupun untuk kegiatan pengendalian suatu dampak lingkungan, maka kegiatan tersebut harus mengacu pada pola pengelolaan sumberdaya air yang ada. Hal ini dimaksudkan yang selama ini berlangsung. agar kegiatan pengelolaan tersebut terjadi keterpaduan, tidak berjalan sendiri-sendiri seperti c. Rencana Kegiatan, d. Rencana Rinci, e. Pelaksanaan. Kontruksi dan f. Operasional dan

LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM 1-4

Gambar

1. Tahapan Pengelolaan Sumber Daya Air


DEPARTEMEN KEHUTANAN DEPARTEMEN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTAMBANG AN / DINAS / DINAS / DINAS

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


Tidak
L G LIS S E A A I

R N A AU T K E C N NU KB KN E IJA A PE G L L A N E OA N SA D PO A L PE G L L A N E OA N S AW A A D IL Y H SNA UGI RENCANA INDUK PENG ELO LAAN SDA q Ya q q K NE V S OSRAI SA D PE D YA U NA G NA S A AN D PE G N A I N E DL A D YA NA R S KA U A IR

FS

Ya

P ROG M RA

RE NCANA K GIA N E TA

DE IL DE A TA S IN RENCA NA IK & NO IK K G TA (FIS DED N FIS E IA N

P LA S . E K K NS O TRUK I S

O& M

LE A A I G LIS S

Tidak IMPLEMENTATIO STAG N E O & M STAG E

PO LICY , PLANNING , PRO RAMMING STAG G E

BAPPEDA PRO VINSI

/KAB /KO TA /KAB /KO TA .

DINAS PEKERJAAN UMUM PRO VINSI SUB DINAS

Gambar 1.1. Tahapan pengelolaan sumberdaya air

LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM

1-5

Indonesia sebagai negara yang berada di kawasan khatulistiwa merupakan negara yang memiliki keberuntungan secara alami, karena daerah tropika merupakan daerah yang memliki curah hujan yang tinggi, dan hujan merupakan sumberdaya air yang perlu diperhitungkan secara seksama agar tidak menyebabkan banjir dan kekeringan bila tidak dikelola secara benar dan bijaksana. Berkembangnya kegiatan industri dan jumlah penduduk yang terus bertambah, menyebabkan kualitas air permukaan terus menurun dari tahun ke tahun. Terjadinya pengambilan airtanah yang berlebihan serta meningkatnya perubahan tataguna lahan menjadi kawasan pemukiman, perkantoran atau kawasan industri, mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan tanah dalam meresapkan aliran permukaan. Krisis airtanah yang berdampak pada terjadinya kekeringan akhir-akhir ini sudah amat memprihatinkan, sementara pelayanan air bersih dari perusahaan air minum dan air minum daerah (PDAM dan PDAMD) belum bisa menjangkau kebutuhan kesemua lapisan masyarakat. Ketidakmampuan PDAM atau PDAMD terus memicu masyarakat untuk tetap mengusahakan airtanah sebagai air kebutuhan domestik rumah tangga dan komersial serta industri. Belakangan ini sejumlah perusahaan besar juga menyedot airtanah (pemilik hotel bertingkat dan industri) secara besar-besaran karena sangat membutuhkan air dalam jumlah yang besar juga yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Pengambilan airtanah secara besar-besaran tersebut jelas berdampak negatif dan terjadinya kekosongan air di dalam kantong airtanah. Akibatnya tekanan airtanah akan terus menerus berkurang dan akibatnya air laut pada daerah pantai akan mengisi kekosongan airtanah tersebut hingga jauh ke dalam wilayah daratan. Akhir-akhir ini banjir banyak terjadi di Indonesia dan dalam perkembangannya banjir tersebut semakin hari semakin besar, baik intensitas, frekuensi maupun distribusinya sepanajng tahun. Perbedaan antara banjir-banjir yang pernah terjadi selama bertahun-tahun tersebut adalah dimensi penyebab dan akibat banjir tersebut. Pada periode sebelum tahun tujuh puluhan (1970-an), penyebab utamanya adalah faktor alam, namun sesudah periode tersebut penyebab banjir menjadi semakin kompleks, bukan hanya faktor alam, tetapi juga faktor sosial ekonomi dan budaya serta akibat yang ditimbulkannya juga semakin besar dan berbeda. Banyak usaha telah dilakukan dalam pengembangan teknologi mitigasi bencana banjir dan kekeringan, seperti pembuatan daerah resapan air, embung, biopori, sumur resapan, waduk resapan dan lahan basah buatan untuk menahan dan
LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM I -6

meresapkan air permukaan sebanyak-banyaknya kedalam tanah, namun usaha tersebut terlihat masih berdampak pada masih adanya banjir dan kekeringan bila musim penghujan dan musim kering tiba. Hal ini terlihat dari terus membesarnya gap antara jumlah air musim kering dan jumlah air selama musim hujan. Oleh karena itu, diperlukan adanya usaha lain yang lebih efektif dalam memasukkan air berlebih yaitu pada musim hujan ke dalam tanah dan memanfaatkannya pada saat diperlukan, yaitu pada musim kering. Penerapan teknologi imbuhan buatan (artificial recharge) di semua lahan seperti pada waduk, pemukiman, bangunan padat penduduk, industri dan gedung-geung bertingkat akan sangat membantu dalam mengurangi dampak banjir dan kekeringan pada masyarakat. Penurunan muka airtanah menyebabkan daerah semakin rentan terhadap banjir. Kenaikan muka air laut akibat pengaruh iklim global bersamaan dengan turunnya muka airtanah serta berkurangnya pasokan air tanah akan menyebabkan banjir semakin meningkat. Upaya penangulangan banjir akan semakin berat dilakukan jika hanya dilakukan dengan mengandalkan pada upaya struktural pada pengedalian aliran permukaan. Oleh karena itu, upaya pengendalian perlu dilakukan dengan berbagai cara yang saling simultan. Teknologi Imbuhan Buatan (biopori, sumur resapan, sumur resapan dalam, dan waduk resapan) merupakan alternatif teknologi yang dapat dilakukan dalam upaya pengelolaan sumberdaya air untuk mangatasi banjir dan kekeringan secara komprehensif. Teknologi tersebut pada prinsipnya adalah memasukkan air permukaan ke dalam airtanah melalui rekayasa teknologi sumur injeksi. Hal ini sangat penting untuk dilakukan mengingat imbuhan airtanah secara alamiah di beberapa daerah padat penduduk sudah sangat sulit terjadi karena intensifnya pemanfaatan lahan dan tingginya laju perubahan penggunaan lahan dan pengaturan tata guna lahan yang belum menganut pada faham undang-undang RUTR dan RUTRW, dimana hal tersebut belum sepenuhnya diterapkan di wilayah otonomi daerah baik kota maupun kabupaten serta propinsi secara keseluruhan. Keseimbangan air yang terjadi di DKI Jakarta telah mengalami degradasi secara kontinyu. Data antara suplai dan demand kurang seimbang, sehingga hal ini akan menyebabkan defisit yang terus-menerus untuk ke depan nantinya.

LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM I -7

KESEIMBANGAN AIR DI DKI JAKARTA


40 30
KRITIS SANGAT KRITIS

100 75 50
SANGAT KRITIS

KRITIS

MCM

MCM

20 10 0 -10

25 0

1990

2000

2010

2020

-25 -50

1990

2000

2010

2020

JAKARTA PUSAT
200
KRITIS

JAKARTA UTARA

100 75 50 25 0 -25 -50 -75 -100 -125 -150 -175

KRITIS

150
SANGAT KRITIS

MCM

1990

2000

2010

2020

MCM

100 50 0 -50

SANGAT KRITIS

1990

2000

2010

2020

JAKARTA BARAT
MCM

125
KRITIS

JAKARTA TIMUR
SANGAT KRITIS

100 75 50 25 0

1990

2000

2010

2020

JAKARTA SELATAN

Gambar 1.2. Keseimbangan air di DKI Jakarta Dalam menanggulangi permasalahan defisit air tersebut maka diperlukan upayaupaya pengembangan seluruh potensi sumberdaya air yang ada di wilayah ini secara optimal termasuk pembuatan sumur resapan dalam untuk mencukupi kebutuhan air baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Mengingat sifat air yang dinamis maka dalam tingkah laku perjalanannya secara alamiah akan terjadi dampak eksternalitas penyebaran air dan beban yang terkandung di dalamnya (bahan polutan) yang meluas dari satu tempat ke tempat lain mengikuti arah aliran air, baik permukaan maupun bawah tanah, dan akhirnya berkumpul pada badan-badan air.

1.2.

MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari penelitian adalah untuk mendapatkan imbuhan airtanah dalam melalui injeksi sumur resapan dalam dalam rangka mengurangi dampak banjir dan kekeringan. Tujuan dari pekerjaan ini adalah :

Mengkaji kondisi geologi dan kondisi geohidrologi di DKI Jakarta Mengkajii potensi banjir

LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM I -8

Mengkaji iklim dan cuaca kaitannya dengan jumlah curah hujan yang jatuh dan yang bisa diresapkan ke dalam akuifer airtanah termasuk melalui sumur injeksi

Mengkaji keseimbangan air yang ada di DKI Jakarta Pembuatan konstruksi sumur resapan dalam di areal Gedung BPPT Mengkaji seberapa besar air hujan dan sumber air permukaan lain yang bisa dimasukkan ke dalam sumur injeksi di Gedung BPPT dan DKI Jakarta

Mengkaji permodelan injeksi air permukaan ke dalam airtanah

1.3. METODOLOGI STUDI Kegiatan Penelitian dan Pembuatan Sumur Injeksi pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua kegiatan utama, yaitu kegiatan studio dan kegiatan di lapangan. Masingmasing kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : A. Pekerjaan kantor/studio : a. Surat menyurat b. Pengumpulan data sekunder (peta, laporan penelitian atau studi) c. Pengumpulan peta (peta topografi, penggunaan lahan, tanah, geomorfologi, geologi, hidrogeologi, kontur, iklim, tata ruang/RTRW, dsb) d. Pengumpulan data geologi e. Pengumpulan data geohidrologi f. Pengumpulan data klimatologi

g. Pengumpulan data sumur resapan dalam/injeksi di DKI Kakarta


h. Ploting lokasi i. j. l. Analisis peta rupa bumi Super imposed beberapa peta dan klasifikasi. Perencanaan pemboran di Gedung BPPT

k. Analisis sumur resapan dalam di DKI Jakarta


m. Koordinasi dengan berbagai sumber n. Diskusi intensif

o. Permodelan sumur resapan dalam kaitannya dengan muka airtanah di DKI


Jakarta p. Penyusunan laporan.

LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM I -9

B. Pekerjaan lapangan : a. Pengumpulan data geologi, geohidrologi dan iklim. b. Survai dan penentuan lokasi

c. Pengamatan/pengukuran sumur resapan dalam di Tanah Abang, Ciputat dan


Gedung BPPT

d. Pemboran sumur sumur resapan dalam di Gedung BPPT


e. Monitoring pemboran f. Pembuatan konstruksi sumur injeksi g. Casing, screening, penyemenan, pemberian gravel pada lapisan akuifer h. Logging i. j. Pembuatan konstruksi sistem bak penampung air permukaan yang akan masuk ke dalam sumur injeksi Pembuatan konstruksi sistem saluran dari tampungan air hujan atau sumber air permukaan yang lain ke dalam sumur injeksi

k. Pengukuran scanning untuk mendeteksi instalasi bawah permukaan


l. Dokumentasi m. Koordinasi dengan instansi terkait. n. Groundcheck dan verifikasi. 1.3.1. Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Penelitian dan Pembuatan Sumur Injeksi adalah: a. Peta Topografi sebagai peta dasar skala 1 : 25.000; Peta penggunaan lahan (landuse) skala 1 : 25.000; Peta tutupan lahan (landcover) skala 1 : 100.000; Peta kemiringan lereng skala 1 : 25.000; Peta Hidrogeologi skala 1 : 250.000; Peta Geologi skala 1 : 250.000; Peta Tanah skala 1 : 250.000; Peta Landsystem skala 1 : 250.000; Peta tata ruang/RTRW skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000; Peta layout Gedung BPPT

b. c.
d. e. f. g. h. i.

j.

LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM I -10

Peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan Kegiatan Pengembangan Sumur Injeksi Pada Akuifer Dalam adalah : a. laporan; b. c. d. e. f. g. h. i. j. GPS untuk cek posisi atau lokasi; Peralatan untuk pengujian di lapangan dan daftar isian; Kompas geologi; Meteran (10 30 meter); Water level meter; Pelampung; Kamera dan handycam; Peralatan pemboran Peralatan logging Komputer (PC) untuk penyusunan data dasar dan pembuatan

k.

Peralatan pembuatan konstruksi bak penampung, sumur resapan dalam dan saluran air ke sumur resapan dalam

1.3.2

Data Yang Diperlukan

Data yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan ini, meliputi: a. b. Data administratif wilayah; Data hasil studi mengenai geologi, geohidrologi dan klimatologi yang Data peta layout Gedung BPPT; Data pemboran di sekitar gedung BPPT ; Data sumur injeksi di wilayah DKI Jakarta; Data log bor hasil pemboran di DKI Jakarta

pernah dilakukan;

c. d. e.
f.

1.3.3. Pengumpulan Data Data mengenai kondisi dari sumur resapan dalam dilakukan secara langsung di lapangan melalui survei lapangan. Data mengenai studi yang berkaitan dengan sumur resapan dikumpulkan dari berbagai sumber seperti dari BPLHD DKI Jakarta, ITB, Universitas Trisakti, Kementerian Lingkungan Hidup, BPPT, ESDM dan sebagainya.
LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM I -11

1.3.4. Analisis Data Menganalisis data yang didapatkan secara komprehensif.

1.4.

RUANG LINGKUP KEGIATAN

Ruang lingkup kegiatan adalah sebagai berikut :

Identifikasi kondisi geologi dan geohidrologi Identifikasi permasalahan banjir di DKI Jakarta Identifikasi curah hujan di DKI Jakarta kaitannya sebagai air baku untuk sumur injeksi Identifikasi volume air hujan dan air permukaan yang bisa diinjeksikan sebagai airtanah di di sumur resapan Tanah Abang dan Ciputat Identifikasi volume air hujan dan air permukaan yang bisa diinjeksikan sebagai airtanah di Gedung BPPT dan DKI Jakarta secara umum Pengukuran tingkat resapan air permukaan dalam sumur resapan di DKI Jakarta khususnya di Gedung BPPT Kualitas air permukaan untuk injeksi sumur resapan dalam Desain dan konstruksi sumur resapan dalam Analisis data sumur resapan dalam Logging sumur resapan dalam Desain dan konstruksi bak water treatment serta saluran airnya Simulasi dan Permodelan untuk sumur resapan dalam di DKI Jakarta

1.5.

KELUARAN/HASIL YANG DIHARAPKAN

Pada akhir pekerjaan, keluaran/hasil yang diharapkan dari kajian ini adalah sebagai berikut :

Mengetahui permasalahan sumur injeksi di DKI Jakarta Diperolehnya data geologi dan geohidrologi Diperolehnya data mengenai banjir di DKI Jakarta

LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM I -12

Diperolehnya informasi daya serap sumur injeksi di wilayah kajian Diperolehnya data curah hujan kaitannya sebagai suplai terhadap sumur injeksi Diperolehnya data mengenai jumlah air resapan di wilayah kajian dan DKI Jakarta secara umum

Didapat hasil pemodelan terhadap pembuatan sumurinjeksi Mendapatkan solusi imbuhan airtanah dan penanggulangan banjir secara terpadu dengan mengembangkan sumur injeksi

1.6.

SISTEMATIKA PELAPORAN

Sistematika pelaporan pada laporan pendahuluan ini adalah sebagai berikut : BAB 1. BAB 2. BAB 3. BAB 4. BAB 5. Berisi mengenai latar belakang penelitian, maksud dan tujuan, metode, ruang lingkup, serta keluaran/hasil yang diharapkan. Berisi mengenai kondisi fisik di DKI Jakarta. Berisi mengenai kondisi iklim dan curah hujan di DKI Jakarta. Berisi mengenai banjir dan permasalahannya di DKI Jakarta. Berisi mengenai kondisi geologi dan geohidrologi di Jabodetabek, DKI Jakarta dan khususnya di Gedung BPPT sebagai target dari BAB 6. pembuatan sumur resapan dalam. Berisi mengenai analisis sumur resapan dalam yang berada di DKI Jakarta, khususnya di Tanah Abang dan Ciputat sebagai BAB 7. representatif contoh yang ada di DKI Jakarta. Berisi mengenai aplikasi penerapan model imbuhan buatan airtanah di Jakarta, teori, pemanfaatan model modflow, aplikasi model penurunan airtanah di DKI Jakarta dan Gedung BPPT serta BAB 8. Simulasinya. Berisi mengenai desain pekerjaan sumur resapan dalam di gedung BPPT, gambaran kondisi Gedung BPPT, desain dan konstruksi sumur resapan dalam, desain dan konstruksi bak penampung, desain dan konstruksi pralon-pralon untuk penampung air hujan, perhitungan air yang bisa diinjeksikan berdasarkan curah hujan di BAB 9. Gedung BPPT, perhitungan dan pengukuran. Kesimpulan dan saran.

LAPORAN AKHIR - PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN PADA AKUIFER DALAM I -13

Anda mungkin juga menyukai