Anda di halaman 1dari 5

BioSMART ISSN: 1411-321X

Volume 5, Nomor 1 April 2003


Halaman: 61-64

Aktivitas Anticendawan Biji dan Buah Kapulaga Lokal (Amomum cardamomum


Willd.) terhadap Botrytis cinerea Pers. asal Buah Anggur (Vitis sp.)

Antifungal activity of seed and fruit of Javanese cardamoms (Amomum cardamomum Willd.) for
Botrytis cinerea Pers. from grape fruit (Vitis sp.)

IKA PRASASTY, SURANTO, RATNA SETYANINGSIH


Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126

Diterima: 13 Agustus 2002. Disetujui: 1 Januari 2003

ABSTRACT

The aims of this research were, firstly to examine and compare the antifungal capability from the essential oil and crude extract of seed
and fruit Javanese cardamoms (Ammomum cardamomum Willd.) in preventing the growth of B. cinerea. which were isolated from grape
fruits (Vitis sp.), secondly to find the optimum concentration of the extracted Javanese cardamoms sample in preventing the growth of
the above species of fungi. The design of this research was completely randomized design with 3 factors used namely, part of the plant
(seed and fruit), extraction (essential oil and crude extract) and concentrations of essential oil and crude extract of A. cardamomum (0%;
1,5%; 3%; 4,5%; 6%). Besides, for examining the antifungal activities of essential oil and crude extract, the dilution method was used.
Briefly, this could be explain as follow: 1 ml suspension of B. cinerea. was grown in potato dextrose broth. Essential oil and crude
extract were added in concentration of 1,5%; 3%; 4,5%; 6% respectively and then incubated at 25oC for 2 days. The observation of total
colony was counted using counter plate. The data were analyzed using varian analysis and for the comparison of whether there were any
significant different among the antifungal testeds the DMRT 5% was employed. The results showed that essential oil and crude extract
of seed and fruit A. cardamomum were capable to prevent the growth of B. cinerea. at concentration 1,5%. Essential oil of seed at
concentration 4,5% and for essential oil of fruit at concentration 6% could stop the growth of B. cinerea. Crude extract of seed and fruit
did not capable to stop the growth of B. cinerea. until concentration of 6% was reached. Essential oil of seed more effective to prevent
the growth of B. cinerea. than the others (crude extract of seed, essential oil and crude extract of fruit).

Key words: A. cardamomum, essential oil , crude extract, B. cinerea.

PENDAHULUAN Pers. yang menyerang buah yang mulai masak. Buah yang
diserang akan mengkerut, busuk dan gugur sebelum
Indonesia merupakan negara tropis yang banyak dipetik. Semua jenis anggur rentan terhadap penyakit ini.
menghasilkan buah. Meskipun demikian, buah produksi Kerusakan dapat terjadi dengan busuknya buah di lahan
Indonesia masih kalah bersaing dengan produksi luar pertanian atau di gudang penyimpanan (Smith, 2000).
negeri di dalam ekspor karena kualitasnya yang rendah. Pengendalian penyakit busuk kelabu dapat dilakukan
Kualitas buah yang rendah tersebut antara lain disebabkan dengan mengurangi infeksi melalui penyemprotan
perawatan tanaman yang kurang baik sehingga terserang fungisida (Semangun, 1994; Setiadi, 2000). Meskipun
hama atau penyakit. Menurut Martoredjo (1982), hama dan demikian, ternyata kebanyakan fungisida yang digunakan
penyakit dapat menurunkan produksi tanaman. untuk mengendalikan penyakit ini belum dapat bekerja
Salah satu tanaman buah populer adalah anggur (Vitis secara maksimal, sehingga masih banyak dijumpai buah
sp). Buah anggur banyak dikenal dan digemari masyarakat anggur yang rusak (Smith, 2000).
karena rasanya yang manis, serta bentuk dan warnanya Kerusakan karena penyakit busuk kelabu dapat menu-
yang beragam, yaitu ungu, merah dan hijau. Meskipun runkan produksi dan mutu buah, sehingga perlu diusahakan
demikian, belum banyak masyarakat yang dapat menikmati pengendaliannya. Salah satu alternatif yang sedang
buah anggur segar karena harganya yang relatif mahal dikembangkan adalah penggunaan fungisida nabati, yakni
dibandingkan dengan buah lain di pasaran misalnya nanas, fungisida dari bahan alami utamanya tanaman. Menurut
pepaya, mangga, dan pisang. Untuk memperoleh buah Duryatmo (2000), fungisida nabati lebih ramah lingkungan
segar dengan rasa manis dan penampilan yang menarik dan dampak terhadap lingkungan hampir tidak ada karena
perlu diperhatikan cara menanam, memelihara dan dapat terurai. Tanaman yang diberi fungisida nabati bebas
merawat tanaman anggur agar terhindar dari penyakit. dari residu bahan-bahan berbahaya. Menurut Supriadi dkk.
Salah satu penyakit yang menyerang tanaman anggur di (1999) bahan alami tersebut antara lain ekstrak kasar dan
seluruh dunia adalah penyakit busuk kelabu (gray rot). minyak atsiri tanaman. Guenther (1987) menyatakan bahwa
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Botrytis cinerea minyak atsiri berperan sebagai bakterisida dan fungisida.

© 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta


62 BioSMART Vol. 5, No. 1, April 2003, hal. 60-63

Banyak jenis tanaman rempah yang mengandung mengurangi penguapan minyak atsiri. Serbuk akan
minyak atsiri, antara lain kapulaga lokal (Amomum digunakan untuk distilasi minyak atsiri dan pembuatan
cardamomum Willd.) yang termasuk dalam famili ekstrak kasar (Setyawan, 1999; Supriadi dkk., 1999).
Zingiberaceae. Tanaman asli Indonesia ini belum banyak Distilasi minyak atsiri. Sebanyak 50 g serbuk ditam-
diusahakan masyarakat secara komersial. Bagian tanaman bah 100 ml pelarut metanol absolut dimasukkan dalam labu
yang sering dimanfaatkan adalah bijinya. Menurut didih dan dipanaskan selama 6 jam pada suhu 80oC. Hasil
Tjitrosoepomo (1994) biji kapulaga lokal mengandung 3- distilasi ditampung dalam labu erlenmeyer. Minyak atsiri
7% minyak atsiri. Bagian tanaman lain yang dapat yang tertampung dipisahkan dari pelarut dengan cara
dimanfaatkan menurut Heyne (1987) adalah buah yang dipanaskan pada suhu 80oC. Minyak atsiri yang diperoleh
mengandung 4-6% minyak atsiri. Buah akan lebih cepat disimpan dalam botol gelap, ditutup rapat dengan
diproses untuk menghasilkan minyak atsiri dibandingkan alumunium foil dan disimpan pada suhu 4oC.
dengan biji karena tidak perlu membuang kulit buahnya. Pembuatan ekstrak kasar. Serbuk dari biji dan buah
Nazaruddin (1993) mengungkapkan bahwa pengambilan kapulaga masing-masing dilarutkan dalam metanol (50 g
minyak atsiri dari kapulaga kurang dikenal di Indonesia. bahan/50 ml metanol), dikocok dan dibiarkan selama 24
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan jam. Ekstrak kasar kemudian disaring dan diambil
anticendawan minyak atsiri biji dan buah kapulaga lokal filtratnya (Supriadi dkk., 1999).
terhadap pertumbuhan cendawan B. cinerea yang diisolasi Isolasi B. cinerea. Isolat B. cinerea diambil dari buah
dari buah anggur, menguji kemampuan anticendawan anggur yang sakit. Isolasi dilakukan dengan teknik direct
ekstrak kasar biji dan buah kapulaga lokal terhadap plating (Malloch, 1997) dengan meletakkan buah anggur
pertumbuhan B. cinerea yang diisolasi dari buah anggur pada medium PDA steril yang telah ditambah
dan menemukan konsentrasi optimum minyak atsiri dan kloramfenikol dalam cawan petri steril, kemudian
ekstrak kasar biji dan buah kapulaga lokal untuk diinkubasi pada suhu 25oC selama 3 hari. Koloni-koloni
menghambat dan atau menghentikan pertumbuhan B. yang tumbuh diidentifikasi untuk memper-oleh dan
cinerea yang diisolasi dari buah anggur. memastikan adanya B. cinerea.
Identifikasi B. cinerea. Identifikasi cendawan
dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
BAHAN DAN METODE Pengamatan makroskopis: permukaan koloni B. cinerea
berwarna putih dan berbulu kemudian menjadi kelabu
Bahan dan alat (Malloch, 1997). Pengamatan mikroskopis: koloni B.
Bahan yang digunakan adalah biji dan buah kapulaga cinerea memiliki hifa hialin bersepta hingga coklat.
lokal dari Kebun Koleksi PT Jamu Air Mancur di Karang- Konidiofor panjang dan bercabang membentuk gelembung
pandan, Karanganyar, isolat B. cinerea asal buah anggur menghasilkan blastokonidia, spora berbentuk bulat bening
yang sakit, medium potato dextrosa agar (PDA), kentang, hingga kelabu (Stamets dan Chilton, 1983; Malloch, 1997).
sukrosa, agar, akuades, metanol, alkohol 70%, laktofenol, Pengujian anticendawan dengan Dilution Methods.
kloramfenikol, alumunium foil, kapas, dan kertas saring. Sebanyak 1 ml suspensi cendawan ditumbuhkan dalam
Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas beker, medium potato dextrosa cair yang telah ditambah minyak
botol flakon, botol gelap, tabung efendorf, gelas ukur, atsiri atau ekstrak kasar dengan konsentrasi 1,5%; 3%;
cawan petri, pipet tetes, pipet ukur, labu didih, labu 4,5% dan 6% untuk masing-masing perlakuan dan 0%
erlenmeyer, gelas benda, gelas penutup, jarum ose, jarum sebagai kontrol. Semua perlakuan diinkubasi selama 5 hari
preparat, pinset, pisau, mikropipet, tip, mikroskop, blender pada suhu 25oC selanjutnya dilakukan pengenceran berseri
elektrik, pemanas, bunsen, magnetic stirer, inkubator, sampai 10-5. Tiap pengenceran diambil 1 ml dan
autoklaf, vortex mixer, colony counter, oven, kamera foto, dimasukkan dalam cawan petri yang kemudian
kamera mikrofotografi, seperangkat alat destilasi Stahl, ditambahkan medium PSA. Semua perlakuan diinkubasi
seperangkat alat kromatografi gas (Hewlett Pacard 5890 selama 2 hari pada suhu 25oC. Pengamatan jumlah
Series II, USA), seperangkat alat GC-MS (Shimadzu QP- cendawan dilakukan dengan metode hitungan cawan, yaitu
5000, Jepang). dengan menghitung koloni cendawan pada tiap perlakuan.
Ketentuan cawan yang dihitung adalah yang mengandung
Cara kerja jumlah koloni antara 30-300. Jika jumlah koloni pada
Pembuatan serbuk buah kapulaga. Buah kapulaga cawan petri kurang dari 30 koloni, hanya jumlah koloni
segar yang cukup umur dicuci bersih, dan dikeringkan di pada pengenceran terendah yang dihitung (Fardiaz, 1989;
bawah sinar matahari tidak langsung dengan ditutup kain Hadioetomo, 1994; Madigan et al., 2000).
selama 3 hari. Buah diblender menjadi serbuk dan disim- Analisis minyak atsiri. Komponen minyak atsiri
pan dalam wadah tertutup untuk mengurangi penguapan dideteksi dengan menggunakan alat kromatografi gas
minyak atsiri. Serbuk akan digunakan untuk distilasi cairan merek Hewlet Pacard 5890 Series II, USA. Kondisi
minyak atsiri dan pembuatan ekstrak kasar (Setyawan, operasi yang digunakan adalah: jenis detektor: FID (flame
1999; Supriadi dkk., 1999). ionization detector), suhu detektor: 270ºC, suhu injektor:
Pembuatan serbuk biji dan buah kapulaga. Buah 260ºC, jenis kolom: HPS non polar 30 meter, suhu awal
utuh dan buah yang telah dikeringkan dikupas kulitnya kolom: 120ºC, kenaikan: 10ºC/menit, suhu akhir: 270ºC,
sehingga diperoleh biji diblender secara terpisah menjadi gas pembawa: Helium, total flow: 10, split (Kpa): 60,
serbuk dan disimpan dalam wadah tertutup untuk kecepatan kertas: 1 cm/menit, dan jumlah injeksi: 1 µl
63

Identifikasi senyawa kimia penyusun minyak atsiri. Pertumbuhan B. cinerea terhambat dengan penambahan
Identifikasi dilakukan menggunakan alat kromatografi GC- minyak atsiri buah kapulaga lokal pada konsentrasi 1,5%.
MS merek Shimadzu QP-5000, Jepang. Kondisi operasinya Pertumbuhan cendawan benar-benar terhenti pada
adalah: jenis pengion: EI (electron impack), jenis kolom: konsentrasi 6% dengan tidak tumbuhnya cendawan pada
DBI panjang 30 m, suhu kolom: 45ºC-250ºC, kenaikan konsentrasi ini. Ekstrak kasar buah kapulaga lokal mampu
10ºC/menit, gas pembawa : Helium, split (Kpa): 15, jumlah menghambat pada konsentrasi 1,5% tetapi pada konsentrasi
injeksi: 1,4 µl, suhu detektor: 270ºC, dan suhu injektor: 6% belum mampu menghentikan pertumbuhan B. cinerea
270ºC. Hasil uji DMRT 5% menunjukkan pengaruh nyata dari
semua perlakuan terhadap kontrol.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat penghambatan minyak atsiri dan ekstrak kasar
biji dan buah kapulaga lokal terhadap pertumbuhan B.
Isolat B. cinerea cinerea yang cenderung rendah dalam penelitian ini, antara
Dari hasil pengamatan secara mikroskopis konidiofor B. lain disebabkan pemilihan metode ekstraksi dan distilasi
cinerea tampak bening dengan panjang 60 µm dan lebar 15 minyak atsiri yang digunakan. Uji kromatografi gas (GC)
µm. Pada bagian ujung konidiofor banyak tersebar konidia dan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS)
berbentuk bulat dan berwarna putih kecoklatan berukuran terhadap ekstrak kasar biji dan buah kapulaga lokal
10 µm. Konidia ini merupakan spora aseksual B. cinerea menunjukkan kadar minyak atsiri dalam ekstrak kasar
yang termasuk golongan Fungi Imperfecti hanya 8,36% dan 5,89%, sedangkan pada minyak atsiri
(Deuteromycetes) yang belum diketahui spora seksualnya. kadarnya 15,34% dan 12,51%, sisanya adalah pelarut
metanol serta sejumlah kecil minyak atsiri lain yang
Kenampakan minyak atsiri dan ekstrak kasar kadarnya sangat kecil (Tabel 2.). Menurut Setyawan (2002,
Kenampakan minyak atsiri kapulaga lokal berupa komunikasi pribadi) kadar minyak atsiri hasil distilasi
cairan bening atau berwarna kuning dengan aroma dan rasa dengan pelarut air (hidrodistilasi) dapat mencapai 100%,
pedas yang tidak mudah hilang dan segar (Harris, 1993). karena air tidak dapat larut dalam minyak atsiri yang
Dalam penelitian ini untuk selanjutnya minyak atsiri hasil dihasilkan, berbeda dengan metanol.
penyulingan disebut minyak atsiri, sedangkan minyak atsiri
hasil ekstraksi disebut ekstrak kasar. Minyak atsiri dan Tabel 2. Jenis dan kadar minyak atsiri biji dan buah kapulaga
ekstrak kasar biji kapulaga lokal berwarna kuning bening lokal dari hasil distilasi metanol dan ekstraksi metanol.
dan mempunyai aroma seperti minyak kayu putih. Minyak
atsiri buah kapulaga lokal berwarna coklat bening dan Kadar (%)
Nilai
Nama Biji Buah
ekstrak kasarnya berwarna kuning kecoklatan, keduanya Rf
Distilasi Ekstraksi Distilasi Ekstraksi
mempunyai aroma tajam. Aroma yang dihasilkan dari
minyak atsiri dan ekstrak kasar ini dimungkinkan berasal 3,53 Metanol 84,66 87, 49 91,64 94,11
dari sineol (Tabel 2.). Menurut Soeseno (1999) sineol 4,99 Sineol 10,75 7, 73 5,72 3,75
beraroma sedap, agak pedas, menghangatkan seperti 6,92 Geraniol 1,23 0, 48 0,94 0,89
minyak kayu putih 20,15 Mirsenol 1,62 0, 32 0,60 0,98
Senyawa lain 1,74 3,98 1,10 0,27
Uji anticendawan minyak atsiri dan ekstrak kasar Kadar total
15.34 12,51 8,36 5,89
Minyak atsiri biji kapulaga lokal mampu menghambat minyak atsiri
Keterangan: senyawa lain terdiri dari beberapa senyawa namun
pertumbuhan B. cinerea pada konsentrasi 1,5%.
kadar masing-masing sangat kecil (± 0,1%).
Penambahan minyak atsiri biji kapulaga lokal pada
konsentrasi 4,5% dan 6% menyebabkan pertumbuhan B.
Data Tabel 2. juga menunjukkan bahwa baik dengan
cinerea terhenti. Ekstrak kasar biji kapulaga lokal mampu
proses distilasi maupun ekstraksi, jenis senyawa aktif yang
menghambat pertumbuhan B. cinerea pada 1,5% tetapi
terisolasi relatif sama, yaitu sineol, geraniol dan mirsenol.
pada konsentrasi 6% belum mampu menghentikan
Aktivitas anticendawan minyak atsiri hasil distilasi lebih
pertumbuhan B. cinerea (Tabel 1.).
besar dibandingkan dengan ekstrak kasar, karena pada
Tabel 1. Pertumbuhan B. cinerea dengan penambahan minyak proses distilasi dalam media metanol terjadi proses
atsiri dan ekstrak kasar biji dan buah kapulaga lokal. pemanasan dan pelarutan sehingga upaya isolasi minyak
atsiri lebih efektif, sedangkan pada proses ekstraksi dengan
Jumlah cendawan (koloni per ml) pelarut metanol hanya terjadi proses pelarutan saja.
Perlakuan
0% 1,5% 3% 4,5% 6% Akibatnya senyawa aktif biji dan buah kapulaga lokal yang
Minyak 2,1x106 c 1,6x105 b 1,2x104 a 0a 0a dihasilkan dari proses distilasi memiliki kadar lebih tinggi
atsiri biji dari pada minyak atsiri yang diperoleh dari proses
Ekstrak 2,2 x106 c 2,0x105 ab 1,4x104 a 3,0x102 <3,0x102 ekstraksi.
1a 1a
kasar biji (2,0x10 ) (1,0x10 ) Senyawa utama yang diduga bersifat aktif sebagai
Minyak 2,4x106 c 1,9x105 b 1,3x104 a <3,0x102 0a anticendawan dalam minyak atsiri kapulaga lokal adalah
1a
atsiri buah (3,0x10 )
sineol. Senyawa sineol yang merupakan senyawa utama
Ekstrak 2,3x106 c 2,3x105 b 1,7x104 a <3,0x102 <3,0x102
kasar buah (6,0x101 a) (4,0x101 a) minyak atsiri biji kapulaga lokal diduga bersifat
Keterangan: Angka dalam satu baris yang diikuti huruf yang sama anticendawan karena senyawa ini merupakan monoterpena.
menunjukkan tidak beda nyata pada DMRT taraf 5% Menurut Davidson (1993), senyawa sineol yang merupakan
64 BioSMART Vol. 5, No. 1, April 2003, hal. 60-63

golongan monoterpena memberikan efek penghambatan KESIMPULAN


terhadap mikroba. Robinson (1995) mengemukakan bahwa
senyawa monoterpena dapat bekerja sebagai fungisida. Minyak atsiri biji kapulaga lokal mampu menghambat
Penelitian daya antimikroba minyak atsiri temu giring pertumbuhan B. cinerea pada konsentrasi 1,5% dan meng-
(Curcuma heyneana Val. & v. Zijp.) oleh Mulyani dkk. hentikan pertumbuhan B. cinerea pada konsentrasi 4,5%.
(1994) menunjukkan bahwa senyawa sineol merupakan Ekstrak kasar biji kapulaga lokal mampu menghambat per-
komponen utama penyusun minyak atsiri temu giring. tumbuhan B. cinerea pada konsentrasi 1,5% tetapi sampai
Senyawa ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri konsentrasi 6% belum mampu menghentikan pertumbuhan
Strepcococcus betahaemolyticus, S. aureus dan B. cinerea. Minyak atsiri buah kapulaga lokal mampu
Escherichia coli. menghambat pertumbuhan B. cinerea pada konsentrasi
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan B. cinerea 1,5% dan menghentikan pertumbuhan B. cinerea pada
menunjukkan bahwa minyak atsiri biji kapulaga lokal konsentrasi 6%. Ekstrak kasar buah kapulaga lokal mampu
mampu menghentikan pertumbuhan cendawan pada menghambat pertumbuhan B. cinerea pada konsentrasi
konsentrasi 4,5%. Hal ini disebabkan oleh lebih tingginya 1,5% tetapi sampai konsentrasi 6% belum mampu
kandungan sineol dalam minyak atsiri biji dibandingkan menghentikan pertumbuhan B. cinerea. Minyak atsiri biji
dengan ekstrak kasar biji, serta minyak atsiri dan ekstrak kapulaga lokal lebih efektif dibandingkan dengan ekstrak
kasar buah kapulaga lokal sehingga minyak atsiri biji lebih kasar biji, serta minyak atsiri dan ekstrak kasar buah dalam
efektif dalam menghambat dan menghentikan pertumbuhan menghambat dan menghentikan pertumbuhan B. cinerea.
B. cinerea.

Mekanisme penghambatan minyak atsiri terhadap DAFTAR PUSTAKA


pertumbuhan B. cinerea
Dinding sel merupakan pelindung sel yang berfungsi Atlas, R.M. 1997. Principles of Microbiology. London: WMC. Brown.
Davidson, P.M and A.L. Baranen. 1993. Antimicrobia in Food. New
menjaga kehidupan suatu mikroba. Senyawa anticendawan York: Marcel Dekker, Inc.
dapat menghambat pertumbuhan cendawan dengan cara Duryatmo, S. 2000. Kunci penyemprotan insektisida nabati. Trubus 31
mempengaruhi materi genetik yang mengkode pembentuk- (365): 47
an dinding sel, sehingga dinding sel tidak sempurna dan Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU IPB.
Fessenden, R and J.S. Fessenden. 1999. Kimia Organik. Jilid II.
menyebabkan matinya sel cendawan. Menurut Pelczar dan Penerjemah: Pudjaatmaka, A.H. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Chan (1988) mekanisme zat antimikroba antara lain Gandjar, I., R.A Samson, K.V.T. Vormeulen, A. Oetari, dan I. Santoso.
menyebabkan kerusakan dinding sel mikroba. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: YOI.
Penghambatan dapat pula terjadi terhadap enzim yang Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Penerjemah: Ketaren, S. Jakarta:
UI Press.
bekerja dalam sel cendawan. Menurut Pelczar dan Chan Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: PT.
(1988) enzim merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya Gramedia.
suatu zat antimikroba. Dengan terhambat atau terhentinya Haris, R. 1993. Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya.
aktivitas enzim maka mekanisme kerja enzim terganggu Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Jakarta: yayasan
Sarana Wana Jaya.
sehingga mempengaruhi pertumbuhan sel cendawan. Madigan, T., J.M. Martinko and J. Parker. 2000. Biology of
Senyawa anticendawan dapat pula mempengaruhi Microorganisms. London: Prestice Hall International, Inc.
permeabilitas membran sel. Fungsi dari membran ini Malloch, D. 1997. Moulds Isolation, Cultivation, Identification.
adalah mempertahankan bahan-bahan di dalam sel secara Mycology. Toronto: Department of Botany, University of Toronto.
Martoredjo, T. 1982. Pengendalian Penyakit Tanaman. Yogyakarta: Andi.
selektif, mengatur keluar masuknya zat antara sel dengan Mulyani, S., Amini, dan Sumarno. 1990. Analisis GC-MS dan daya
lingkungan luar dan tempat terjadinya reaksi. Menurut antimikrobia minyak atsiri temu giring. Berkala Penelitian Pasca
Fessenden dan Fessenden (1999) membran sel merupakan Sarjana UGM 3 (1B): 141-157.
membran yang terbentuk dari lipoprotein dengan suatu Nazaruddin. 1993. Komoditi Ekspor Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 1
lapisan rangkap (bilayer), yaitu bagian hidrofobik Penerjemah: Hadioetomo, R., Tijalma, S. Tjitrosomo, dan S.L.
menghadap ke dalam dan bagian hidrofilik menghadap ke Angka. Jakarta: UI Press.
luar. Senyawa minyak atsiri akan masuk ke membran sel Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah:
dan terikat oleh bagian hidrofilik. Senyawa minyak atsiri Padamawinata, K. Bandung: Penerbit ITB.
Semangun, H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di
akan menyebabkan lisisnya membran lipoprotein sehingga Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel dan matinya Setyawan, A.D. 1999. Status Taksonomi Genus Alpinia Berdasarkan
cendawan. Menurut Atlas (1997) senyawa anticendawan Sifat-sifat Morfologi, Anatomi dan Kandungan Kimia Minyak Atsiri.
mengubah permeabilitas membran sel yang menyebabkan BioSmart 1 (1): 31-40.
Setiadi. 2000. Bertanam Anggur. Jakarta: Penebar Swadaya.
kematian sel. Dinding sel dan membran sel yang rusak Smith. J. 2000. Botrytis Bunch Rot or Gray Mold of Grape.
akan menghambat pembentukan hifa sehingga http:/www.ohioline.osa.edu/hyg.fct/3000/30.20.html.
pertumbuhan B. cinerea juga akan terhambat. Senyawa Stamets, P and J.S. Chilton. 1993. The Mushroom Cultivator. Washington:
sineol yang merupakan monoterpena sebagai anticendawan Agaoikon Press.
Soeseno, S. 1999. Bertanam Kapulaga itu Gampang.
kemungkinan mampu merusak dinding sel dan
http:/www.indomedia.com/intisari/’99/nov/flora-nov98.html.
mempengaruhi permeabilitas membran sel B. cinerea Supriadi, C. Winarni, dan Hernani. 1999. Potensi daya antibakteri
dengan terhambat dan terhentinya pertumbuhan cendawan beberapa tanaman rempah dan obat terhadap isolat Ralstonia
tersebut. solanacearum asal jahe. Hayati 6 (2): 43-46.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
65

Anda mungkin juga menyukai