Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU ISNITA DEWI FORTUNA 1102007155

DAKRIOSISTITIS
Pendahuluan Sistem eksresi lakrimal cenderung untuk terkena infeksi dan inflamasi oleh berbagai sebab. Pada membran mukosa dari traktus ini normalnya ditemukan kolonisasi dari bakteri. Fungsi utama dari sistem eksresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari mata ke hidung. Stagnasi dari air mata karena tertutupnya drainase lakrimal dapat dikarenakan oleh Dakriosistitis. Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis). Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Dakriosistitis ditandai oleh nyeri dan kemerahan pada regio chantus medial. Adanya efipora menjadi karakteristik dari adanya infeksi atau inflamasi kronik pada saccus lacrimalis. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus lacrimalis adalah Dakriosistitis Kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Epidemiologi Pasien dengan hidung yang datar dan wajah sempit memiliki resiko lebih tinggi terkena Dakriosistitis karena sempitnya tulang kanal nasolakrimalis. Orang berkulit hitam lebih jarang terkena dakriosistitis dikarenakan ostium nasolakrimalisnya besar, selain itu lebih pendek dan lurus dibandingkan orang berkulit putih. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Penelitian menunjukkan 70-83% kasus dakriosistitis terjadi pada perempuan. Frekuensi terjadinya dakriosistitis kongenital pada kedua jenis kelamin adalah sama. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 6070 tahun. Etiologi Pada Dakriosistitis Kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus nasolakrimalis memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Infeksi neonatal merupakan faktor penting lainnya dari perkembangan Dakriosistitis Kongenital. Bakteri aerob dan non aerob bisa didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan Dakriosistitis. Organisme yang umumnya didapatkan pada anak-anak dengan Dakriosistitis adalah Staphylococcus Aureus, Haemophilus Influenzae, Beta Hemolitik Streptokokkus, dan pneumokokkus. Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena Dakriosistitis. Karena hubungan yang erat antara duktus nasolakrimalis dengan hidung dan sinus paranasal, struktus ini seringkali berhubungan dengan etiologi terjadinya Dakriosistitis. Beberapa penyakit hidung yang bisa menyebabkan terjadinya Dakrisistitis antara lain Sinusitis (maksilaris, ethmoidalis), Rinitis Vasomotor, Rinitis Hipertrofi, Rinitis Ozaena, trauma hidung, tumor cavum nasi, dan masih banyak lainnya. Anatomi Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem eksresi mulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior. Sistem lakrimal terdiri atas dua bagian, yaitu:

Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita. Sistem eksresi, yang terdiri atas punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk ke dalam sakus lakrimal melalui punctum lakrimal. Bila punctum lakrimal tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo palpebra yang disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan dari kelenjar lakrimal. Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai Dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui punctum lakrimal. Gambaran Klinis Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Jika kantong air mata ditekan secara perlahan, akan keluar nanah dari lubang di sudut mata sebelah dalam (dekat hidung). Penderita juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap. Kadang infeksi menyebabkan tertahannya air mata di dalam kantong air mata sehingga terbentuk kantong yang berisi cairan (mukokel di bawah kulit. Infeksi berulang bisa menyebabkan penebalan dan kemerahan diatas kantong air mata. Bisa terbentuk kantong nanah (abses) yang kemudian pecah dan mengeluarkan nanahnya. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada Dakriosistitis Akut, Radiografi menggunakan kontras atau digital substraction Dacryocystography dapat menggambarkan letak obstruksi untuk perencanaan operasi. Pemeriksaan ini diusahakan tidak dilakukan pada fase akut karena resiko penyebaran patogennya. Karakteristik dari Dakriosistitis Kronik adalah adanya peningkatan lakrimasi. Tanda peradangan tidak selalu muncul. Penekanan pada saccus lakrimalis yang mengalami inflamasi akan menyebabkan regurgitasi pus yang mukus dan transparan pada punctum. Pada Dakriosistitis Neonatus, terjadinya sesaat setelah lahir (seringnya dua sampai empat minggu), dimana pus disekresikan dari punctum, berlanjut ke subkutaneus dan berkumpul di fisura palpebra. Konjungtiva tidak selalu terlibat. Diagnosis Banding Diagnosis banding Dakriosistitis adalah Selulitis orbita dan Hordeolum. a.Selulitis Orbita Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita sering disebabkan sinusitis terutama sinus etmoid yang merupakan penyebab utama eksoftalmus pada bayi, merupakan penyulit skleritis, juga trauma kotor yang masuk ke dalam rongga orbita, sepsis plemia dan erisepelas. Kuman penyebab biasanya adalah pnemokok, streptokok, atau stafilokok dan berjalan akut. Bila terjadi akibat lues, jamur dan sarkoidosis maka perjalanan penyakit dapat kronis. Masuknya kuman ini ke dalam rongga mata dapat langsung melalui sinus paranasal, penyebaran melalui pembuluh darah atau bakterimia atau bersama dengan trauma yang kotor. Selulitis orbita pada bayi sering disebabkan oleh sinusitis etmoidal yang merupakan

penyebab eksoftalmus monocular pada bayi. Selulitis orbita terutama mengenai anak antara 2-10 tahun. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyukit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil. Pada anak-anak sebaiknya dibuat diagnosis banding dengan rabdo-miosarkoma, psedutumor, dan periostitis orbita. Pengobatan adalah dengan segera memberikan antibiotik sistemik dosis tinggi, istirahat atau dirawat, bila terlihat daerah fluktuasi abses maka dilakukan insisi, selain pengobatan penyebabnya seperti kelainan sinus dan lainnya. b.Hordeolum Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeolum yang biasanya merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea kelopak biasanya sembuh sendiri dan dapat diberi hanya kompres hangat. Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Horedeolum merupakan suatu abses di dalam kelenjar tersebut. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. Pada hordeolum eksternum nanah dapat keluar dari pangkal rambut. Hordeolum internum atau radang kelenjar Meibom memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal. Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar disbanding Hordeolum eksternum. Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar preaurikuler biasanya turut membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses dan pecah dengan sendirinya. Untuk mempercepat peradangan kelenjar dapat diberikan kompres hangat, 3 kali sehari selama 10 menit sampai nanah keluar. Pengangkat bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase nanah. Diberi antibiotic local terutama bila berbakat untuk rekuren atau terjadinya pembesaran kelenjar preurikel. Antibiotik sistemik yang yang diberikan eritromisin 250 mg atau 125-250 mg dikloksasilin 4 kali sehari, dapat juga diberi tetrasiklin. Bila terdapat infeksi stafilokokus di bagian tubuh lain maka sebaiknya diobati juga bersama-sama. Pada nanah dari kantung nanah yang tidak dapat keluar dilakukan insisi. Pada hordeolum internum dan hordeolum eksternum kadang-kadang perlu dilakukan insisi pada daerah abses dengan fluktuasi terbesar. Penyulit hordeolum dapat dapat berupa seslulitis palpebra yang merupakan radang jarang palpebra di sepan di depan septum orbita dan abses palpebra. Penatalaksanaan Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan bentuk menahun sering dapat dipertahankan agar laten dengan tetesan antibiotika. Kompres dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya. Pada orang dewasa, adanya mukokel adalah pertanda bahwa tempat obstruksi adalah di duktus nasolakrimalis dan bahwa diindikasikan tindakan Dakriosistorinostomi. Terbukanya

sistem kanalikuli dipastikan jika mukus atau pus keluar melalui punctum saat sakus ditekan. Pemeriksaan hidung penting untuk menjamin cukupnya ruang drenase antara septum dan dinding lateral hidung. Dakriosistorinostomi meliputi pembentukan anastomosis permanen antara sakkus lakrimalis dan hidung. Mula-mula diadakan insisi di atas krista lakrimalis anterior. Dinding lateral hidung dari tulang dilubangi, dan mukosa hidung dijahit pada mukosa sakus lakrimalis. Pendekatan endoskopik melalui hidung memakai laser untuk membentuk lubang antara sakus lakrimalis dan rongga hidung adalah alternatif lain. Berair mata berlebihan (epifora) kadang-kadang disebabkan stenosis kanalikuli atau obstuksi pada batas kanalikulis komunis dan sakus lakrimalis. Pada kasus manapun, kompresi pada sakus tidak berakibat keluarnya cairan, mukus, atau pus melalui puncta, dan tidak ada mukokel. Intubasi dan irigasi dari sistem kanalikuli dengan kanula lakrimal dan studi sinar X dengan media kontras (dakriosistografi) dapat menetapkan tempat obstruksi. Obstruksi kanalikuli biasa dapat diobati dengan intubasi saluran-saluran itu dengan sten silicon untuk 36 bulan. Tetapi parut obstruksi tebal akan mengharuskan dilakukannya dakriosistorinostomi dan kanalikuloplasti dengan intubasi silicon dari sistem kanalikuli. Pada Dakriosistitis Infantil, tempat stenosis biasanya pada valvula Hasner. Tiadanya kanalisasi adalah kejadian umum (4-7% dari neonatus), namun biasanya duktus itu membuka secara spontan dalam bulan pertama. Sakus lakrimalis yang ditekan kuat kadang-kadang dapat merobek membrane sehingga terbuka. Jika stenosis menetap lebih dari 6 bulan, atau jika timbul dakriosistitis, maka diindikasikan pelebaran duktus dengan probe. Satu kali tinadkan efektif pada 75% kasus. Sisanya hamper selalu dapat disembuhkan pada tindakan ulangan, dengan merusak concha inferior ke dalam, atau dengan bidai lakrimal silicon temporer. Tindakan pelebaran jangan dilakukan bila ada infeksi akut. Tindakan ini kurang berhasil pada orang dewasa. Komplikasi Penyulit dakriosistitis dapat berbentuk pecahnya pus yang mengakibatkan fistel sakus lakrimal, abses kelopak, ulkus, dan seslulitis orbita. Kesimpulan Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis). Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus lacrimalis adalah Dakriosistitis Kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70 tahun. Pada Dakriosistitis Kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus nasolakrimalis memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena Dakriosistitis. Bakteri aerob dan non aerob bisa didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan Dakriosistitis. Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Penderita juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap. Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan bentuk menahun sering dapat dipertahankan agar laten dengan tetesan antibiotika. Kompres

dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.

DAFTAR PUSTAKA 1.Dakriosistitis. [online]. 2009. [cited 2008 March 01 ]. Available from: URL: http://www.medicastore.com 2.Dacryocystitis. [online]. 2008. [cited 2008 March 01 ]. Available from: URL: http://www.stlukeseye.com 3.Gilliland, GD. Dacryocystitis. [online]. 2007. [cited 2008 March 01 ]. Available from: URL: http://www.emedicine.com 4.Dacryocystitis. [online]. 2006. [cited 2008 March 01 ]. Available from: URL: http://www.hmc.psu 5.Dacryocystitis. [online]. 2009. [cited 2008 March 01 ]. Available from: URL: http://www.revoptom.com 6.Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. P.2, P. 89104, P.105-6 7.Putz R.; Pabst, R. Atlas anatomi SOBOTTA. Edisi 21. Jakarta: EGC; 2000. P. 361 8.Wagner P.; Lang G.K. Lacrimal System. In: Lang G.K. ed. Ophtalmology. New York. Thieme Stuttgart: 2000. P. 56-60 9.Vaughan D.G; Asbury T.; Eva P.R. eds. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika; 1996. P. 92-3 10.James B.; Chew, C. Bron, A. eds. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga; 2006. P. 60

Anda mungkin juga menyukai