Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Dewasa ini, sebagian besar anak sekolah dan mahasiswa lebih berminat untuk menonton sebuah film dibandingkan membaca sebuah karya novel, Beberapa faktor yang mengakibatkan rendahnya minat baca saat ini diantaranya karena menonto film jauh lebih praktis disbanding membaca buku yang bias menghabiska waktu. Melihat kenyataan di atas kita pasti bertanya-tanya mengapa dewasa ini sebuah karya tulis jauh lebih tidak popular disbanding dengan karya lain seperti film. Sementara jika melihat ke belakang sesungguhnya sebuah karya tulis sangat disukai dikarenakan pembaca bisa mengimajinasikan apa yang dibanyanya sebebas mungkin. Fokus utama dalam analisis buku ini lebih mengacu pada teori struktural yang sudah dikemukakan banyak ahli . Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya:

Dapat menjadi jembatan antara karya sastra dan masyarakat pembaca dalam memahami pentingnya karya sastra dalam bentuk tulis.

Menambah wawasan pembaca mengenai pentingnya membaca.

Unsur intrinsik meliputi alur (plot), tokoh (karakter), tema, suasana cerita, latar cerita (setting), sudut pandang cerita, dan gaya tetapi dalam kesempatan ini penulis hanya membahas sebahagian saja unsur intrinsik, yaitu tema, alur, penokohan, dan latar. Adapun unsur ekstrinsik karya sastra mencakup ilmu atau aspek historis, aspek psikologis, aspek filosofis, aspek religi, dan sebagainya, akan tetapi dalam penelitian ini, Disamping itu dilakukan pula analisis terhadap nilai-nilai dasar yang terkandung dalam novel dan relevansinya dengan kehidupan dewasa ini.
1

1.2 Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik, yaitu tema, penokohan, alur, dan latar dalam

kumpulan cerpen bahasa sunda.


2. Mendeskripsikan unsur-unsur ekstrinsik, yaitu nilai-nilai moral yang terdapat dalam

kumpulan cerpen bahasa sunda.

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 MetodePenelitian Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal balik antara bagianbagiannya dan antara keseluruhannya. Struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, penokohan, tema, latar dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54). 1. Alur (plot) Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan
3

kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi. Lebih lanjut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita. Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta aderetan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112). Karena alur berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita, maka secara linier bentuk alur atau struktur cerita seperti dikemukakan Nurgiyantoro yaitu dari tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya. b. Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya. c. Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal
4

ataupun kedua-duanya. d. Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip tokoh. e. Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan dikendorkan diberi penyelesaian dan jalan keluar untuk kemudian diakhiri (2000: 150). Masih mengenai alur (plot), secara estern Mursal (1990: 26) merumuskan bahwa alur bisa bermacam-macam, seperti berikut ini: a. Alur maju (konvensional Progresif ) adalah teknik pengaluran dimana jalan peristriwanta dimulai dari melukiskan keadaan hingga penyelesaian. b. Alur mundur (Flash back, sorot balik, regresif), adalah teknik pengaluran dan menetapkan peristiwa dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai melukiskan keeadaan. c. Alur tarik balik (back tracking), yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita peristiwanya tetap maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang (1990: 26) Melalui pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-urutan atau kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud cerita secara tepat.

2. Tokoh Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya
5

gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu. Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut: Tokoh menunjiuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165) Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93). Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992: 23). Hal senada diungkapkan oleh Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.

Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara , yaitu: a. Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
6

b. Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan yokoh. c. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita. d. Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya. e. Melalui penerangan langsung dari penulis tentyang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya (Sumardja, 1997: 65-66). Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama (central character, main character)dan tokoh tambahan (pheripheral character) (Nurgiyantoro, 2000: 176-178). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong penting. Karena ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Karena tokoh utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti. Karena tokoh berkepribaduian dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat dirumuskan dalam tiga dimensi, yaitu ; a. Dimensi fisiologis, adalah ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaaan tubuh, ciri-ciri muka, dan lain sebagainya. b. Dimensi sosiologis, adalah ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerjaan, peranan dalan masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
7

c. Dimensi psikologis, adalah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, tingkat kecerdasan dan keahliannkhusus dalam bidang tertentu (satoto, 1993: 44-45). 3. Latar (setting) Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu. Lartar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya. Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. a. Latar tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi. b. Latar waktu
8

Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita. c. Latar sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.

4. Tema dan amanat Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik pengertian tentang arti maupun makna keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan. Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini: dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan
9

juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara inplisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).

10

BAB III KAJIAN NOVEL 3.1 Konten Dalam Buku Basa Sunda (bacaan) adalah buku yang berisi kumpulan cerpen dari hasil karya beberapa penulis yang disatukan diantarannya adalaha Soeriadiredja dan Ayip Rosidi, buku ini dikeluarkan salah satu alasannya adalah untuk menjadi bahan ajar pada salah satu Sekolah menegah atas di kawasan bandung. Cerpen yang dimuat dalam buku ini adalah cerpen yang telah dipilih dan dicetak ulang agar sesuai dengan sistem ajar pada saat itu, walau buku ini terlihat sederhana namun isi yang terkandung didalamnya tidak dapat diremehkan karena konten buku ini sangat berguna jika memang dipergunakan seara baik dan benar. 2.2 RINGKASAN ISI BUKU 1. Cikaracak ninggang batu launlaun jadi lgok II Cerpen ini menceritakan mengenai kehidupan seorang san tri yang sudah putus asa karena kehidupannya tak kunjung berubah, dia terus melamun di sebuah tempat hanya untuk menyesali hidupnya. Namun disaat dia meratapi nasibnya itu dia melihat ada tetesan tetesan air yang mengarah ke satu batu dia melihat keanehan di batu itu karena batu itu bisa berubah bentuknya hanya karena terkena tetesan air yag tidak memiliki tingkat kekerasan seperti batu, Disitu dia berpikir bahwa segala sesuatu asalkan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan terus menrus pasti akan menemui hasil yang baik pada akhirnya.

11

2. Hukuman Anu Anggas I Menceritakan dua orang yang sedang mengobrol santai, mereka membicarakan tentang tanah pamanukan yang masuk daerah Sumedang. Dalam cerita ini Haji meceritakan hal yang dia tahu kepada wadana. Pada akhir cerita Haji menberitahukan bahwa ada wadana licik yang pada akhirnya kejahatannya itu diketahui oleh seseorang yang berkuasa saat itu. 3. Hukuman Anu Anggas II Pada bagian kedua ini diceritakan kelanjutan dari kisah yang pertama tadi, dimana setelah wadana yang licik ketahuaan maka wadana yang licik itu menerima hukuman yang sangat berat aantarannya dipecut dengan sangat keras sampai mati. Bahkan setelah meninggal mayatnya tidak diurus secara layak, oleh orang yang berkusaa itu mayat mereka disuruh untuk dibiarkan saja hingga membusuk dengan sendirinya. 4. Jumaahan

2.3 Unsur Intrinsik Novel Tema : menceritakan tentang sahabat dan tentang satu keluarga yang kurang berkecukupan .

Plot/alur cetita Latar/setting

: Maju :
12

o di sebuah perkotaan Bandung jaman dahulu (dayeuh bandung) o di tempat pembuatan geting/kenteng o di Rumah sakit o di kereta api o Kampung Cireumpeuk o Tegal Lega o Tegal leutik o Imahna Acim o Tempat pacuan kuda o Pasar Baru o Penjara o Rumah pa.minta o Rumah mang Dasan o Desa Bojong o Leles Tokoh dan Penokohan o Pa.Minta: bertanggung jawab terhadap keluarga , pasrah terhadap keadaan ti sainget bapa kuring teh teu bogaeun pagawean lian ti nyitak kenteng, sanajan pagawean nyieun kenteng teh pohara matak ripuhna tur saeutik hasilna, tapi bapa kuring teu daekeun ganti cabak, duka pedah geus jadi cabak ti buudak, duka pedah teu aya deui pangabisa sejen, pikeun neangan
13

kahirupan, atawa dumeh teu boga modal, da bisa soteh ngenteng, taneuhna meunang nganjuk . Istri pa.Pinta: penyayang, penurut, suka menolong . Penyayang: ih atuuh ulah di kedengkeun lalieur mah, bisi katutuluyan, kadieu urang popokan ku jahe, terus beber ku saputangan, geura moal lila oge cageur. Lunta(anakna pa.Minta): manja, penurut, suka membantu . Manja : lamun kuing aya kahayang, upamana hayang cocooan sok kacida musingna, tara beunang diparasebenan, malah sok rajeun nepi ka ngadat, mun teu di tedunan teh . Penuut: kuring mantuan digawe saeutik-eutikeun, kayaning mantuan ngunjalan taneuh, ngunjal kenteng ka pamoean, ngakutan jarami garing ka pameuleuman, ngayak lebu keur tilam kenteng jeung salian ti eta. Acim: setia kawan keun bae entong sieun , hanas silaing rek ngadon cicing di dewek, taya halanganana, indung dewek oge mo burung daekeun kacicingan Haji Dulhalim: beunghar euh haji Duhalim anu beunghar tean? Anu meuli lio bapa dewek? Pa.Daen: baik, suka membantu yg lagi kesusahan, bijaksana. ih nya dalah dikumaha, da geus pemilikan maneh kitu, tapi keun bae ulah jadi pikir, ulah dipake salempang, ari baris pacicingeun saheulaanana mah samemeh indung ilaing datang, da di imah emang oge lega. Ambu daen (istri pa.daen): galak, sombong.
14

beu, lelewateh kawas teh kawas nu jegud, kawas nu loba uang, make rek ngarawatan anak deungeun. Ki Madasan: jahat. pareng dina hiji peuting kira-kia janari leutik, kuring lilir kageuingkeun ku sora jelema tinggarendeng jeung tingraeket di tengah imah. Ana breh teh mana horeng paman kuring jeung tilu jalama sejen, keur tingkarusiwel bae muka hiji koper jeung hiji peti beusi, ari mukana di dongkrak ku linggis jeung ku gogol, teu kungsi lila koper jeung peti beusi nu di dongkrak teh geus muka, ana bray teh mana horengeusina rupa-rupa papakean jeung perhiasan emas-inten katut duit, paman kuring jeung eta tilu jelema teh pohaa aratoheun na nenjo eusi koper jeung petin sakitu lobana, bari pok ngomong kakaraeun teuing barangsiar sakieu untungna . Bibi (istri ki.Madasan): jahat, penurut suami. ih atuh puguh bae atuh ati-ati mah, da lain kakara Abang Miun: tukang kamasan .

Konflik ceita o Konflik cerita dimulai saat saat minta sakit dan dibawa ke suatu kota bernama Leles, bermaksud mendatangi salahsatu dukun yang di percaya bisa mengobati segala macam penyakit, ternyata di kota tersebut sedang terjadi bencana yaitu sebuah penyakit yg menular, dan peraturan yg di berikan oleh pemerintah di
15

daerah itu adah tidak di perbolehkan sembarangan menerima orang luar , dan tidak boleh membawa makanan, buah-buahan dari luar daerah tersebut karena takut penyakit itu menular semakin parah. Ketika pa.Minta sampai di leles pa.Minta di penuhi rasa takut , ketika sedang besistirahat di bawah pohon pa.Minta di datangi dua orang pria yg memakai baju polisi, lalu pa.minta ditanya hendak kemana, karena rasa takutnya pa.minta memukul salah satu polisi itu lalu kabu dengan membawa anaknya, tetapi tidak jauh dai tu, pa.minta dapat di bekuk oleh polisi itu, dan anaknya yg sedang sakit dibawa oleh polisi ke rumah sakit, sedangkan pa.minta di bawa ke kantor polisi. o Ketika minta berada beberapa hari di rumah sakit tetapi bapaknya tidak ada menjenguknya, di kabakan bapaknya minta meninggal di dalam penjara karena tertular penyakit yang ada di daerah tersebut . o Ketika minta pulang ke bandung dari rumah sakit, ternyata ibunya tidak ada di rumahnya dan diketahui sedang menyusul suami dan anaknya ke leles. o Kaena ibunya tidak ada , ada seorang tetangganya yg berbaik hati memberi tumpangan pa.Daen namanya untuk tinggal di rumahnya sampai kembalinya ib minta o Karena sang istri pa.Daen tidak mengijinkan minta tinggal di rumahnya, terpaksa minta di titipkan ke rumah pan nya , tidak disangka pamannya minta itu adalah seorang rampok, dan gelagat pamannya itu tidak disukai oleh minta sehinga pada suatu pagi Minta kabur dari rumah pamanya dan kembali ke umah pa.Daen.

16

BAB III PENUTUP

4.1 Simpulan Dari kajian novel Jatining sobat dapat mengetahui unsur intrinsik lebih dalam , kita juga telah mengetahui tema dari novel tersebut yaitu menceritakan tentang satu sahabat dan tentang keluarga yang tidak berkecukupan. Amanat yang dapat di sampaikan yaitu , memiliki sahabat yang tidak hanya hadir disaat kita senang , yg namanya sahabat sensnriasa berada disamping kita disaat kita membutuhkan , dan disaat orang-orang menganggap kita sebelah mata tapi yang namanya sahabat selalu mengerti keadaan kita apapun itu. 4.2 Saran Setelah menganalilis novel Jatining Sobat saran yang akan disampaikan diantaranya:
o

Pembaca agar lebih meningkatkan minat dalam membaca novel sunda karya pengarangpengarang yang ada di Indonesia, khususnya dari pengarang Balai Pustaka.

o Pintar-pintar memilih sahabat agar mereka tetap ada disaat kita membutuhkan da selalu ada disaat kita terpuruk sendiri. o Sejahat apapun saudara kita tetaplah saudara , asalkan kita tidak mengikuti kejahatannya.
17

Kelebihan novel Jatining Sobat o Bisa membedakan keadaan kota Bandung zaman dulu dan sekarang o Memberi gambaran bagaimana seorang sahabat yang benar-benar tulus .

Kekurangan novel Jatining Sobat o Bahasa yang digunakan tidak terlalu dimengerti oleh kebanyakan orang.

18

Anda mungkin juga menyukai