Anda di halaman 1dari 6

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya (in situ) dengan baik karena umbinya memiliki kadar air, pati, dan cadangan hara lainnya yang tinggi dan memungkinkan untuk beregenerasi. Kentang merupakan tanaman semusim berbentuk herba, daun menyirip majemuk dengan lembar daun bertangkai, dan batang di bawah permukaan tanah (stolon). Stolon tersebut dapat menimbun dan menyimpan produk fotosintesis pada bagian ujungnya sehingga membentuk umbi. Tanaman kentang yang dihasilkan secara aseksual dari umbi memiliki akar serabut dengan percabangan halus, agak dangkal, dan akar adventif berserat yang menyebar, sedangkan tanaman yang tumbuh dari biji membentuk akar tunggang ramping dengan akar lateral yang banyak. Kentang diklasifikasikan kedalam Kelas Magnoliopsida, Sub kelas Asteridae, Ordo Solanales, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum. Kentang merupakan tanaman daerah beriklim sedang (subtropis) dan dataran tinggi (1000 meter-3000 meter) (Williams et al., 1993). Kentang adalah komoditas hortikultura (sayuran) yang sangat penting. Kentang merupakan sayuran umbi yang kaya akan vitamin C, karbohidrat dan protein. Dalam 100 gram kentang mengandung kalori 347 kal, protein 0,2 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram, Ca 20 mg, P 30 mg, Fe 0,5 mg, vitamin B 0,04 mg, vitamin C 17 mg, dan air 77 gram (Samadi, 2004).

Panen Tanaman kentang dipanen pada umur 90-160 hari setelah tanam (HST) dan hasilnya beragam tergantung kultivar, wilayah produksi, dan kondisi pemasaran. Kultivar adalah sekelompok tanaman yang memiliki satu atau lebih ciri yang dapat dibedakan secara jelas, tetap mempertahankan ciri-ciri yang khas, dan sistem reproduksinya secara seksual dan aseksual. Hasil yang tinggi biasanya dicapai oleh kultivar umur dalam dan musim tanam yang panjang. Panen

dilakukan sebelum terjadi senescence daun atau kematian akibat bunga es dan umbi belum berkembang penuh. Ada berbagai macam cara memanen kentang mulai dari yang paling sederhana sampai yang modern. Panen kentang yang sederhana dengan menggali umbi dengan tangan dan menempatkannya dalam wadah kecil. Panen kentang yang modern menggunakan peralatan untuk memisahkan umbi dari tanah dan menempatkannya dalam wadah pengumpul atau truk. Mekanisasi dapat mengurangi kebutuhan tenaga kerja dan digunakan pada skala produksi yang besar. Tanaman yang akan dipanen menggunakan mesin, pada bagian atasnya harus dihancurkan dengan mesin pemotong tajuk atau dengan bahan kimia pengering daun. Kegiatan ini dilakukan saat satu atau dua minggu sebelum panen. Penghancuran daun cenderung memperkuat jaringan peridermis umbi yang belum matang sehingga meningkatkan ketahanannya terhadap kemungkinan kerusakan sebelum panen (Rahardi, 1993). Kentang yang dipanen ketika masih muda mempunyai kulit yang tipis, mudah sobek, kandungan airnya tinggi dan kandungan tepungnya rendah. Sebaliknya, kentang yang dipanen setelah cukup tua mempunyai kulit yang tebal, tidak mudah sobek, kandungan tepungnya tinggi, dan tahan lama bila disimpan. Mutu sayuran setelah dipanen tidak dapat ditingkatkan, hanya dapat dipertahankan. Mutu yang baik dapat diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kedewasaan yang cukup (Muchtadi, D., 1996).

Pasca Panen Penanganan pasca panen bertujuan agar mutu sayuran tetap baik seperti pada saat dipanen. Menurut Kitinoja dan Kader (1993) pasca panen dimulai sejak komoditas dipisahkan dari tanaman (dipanen) dan berakhir bila komoditas tersebut dikonsumsi. Kegiatan pasca panen kentang meliputi : pencucian, pemilihan (sortasi), pengkelasan (grading), pengemasan, dan penyimpanan.

Pencucian Umbi kentang yang telah dipanen, dibersihkan dengan cara

memasukkannya kedalam bak air. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, residu pestisida, dan sumber-sumber kontaminasi. Biasanya ditambahkan suatu bahan kimia yaitu klorin kedalam air pencucian yang bertujuan untuk mengendalikan mikroorganisme. Klorin efektif bila larutan dijaga pada pH netral. Perlakuan klorin dengan konsentrasi 100-150 ppm dapat membantu

mengendalikan patogen selama proses lebih lanjut. Setelah itu, bahan dikeringkan dengan cara meniriskan dan memberikan udara (Muchtadi, D., 1996).

Penyortiran dan Pengkelasan Penyortiran merupakan kegiatan memilih umbi kentang yang secara fisik dan fisiologis mempunyai kondisi yang baik. Umbi kentang yang baik memiliki ciri yaitu bentuk bulat atau oval, warna kulit kentang tergantung varietas misalnya varietas Granola berwarna kuning, umbi kentang yang jelek memiliki ciri yaitu bentuk tidak beraturan, warna kulit hijau, dan ada bercak-bercak hitam akibat serangan hama dan penyakit. Menurut Peleg (1985) kriteria penyortiran berdasarkan pada warna, bentuk, berat, kerusakan mekanis dan busuk, serta derajat kematangan. Pengkelasan dilakukan dengan mengelompokkan umbi kentang yang baik kedalam beberapa kelas berdasarkan ukuran umbi.

Pengemasan Pengemasan adalah memasukkan dan menyusun hasil panen kedalam suatu wadah atau tempat yang cocok dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan biologis. Pengemasan bertujuan untuk melindungi hasil terhadap kerusakan, mengurangi kehilangan air, dan mempermudah dalam hal pengangkutan dan perhitungan (Satuhu, 2004). Menurut Rahardi (1993) kemasan yag baik memiliki syarat-syarat sebagai berikut: tidak toksik, dapat menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan, serta ukuran, bentuk, dan berat harus sesuai dengan bahan yang akan dikemas.

Penyimpanan Tujuan utama penyimpanan adalah mengendalikan laju transpirasi, respirasi, infeksi penyakit, dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen (pantastico et al., 1986). Umbi kentang disimpan pada suhu 150C-250C dan kelembaban 85%-95% selama 10 hari atau lebih untuk meningkatkan pembentukan peridermis dan penyembuhan luka akibat panen. Setelah penyembuhan, suhu penyimpanan diturunkan, besarnya penurunan suhu bergantung pada lamanya penyimpanan. Menurut Sumoprastowo (2004) penyimpanan adalah upaya untuk memperpanjang ketersediaan produk sehingga membantu memenuhi kebutuhan pemasaran, distribusi, dan penggunaan. Penyimpanan yang baik seharusnya dirancang untuk mencegah menurunnya kelembaban, terjadinya pembusukan, dan perkecambahan dini, serta menghilangkan panas akibat respirasi. Selama penyimpanan, cahaya dihalangi untuk menghindari terbentuknya klorofil pada kulit umbi yang dapat menyebabkan penghijauan umbi sehingga terbentuk glikoalkaloid atau solanin yang beracun dan menyebabkan rasa pahit. Kondisi penyimpanan yang paling ideal adalah ruangan yang dilengkapi pengaturan kelembaban dan suhu yang tepat. Dalam berbagai tipe penyimpanan berskala besar yang modern, kentang disimpan pada tumpukan yang besar atau didalam ruangan. Tumpukan tersebut bila terlalu besar dapat mengganggu ventilasi dan menyebabkan rusaknya umbi yang berada di lapisan bawah tumpukan. Sebagian besar produsen memiliki ruang penyimpanan bersuhu rendah untuk memperpanjang umur simpan dan menyediakan pasokan kentang secara terus menerus. Selama penyimpanan terdapat berbagai gangguan, sebagian besar gangguan disebabkan oleh penanganan fisik yang keras dimulai pada saat panen hingga penyimpanan. Penyakit timbul biasanya disebabkan oleh adanya infeksi umbi sebelum disimpan. Dalam mengendalikan hama dan penyakit biasanya dilakukan sanitasi penyimpanan.

Pengangkutan Kentang yang telah siap dipasarkan, diangkut menggunakan alat angkut seperti truk. Tujuan pengangkutan adalah untuk memudahkan kentang yang telah siap dijual sampai ke tangan konsumen. Masalah yang sering timbul pada proses pengangkutan adalah: waktu, jarak yang terlalu jauh, jalan yang rusak, dan kondisi alat angkut yang kurang baik. Pengangkutan yang tepat dapat menjadikan waktu dan tenaga kerja lebih efisien. Menurut Pahan (2006) kecepatan pengangkutan dipengaruhi faktor manusia, cuaca, jalan, dan alat angkut. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pasca panen yaitu: 1. Jenis produk pertanian atau varietas Pemilihan jenis produk atau varietas yang dikembangkan belum sepenuhnya dikaitkan dengan spesifikasi produk pertanian yang diminta oleh pasar. 2. Sortasi dan grading Kegiatan sortasi dan grading masih jarang dilakukan. 3. Volume produksi Volume produksi belum sepenuhnya dikaitkan dengan volume permintaan pasar sehingga sering terjadi kelebihan produksi yang dapat berakibat pada penurunan harga jual produk. 4. Jenis kemasan Penggunaan kemasan yang belum memenuhi syarat kemasan yang baik. Hanya sebagian kecil yang telah menggunakan kemasan yang memenuhi syarat.

Kehilangan Hasil Kehilangan hasil di lapangan disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Pemanenan yang dilakukan pada saat masih muda dapat menimbulkan kerusakan umbi baik yang disebabkan oleh cangkul maupun pengelupasan kulit. Kondisi tempat penyimpanan juga harus diperhatikan dengan baik untuk meminimalkan kehilangan hasil. Suhu dan kelembaban udara di tempat penyimpanan akan berpengaruh terhadap kecepatan proses respirasi dan evaporasi yang akan menyebabkan kehilangan berat.

Kehilangan hasil dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu : 1. Kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit Hama dan penyakit yang menyerang pertanaman kentang baik di lapangan maupun di penyimpanan dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar. Hama yang menyerang tanaman kentang antara lain: Gryllotalpa sp (anjing

tanah) menyebabkan umbi kentang berlubang, Meloidogyne sp (nematoda) menyebabkan tonjolan-tonjolan pada akar dan umbi, serta

Phthorimaea operculella (ngengat) menyerang umbi kentang di tempat penyimpanan. Penyakit yang menyerang tanaman kentang adalah kudis yang disebabkan oleh jamur Streptomyces scabies. 2. Kehilangan hasil akibat proses fisiologis Kehilangan ini disebabkan oleh proses respirasi yang terjadi didalam umbi kentang yang dapat menyebabkan turunnya berat kering. Menurut Pantastico (1986) laju respirasi dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan. Laju respirasi yang tinggi biasanya menyebabkan daya simpan pendek sehingga terjadi kemunduran mutu. Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul. 3. Kehilangan hasil akibat evaporasi Evaporasi menyebabkan air yang terdapat didalam umbi menguap sehingga bobotnya susut dan umbi menjadi keriput. Menurut Wiersema (1989) kehilangan air dari umbi kentang akan menjadi lebih besar apabila: kelembaban nisbi lingkungannya rendah, umbi kentang dipanen pada saat masih muda sehingga kulit mudah terkelupas dan umbi mudah luka, serta umbi telah bertunas.

Anda mungkin juga menyukai