Anda di halaman 1dari 13

1

BIOPROSPEKSI TUMBUHAN SIRIH HUTAN ( PIPER ADUNCUM L ) SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU OBAT LARVASIDA NYAMUK AEDES AEGYPTI *)

Bioprospeksi Sirih Hutan Plant ( Piper aduncum L) as a source of raw material medicine Larvacidal Mousquito Aedes aegypti L *)
Sudrajat , Dwi Susanto, Djoko Mintargo , Rudi Kartika
**)

ABSTRACT This study aims to assess bioprospective P.aduncum L from the local forests of East Kalimantan, the identification of bioactive substances, the analysis yield results derived bioactive substances and test the effectiveness of each fraction as toxic mosquito larvasida on A. aegypti L. Laboratory studies conducted to identify the bioactive substances in each fraction by phytochemical methods and test the effectiveness of the toxicity the rough extract, fractionation results carried out on the leaves and stems with a suitable solvent, and then conducted bioassay against A.salina Leach (BSLT) followed to show the LC50 values after 24 hours of exposure. Meanwhile, the bioassay L A.aegypti follow the WHO protocol with slight modifications. The active compounds of the extraction of the leaves and stems P.aduncum L by hexan extracts, water extracts and chloroform extracts are identified were flavonoid compounds, steroids and saponins. To use as a mosquito larvasida materials, the fraction of the most effective way to kill larvae A.aegypti L is the result of extraction of the leaves with a poison power almost 200% compared to extract stem. The results showed that extracts of P. aduncum L.has potential as againts A.aegypti L larvae and are prospective as a source of raw materials larvasida. Keywords: Bioprospeksi- P.aduncum L bioactive substances- larvasida A. Aegypti L

----------------------------------------------------------------------**)

Dosen FMIPA UNMUL Samarinda

I.

PENDAHULUAN Di taksir sekitar 2.5 milyar penduduk saat ini memiliki risiko terhadap dengue

fever (DF), DHF, dan dengue shock syndrome (DSS). Ukuran dan penyebaran dengue adalah pandemi,tidak dapat diprediksi dari kasus epidemi dan sirkulasi strain virulen dan non-virulen DHF /DSS menjadi suatu model sendiri untuk penyakit infeksi darurat. Untuk mengatasi masalah ini telah dikembangkan vaccine virus dengue, namun hingga saat ini keberhasilannya masih menemui kendala ( National Institute of Allergy and Infectious Diseases, 2007). Penggunaan insektisida sintetik dikenal sangat efektif, relatif murah, mudah dan praktis tetapi berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencarian terhadap bahan-bahan insektisida ramah lingkungan dan mudah terurai dengan mengembangkan salah satu insektisida alternatif dari ekstrak tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida adalah Piper aduncum L. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Bernard, et al, 1995 yang menyatakan bahwa daun Piper spp (Piperaceae) menghasilkan zat bioaktif antara lain zat flavonoids. Selain itu berdasarkan hasil penelitian phenylpropanoid bersifat dan phenylpropanoids, lignoids dan

Gottlieb et al, (1981), menyatakan bahwa senyawa

insektisida,khususnya senyawa dimethoxy-4,5-methylenedioxy-allylbenzene (dillapiol). Mengingat Tumbuhan P.aduncum hidup liar, kosmopolitan, cepat tumbuh, mendominasi kawasan-kawasan hutan terdegradasi dan lahan terlantar sebagai sumberdaya alam hayati yang melimpah. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan analisis kandungan zat bioaktif yang ada dalam bagian-bagian tumbuhan ( daun dan batang), sifat daya racunnya , perbandingan efektivitas daya larvasida terhadap nyamuk A. Aegypti L antara fraksifraksi, dan rendemen kandungan zat bioaktifnya. berpotensi

II. METODE PENELITIAN Sumber Ekstrak. dipotong-potong Bahan tumbuhan terlebih dahulu uji yang digunakan ialah kemudian dikering menjadi daun dan batang di dan dalam diayak

P.aduncum L yang diperoleh dari Lempake , Kodya Samarinda. Daun dan Kulit batang anginkan serbuk laboratorium.Sampel kemudian diblender hingga

menggunakan kasa berjalinan 1 mm. Cara Penelitian Ekstraksi Bagian-bagian tumbuhan Sirih Hutan ( Daun dan kulit batang dan kayu) secara bergantian ditumbuk halus dan dimaserasi dengan etanol 95 % selama 3 x 24 jam, sampai maserat berwarna bening. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan rota evaporator sehingga diperoleh ekstrak etanol kental daun/kulit dan kayu P.aduncum L. Ekstrak etanol yang diperoleh ( ekstrak kasar) kemudian diuji kandungan senyawa kimianya. Ekstrak kasar kering dilarutkan dalam pelarut hexana-metanol-air. Fraksi air yang tersisa dikeringkan dengan freeze dryer. Pada fase hexana dan fase metanol air kemudian dievaporasi pada suhu 50 o C. Fase hexana akan menghasilkan fraksi hexana dan kemudian dilakukan uji fitokimia dan uji toksisitas akut dan daya larvasidanya terhadap larva A.aegypti L. Hal yang sama dillakukan terhadap fase metanol-air dipartisi dengan pelarut CHCl3 air ( 1:1). Partisi akan menghasilkan fraksi kloroform dan fraksi air, kemudian dilakukan uji fitokimia, uji toksisitas akut dan daya larvasidanya. Identifikasi zat bioaktif Pada penelitian identifikasi senyawa aktif ditujukan untuk menentukan golongan senyawa aktif apa yang terdapat di dalam setiap isolat dilakukan dengan uji busa untuk golongan saponin, uji warna dengan larutan SbCl3 dalam kloroform, uji warna Liebermann Buchard untuk menentukan adanya triterpenoid.

Identifikasi adanya senyawa alkaloid Hasil ekstrak sampel ( ekstrak kasar) atau fraksi aktif sebanyak dua tetes dimasukkan ke dalam plat tetes dan ditambahkan pereaksi Dragendroff. Bila terjadi perubahan warna jingga sampai merah coklat berarti ekstrak mengandung senyawa alkaloid. Identifikasi adanya senyawa saponin Sebanyak dua tetes ekstrak kasar atau fraksi aktif dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air panas,kemudian didinginkan, lalu dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Bila terdapat senyawa saponin dalam ekstrak yang diuji, maka akan terbentuk buih mantap selama kurang lebih 10 menit. Tinggi buih 1 Cm sampai 10 Cm, dan buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2 N ( Harborne, 1987). Identifikasi adanya senyawa flavonoid Sebanyak dua tetes ekstrak kasar atau fraksi aktif dimasukkan ke dalam plat tetes,ditambahkan serbuk Magnesium dan ditambahkan HCl pekat dua tetes. Bila terbentuk warna orange ( kuning-coklat), menunjukkan ekstrak mengandung flavonoid ( Harborne, 1987). Identifikasi adanya senyawa triterpenoid Sebanyak 1 ml ekstrak kasar atau fraksi aktif dimasukkan ke dalam plat tetes,ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrid ( AC20) dan 2 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan diaduk secara perlahan beberapa saat sampai kering. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid (Harborne, 1987). Uji Toksisitas dengan Metode BSLT. Uji BSLT mengikuti metode Meyer et al., 1982 , dengan sedikit modifikasi. Uji ini digunakan untuk mempelajari toksisitas sampel secara umum dengan menggunakan telur udang Artemia salina Leach. Disiapkan bejana uji untuk penetasan telur udang Artemia. Di satu ruang dalam bejana tersebut diletakkan lampu pijar/neon 40-60 watt untuk menghangatkan suhu dalam penetasan ( 25-30 oC), sedangkan di ruang sebelahnya diberi air laut.Air laut dapat dibuat dengan kadar garam NaCl 15 g/L. Kedalam air laut dimasukkan 50-100 mg telur udang Artemia untuk ditetaskan. Kadar oksigen dijaga > 3

mg/L dengan cara memberikan aerator / blower pemeliharaan.

ke dalam media dalam bejana

Telur akan menetas 24 jam menjadi Nauplii dan akan menuju daerah terang melalui sekat. Pada bagian telur ditutup dengan alumunium foil ( menjadi ruang gelap), dan lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Larva ( Nauplii) yang sehat bersifat fototropik dan siap dijadikan hewan uji setelah berumur 48 jam. Diambil larva udang Artemia yang akan diuji dengan pipet. Larutan stok (induk) sampel dibuat dengan konsentrasi 50 mg dalam 5 ml metanol atau dengan pelarut lain yang sesuai, lalu dibuat serangkaian konsentrasi sebesar 1 , 10, 100, 200, 500, 1000 dan 1500 g/ml ke dalam vial-vial ( bejana uji). Larutan uji dalam vial ( bejana uji) tersebut diuapkan sampai kering dan tidak mengandung pelarut organik. Untuk kontrol negatif ( blanko) diberi perlakuan sama seperti larutan uji tetapi tanpa ekstrak ( hanya diberi metanol dalam jumlah yang sama dengan sampel). Setiap konsentrasi dibuat tiga replikasi ( triplikat).Jika kelompok kontrol menunjukkan mortalitas > 5 %, maka pengujian di ulang kembali. Ekstrak kering dalam vial ( bejana uji) dilarutkan dalam air laut secukupnya. Bila sampel tidak larut tambahkan 2 tetes larutan dimethyl sulfoxide (DMSO). Sepuluh ekor larva Artemia dipindahkan ke dalam masing-masing vial ( bejana uji) yang telah berisi senyawa uji dan ditambahkan air laut sampai volume 5 ml. Ke dalam setiap vial ( bejana uji) dimasukkan satu tetes suspensi ragi ( 0,6 mg/ml) sebagai pakannya. Pengamatan dilakukan selama 24 jam dan tingkat toksisitas ditentukan dengan menghitung jumlah larva yang mati. Hasil dibandingkan dengan kontrol negatif. jumlah kematian jumlah kematian kontrol X 100 % ----------------------------------------------------------------Jumlah larva awal ( 10 )

% kematian =

Uji toksisitas terhadap larva nyamuk A.aegypti Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap kolonisasi nyamuk, pembuatan ekstrak daun, kulit dan kayu P.aduncum L. (1). Pemeliharaan hewan Uji ( Kolonisasi nyamuk)

Maksud dilakukan kolonisasi larva nyamuk adalah untuk dapat menyediakan larva nyamuk sebanyak-banyaknya dengan jenis yang sama sesuai dengan kebutuhan. Cara kerja kolonisasi Aedes aegypti L dilakukan menurut WHO yang dimodifikasi. Urutan kerja kolonisasi nyamuk Aedes aegypti L dikelompokkan menjadi empat tahap yaitu pemeliharaan, pemeliharaan pupa, pemeliharaan nyamuk dan koleksi telur.Kolonisasi nyamuk dimulai pada tahap telur dan berasal dari hasil tangkapan di lapangan, kemudian dipelihara dalam laboratorium dengan memberi makan berupa liver bubuk,hingga diperoleh telurnya. Kelompok telur ini berbentuk larva instar III yang siap diberi perlakuan. (2).Pengujian Ekstrak Tumbuhan Terhadap aegypti L Ekstrak Tumbuhan dilakukan menggunakan methanol / ethanol dengan teknik maserasi. Ekstrak yang diperoleh dikeringkan dengan rotavapor pada tekanan rendah dan suhu 40 C.Ampas dimaserasi dengan ethanol destilasi sehingga diperoleh ekstrak kering. Terhadap ekstrak ethanol dilakukan bioassay dengan larva Aedes aegypti L di dalam wadah yang berbeda konsentrasinya . Bioassay dilakukan mengikuti panduan WHO ( 1981) dengan sedikit modifikasi. Minyak esensial dilarutkan dalam ethanol 95 % sebagai larutan stock. Dari larutan stock dibuat konsentrasi perlakuan 200, 100, 50, 25 dan 12.5 mg/lt ( ppm) dengan mengencerkannya menggunakan air destilasi dan setiap konsentrasi perlakuan di ulang 3 kali. Larutan uji diletakkan dalam beaker 250 ml dan diisi 20 ekor larva A.aegypti L stadium instar 3. Setiap set perlakuan eksperimen dikontrol dengan 3 ulangan yang berisikan 2 ml ethanol dan 198 ml air destilasi. Semua beaker glass dijaga di dalam suhu ruangan dan kematian ( mortalitas) larva dicatat selama 24-jam tanpa pemberian pakan. Analisis Data Data hasil penelitian kemudian ditabulasikan ke dalam tabel pengamatan, sedangkan hasil isolasi diuraikan secara deskriptif. Nilai dugaan kematian 50 % hari ( LC-50 dalam unit waktu ) ditentukan dengan menggunakan persamaan garis Artemia salina Leach dinyatakan dalam LC-50 regresi antara log konsentrasi dan probit kematian ( Probit analisis). Efektivitas dari fraksi-fraksi terhadap larva Mortalitas Larva Nyamuk Aedes kemudian ditetaskan sampai

(ppm) duapuluh empat jam dan empat puluh delapan jam setelah perlakuan. Data LC50 kemudian diperbandingkan, jika LC-50 tersebut memiliki konsentrasi kecil maka isolat tersebut sangat efektif dipergunakan sebagai larvasida dan sebaliknya.

III.HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yakni skrening fitokimia untuk identifikasi senyawa aktif; efektivitas daya racun setiap fraksi fraksi sebagai dasar pertimbangan aplikasi pemanfaatannya di lapangan dan penemuan jenis-jenis senyawa aktif sebagai larvasida nyamuk A.aegypti L. Hasil Skrening Fitokimia terhadap P.aduncum L Hasil identifikasi adanya senyawa metabolit sekunder terhadap setiap fraksi ekstrak daun dan batang P.aduncum L disajikan dalam Tabel 1. Dari Tabel 1 tersebut, terlihat bahwa ekstrak daun dan batang P.aduncum L dapat diidentifikasi adanya kelompok senyawa aktif saponin, steroid dan flavonoid di dalam ekstrak kasar. Di dalam fraksi air terdeteksi adanya saponin; senyawa steroid dalam fraksi heksan dan flavonoid pada fraksi kloroform sampel daun dan batang. Sebaliknya senyawa alkaloid tidak terdeteksi pada seluruh fraksi. Tampak ekstrak batang dalam fraksi kloroform terdeteksi adanya senyawa flavonoid. Menurut Harbone, 1987, flavonoid merupakan turunan senyawa flavon. Senyawa ini terutama dalam bunga dan tersebar luas pada daun. Senyawa ini menurut Sarmoko, 2009, berasal dari senyawa chalcone yang berkhasiat sebagai obat kanker. Orjala et al., 1994., melaporkan bahwa P.aduncum L mengandung aduncamida, aduncin A,B,C; minyak atsiri; benzenoid; oksigen heterosiklik; steroid; fenilpropa; flavonoid; dihidrochalcone; piperaduncin A,B dan C; 2 ,4,6-trihidroksi;4-metoksichalcone ( DMHC), dihidrochalcone(TMHC);2,6-dihidroksi-4; asebogenin dan saponin. metoksidihidro

Tabel 1. Hasil Skrening Fitokimia tiap-tiap Faksi dari Ekstrak P.aduncum L

Metabolit sekunder Saponin Triterpenoid Steroid Flavonoid Alkaloid

Heksan -

Sample Daun CHCl3 Air -

+
-

Ekstrak Heksan kasar ++ -

Sample Batang CHCl3 Air Ekstrak kasar + ++ -

+
-

+
-

+ +
-

+
-

+ +
-

Keterangan: + terdeksi, - tidak terdeteksi Potensi daya Racun ( Uji Bhrine Saline Lethal Test ) Hasil uji daya racun terhadap A.salina Leach setiap fraksi dari ekstrak sampel daun dan batang P.aduncum L disajikan dalam Tabel 2. Berdasarkan uji sitotoksik menggunakan metode BSLT diketahui bahwa dari enam fraksi ekstrak daun dan batang P.aduncum L bersifat racun. Sifat toksik ini diketahui dari nilai LC50-24 jam terhadap A.salina Leach yakni antara 11.8 66.2 ppm. Suatu zat dikatakan aktif ( toksis) bila nilai LC50 < 1000 ppm untuk esktrak bahan dan < 30 ppm untuk suatu senyawa. Sifat toksis dari daun dan batang P.aduncum L erat kaitannya dengan kandungan senyawa yang ada di dalamnya antara lain saponin, steroid dan flavonoid. Dari Tabel 2, tampak bahwa daya racun ( LC50-24 jam) terhadap A.salina L tertinggi ditunjukkan oleh fraksi heksan batang ( 11,8 ppm) diikuti oleh fraksi kloroform batang ( 15,5 ppm); fraksi heksan daun ( 19.5 ppm); fraksi kloroform daun ( 22.1 ppm); fraksi air daun ( 28.1 ppm) dan fraksi air batang ( 66.2 ppm). Tabel. 2. Nilai LC50-24 Jam setiap fraksi ekstrak P.aduncum L terhadap A.salina L Fraksi Heksan Daun CHCl3 Daun Air Daun LC50 (ppm) 19.5 22.1 28.1 Rangking Daya Racun 3 4 5

Heksan Batang CHCl3 Batang Air Batang

11.8 15.5 66.2

1 2 6

Daya racun tersebut berhubungan erat dengan kandungan zat metabolit sekundernya. Tampak bahwa daya racun terbaik ditunjukkan oleh fraksi heksan batang dan di dalam fraksi ini dapat diidentifikasi adanya senyawa steroid. Adanya zat steroid dan flavonoid dari sample daun P.aduncum L menunjukkan daya racun yang cukup baik . Rendemen (yield) ekstrak kasar dan hasil fraksinasi P.aduncum L Sampel batang dan daun yang telah dikeringkan dan dihaluskan direndam menggunakan ethanol 95%. Ethanol digunakan sebagai solvent untuk menarik metabolite sekunder yang terdapat dalam sampel. Untuk mendapatkan ekstrak kasar (crude extract), ethanol tersebut diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan kondisi temperature: 40oC ; pressure: 500-550 mm Hg vaccum. Hasil rendemen (yield) ekstrak kasar dari sampel daun dan batang P.aduncum L , disajikan dalam Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Hasil rendemen metabolit sekunder ( % berat kering / berat kering sampel) sampel daun dan batang P.aduncum L. Sampel Daun Batang Berat Kering (g) 467.2 1000 Berat Ekstrak Kasar Rendemen (%) (g) 79.41 17.0 26.9 2.69

Ekstrak kasar daun dan batang kemudian di fraksinasi menjadi fraksi heksan, chloroform dan air. Tabel 4 di bawah ini menggambarkan hasil rendemen dari tiap fraksi. Tabel 4. Hasil rendemen metabolit sekunder ( % berat kering / berat kering sampel) dalam setiap fraksi sampel daun dan batang P.aduncum L. Sampel Daun Batang Berat ekstrak kasar (g) 4.50 15.13 Berat fraksi (g) Heksan CHCl3 Air 0.60 1.09 1.40 0.37 2.33 12.2 Rendemen (%) Heksan CHCl3 Air 13.33 7.20 31.11 2.45 51.78 87.24

10

Hasil dari Tabel 4 di atas diperoleh gambaran bahwa rendemen dari sampel daun diperoleh nilai sebesar 17,0 % dan lebih besar dibandingkan dari sampel batang yang memiliki nilai rendemen sebanyak 2,69 %. Dari hasil partisi terhadap nilai rendemen kasar dengan pelarut yang sesuai, diperoleh nilai rendemen dalam fraksi air menunjukkan nilai terbesar yakni 51,78 % untuk sampel daun dan 87,24 % untuk sampel batang. Nilai rendemen untuk sampel daun secara urutan dari besar ke kecil ditunjukkan oleh fraksi air, diikuti oleh fraksi kloroform dan fraksi heksan adalah 51,78 %; 31,11 % dan 13,33 %.Sedangkan untuk sampel batang diperoleh nilai rendemen dari besar ke kecil ditunjukkan oleh rendemen fraksi air ( 87,24%); fraksi heksan 7,20 % dan fraksi kloroform sebanyak 2.45 %. Dari hasil partisi tersebut di atas, tampak bahwa rendemen terbaik untuk sampel daun dan batang ditunjukkan oleh fraksi air. Keadaan ini membantu di dalam pengembangan ekstraksi bahan zat bioaktif ( molecule cultivation) tersebut, bahwa dengan pelarut air telah mampu mengekstraksi zat bioaktif sebesar 51,78 87,24 %. Senyawa bioaktif yang terdeteksi dalam fraksi air tersebut adalah saponin. Daya Larvasida Ekstraks kasar P.aduncum L terhadap larva A. aegypti L Nilai daya racun ekstrak kasar daun dan batang P.aduncum L terhadap larva A.aegypti L disajikan dalam Tabel 5 dan Tabel 6. Tampak bahwa nilai LC50-48 jam ekstrak kasar sampel daun lebih beracun dibandingkan sampel batang, hal ini ditunjukkan oleh nilai LC50-48 jam ekstrak daun sebesar 2200 ppm (b/v) dan LC50-48 jam ekstrak batang sebesar 4350 ppm (b/w). Daya racun ekstrak kasar daun menunjukkan hampir 200 % dibandingkan ekstrak kasar batang.
Tabel 5. Mortalitas larva Aedes aegypti dalam 48 jam setelah perlakuan variasi konsentrasi ekstrak Batang Sirih Hutan ( P. aduncum L )
Konsentrasi (X) ppm No 1 2. 3. 4. 0% 1580 2500 3950 Mortalitas (m) Larva Uji 48 Jam U1 0 2 3 4 U2 0 2 4 3 U3 0 3 2 4 U4 0 2 3 3 %-tase Mortalit as 0 25 30 35 Probit Kematia n 0 4,33 4,48 4,61

Log X 3,19 3,39 3,59

n 40 40 40 40

11 5. 6240 3,79 40 3 3 2 3 27 4,39 6. 9800 3,99 40 8 10 10 10 95 6,64 Nilai LC50-48 Jam ekstrak batang P.aduncum L terhadap larva nyamuk A.aegypti instar III adalah 4350 ppm b/v).

Tabel 6. Mortalitas larva Aedes aegypti dalam 48 jam setelah perlakuan variasi konsentrasi ekstrak daun tumbuhan Sirih Hutan ( Piper aduncum L ) No Konsentrasi (X) ppm 1 0% 2. 1580 3. 2500 4. 3950 5. 6240 6. 9800 Log X 3,19 3,39 3,59 3,79 3,99 n 80 80 80 80 80 80 Mortalitas (m) Larva Uji 48 Jam U1 U2 U3 U4 0 0 0 0 4 2 3 2 8 8 9 9 11 12 12 13 17 16 15 17 20 20 20 20 %-tase Mortalitas 0 13,75 42,5 60 81,25 100 Probit Kematian 0 3,87 4,80 5,25 5,88 7,05

Nilai LC50-48 Jam ekstrak kasar daun P.aduncum L terhadap larva nyamuk A.aegypti instar III adalah 2200 ppm ( b/v). Hal ini menunjukkan bahwa Tumbuhan P.aduncum L yang hidup liar, kosmopolitan ( menyebar pada berbagai tipe lahan terdegradasi), fastgrowing species memiliki potensi nilai ekonomis yang tinggi dan praktis karena masyarakat dapat menggunakannya sebagai larvasida, terutama untuk membasmi jentik-jentik nyamuk demam penyebab penyakit demam berdarah. Mereka dapat menggunakannya dengan cara merebus dengan air, kemudian bahan ini dapat diaplikasikan di lapangan karena bahan ini memiliki risiko/ efek samping yang relatif kecil karena terbuat dari bahan alami. Dari uraian di atas, dapat dipilih bahan mana yang akan digunakan. Bila ingin menghasilkan daya bunuh yang paling efektif dan efisiensi biaya harus dipilih, maka fraksi air adalah pilihan terbaik untuk bahan dari batang, maupun dari daun.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

12

1. Senyawa aktif hasil pemisahan ( ekstraksi) terhadap bagian daun dan batang P.aduncum L asal Kalimantan Timur yang dapat diidentifikasi dalam ekstrak heksan, ekstrak air dan ekstrak kloroform adalah flavonoid, steroid , alkaloid dan saponin. 2. Senyawa aktif yang ada dalam daun dan batang P.aduncum L bersifat bioaktif dengan toksisitas tinggi yang ditunjukkan oleh nilai LC 50 hasil BSLT < 1000 ppm dimana nilai LC50 24 jam dari seluruh fraksi ekstrak terhadap A.salina Leach antara 11.8 66, 2 ppm ( b/v). 3. Untuk kepentingan analisis kelayakan usaha, nilai rendemen zat bioaktif dari sampel daun diperoleh nilai sebesar 17,0 % ( berat kering) dan lebih besar dibandingkan dengan sampel yang berasal dari batang P.aduncum L. 4. Untuk pemakaian sebagai bahan larvasida nyamuk , fraksi yang paling efektif untuk membunuh A.aegypti L adalah hasil ekstraksi terhadap bagian daun dengan daya racun hampir 200 % dibandingkan ekstrak batang. jenis senyawa golongan

Saran 1.Kandungan senyawa aktif perlu terus ditelusuri sampai ditemukan struktur kimianya ( elusidasi struktur jenis-jenis senyawa bioaktif tersebut). Ini merupakan sumbangan baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam aspek senyawa bioaktif dari tanaman yang belum diteliti.Dalam penggunaannya sebagai pestisida komersial, bahan ini perlu dievaluasi nilai ekonomisnya serta tahapan-tahapan yang dipersyaratkan oleh WHO yaitu uji klinis dan farmakologis terhadap manusia, organisme hidup lainnya yang berguna dan terhadap lingkungan hidup. Selain itu perlu diteliti teknologi bioproses ekstraktif senyawa bioaktifnya ( moleculer bioactive cultivation) terbaik. 2. Penelitian ini kelak kemudian hari dapat bermanfaat bagi pengembangan industri bahan baku pestisida, khususnya pengganti bahan abate sebagai pembasmi larva nyamuk yang penggunaannya tetap besar dan masih diimpor dari luar negeri.Apabila hasil penelitian dikembangkan akan berguna bagi bidang bioteknologi tanaman pada yang

13

umumnya dan khususnya bioteknologi industri untuk produksi metabolit sekunder, sedangkan sisi lain adalah Agrobioteknologi yang nantinya memusatkan untuk peningkatan produksi bahan baku obat-obatan/pestisida sehingga dapat menghemat pengeluaran devisa Negara. Sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan usaha mikro dari segi lingkungan, sosial dan ekonominya. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Direktur Dirlitabmas, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud di Jakarta yang telah membiayai penelitian ini, Ketua Lembaga Penelitian Unmul, Dekan FMIPA Unmul, Kepala Laboratorium Kepala Laboratorium Toksikologi FMIPA UNMUL dan Kepala Puslitbang Bioteknologi LIPI di Jakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk melaksanakan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Bernard CB, Krishanmurty HG, Chauret D, Durst T, et al. (1995). Insecticidal defenses of Piperaceae from the neotropics. J. Chem. Ecol. 21: 801-814. Gottlieb ORM, Koketsu M, Magalhes MT, Maia JGS, et al. (1981). leos essenciais da Amaznia VII. Acta Amazon. 11: 143-148. Harborne, 1987. Phytochemical Methods. London :Chapman and Hall. Metcalf, R.L. & Luchman,W.H.1982. Introduction to insect Wiley & Sons. New York.p.5-6. pest management.Jhon

Meyer, B.N., N.R. Feerigni.J.E.Outnam, L.B. Jacobson, D.E.Nicholas, J.E.McLaughlin. Planta Medica 45 (1982) 31-34. National Institute of Allergy and Infectious Diseases.Dengue fever-overview.[Cited 2007 Dec 12] Available at http://www3.niaid.nih.gov /healthscience/healthtropics/ dengue/overview.htm. The Center fo Disease Control.The dengue fever fact sheet-CDC Division of VectorBorne Infectious Diseases [Cited 2007 Dec12].Available at http://.cdc. gov/ncidod/dvbid/dengue.

Anda mungkin juga menyukai