Anda di halaman 1dari 22

Gambaran pengetahuan masyarakat Terhadap pencegahan DBD

Di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat

Di susun oleh :

1. Merlita Efriani 2. Koko Saputera Kelas

: 2011062 : 2011 : II.C Pembimbing

Politeknik Kesehatan Provinsi Bengkulu Jurusan Keperawatan

Tahun 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang Produktif secara social dan ekonomis (pasal 3 UU kesehatan no 36 tahun 2009). Salah satu program pembangunan kesehatan tahun 2005-2009 terdapat program pencegahan dan pembrantasan penyakit dimana tujuannya untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang ditanggulangi salah satunya adalah Demam Berdarah Dengue ( Depkes RI, 2005). Bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah pemukiman yang tidak memenuhi syarat kesehatan sangat mempercepat terjadinya penularan penyakit dari orang ke orang. Faktor pertumbuhan penduduk dan mobilitas penduduk antar daerah juga mempengaruhi perubahan gambaran epidemiologis serta virulensi dari penyakit menular tertentu (Chin, 2000). Penyakit febris akut ditemukan pertama kali terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara adalah DBD. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada tahun 1779. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada Tahun 1950-an dan hingga tahun 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama diantaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut (Depkes, 2006). Di Indonesia demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang endemis dan hingga saat ini angka kesakitan DBD cenderung meningkat dan kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia ( Depkes RI, 2005). Penyakit tersebut menyebar yang semula dianggap siklus lima tahunan, kini setiap tahun mewabah diberbagai daerah dan penderitanya sudah bukan anak-anak lagi tetapi penderita dewasa semakin banyak, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali timor-timur telah terjangkit penyakit (Wulandari, 2004).

Kasus tahun 2004 secara nasional adalah 79.482 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 957 penderita (case fatality rate sebesar 1,2 %) dan incidence rate sebesar 37,01 per 10.000 penduduk, maka jumlah kasus tahun ini lebih besar di bandingkan tahun 2003 yaitu 52.566 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 788 kasus, (case fatality rate sebesar 1,5 %) dan incidence rate sebesar 24,34 per 10.000 penduduk (Depkes RI, 2006) Menurut catatan dinas kesehatan Bengkulu dipastikan ada setiap tahunnya dan sewaktuwaktu dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Pada tahun 2005 terdapat 30 kasus, tahun 2006 32 kasus, dan pada tahun 2007 terjadi peningkatan menjadi 170 kasus. Dari 17 puskesmas yang ada di kota Bengkulu, kasus terbanyak adalah di wilayah kerja puskesmas Lingkar Barat. Departemen kesehatan telah mengupayakan manajemen program dalam mengatasi kasus DBD, pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang di taburkan ketempat penampungan air yang sulit di bersihkan. Manajemen program yang diterapkan oleh Departemen Kesehatan telah menjadi protap bagi semua daerah dari tingkat Provinsi sampai dengan Kabupaten/Kota namun sampai saat ini belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Keadaan ini salah satunya disebabkan oleh masih rendahnya peran serta masyarakat Kota dalam mencegah dan memberantas penyakit DBD, seperti belum terbentuknya Pokjanal DBD di Kota , rumah tangga yang Berperilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) yang masih rendah (42%), kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh masyarakat yang tidak kontinyu, Masyarakat yang menempati rumah sehat dan lingkungan sehat yang masih rendah (43%), Masyarakat yang memiliki tempat sampah (52%) (Riskesdas, 2008). Untuk daerah Wilayah Perumnas (Perumahan Nasional) yang tingkat kepadatan penduduknya cukup tinggi, masyarakat belum melakuakn kegiatan 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur) secara rutin. Di lingkungan sekitar perumahan warga banyak terdapat barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti kemasan air mineral yang dibiarkan begitu saja tanpa ada kesadaran dari masyarakat untuk menguburnya, kebiasaan menampung air di bak mandi dalam waktu yang lebih dari seminggu tanpa mengurasnya di karenakan distribusi air rumah tangga yang sering terganggu khususnya di daerah Perumnas Lingkar Barat kota Bengkulu. Selain itu aturan atau peringatan yang dibuat oleh perangkat kelurahan seperti aturan gotong royong setiap minggu, peringatan-peringatan seperti Jangan membuang samapah sembarangan juga kurang mendapat perhatian dari masyarakat.

. 1.2.Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan yaitu: kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pencegahan DBD. Ditandai dengan masyarakat belum

melakukan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) secara rutin.

1.2.1 Pertanyaan penelitian Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD

1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit BDB.

1.4 Manfaat Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan untuk meningkatkan upaya-upaya pencegahan DBD khususnya di wilayah kota Bengkulu. Dapat juga menjadi data awal peneliti lain atau peneliti selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian DBD Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yangdisebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan bertendensi menimbulkan renjatan (syok) dan kematian (Mubin, 2005: 8).

2.1.2. Tanda-Tanda Penyakit DBD Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tibatiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba). Kadang-kadang kesadarannya menurun (Mubin, 2005: 8). Pembesaran hati (hepatomegali) pada umumnya dapat ditemukan di permulaan penyakit. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan berat penyakit. Biasanya nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Trombositopeni yaitu jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3 biasanya ditemukan diantara hari ketiga sampai ketujuh sakit (Soedarmo, 2005: 44).

2.1.3. Vektor Penular Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vector penularan virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan faktor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan di daerah pedesaan (daerah rural)

kedua jenis spesies nyamuk Aedest tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus berkembangbiak di lubang-lubang pohon dalam potongan bambu, dalam lipatan daun dan dalam genangan air lainnya (Soedarmo, 2005: 18). Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penyimpanan air di dalam atau di sekitar rumah, atau di tempat-tempat umum, biasanya berjarak tidak lebih 500 meter dari rumah. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang berhubungan langsung dengan tanah (Soedarmo, 2005: 21). Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki air, tempayan, bak mandi/WC, ember dan lain-lain. b. Tempat penampungan Air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastic dan lain-lain). c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu dan lain-lain.

2.1.4. Penularan Penyakit DBD Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penular penyakit DBD. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk dalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 2005: 2). Virus Dengue di dalam tubuh manusia mengalami masa inkubasi selama 4-7 hari (viremia) yang disebut dengan masa inkubasi intrinsik. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang setelah 4-7 hari kemudian nyamuk siap untuk menularkan kepadaorang lain yang disebut masa inkubasi ekstrinsik. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang menghisap virus Dengue ini menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probocis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur itulah virus Dengue dipindahkan dari

nyamuk ke orang lain. Nyamuk Aedes aegypti betina umurnya dapat mencapai 2-3 bulan (Depkes RI, 2005: 2).

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD 2.2.1. Lingkungan Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Hal-hal yang diperhatikan di lingkungan yang berkaitan dengan vektor penularan DBD antara lain: a. Sumber air yang digunakan Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung dengan tanah merupakan tempat perindukan yang potensial bagi vektor DBD. b. Kualitas Tempat Penampungan Air (TPA) Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan terjadinya DBD dibandingkan dengan tempat penampungan air yang tidak berjentik. c. Kebersihan lingkungan Kebersihan lingkungan dari kaleng/ban bekas, tempurung, dan lain-lain juga merupakan faktor terbesar terjadinya DBD (Soegijanto, 2006: 247).

2.2.2. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Analisis dari Green yang dikutip Notoatmodjo (2007: 178) menyatakan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu, faktor perilaku (behaviorcauses) dan faktor non perilaku (non behaviour causes). Sedangkan perilaku itu sendiri, khusus perilaku kesehatan dipengaruhi atau ditentukan oleh 3 (tiga) factor yakni: a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari seseorang. b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik. c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap danperilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya termasuk di dalamnyakeluarga dan teman sebaya.

Green kemudian berkesimpulan bahwa setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari pengaruh kolektif ketiga faktor. Gagasan penyebab kolektif itu penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena yang majemuk. 2.3. Upaya Pencegahan DBD 2.3.1. Partisipasi Masyarakat Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara individu atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan ialah (a) menggunakan mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan insektisida dalam bentuk spray (b) menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit, (c) memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah (Soedarmo, 2005: 59). Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana

individu,keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005: 1). Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahanpermasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005: 124). Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang berjalan, penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang mendukung kegiatan masyarakat (Depkes RI, 2005: 1). Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan denganmendorong atau menganjurkan dalam kegiatan PSN dan perlindungan diri secaramemadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang intensif dengan berbagai cara merupakan upaya di tingkat masyarakat. Memperkenalkan program pemberantasan DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta

dalam program pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan berbagai jenis penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD agar memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu peran partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate secara gratis bagi yang berperan aktif (Soegijanto, 2006:7).

2.4. Pemberantasan Vektor Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya. Menurut Soedamo (2005: 60) jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penularan DBD meliputi: 2.4.1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan/fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan adalah insektisida golongan organophosphat, misalnya malathion, fenitrothion, dan pyretroid, sintetik misalnya lambda sihalotrin dan permetin (Soedamo, 2005: 60). Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentiknya agar populasi nyamuk penular tetap dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga apabila ada penderita DBD tidak dapat menular kepada orang lain (Soedamo, 2005: 61).

2.4.2. Pemberantasan Larva (Jentik) Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005: 14): a. Kimia, yaitu dengan cara memberantas jentik Aedes aegypti

denganmenggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Ini dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasitemephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gr (1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golonga insect growth regulator.

b. Biologi, yaitu dengan memelihara ikan pemakan larva yaitu ikan nila merah (Oreochromosis niloticus gambusia sp.), ikan guppy (Poecillia reticulata), dan ikan grass carp (Etenopharyngodonidla). Selain itu dapat digunakan pula BacillusThuringiensis var Israeliensis (BTI) atau golongan insect growth regulator. c. Fisik, yaitu dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Menguras bakmandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dll), mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dll). Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Apabila PSN ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka diharapkan nyamuk Aedes aegypti dapat dikurangi sehingga tidak menyebabkan penularan penyakit. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan jentik nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005: 14).

2.5 kerangka konseptual

PENGETAHUAN

DBD

PENGETAHUAN Demam Berdarah Dengue LINGKUNGAN

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap variable independen tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable yang lain. Dimana peneliti akan meneliti bagaimana gambaran perilaku (pengetahuan) masyarakat tentang pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu. 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 populasi Populasi adalah subjek atau objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dan ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat kota Bengkulu yang berjumlah 3.860 KK. 3.2.2 Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dianggap memwakili populasinya. Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan perhitungan. Rumus n= X2N . P (1P) d2 (N1) + X2 P (1P) keterangan : n = Besar Sampel

X = nilai baku distribusi normal pada tingkat kepercayaan 95 % = 1,96 N = besar populasi P = Proporsi (diambil dari penelitian terdahulu bila tidak ada maka P = 0,50 d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (Danin, 2003) Dari rumus diatas didapatkan besar sampel yaitu 93 responden. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling. Dimana dalam pengambilan sampel, anggota populasi didasarkan pada suatu pertimbangan atau kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang diketahui sebelumnya (Notoatmojo, 2005). Kriteria responden dalam penelitian ini adalah: 1. Masyarakat mudah ditemui 2. Masyarakat yang bersedia menjadi responden 3. Masyarakat yang memiliki tempat penampungan air di rumah 4. Masyarakat yang tinggal di daerah yang padat penduduk 5. Masyarakat yang lokasi tempat tinggal mudah terjangkau

3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Klasifikasi Variabel Variable yang diteliti disini variable independen yaitu pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD

3.3.2 Defenisi Operasional no Variable Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Skala ukur Pengetahuan masyarakat Segala sesuatu yang diketahui masyarakat tentang pencegahan penyakit Demam Berdarah Dongue (DBD) yang meliputi pengertian, penyebab, tempat berkembang biak nyamuk Aedes Aegypti, factor-faktor yang mempengaruhi penyebaran / kejadian DBD, morpologi dan peluang melakukan pencegahan atau pemutusan mata rantai perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dan pencegahan wawancara kuesioner ordinal Baik 100% Cukup 56-75% Kurang <56% (Nursalam 2003) 76Hasil ukur

3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Instrumen

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 14 pertanyaan tertutup dengan bentuk jawaban pilihan untuk mengetahui gambaran tentang tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dongue.

3.4.2 Prosedur pengumpulan data Dalam upaya mengumpulkan data-data yang jelas dan akurat, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini data primer dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup yang akan dibagikan kepada masyarakat yang merupakan responden dan data sekunder yang berisi tentang jumlah penduduk, kejaian penyakit, yang diperoleh dari Dinas kesehatan kota Bengkulu dan Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu.

3.4.3 Pengolaan Data Menurut Damin (2003) untuk memperoleh pengolahan data yang terkumpul berdasarkan pedoman penskoran menurut variable penelitian, kemudian data dijumlahkan berdasarkan kuesioner pada setiap alternative jawaban. 1. mengedit (Editing)
Data yang dikumpulkan diperiksa apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Apakah sudah dijawab atau belum, hal ini dapat dikerjakan dengan menilai lembar kuesioner yang telah disebarkan.

2. Pengkodean (coding) Memberi kode pada setiap jawaban responden, jawaban benar dikode 1 (satu) dan jawaban salah dikode 0 (nol). 3. Tabulasi (Tabulating) Menghitung semua hasil dari kuesioner terhadap semua alternative jawaban dan menjumlah hasil setiap kuesioner pada setiap alternative jawaban. 4. Entry data Kegiatan ini merupakan pemindahan data yang telah dicodig dari kode kedalam table.

3.4.4 Analisa data Analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat untuk mendiskripsikan distribusi frekuensi tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD yang nantinya akan dipresentasikan. Menghitung persentase hasil kuesioner untuk setiap alternative dengan rumus sebagai berikut : P = F/N x 100% Keterangan : P = jumlah persentase yang dicari F = jumlah skor yang diperoleh N = jumlah total skore Hasil persentase diatas kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan skala perhitungan menurut Nursalam (2003) yaitu : Baik Cukup Kurang : 76-100 % yaitu mampu menjawab 10-14 pertanyaan dengan benar : 56-75 % yaitu mampu menjawab 7-9 pertanyaan dengan benar : <56 % yaitu mampu menjawab <7 pertanyaan dengan benar

Setelah dianalisa maka data disajikan dalam bentuk restribusi frekuensi dan narasi kemudian diinterpretasiakn yaitu dengan menggunakan skala : 0% 1%-25% : tidak satupun : Sebagian kecil

26%-49% : Hampir sebagian 50%-76% : Sebagian Besar 77%-99% : hampir seluruh

100 %

: Keseluruhan (Arikinto, 2002)

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakuakn di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Barat, yaitu di kelurahan Sidomulyo kelurahan Cempaka Permai.

3.6 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam segi desain penelitian, karena dalam penelitian ini hanya melihat gambaran distribusi frekuensi dari tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue saja.

Pertanyaan 1. Menurut saudara apa penyakit Demam Berdarah Dengue itu? a. Penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk Aedis Aegypti dan dapat menyerang semua golongan umur b. Penyakit kutukan yang menyebabkan kematian c. Penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk dan ditularkan ke manusia 2. Menurut saudara penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah a. Bakteri b. Kuman c. Virus Dengue 3. Bagaimana cara penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ? a. Melalui gigitan nyamuk yang ditularkan ke orang b. Melauli gigitan lalat c. Ditularkan melalui orang ke orang 4. Menurut saudara dimana tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti? a. Ditempat penampungan air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah seperti : kaleng-kaleng bekas, bak mandi dll b. Di pakaian yang tergantung c. Di selokan-selokan yang tersumbat 5. Bagaimana cara mencegah berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti? a. Memberikan selokan b. Tidak menggantungkan pakaian dan menggunakan kelambu c. 3M, yaitu Menguras, Mengubur dan Menutup tempat pembuangan air 6. Bagaimana cara pengendalian nyamuk dengan metode biologi? a. Penyemprotan b. Menggunakan ikan pemakan jentik c. Menggunakan racun nyamuk 7. Cara pengendalian nyamuk dengan cara kimia, yaitu a. 3M plus

b. Pengasapan / fogging dan pemberian bubuk abate c. Memasang kassa kelambu 8. Tujuan dilakukan pengasapan / fogging adalah a. Membunuh jentik-juentik nyamuk b. Menghentikan penularan penyakit DBD untuk selamanya c. Mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu 9. Apa guna pemberian bubuk abate? a. Membunuh jentik-jentik nyamuk b. Membunuh nyamuk dewasa c. Membunuh jentik dan nyamuk dewasa 10. Apakah menurut saudara pemeriksaan jentik berkala itu perlu? a. Tidak pertu b. Tidak tahu c. Perlu 11. Menurut saudara berapa kali harus menguras bak mandi, mengganti / menguras vas bunga dan tempat minum burung? a. Dua minggu sekali b. Minimal seminggu sekali c. Sebulan sekali 12. Menurut saudar dimana jentik nyamuk Demam Berdarah Dengue bias ditemukan? a. Di bak penampungan air b. Di comberan atau got c. Di tempat sampah 13. Berapa hari masa inkubasi virus dengue di dalam tubuh manusia a. 4-7 hari b. 2- 10 hari c. 5-14 hari

DAFTAR ISI Halaman judul Daftar isi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan masalah 1.3 Tujuan penelitian 1.4 Manfaat penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Pengertian DBD 2.1.2 Tanda dan gejala DBD 2.1.3 Vektor Penular 2.1.4 Penularan Penyakit DBD 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD 2.2.1. Lingkungan 2.2.2. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat 2.3. Upaya Pencegahan DBD 2.3.1. Partisipasi Masyarakat 2.3.2. Kebijakan Pemerintah 2.4. Pemberantasan Vektor 2.4.1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa 2.4.2. Pemberantasan Larva (Jentik) 2.5 kerangka konseptual

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 populasi 3.2.2 Sampel 3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Klasifikasi Variabel 3.3.2 Defenisi Operasional 3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Instrumen 3.4.2 Prosedur pengumpulan data 3.4.3 Pengolaan Data 3.4.4 Analisa data 3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.6 Keterbatasan Penelitian

LEMBAR KONSUL
NO NAMA MAHASISWA 1 2 MERLITA EFRIANI KOKO SHAPUTRA PEMBIMBING PARAF

Anda mungkin juga menyukai