Saww menghadap Tuhannya beberapa kali dan setelah mendapat kewajiban 5 kali shalat, Musa AS meminta supaya Muhammad SAWW kembali lagi menemui Tuhannya untuk mendapat keringanan karena ummatnya tidak akan sanggup melakukan 5 kali shalat, akan tetapi Muhammad SAWW menjawab : "Aku malu kepada Tuhanku". Ref. 1. Shohih Bukhori, bab "Mi'raj". 2. Shohih Muslim, bab "Isra' Rasulullah dan kewajiban shalat". Apakah ini bukan Bada' ? Sungguh ajaib pengertian Bada' yang diriwayatkan oleh Ahlussunnah WalJama'ah ini, namun sungguhpun demikian mereka mencemooh Syi'ah yaitu para pengikut Imam Ahlul Bait (AS) yang mempercayai Bada' seperti yang dimaksud dalam [Q.S. Ar-Ra'd 39]. Dalam kisah ini mereka mempercayai bahwa Allah SWT. Telah mewajibkan kepada Nabi Muhammad SAWW sebanyak 50 kali shalat sehari semalam, kemudian setelah kembali kepada-Nya berulah dirubah menjadi 40 kali, kamudian setelah kembali untuk kali kedua dijadikan 30 kali, kemudian untuk kali ketiga dijadikan 20 kali, kemudian untuk kali keempat dijadikan 10 kali, dan ahirnya menjadi 5 kali. Jelas sekali terlihat bahwa riwayat tentang Mi'raj ini menyebabkan orang mengaitkan kebodohan kepada Allah 'Azza Wa Jalla, dan memperkecil kepribadian manusia paling agung yang pernah dikenal sejarah manusia, yaitu Nabi Muhammad SAWW, ketika si perawi mengatakan bahwa Musa AS berkata kepada Muhammad SAWW : "Aku lebih tahu tentang urusan manusia dari padamu ". Dan riwayat ini juga memberikan keutamaan dan keistimewaan kepada Musa AS yang kalau tidak karenanya, Allah tidak memberi keringanan kepada ummat Muhammad SAWW. Saya heran bagaimana Musa AS mengetahui bahwa ummat Muhammad SAWW tidak sanggup menunaikan sholat sekalipun hanya 5 kali sehari semalam sehingga menyuruh Rasulullah SAWW untuk meminta keringanan lagi, sementara Allah sendiri tidak mengetahuinya sehingga di awalnya memaksakan bagi hamba-Nya untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan mereka dengan mewajibkan kepada mereka shalat 50 kali. Jika Ahlussunnah Waljama'ah mencemooh Syi'ah karena mempercayai Al-Bada' (bahwasanya Allah hendak melakukan sesuatu lalu merubahnya sesuai keinginan-Nya), mengapa mereka tidak mencemooh diri mereka sendiri yang berpendapat dan meyakini (seperti yang terdapat dalam Bukhori dan Muslim) bahwa Allah SWT hendak melakukan sesuatu namun merubah dan menukar hukum-Nya sebanyak lima kali dalam satu kewajiban dan dalam satu malam, yaitu malam Mi'raj. Barangkali ada orang yang merasa keberatan kalau dikatakan bahwa perkataan Bada' itu juga terdapat dalam Ahlussunnah seperti dalam kisah di atas, sekalipun memberi arti perobahan dan penukaran dalam perkara hukum. Karena sering kali jika kisah Mi'raj ini dikemukakan untuk membuktikan bahwa pendapat Bada' juga ada pada Ahlussunnah, maka sebagian dari mereka merasa keberatan menerimanya. Karenanya ada baiknya saya bawakan riwayat lain dari Shohih Bukhori yang menyebutkan perkataan Bada' secara persis. Bukhori meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAWW bersabda : "Sesungguhnya terdapat tiga orang dari Bani Israil yang mana mereka itu terdiri dari; seorang belang, seorang buta dan seorang lagi botak, maka Allah berkehendak merubahnya (Bada') dengan menguji mereka, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya dan berkata kepada si belang : "Apakah gerangan yang paling engkau sukai ?" ia menjawab : "warna dan kulit yang lebih baik karena semua orang merasa jijik terhadapku". Lalu malaikat itu mengusapnya dan pergi, maka berubahlah warna dan kulitnya menjadi baik, kemudian bertanya padanya : "Harta apakah yang paling engkau senangi ?", ia menjawab : "Unta", maka diberinya seekor unta yang sedang hamil 10 bulan. Lalu mendatangi si botak dan menanyakan : "Apakah gerangan yang paling engkau sukai ?", ia menjawab : "Rambut indah yang dapat menutupi botakku karena semua orang mengejekku", maka malaikat itu mengusapnya dan menghilangkan botaknya dengan rambut yang
indah, kemudian bertanya kepadanya : "Harta apakah yang paling engkau senangi ?", ia menjawab : "Sapi", maka diberinya seekor sapi yang sedang hamil. Kemudian mendatangi si buta dan bertanya : "Apakah gerangan yang paling engkau sukai ?", ia menjawab : "Aku ingin supaya Allah mengembalikan pengelihatanku", maka ia mengusapnya dan Allah kembalikan padanya pengelihatannya, ia bertanya lagi : "Harta apakah yang paling engkau senangi ?", ia menjawab : "Kambing", maka diberikan kepadanya seekor kambing yang subur. Kemudian malaikat itu kembali menemui mereka setelah masing-masing mempunyai ternak unta, sapi dan kambing yang banyak, lalu ia mendatangi si belang, si botak dan si buta untuk meminta kembali apa yang telah menjadi miliknya, tetapi si botak dan si belang menolak memberikan padanya maka Allah kembalikan mereka seperti keadaan asalnya, sementara si buta memberinya maka Allah kekalkan penglihatannya ". Ref. : Shohih Bukhori, juz 2, hal. 259. Saya juga berharap agar umat Islam membuang rasa fanatik buta yang telah didoktrinkan selama ini, serta meninggalkan perasaan emosi, supaya "akal" dapat mengambil tempatnya dalam setiap penelitian sekalipun terhadap musuh-musuh mereka, dan hendaknya mereka belajar dari Al-Quran mengenai cara-cara pembahasan, diskusi dan perdebatan dengan metode yang baik. Sebagaimana firman Allah dalam [Q.S. Al-Ankabut 46] : "Janganlah kalian berdebat dengan kaum ahlil kitab kecuali dengan cara yang paling baik". Wassalaam, Muh. Anis Back To Top